You are on page 1of 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para filsuf kerapkali mempertanyakan, Mahluk apakah sesungguhnya manusia itu?.

Apa yang mengatur relasi manusia? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang juga menjadi inti lahirnya paham neoliberalisme, ibu kandung dari Kapitalisme Global. Banyak yang menyebut manusia sebagai mahluk sosial. Dan relasi yang mengatur hubungan manusia sangatlah kompleks. Tetapi sesungguhnya manusia, menurut kaum neoliberal yang dipelopori F. Von Hayek adalah semata-mata hanya mahluk ekonomi (homo Econominicus). Artinya manusia adalah mahluk yang semata-mata hanya mendasarkan tindakannya pada perhitungan untung rugi. Hubungan ekonomi, satu-satunya faktor yang mengatur seluruh relasi manusia1. Pandangan ini mendapatkan tentangan keras karena kenyataan menunjukkan bahwa ekonomi bukanlah satu-satunya motif dari manusia untuk berkumpul dan berorganisasi. Sistem organisasi dari kelompok manusia ini, kemudian dikenal sebagai masyarakat. Menurut pandangan yang populer, masyarakat dilihat sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang, dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya. Menurut Betrand2, masyarakat merupakan hasil dari suatu periode perubahan budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat bukan sekedar jumlah penduduk saja melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Konsep tersebut menunjukkan bahwa diluar kenyataan bahwa manusia adalah mahluk ekonomi yang memiliki motif ekonomi guna memenuhi kebutuhan, manusia juga merupakan mahluk sosial yang memiliki kebutuhan kuat
1 Nyoman Winata, Mahluk Apakah Manusia sebenarnya Itu ?, artikel, ditulis tanggal 23 Januari 2008, www.balebengong.com , download 14 April 2008 . 2 Bertrand dalam Sumodiningrat, 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, PT Bina Rena Pariwara, Bogor. Hal.23

untuk saling melakukan interaksi. Dalam interaksi inilah kemudian lahir masyarakat dan kebudayaan-kebudayaan. Disini penulis tertarik untuk mengungkap asal muasal manusia sebagai mahluk sosial dan bagaimana interaksi manusia dalam lingkup sosial. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan di atas, penulis berupaya untuk mengungkap : Bagaimanakah konsep dan eksistensi manusia sebagai mahluk sosial ?

BAB II PEMBAHASAN Manusia, pada satu keadaan dan waktu yang sama, adalah seorang mahluk penyendiri dan mahluk sosial. Sebagai mahluk penyendiri ia berusaha untuk melindungi keberadaannya dan yang terpenting untuknya adalah memuaskan keinginan pribadinya, dan untuk mengembangkan bakatnya. Sebagai mahluk sosial, ia berusaha untuk memperoleh pengakuan dan dicintai oleh sesama manusia, untuk membagi kebahagiaan, untuk membuat nyaman mereka di kala sedih, dan untuk meningkatkan taraf hidup. Hanya saja eksistensi dari hal-hal tersebut sangat bergantung, kadang bertentangan, bergantung pada karakter pribadi manusia tersebut dan kombinasi khusus tersebut menentukan sampai sejauh mana seseorang dapat mencapai keseimbangan pribadi dan dapat memberikan sumbangan bagi kehidupan masyarakat. Sangat dimungkinkan bahwa kedua kekuatan ini, terutama digabungkan karena memang melekat padanya. Akan tetapi kepribadian yang pada akhirnya muncul sebagian besar terbentuk: oleh pengaruh lingkungan dimana manusia tersebut mengalaminya sendiri selama proses perkembangannya, oleh struktur masyarakat dimana ia dibesarkan, oleh budaya dari masyarakat, dan oleh penghargaan yang diperolehnya atas tingkah laku tertentunya. Konsepsi abstrak masyarakat bagi manusia perseorangan adalah keseluruhan hubungan langsung maupun tidak langsung atas masyarakat yang hidup pada masa yang sama atau pada masa sebelumnya. Individu tertentu dapat berpikir, merasakan, berjuang dan bekerja bagi dirinya sendiri, akan tetapi ia sebenarnya bergantung pula pada masyarakat baik secara fisik, intelektual, dan emosional sehingga sangat mustahil memikirkannya atau memahaminya di luar kerangka masyarakat. Adalah masyarakat yang menyediakan manusia dengan makanan, pakaian, rumah, perkakas, bahasa, pola pikir dan hampir sebagian isi dari pemikirannya: hidupnya menjadi nyata setelah bekerja dan berhasil sukses sejak jutaan tahun lampau dan hingga kini dimana semua hal tersebut tersembunyi di balik sebuah kata masyarakat.

Itu adalah bukti, karenanya, ketergantungan seseorang terhadap masyarakat adalah fakta alamiah yang tidak dapat dihilangkansama seperti kasus semut dan kumbang. Walau demikian, ketika seluruh proses kehidupan semut dan kumbang telah ditetapkan hingga sampai detil terkecil secara kaku, pola masyarakat dan hubungan satu sama lain dari umat manusia sangat beragam dan sangat mungkin berubah. Ingatan, kapasitas untuk membuat kombinasi baru, suatu anugrah berupa kemampuan komunikasi oral telah memungkinkan suatu perkembangan umat manusia dimana hal ini tidak ditentukan oleh kebutuhan biologis. Beberapa perkembangan ditunjukkan dalam tradisi, institusi dan organisasi, dalam literatur, keberhasilan penelitian dan rekayasa, dalam hasil-hasil kesenian. Ini menunjukkan bagaimana hal tersebut dapat terjadi bahwa, dalam keadaan tertentu, manusia dapat dipengaruhi hidupnya oleh tingkah lakunya sendiri, dan dimana dalam proses ini kesadaran berpikir dan keinginannya dapat pula ikut berperan. Manusia sejak lahir memiliki, melalui keturunan, suatu struktur biologis yang mana harus kita pandang sebagai hak yang melekat dan tidak dapat dicabut, termasuk kebutuhan alamiah sebagaimana layaknya manusia pada umumnya. Selain itu, selama hidupnya, ia memiliki suatu struktur kebudayaan yang ia peroleh dari masyarakat melalui komunikasi dan melalui pengaruh-pengaruh dalam bentuk-bentuk lain. Struktur kebudayaan ini, seiring dengan perjalanan waktu, dapat berubah dan sangat ditentukan oleh hubungan antara seseorang dengan masyarakatnya. Antropologi modern, mengajarkan kita, melalui penelitian perbandingan atas kebudayaan primitif, bahwa tingkah laku sosial manusia dapat dibedakan, tergantung pada pola-pola budaya yang berlaku pada umumnya dan bentuk-bentuk organisasi yang mendominasi di masyarakat. Berdasarkan hal ini maka mereka berupaya untuk membantu bahwa banyak manusia yang mendasarkan harapannya: bahwa karena struktur biologisnya, manusia tidaklah bersalah, untuk membinasakan sesamanya atau berada di bawah kekejaman kekuasaan, adalah merupakan keyakinan pribadinya3. Bila kita bertanya pada diri kita sendiri bagaimana struktur masyarakat dan tingkah laku budaya manusia seharusnya diubah untuk membuat kehidupan
3 Soerjono Soekanto, 2000, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo, Jakarta, h.106

manusia lebih memuaskan, kita harus selalu sadar bahwa terdapat kondisi-kondisi tertentu yang tidak dapat kita ubah. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, sifat alamiah manusia adalah, untuk kepentingan praktis, tidak dapat dirubah. Selain itu, teknologi dan perkembangan demografi pada beberapa abad terakhir telah menciptakan kondisi-kondisi yang saat ini telah ada. Pada dasarnya perbandingan kepadatan populasi yang menetap dengan jumlah barang yang tidak dapat digantikan guna kelangsungan hidupnya, jumlah pembagian distribusi tenaga kerja dan tingginya jumlah aparat yang produktif adalah suatu keharusan. Saat dimana pada masa lalu tampaknya begitu damai telah hilang untuk selamanya ketika individu atau kelompok-kelompok kecil dapat sepenuhnya mandiri. Ini hanya sedikit membesar-besarkan bahwa umat manusia membentuk suatu komunitas kehidupan dari produksi dan konsumsi. Hal itu berkaitan dengan hubungan antara indivisu dengan masyarakat. Individu menjadi lebih sadar daripada sebelumnya akan ketergantungan kepada masyarakat. Tetapi ia tidak menyadari bahwa ketergantungan ini sebagai suatu aset berharga, suatu ikatan organik, suatu tenaga pelindung, tetapi lebih cenderung sebagai ancaman terhadap hal-hal alamiahnya, atau bahkan atas kondisi ekonominya. Lebih jauh, posisinya dalam masyarakat lebih ditekankan terusmenerus dalam bentuknya dimana lebih ditentukan oleh sifat egoisnya, ketimbang ditentukan oleh alur sosialnya, yang mana secara alamiah memang lebih lemah, yang terus menerus mengalami pembusukan. Seluruh umat manusia, apapun posisinya di masyarakat, mengalami penderitaan dalam proses pembusukan. Tanpa disadari mereka terpenjara dalam egoismenya sendiri, perasaan takut, kesendirian dan secara naif takut kehilangan, sederhana dan tidak rumit menjalani hidup. Menusia dapat menemukan arti dalam kehidupan, pendek dan berisiko sebagaimana layaknya, hanya melalui pengabdian dirinya dalam masyarakat. Anarki ekonomi dari masyarakat kapitalis sebagaimana yang terjadi saat ini, menurut pendapat saya adalah sumber utama dari kejahatan. Kita lihat sebelumnya terdapat komunitas besar dari suatu produsen suatu anggota yang terus berupaya agar dapat memperoleh buah dari hasil kerja samanya, tanpa adanya paksaan, tetapi secara keseluruhan berada dalam jaminan hukum yang

berlaku. Dalam kaitan ini, penting untuk disadari bahwa tujuan produksi -sebagaimana disebut, seluruh kemampuan produktif yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang kebutuhan utama sebagaimana pentingnya pula membuat barang-barang penting lainnya- merupakan kepemilikan pribadi dari para individu. Pemilik dari tujuan-tujuan produksi berada dalam posisi untuk membeli tenaga kerja dari para pekerja. Dengan menggunakan tujuan-tujuan produksi, para pekerja menciptakan barang-barang baru yang menjadi milik para kapitalis. Hal utama dari proses ini adalah hubungan antara apa yang pekerja telah hasilkan dengan apa yang telah ia peroleh (upah), dua hal ini menjadi ukuran dalam kaitannya dengan nilai sesungguhnya. Sepanjang kontrak kerja adalah bebas, apa yang diperoleh pekerja tidak ditentukan oleh nilai sesungguhnya dari barangbarang yang dihasilkannya, tetapi oleh kebutuhan minimum dan oleh kebutuhan kapitalis akan tenaga kerja dalam kaitannya dengan jumlah pekerja yang bersaing untuk bekerja. Hal ini penting untuk dipahami bahwa walaupun pada tataran teori pembayaran para pekerja tidak ditentukan oleh nilai dari hasil produksinya. Modal swasta cenderung untuk terus terkonsentrasi pada beberapa tangan, terutama karena kompetisi di antara para kapitalis, dan terutama karena perkembangan teknologi dan pertumbuhan pembagian kerja menumbuhkan formasi unit-unit yang lebih besar dengan pengeluaran semakin kecil. Hasil dari perkembangan-perkembangan ini adalah oligarki dari modal swasta sebagai kekuatan besar yang tidak dapat diawasi secara efektif walau oleh mayarakat politik yang terorganisir secara demokratis sekalipun. Hal ini benar, sebab anggota dari badan-badan legislatif merupakan pilihan dari partai-partai politik, yang sebagian dibiayai atau paling tidak dipengaruhi oleh kapitalis swasta yang mana, untuk kepentingannya, memisahkan antara pemilih dengan yang dipilih. Konsekuensinya adalah wakil rakyat tersebut kenyataannya tidak sepenuhnya melindungi kepentingan kelompok populasi yang tidak diistimewakan. Lebih jauh, sejalan dengan kondisi saat ini, kapitalis swasta tidak dapat dihindari mulai mengontrol, baik langsung maupun tidak, sumber-sumber utama dari informasi (pers, radio, pendidikan). Hal ini tentunya menjadi sangat sulit, dan bahkan dalam

banyak kasus menjadi mustahil, bagi seseorang warga negara untuk dapat memperoleh kesimpulan yang obyektif dan dapat secara cermat menggunakan hak-hak politiknya. Situasi yang terjadi dalam dunia ekonomi yang berbasiskan kepemilikan modal swasta memiliki karakteristik yang terdiri dari dua prinsip utama: Pertama, tujuan-tujuan produksi (modal) yang dimiliki oleh swasta dan pemiliknya menempatkannya sejauh ia memandang hal itu pantas. Kedua, kontrak kerja itu bebas. Tentu saja, tidak ada sesuatu yang merupakan masyarakat kapitalis murni dalam hal ini. Dalam hal tertentu, patut pula diperhatikan bahwa pekerja, melalui perjuangan politik yang panjang dan pahit, telah sukses dalam mengamankan apa yang disebut perbaikan bentuk atas kontrak kerja bebas bagi kategori pekerja tertentu. Tetapi secara keseluruhan, saat ini ekonomi tidak ada bedanya dengan kapitalis murni. Produksi ditujukan untuk memperoleh keuntungan, bukan untuk dipakai. Tidak ada suatu ketentuan bahwa semua yang mampu dan mau bekerja dapat selalu berada di posisi untuk memperoleh pekerjaan; sebuah pasukan pengangguran selalu saja ada. Pekerja berada dalam keadaan cemas takut kehilangan pekerjaannya. Karena pengangguran dan upah buruh yang rendah tidak dapat menyediakan pangsa pasar yang menguntungkan, produksi barangbarang konsumsi dibatasi, dan penderitaan besar adalah konsekuensinya. Perkembangan teknologi seringkali menyebabkan lebih banyak pengangguran daripada meringankan beban pekerjaan. Motif untuk keuntungan, dalam kaitannya dengan kompetisi di antara kapitalis, bertanggung jawab atas ketidakstabilan dalam akumulasi dan penggunaan modal yang pada akhirnya meningkatkan beban depresi yang parah. Kompetisi tanpa batas menjadikan penyia-nyiaan pekerjaan dan menyebabkan kepincangan kesadaran sosial individu sebagaimana telah diuraikan sebelumnya4. Kepincangan individu ini adalah kejahatan terburuk dari kapitalisme. Seluruh sistem pendidikan kita menderita karena setan ini. Suatu sikap kompetisi yang berlebihan tertanam dalam benak setiap pelajar, yang diajarkan semata-mata
4 Soediono M.P. Tjondronegoro, 1999, Keping-Keping Sosiologi dari Pedesaan, Dirjen Dikti Depnas, Jakarta

untuk memperoleh kesuksesan sebagai persiapan untuk masa depannya. Hanya ada satu jalan untuk menghilangkan setan jahat ini, yaitu dengan menciptakan suatu ekonomi sosialis, disertai dengan sistem pendidikan yang dapat diorientasikan untuk mencapai tujuan sosial. Dalam bentuk ekonomi, tujuantujuan produksi dimiliki oleh masyarakat itu sendiri dan digunakan dengan terencana. Suatu ekonomi terencana, yang menyesuaikan produksi sesuai kebutuhan masyarakat, akan membagi pekerjaan untuk diselesaikan oleh semua yang mampu bekerja dan dapat menjamin tujuan hidup seluruh manusia, baik laki-laki, perempuan dan anak-anak. Pendidikan dari setiap individu, dalam rangka menambah kemampuan lahiriahnya, akan mencoba untuk mengembangkan dalam dirinya rasa tanggung jawab atas sesama umat manusia di tempat yang lebih baik dan sukses dalam masyarakat kita saat ini.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Manusia, pada satu keadaan dan waktu yang sama, adalah seorang mahluk penyendiri dan mahluk sosial. Sebagai mahluk penyendiri ia berusaha untuk melindungi keberadaannya dan yang terpenting untuknya adalah memuaskan keinginan pribadinya, dan untuk mengembangkan bakatnya. Sebagai mahluk sosial, ia berusaha untuk memperoleh pengakuan dan dicintai oleh sesama manusia, untuk membagi kebahagiaan, untuk membuat nyaman mereka di kala sedih, dan untuk meningkatkan taraf hidup. Manusia sejak lahir memiliki, melalui keturunan, suatu struktur biologis yang mana harus kita pandang sebagai hak yang melekat dan tidak dapat dicabut, termasuk kebutuhan alamiah sebagaimana layaknya manusia pada umumnya. Selain itu, selama hidupnya, ia memiliki suatu struktur kebudayaan yang ia peroleh dari masyarakat melalui komunikasi dan melalui pengaruh-pengaruh dalam bentuk-bentuk lain. Struktur kebudayaan ini, seiring dengan perjalanan waktu, dapat berubah dan sangat ditentukan oleh hubungan antara seseorang dengan masyarakatnya. B. Saran 1. Dengan adanya keterbatasan dalam pembahasan, akan lebih baik untuk para penulis / peneliti yang lain mengungkap fitrah manusia dari perspektif yang lain, seperti misalnya manusia sebagai mahluk ekonomi atau manusia sebagai mahluk individu dan kumpulan ego. 2. Dengan mengetahui asal muasal manusia sebagai individu sosial, maka dapat disusun perencanaan baru oleh negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan

You might also like