You are on page 1of 109

Natsir, Politikus Intelektual

Oleh ANWAR IBRAHIM (Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia) PERTEMUAN pertama dengan Pak Natsir adalah juga introduksi saya secara intim dengan Indonesia. Perkenalan itu terjadi pada 1967, ketika hubungan diplomatik di antara kedua negara Indonesia dan Malaysiapulih setelah mengalami konfrontasi. Sebelum pertemuan itu, saya hanya menghidu Indonesia dari sedikit pengetahuan sejarah melalui novel-novel Abdoel Moeis, Marah Roesli, Hamka, dan lain-lain. Pada masa konfrontasi, saya terpukau oleh pidato-pidato Soekarno di hari Lebaran melalui Radio Republik Indonesia siaran Medan, yang saya dengar di kampung saya di Pulau Pinang. Ayah saya, yang ketika itu anggota parlemen dari partai pemerintah, ternyata tak senang dengan keasyikan saya ini. Maka, ketika Himpunan Mahasiswa Islam yang dipimpin Cak Nur menyambut saya dan beberapa pemimpin mahasiswa Malaysia di Indonesia, tak ubahnyalah itu laksana menemui kekasih yang belum pernah ditemui. Rekan-rekan HMI, seperti Fahmi Idris, Marie Muhammad, dan Ekky Syahruddin membawa saya, yang ketika itu baru berumur sekitar 20 tahun, menemui Pak Natsir. Karena saya begitu muda, dan melihat Pak Natsir sebagai mantan perdana menteri, pernah memimpin Masyumi aliansi partai dan organisasi Islam yang terbesar di duniasaya lebih banyak mendengar dari berkatakata. Apa yang terkesan bagi saya hingga hari ini dari pertemuan yang pertama itu adalah sosok, sikap, dan tingkah beliau yang amat sederhana. Selepas pertemuan dengan Pak Natsir, saya ke Bandung, dan di sana saya dibawa ke sebuah toko buku Van Hoeve yang secara zahirnya kelihatan usang dan berdebu. Toko buku tersebut merupakan penerbit karya-karya besar kajian Indonesia, seperti karya Van Leur, Indonesian Trade and Society, dan karya B. Schrieke, Indonesian Sociological Studies. Di toko itu, dan di atas lantainya yang berdebu, saya menemukan kedua buku tersebut serta dua jilid Capita Selecta, lantas membelinya. Sejak zaman muda saya memang memberikan perhatian terhadap peran, ide, gagasan, serta ideologi dalam perjuang an dan gerakan politik. Saya kagum terhadap intelektualitas dan gagasan para filsuf. Melalui Capita Selecta saya tampak sosok intelektual Mohammad Natsir. Melaluinya saya mengenali Henri Pirenne, nama yang kini mungkin kurang dikenal, tapi di masa itu tesisnya mencetuskan polemik besar di universitas-universitas di Eropa dan pengkaji-pengkaji tamadun Barat. Muhammad et Charlemagne, yang ditulis oleh Pirenne, melontarkan gagasan bagaimana Islam menjadi faktor penentu dalam sejarah Eropa. Ketika itu tesis ini sungguh radikal, tapi sekarang sudah diterima umum di kalangan sarjana bahwa tanpa Islam, tamadun Barat tidak akan menghasilkan renaisans, tradisi rasionalisme, dan humanisme.

Sejak pertemuan pertama itu, setiap ke Jakarta dan mengunjungi Pak Natsir, saya diperkaya oleh imbauan baru berkaitan dengan isu umat Islam, sosial, dan politik mutakhir. Tatkala saya sudah membentuk Angkatan Belia Islam Malaysia, beliau senantiasa mengingatkan saya akan realitas sosial di Malaysia, dengan kehadiran jumlah masyarakat Cina, India, dan lain-lainnya yang substantif. Beliau sangat positif dan senantiasa menggalakkan interaksi serta dialog di antara organisasi Islam dan masyarakat bukan Islam. Sewaktu menjadi Menteri Keuangan, tatkala memacu pertumbuhan ekonomi, saya sering mengulangi pesan Mohammad Natsir, jangan kita membangun sambil merobohkan: membangun gedung sambil merobohkan akhlak, membangun industri sambil menindas pekerja, membina prasarana sambil memusnahkan lingkungan. Pada 2004-2006 saya di Universitas Oxford, Inggris, dan beberapa universitas lainnya di Amerika Serikat, khususnya di Universitas Georgetown. Di universitas ini saya memberikan mata kuliah yang khusus tentang rantau ini, karena selama ini kajian Islam kontemporer hanya bertumpu di Timur Tengah dan negara-negara Arab, tempat resistansi terhadap demokrasi begitu kuat, sehingga muncul persepsi bahwa Islam tidak sejajar ataupun compatible dengan demokrasi. Saya merasakan pengkaji-pengkaji Islam kontemporer di Barat tidak berlaku adil terhadap Natsir dan perjuangan umat Islam Indonesia umumnya. Sekiranya mereka mengkaji pemikiran Natsir dan Gerakan Masyumi serta sejarah demokrasi konstitusional di Indonesia sebelum dihancurkan oleh Orde Lama, persoalan compatibility atau kesejajaran Islam dan demokrasi itu tidak akan timbul. Satusatunya sarjana Barat yang berlaku adil terhadap Natsir dan Masyumi sebagai pelopor constitutional democracy di dunia membangun selepas Perang Dunia Kedua ialah sarjana besar Herbert Feith, yang magnum opus-nya berjudul The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Namun saya tidak melihat Pak Natsir sebagai demokrat yang terisolasi. Beliau berada di dalam tradisi Islam Indonesia yang inklusif, dari tokoh seperti Oemar Said Co kroaminoto, Agus Salim, dan Wahid Hasyim. Di negara Arab kita menyaksikan pembenturan yang tajam antara tokoh-tokoh sekularis dan tokoh-tokoh islamis, antara Taha Hussain dan penghujah-penghujahnya dari Universitas Al-Azhar. Di Indonesia saya tidak menyaksikan pertembungan yang sebegini antara Sutan Takdir Alisjahbana yang memiliki orientasi yang hampir sama dengan Taha Hussain dan tokoh-tokoh Islam. Negosiasi kreatif antara intelektual sekuler tapi tidak bermusuhan dengan Islam, dengan intelektual muslim yang ditampilkan oleh Natsir, amat bermakna bagi generasi muda muslim di Malaysia. Di Kuala Lumpur hari ini terdapat anak-anak muda yang mengunyah Polemik Kebudayaan, tapi mereka juga sebahagian dari gerakan Islam yang meneliti Capita Selecta. Debat Natsir-Soekarno tentang negara Islam dan sekularisme juga menarik bagi mereka dan mereka kira masih relevan dalam negosiasi Islam serta ruang awam di Malaysia. Tapi tulisan Natsir yang paling tersebar luas di Malaysia ialah Fiqud Dakwah. Saya selaku Presiden ABIM ketika itu mencetaknya, termasuk menerbitkannya ke dalam edisi Jawi dan menjadikannya teks usrah ataupun grup studi ka mi. Saya begitu terkesan oleh buku ini karena metode dak wahnya bersifat moderat dan berhikmah. Melalui metode ini, ABIM dapat melebarkan sayapnya hingga menjadi orga nisasi massa dan gerakan Islam yang bergaris sederhana.

Pada awal 1980-an, ketika saya sedang menjabat Menteri Kebudayaan, Belia dan Sukan, saya berkunjung ke Indonesia. Saya ingin menemui Pak Natsir di kediamannya, tapi beliau lebih dulu menemui saya di hotel. Saya sangat terharu karena sikapnya yang merendah, sedangkan dia merupakan pemikir Islam besar. Maka saya mengundang beliau ke kamar untuk bersarapan pagi. Natsir sedang menghadapi tekanan dari pemerintah, karena dia terlibat dengan Petisi 50. Ternyata pertemuan itu menimbulkan keributan di kalangan intel Orde Baru. Maka, ketika saya menemui Pak Harto, saya jelaskan bahwa Pak Natsir ibarat bapak saya di Indonesia dan bahwa pertemuan kami hanya mengobrol secara umum tentang umat Islam di Pakistan dan Arab Saudi. Pak Harto hanya diam mendengar penjelasan saya. Terakhir kali saya selaku Timbalan Perdana Menteri menemui Pak Natsir di hospital ketika beliau sedang tenat. Suasana memilukan dan menyayat hati, saya sedih melihat keadaan hospital, dan saya merasakan layanan sebegini tidak layak untuk seorang pemikir Islam besar. Saya rasa wajar beliau mendapat layanan yang lebih baik. Beberapa bulan kemudian, saya mendapat berita beliau telah berpulang ke rahmatullah. Beliau sudah pergi, tapi legasinya masih menanti apresiasi yang adil dari luar rantau ini. *Artikel ini telah disiarkan dalam majalah Tempo edisi 14 Julai 2008.

Muhammad Natsir, Mujahid dan Politikus Piawai


Pilihlah salah satu dari dua jalan, Islam atau Atheis. adalah kutipan pidato Muhammad Natsir di Parlemen Indonesia di masa kemerdekaan. Muhammad Natsir adalah tokoh Islam kontemporer dunia Islam, mujahid dan politikus piawai. Mencurahkan segenap kemampuan untuk menjadikan Islam sebagai sistem pemerintahan Indonesia, dan melawan orang-orang yang menghalangi tegaknya Islam.Hingga riwayat hidupnya tercatat dalam buku Mereka yang telah pergi, Tokoh-tokoh Pembangunan Pergerakan Islam Kontemporer.

Muhammad Natsir lahir pada tanggal 16 Juli 1908 di Maninjau Sumatera Barat. Ia dibesarkan di keluarga agamis, ayahnya seorang ulama terkenal di Indonesia. Lingkungan seperti ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan sang putra. Ia belajar di sekolah agama dan negeri. Mendapat ijazah perguruan tinggi terbiyah

Jul 15, '08 2:22 AM for everyone

Bandung, Mendapat gelar Doktor Honoris Causal fari Universitas Islam Indonesia (dulu Sekolah Tinggi Islam), Yogyakarta. Pada masa pendudukan Belanda aktif pada dunia pendidikan di Bandung, menjadi pemimpin pada Direktorat Pendidikan di Jakarta.

Tahun 1945, Dr. Muhammad Hatta, wakil Presiden RI setelah kemerdekaan, memintanya membantu melawan penjajah. Kemudian ia menjadi anggota Majelis permusyawaratan Rakyat Sumatera. Tahun 1946, ia mendirikan partai MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Ia juga menjabat Menteri Penerangan Selama empat tahun.

Perjuangan Muhammad Natsir

Ketika Belanda hendak menjadikan Indonesia negera serikat, Muhammad Natsir menentangnya dan mengajukan pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia. Usulan ini disetujui 90% anggota Masyumi. Tahun 1950, ia diminta membentuk kabinet sekaligus menjadi perdana Menterinya. Tapi belum genap setahun ia dipecat karena bersebrangan dengan presiden Soekarno. Ia tetap memimpin Masyumi

dan menjadi angota parlemen hingga tahun 1957. Pidatonya yang berjudul Pilihlah salah satu dari dua jalan, Islam atau Atheis. yang disampaikan di parlemen Indonesia dan dipublikasikan majalah Al Muslimin, punya pengaruh besar pada anggota parlemen dan masyaakat muslim Indonesia.

Saat menerjuni bidang politik, Muhammad Natsir adalah sorang politikus piawai. Saat menerjuni medan perang, ia menjadi panglima yang gagah berani, dan saat berdebat dengan musuh, ia tampil sebagai pakar ilmu dan dakwah. Muhammad Natsir menentang serangan membabi buta yang dilancarkan para misionaris Kristen, antek-antek penjajah dan para kaki tangan Barat maupun Timur, dengan menerbitkan majalah Pembela Islam. Ia juga menyerukan Islam sebagai titik tolak kemerdekaan dan kedaulatan, pada saat Soekarno dan antek-anteknya menyerukan nasionalisme Indonesia sebagai titik tolak kemerdekaan. Saat itu

Soekarno bersekutu dengan Komunis yang terhimpun dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk melawan Muhammad Natsir dan Partai Masyumi. Pertarungan ini berlangsung hingga tahun 1961, Soekarno membubarkan Partai Masyumi dan menahan pemimpinnya, terutama Muhmmad Natsir.Namun perlawan kaum muslimin Indonesia tidak padam, terus berlanjut hingga terjadi revolusi militer yang berhasil menggulingkan Soekarno pada tahun 1965.

Manhaj Dakwah Muhammad Natsir

Keluar dari penjara, Muhammad Natsir dan rekan-rekannya mendirikan Dewan Dakwah Islam Indonesia yang memusatkan aktivitasnya untuk membina masyarakat, mengerahkan para pemuda, dan menyiapkan dai. Kemudian cabang-cabang DDI terbentuk di seluruh Indonesia, dan generasi muda dapat mengenyam fikrah Islam yang benar, memberi pengarahan kepada masyarakat, mendirikan pusat-pusat kegiatan Islam (Islamic Center) dan masjid, menyebarkan buku-buku Islam, membentuk ikatan-ikatan pelajar Islam, serta mendirikan beberapa asosiasi profesional: para insinyur, petani, pekerja dan lain-lain. Ia juga menjalin hubungan dengan gerakan-geraka Islam Internasional, untuk saling tukar pengalaman dan saling mengokohkan persatuan. tahun 1967, Muhammad Natsir dipilih menjadi Wakil Ketua Muktmaar Islam Internasiomal di Pakistan.

Kepedulian Muhammad Natsir

Muhammad Natsir sangat seius memperhatikan masalah Palestina. Ia temui tokoh, pemimpin dan dai di negaranegara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina, setelah kekelahan tahun 1967. Siang dan malam Muhammad Natsir berkunjung ke wilayah di Indonesia untuk urusan dakwah. Setelah Soekarno tumbang

bulan Oktber 1965, kristenisasi semakin meningkat. Para misionaris melipatgandakan upayanya, membangun gerejagereja, menyebarkan Injil, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Kristen dan membuka sekolah-sekolah misionaris. mereka berharap tahun 2000 Indonesia menjadi Kristen.

Meskipun para misionaris mendaptkan suplay dana dari luar negeri dalam menjalankan aksinya, namun upaya Muhammad Natsir dn rekan-rekannya menjadi penghambat aktivitas para misionaris dan mengagalkan rencana serta konspirasi busuk mereka. Rakyat Indonesia mulai mendekati dai untuk mengenal Islam yang benar. Kesadaran berislam pun merebak dikalangan mahasiswa dan pelajar,

juga menyentuh para intelektual.

Ungkapan-ungkapan Muhammad Natsir

Islam tidak terbatas pada aktivitas ritual muslim yang sempit, tapi pedoman hidup bagi individu, masyarakat dan negara. Islam menentang kesewenang-wenangan manusia terhadap saudaranya. karena itu, kaum muslimin harus berjihad untuk mendapatkan kemerdekaan. Islam menyetujui prinsip-prinsip negara

yang benar. Karena itu, kaum muslimin harus mengelola negara yang merdeka berdasarkan nilai-nilai Islam. Tujuan ini tidak terwujud jika kaum muslimin tidak punya keberanian berjihad untuk mendapatkan kemerdekaan, sesuai dengan nilai-nilai yang diserukan Islam. Mereka juga harus serius membentuk kader dari kalangan pemuda muslim yang terpelajar.

Saat diwawancarai dengan redaktur majalah Al-Wayul ISlami Kuwait di kediaman Muhammad Natsir pada tahun 1989, Muhammad Natsir berkata: Saya tidak takut masa depan, karena tida k ada bahaya. Masa depan milik Umat Islam, jika mereka tetap istiqomah, baik secara pribadi atau kolektif. Ketika redaktur bertanya tentnag tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam dirinya dan mempengaruhi perjuangannya, Muhammad natsir menjawab: Haji Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna dan Imam AlHudhaibi.Sedangtokoh tokoh Indonesia adalah Syaikh Agus Salim dan Syaikh Ahmad Surkati.

Karya-Karya Muhammad Natsir

Banyak karya tulis yang ditinggalkan oleh Muhammad Natsir, baik yang terkait dengan dakwah atau pemikiran. Sebagian telah diterbitkan dalam bahasa Arab dengan jumlah lebih dari 35 buah buku, diantaranya adalah Fiqhud Dawah (Fikih Dakwah) dan Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih salah satu dari dua jalan). Disamping itu masih banya k ceramah, riset, makalah Muhammad Natsir yang tersebar dan tidak dapat dihitung.

Akhir Hidup

Hamba Allah Muhammad Natsir pulang kerahmatullah pada tanggal 5 Februari 1993 di Jakarta. Perjalanan hidupnya

dalam menegakkan dawah Islam menjadi inspirasi bagi generasi penerus dakwah di Indonesia.

Oleh: Sumber: http://www.pks-jaksel.or.id/Article133.phtml

Ningsih

Orang banyak mengenalnya sebagai Pak Natsir. Nama lengkapnya Muhammad Natsir, bergelar Datuk Sinaro nan Panjang, lahir di Minangkabau tanggal 17 Juli 1908, tepatnya di kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatera Barat, dari pasangan Sutan Saripado dan Khadijah. Beliau adalah tokoh bangsa, tokoh umat, dan tokoh dunia Islam, karena aktifitas dan peran yang telah dilakukannya untuk Islam dan umat tanpa mengenal lelah. Pada tahun 1945-1946, pak Natsir menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), tahun 1946-1949 menjabat sebagai Menteri Peneranan RI, tahun 1950-1951 menjadi Perdana Menteri RI. Dalam percaturan dunia Islam, khususnya di negara-negara Arab, pak Natsir sangat dikenal, dihormati dan disegani, beliau ikut serta dan terlibat pada beberapa organisasi Islam tingkat internasional, tahun 1967 diamanahkan menjabat Wakil Presiden World Muslim Congress (Muktamar Alam Islami), Karachi, Pakistan, tahun 1969 menjadi anggota World Muslim League, Mekah, Saudi Arabia, tahun 1972 menjadi anggota Majlis Ala al-Alam lil Masajid, Mekah, Saudi Arabia, tahun 1980 menerima Faisal Award atas pengabdiannya kepada Islam dari King Faisal, Saudi Arabia, tahun 1985 menjadi anggota Dewan Pendiri The International Islamic Charitable Foundation, Kuwait, pada tahun 1986 menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Centre for Islamic Studies, London, Inggris dan angota Majelis Umana International Islamic Univesity, Islamabad, Pakistan. Ketika Subandrio naik haji dan ingin bertemu dengan Raja Faisal, Raja Faisal tidak mau menerimanya. Setelah diusahakan oleh pihak KBRI Jedah dan prosesnya agak lama, akhirnya Raja Faisal mau juga menerima Subandrio yang saat itu menjadi orang penting di Indonesia. Subandrio menceritakan tentang Islam di Indonesia, juga menceritakan perannya membela Islam, kisah naik haji dan lain-lain. Tanpa disangka dan diduga oleh Subandrio, Raja Faisal langsung bertanya, Kenapa saudara tahan Muhammad Natsir?. Pak Natsir pernah diasingkan oleh pemerintah Orde Lama ke Batu Malang, Jawa Timur (1960-1962) dan menjadi tahanan politik di Rumah Tahanan Militer (RTM) Keagungan Jakarta (1962-1966). Saudara tahu, kata Raja Faisal. Muhammad Natsir bukan pemimpin umat Islam Indonesia saja, tetapi pemimpin umat Islam dunia ini, kami ini!. Dalam bidang akademik, Pak Natsir menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang Politik Islam dari Universitas Islam Libanon (1967), dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia, dan dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Saint dan Teknologi Malaysia (1991). Perhatian dan kepedulian Pak Natsir terhadap Palestina terus bergelora, tak lapuk karena hujan, tak lekang karena panas, walau usianya sudah uzur, lah laruik sanjo istilah orang Minang, beliau masih memiliki semangat yang tinggi dan kepedulian

yang besar terhadap urusan umat khususnya Palestina. Pak Natsir banyak meninggalkan karya tulis yang berkaitan dengan dakwah dan pemikiran, sebagiannya diterbitkan dalam bahasa Arab, misalnya Fiqh Dawah, dan Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih Salah Satu dari Dua Jalan). Beliau juga menulis buku khusus yang membahas permasalahan Palestina dengan judul Qadhiyatu Falisthin (Masalah Palestina). Menurut Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, mantan wakil Sekretaris Jendral Rabithah Alam Islami di Mekah Al-Mukaromah, Dr. Muhammad Natsir sangat serius memperhatikan masalah Palestina. Ia temui tokoh, pemimpin dan dai di negaranegara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina, setelah kekalahan tahun 1967. Ketika redaktur majalah Al-Wayul Islami Kuwait, ustadz Muhammad Yasir AlQadhami bersilaturrahim ke rumah pak Natsir, Februari 1989, dan bertanya tentang tokoh-tokoh yang berpengaruh pada dirinya dan mempengaruhi perjuangannya, pak Natsir menjawab, Haji Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna, dan Imam Hasan Al-Hudhaibi. Sedang tokoh-tokoh Indonesia adalah Syekh Agus Salim dan Syekh Ahmad Surkati. Di hadapan sekitar 2.000 orang yang hadir dalam acara Tasyakur 80 Tahun Muhammad Natsir, di Masjid Al-Furqan, Jalan Kramat Raya 45, Jakarta Pusat, 17 Juli 1988. Pak Natsir menyampaikan kepada jamaah, founding fathers, tokoh dan pendiri Republik ini, ulama, zuama, cendikiawan, dan generasi muda Islam tentang perjuangan anak-anak dan pemuda Palestina melawan penjajah Zionis Israel. Soal Palestina yang selama ini macet, hidup kembali dengan demonstrasi, pemudapemuda dan anak-anak sekolah yang secara spontan menyatakan protes dengan beramai-ramai melempari dengan batu (bukan granat) dengan seruan Allahu Akbar, ke arah tentara Israel yang bersenjata lengkap. Sudah delapan bulan yang demikian itu berjalan, sudah banyak yang syahid ditembaki oleh tentara Israel. Tetapi mereka tak berhenti. Siapa yang mnenyangka tadinya akan demikian semangat jihad anak-anak belasan tahun berhadapan dengan angkatan bersenjata IsraelDemikianlah. Tak ada yang tetap di dunia ini. Innazzamaana Qadistadaara (Zaman beredar, musim berganti). Walau dikenal luas oleh para tokoh dunia, Pak Natsir tetap menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan. Pak Natsir merupakan salah satu dari sedikit tokoh Islam Indonesia yang sungguh-sungguh berjuang menghidupi Islam, bukan sungguhsungguh hidup dari memanfaatkan Islam, sehingga menjadi gemuk di jalan dakwah, seperti yang sekarang banyak dikerjakan orang-orang yang mengaku tokoh Islam. Bagi Pak Natsir, dunia dengan segala gemerlapnya adalah kepalsuan, bukan hakikat. Tokoh yang sederhana ini wafat pada hari Sabtu tanggal 6 Februari 1993 pukul 12.10 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam usia 84 tahun. Semoga Allah ampuni segala dosanya, diterima segala amal ibadahnya dan dilapangkan kuburnya, dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih di dalam surga. Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhmahfuz).(QS:

Yaasin/36: 12).

100 tahun Pak Natsir

PAK NATSIR DAN PALESTINA


Pak Natsir nama lengkapnya Mohammad Natsir, gelar Datuk Sinaro nan Panjang, lahir di Minangkabau tanggal 17 Juli 1908, tepatnya di kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatrera Barat dari pasangan Sutan Saripado dan Khadijah.

Beliau adalah tokoh bangsa, tokoh umat dan tokoh dunia Islam karena aktifitas dan peran yang telah dilakukannya untuk Islam dan umat tanpa mengenal lelah.

Pada tahun 1945-1946, pak Natsir menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), tahun 1946-1949 menjabat sebagai Menteri Peneranan RI,

tahun 1950-1951 menjadi Perdana Menteri RI.

Dalam percaturan dunia Islam, khususnya di negara-negara Arab, pak Natsir sangat dikenal, dihormati dan disegani, beliau ikut serta dan terlibat pada beberapa organisasi Islam tingkat internasional, tahun 1967 diamanahkan menjabat Wakil Presiden World Muslim Congress(Muktamar Alam Islami), Karaci, Pakistan, tahun 1969 menjadi anggota World Muslim League, Mekah, Saudi Arabia, tahun 1972 menjadi anggota Majlis Ala al Alam lil Masajid, Mekah, Saudi Arabia, tahun 1980 menerima Faisal Award atas pengabdiannya kepada Islam dari King Faisal, Saudi Arabia, tahun 1985 menjadi anggota Dewan Pendiri The International Islamic Charitable Foundation, Kuwait, pada tahun

1986 menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Centre for Islamic Studies, London, Inggris dan angota majelis Umana International Islamic,Univesity, Islamabad, Pakistan.

Ketika Subandrio naik haji dan ingin bertemu dengan Raja Faisal, Raja Faisal tidak mau menerimanya. Setelah diusahakan oleh pihak KBRI Jedah dan prosesnya agak lama, akhirnya Raja Faisal mau juga menerima Subandrio yang saat itu menjadi orang penting di Indonesia. Subandrio menceritakan tentang Islam di Indonesia, juga menceritakan perannya membela Islam, kisah naik haji dan lain-lain.

Tanpa disangka dan diduga oleh Subandrio, Raja Faisal langsung bertanya, Kenapa saudara tahan Mohammad Natsir?. Pak Natsir pernah diasingkan oleh pemerintah Orde Lama ke Batu Malang, Jawa Timur (1960-1962) dan menjadi tahanan politik di Rumah Tahanan Militer (RTM) Keagungan Jakarta (1962-1966).

Saudara tahu, kata Raja Faisal. Mohammad Natsir bukan pemimpin umat Islam Indonesiasaja, tetapi pemimpin umat Islam dunia ini, kami ini!.

Dalam bidang akademik, Pak Natsir menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang Politk Islam dari Universitas Islam Libanon (1967) dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Saint dan Teknologi Malaysia (1991).

Perhatian dan kepedulian Pak Natsir terhadap Palestina terus bergelora, tak lapuk karena hujan, tak lekang karena panas, walaupun usianya sudah uzur, lah laruik sanjo istilah orang Minang, beliau masih memiliki semangat yang tinggi dan kepedulian yang besar terhadap urusan umat khususnya Palestina.

Pak Natsir banyak meninggalkan karya tulis yang berkaitan dengan dakwah dan pemikiran, sebagiannya diterbitkan dalam bahasa Arab, misalnya Fiqh Dawah, dan Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih Salah Satu dari

Dua Jalan). Beliau juga menulis buku khusus yang membahas permasalahan Palestina dengan judul Qadhiyatu Falisthin (Masalah Palestina).

Menurut Al Mustasyar Abdullah Al Aqil, mantan wakil Sekretaris Jendral Rabithah Alam Islami di Mekah Al Mukaromah, Dr. Muhammad Natsir sangat serius memerhatikan masalah Palestina. Ia temui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina, setelah kekalahan tahun 1967.

Ketika redaktur majalah Al Wayul Islami Kuwait, ustadz Muhammad Yasir Al Qadhami bersilaturrahim ke rumah pak Natsir, Februari 1989 dan bertanya tentang tokoh-tokoh yang berpengaruh pada dirinya dan mempengaruhi perjuangannya, pak Natsir menjawab, Haji Syekh Muhammad Amin Al Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al Banna, dan Imam Hasan Al Hudhaibi. Sedang tokoh-

tokoh Indonesia adalah Syekh Agus Salim dan Syekh Ahmad Surkati.

Di hadapan sekitar 2.000 orang yang hadir dalam acara Tasyakur 80 Tahun Mohammad Natsir, di Masjid Al Furqan, Jalan Kramat Raya 45, Jakarta Pusat, 17 Juli 1988.

Pak Natsir menyampaikan kepada jamaah, founding fathers, tokoh dan pendiri Republik ini, ulama, zuama, cendikiawan dan generasi muda Islam tentang perjuangan anak-anak dan pemuda Palestina melawan penjajah Zionis Israel.

Soal Palestina yang selama ini macet, hidup kembali dengan demonstrasi, pemuda -pemuda dan anak-anak sekolah yang secara spontan menyatakan protes dengan beramai-ramai melempari dengan batu (bukan granat) dengan seruan Allahu Akbar, kearah tentara Israel yang bersnjata lengkap.

Sudah delapan bulan yang demikian itu berjalan, sudah banyak yang syahid ditembaki oleh tentara Israel. Tetapi mereka tak berhenti. Siapa yang mnenyangka tadinya akan demikian semangat jiad anak-anak belasan tahun berhadapan dengan angkatan bersenjata IsraelDemikianlah. Tak ada yang tetap di dunia ini. Innazzamaana Qadistadaara (Zaman beredar, musim berganti).

Pak Natsir wafat pada hari Sabtu tanggal 6 Februari 1993 pukul 12.10 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam usia 84 tahun.

Semoga Allah ampuni segala dosanya, diterima segala amal ibadahnya dan dilapangkan kuburnya, dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih di dalam surga.

Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lohmahfuz).(QS:Yaasin/36: 12)

oleh: H. Ferry Nur S.Si, Sekjen KISPA

email: ferryn2006@yahoo.co.id

Pak Natsir dan Jihad Palestina


PENGANTAR DAWAH (PENDAHULUAN) Pengertian Istilah dawah Dawah adalah salah satu masdar dari kata kerja daayadu; masdar lainnya adalah du, yang diindonesiakan menajdi doa . Dalam Al-Qurn, kedua masdar itu kadang digunakan dalam pengertian yang sama, sesuai dengan karinah (qarnah) atau posisinya dalam kalimat. Contoh: (Nuh) mengeluh, Tuhanku, aku benar-benar telah mendawahi ( )kaumku siang dan malam, tapi (kegiatan) dawahku ( )itu hanyalah membuat mereka semakin lari (menjauh dariku)[surat Nuh ayat 5).

Ingatkanlah manusia tentang saat munculnya azab, sehingga orang-orang zhalim mengemis, Tuhan kami! undurkanlah sedikit ajal kami, (maka) kami akan menyambut dawah anda( ), yakni kami akan mematuhi para rasul[surat Ibrahim ayat 44] Demikian juga halnya makna harfiah kata kerja da , ditentukan oleh karinahnya. Misalnya, da-hu ( )bisa mempunyai dua arti, yaitu meminta kepadanya dan meminta tolong kepadanya (). Sementara da fulnan ( ) berarti menyebut atau menamakan seseorang, atau meminta seseorang untuk datang (= memanggil). Untuk makna meminta seseorang untuk datang (= memanggil), juga digunakan kata da bihi () . Sedangkan da -hu ill-amri ( ) berarti mengajak atau mendorong seseorang untuk menjalankan perintah atau melakukan suatu urusan. Secara umum, menurut kamus bahasa Arab, dawah (dan juga dua) berarti ajakan, seruan, panggilan, undangan, tawaran, anjuran, dorongan, permintaan, permohonan, harapan dan sebagainya. Secara khusus, sebagai istilah, dawah yang kita maksud adalah dawah ajaran Allah (Al-Qurn); sehingga bila kita gunakan segala pengertian harfiah dawah itu, maka dawah yang kita maksud adalah ajakan, seruan, panggilan, undangan, tawaran, anjuran, dorongan, permintaan, permohonan, harapan untuk hidup dengan ajaran Allah (Al-Qurn). Demikianlah pengertian harfiahnya. Pengertian itu tidak bisa memberikan gambaran yang jelas dan rinci tentang dawah, baik yang sudah kita ketahui secara apriori (tidak langsung) maupun yang dikehendaki Allah dalam AlQurn. Hipotesis Kajian kita tentang dawah ini berangkat dari apriori; yaitu dari pengetahuan awal tentang dawah yang sudah kita terima dari berbagai sumber (guru, bacaan, dsb.), yang tentu tidak bisa dibuang begitu saja sebelum mengetahui pengertian yang sebenarnya yang bersumber dari Al-Qurn dan Al-Hadits. Dengan menggunakan pengetahuan yang bersifat apriori itulah, di sini saya ajukan sebuah hipotesis[1]bahwa istilah dawah ( )pada dasarnya bisa digambarkan sebagai Siapa menyampaikan Apa dengan cara Bagaimana kepada Siapa untuk mencapai Apa. Untuk lebih jelasnya hipotesis tersebut kita uraikan sebagai berikut: 1. Siapa 1, adalah pokok permasalahan tentang para pelaku dawah (). Jadi, siapa di sini bermakna majemuk, bukan hanya untuk satu orang. Lebih tegasnya lagi, siapa di sini digunakan untuk menyebut pribadi-pribadi (setiap orang) yang melakukan kegiatan dawah, baik mereka tergabung dalam suatu organisasi (lembaga) yang menjalankan proses dawah, ataupun yang hanya menjalankan dawah secara sendirian (individual). Merekalah yang selama ini bertanggung-jawab sebagai para pelaksana kegiatan dawah, dan karena itu pula mereka pun bertanggung -jawab atas segala hasil kerja dawah yang nampak. 2. Apa 1, adalah pokok pembahasan tentang bahan (materi) yang mereka sampaikan, baik secara lisan maupun lewat tulisan, yang mereka sampaikan dalam berbagai kesempatan dan media (buku, majalah, koran buletin, brosur dsb). Materi dawah yang mereka sampaikan tentu sangat berkaitan dengan hasil dawah yang nampak dalam kenyataan hidup umat Islam. 3. Bagaimana, adalah pokok pembahasan tentang kiat atau teknik penyampaian bahan. Titik beratnya adalah pada ketrampilan dai dalam menyajikan bahan di medan dawah. 4. Siapa 2, adalah pokok pembahasan tentang sasaran dawah yang mereka tuju atau garap, yakni pengenalan (identifikasi) kelas-kelas masyarakat atau kelompok-kelompok madu. 5. Apa 2, adalah pokok pembahasan tentang tujuan-tujuan dawah yang hendak mereka capai, dan hasil-hasil yang bisa kita saksikan. Untuk lebih jelasnya, marilah pokok-pokok permasalahan di atas itu kita urai satu demi satu, dengan lebih dulu memeriksa beberapa buku tentang dawah.

Perlu dicatat bahwa buku-buku tentang dawah yang beredar di pasaran jumlahnya sangat sedikit, dan kebanyakan berukuran tipis, sehingga otomatis kandungan isinya menjadi sangat miskin. Sementara yang agak tebal juga umumnya belum mampu memberikan gambaran tentang dawah Al-Qurn secara cukup utuh. Para pelaksana dawah (dai) Syaikhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya al Kandahlawi r.a. mengatakan dalam bukunya, FadhililAml bab Fadhilah Tabligh mengutip surat Fussilat ayat 33: Siapakah yang lebih baik dawahnya daripada orang yang berdawah untuk menegakkan ajaran Allah seraya (ia sendiri) melakukan tindakan yang tepat (shalih) serta menegaskan, Sungguh, aku ini hanyalah seorang muslim (patuh terhadap Allah). Kemudian ia menulis: para Nabi a.s. berdakwah dengan cara memperlihatkan mukjizat, para ulama berdakwah dengan hujjah dan dalildalil, para mujahid berdakwah dengan pedangnya, para muadzdzin berdakwah dengan adzannya. Pendek kata, barangsiapa menyeru manusia kepada kebaikan, maka dia berhak mendapatkan kehormatan seperti disebutkan ayat di atas, baik menyeru kepada amalan zhahir ataupun amalan batin seperti para ahli tasawuf yang mengajak kepada marifatullah (mengenal Allah).[2] Dr. Sayyid Muhammad Nuh menulis dalam Fiqhud Dawah al Fardiyyah fil Manhajil Islami: kaum muslimin dengan kemampuannya yang ada pada dirinya, bisa menjadikan setiap amal yang diperbuat dan setiap aktifitas yang dilaksanakan sebagai jalan untuk berdawah menunjukkan manusia ke jalan yang lurus. Seorang dokter, insinyur, astrolog, geolog, ahli sejarah, apoteker, petani, pedagang, pengrajin dan lain sebagainya dengan ilmu yang mereka miliki amat potensial untuk menjadi duat ilallah. Ini tentunya apabila mereka betulbetul itqan (bersungguh-sungguh) dengan profesinya. Serta berkeyakinan bahwa profesi yang ditekuni itu adalah sarana untuk bertaqarrub kepada Allah. Titik tolak dari kerangka ini adalah bahwa setiap manusia mempunyai amal untuk dijadikan maisyah yang dengan amal itu pula ia bisa memberi manfaat kepada sesamanya. Sedangkan dawah adalah fardhu ain yang harus dilakukan siapa saja. Keseimbangan ini tidak mungkin dapat direalisasikan kecuali manakala seorang muslim menjadikan seluruh hidupnya untuk berdawah ilallah. Kaum muslimin generasi awal telah memahami hakikat ini. Mereka berdawah dan mengajak manusia ke dalam pangkuan Islam dengan cara memanfaatkan profesi keseharian mereka baik sebagai guru, pedagang atau petani. [3] M. Natsir, dalam buku Fiqhud Dawah, menulis: dawah dalam arti yang luas, adalah kewajiban yang harus dipikul oleh tiap-tiap Mulsim dan Muslimah. Tidak boleh seorang Muslim dan Muslimah menghindarkan daripadanya. Dawah dalam arti amar maruf nahi mungkar adalah syarat mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Ini adalah kewajiban sebagai pembawaan fithrah manusia selaku social being, (makhluk ijtimaie); dan kewajiban yang ditegaskan oleh Risalah: oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul! Bukan monopoli golongan yang disebut Ulama atau Cerdik-Cendekiawan. Bagaimana suatu masyarakat mendapat kemajuan apabila para anggotanya yang mempunyai ilmu, banyak sedikitnya, baik dunia atau diny, tidak bersedia mengembangkan apa yang ada pada mereka di antara sesama anggota masyarakat? Suatu illmu yang bermanfaat, tiap-tiap yang khair dan maruf, yang baik, patut dan pantas, bisa terbit dari tiap seorang anggota masyarakat. Dan tiap-tiap benih kebenaran itu mempunyai daya berkembangnya sendiri; tinggal lagi menaburkan dan memupuknya. Oleh karena itu pembawa Risalah berpesan:

Sampaikanlah daripadaku sekalipun satu ayat. (Ayat dalam arti luas).[4] Tiga kutipan di atas boleh dikatakan sudah cukup untuk mewakili pandangan umum para ahli dari luar dan dalam negeri; yang pertama mewakili ulama India, yang kedua mewakili ulama Arab, yang ketiga mewakili ulama Indonesia. Mereka sepakat menyatakan bahwa dawah pada hakikatnya merupakan kewajiban setiap pribadi, sesuai dengan kadar kemampuannya. Sayangnya, mereka tidak memaparkan bagaimana cara untuk membuat setiap pribadi bisa tampil sebagai dai. Apakah mereka dibiarkan tumbuh sendiri, atau ada sistem yang bisa menjamin agar setiap orang berperan serta dalam kegiatan dawah? Dari buku-buku yang ada, terkesan bahwa sistem itu tidak ada, dan nampaknya buku-buku itu memang ditulis hanya untuk orang-orang yang ingin menjadi dai profesional. Bahkan ada kesan bahwa dai adalah orang yang dilahirkan sebagai dai (lahir dengan membawa bakat dai), bukan dibentuk melalui semacam proses pendidikan. Ada sebuah buku berjudul Kepribadian Dai yang ditulis Dr. Irwan Prayitno. Dilihat dari judul dan tebalnya (734 halaman) buku ini tampak menjanjikan sebagai pedoman pembentukan pribadi dai yang utuh dan tangguh. Tapi, setelah diperiksa, ternyata sistematika penyusunannya (daftar isinya) demikian rancu, sehingga kita jadi bingung tentang kepribadian dai macam apa yang hendak dibentuk buku ini. Selain itu, cara penulisannya juga tidak menarik. Bahan (materi) dawah Sepanjang penelitian penulis, di antara mereka (bukan hanya yang tiga orang itu) belum ada satu pun yang menegaskan bahwa dawah yang dimaksud adalah dawah dalam rangka menyampaikan (mengajarkan) Al-Qurn. Mereka pada umumnya hanya menyatakan bahwa dawah yang dimaksud adalah menyampaikan ajaran Islam; dan yang mereka maksud dengan ajaran Islam itu pada akhirnya muncul dalam wujud ilmu tauhid, fiqh, akhlaq, dan tasawuf. Sementara penyampaian Al-Qurn hanya dilakukan dengan cara mengajar membaca, mulai dari mengeja, meningkat pada pelajaran tajwid, dan berpuncak pada pelajaran melagukan bacaan dengan berbagai lagu. Ada juga mereka mengajarkan hafalan dan tafsir Al-Qurn, tapi hanya untuk kalangan khusus (biasanya para calon dai). Sebuah lembaga penghafalan Al-Qurn bernama Jamiyah Litahfidh Al-Quran (disingkat JatiQu), memberikan gambaran bagaimana mereka menyampaikan Al-Qurn kepada masyarakat. Dalam selebarannya yang, antara lain, menawarkan program bimbingan menghafal, membaca dan tahsin Al-Qurn, tertulis juga tawaran tentang tafsir tematik: Dapat membaca Al-Quran seharusnya juga diringi dengan pemahaman makna kandungannya. Di sini juga para pengajar dapat memberikan bimgingan Tafsir melalui tema-tema yang disesuaikan dengan kecende-rungan masyarakat (sebagai pemecahan masalah kehidupan pribadi). Misalkan yang jadi pedagang, tafsir yang dikaji ayatayat tentang berdagang, begitu juga yang bergerak dalam hal perbankan dsb. Jadi, boleh dikatakan program dawah mereka pada umumnya bersifat memberikan pandangan umum tentang Islam, kemudian pokok-pokok kepercayaan yang terdapat dalam rumusan Rukun Iman, disusul dengan petunjuk-petunjuk praktis ibadah (ritual) seperti yang dirumuskan dalam Rukun Islam, dan diakhiri dengan gambaran-gambaran perilaku baik dan mulia dalam rumusan akhlaq/tasawuf. Kaifiat (strategi & taktik) dawah Dalam buku-buku tentang dawah, kaifiat atau strategi dan taktik dawah pada umumnya cuma dikemukakan sisi teknisnya, khususnya tentang bagaimana cara mengajar (how to teach). Dalam buku karangan M. Natsir yang menjadi kebanggaan Dewan Dawah Islamiyah Jakarta, Fiqhud Dawah, pada babKaifiat Dan Adab Dawah, yang dibahas cuma sekitar Hikmah dalam arti mengenal golongan, Hikmah dalam arti kemampuan memilih saat, bila

harus bicara, bila harus diam, Hikmah dalam mengadakan kontak pemikiran dan mencari titik pertemuan, sebagai tempat bertolak, untuk maju secara sistematis, Hikmah tidak melepaskan sibghah, Memilih dan menyusun kata yang tepat, Hikmah dalam cara perpisahan, Hikmah dengan arti Uswah Hasanah dan Lisanul Hal, Mawaddah Fil-Qurba: Jembatan Rasa Kadang terkesan pada kita bahwa berdawah itu sama dengan berpidato atau berceramah saja, sehingga dalam bukubuku, juga di perguruan tinggi yang mengajarkan dawah, dalam arti how to teach itu, diajarkanlah ilmu kemahiran berpidato (retorika), agar pidato itu memikat dan mengesankan. Fathi Yakan, misalnya, mengatakan: Seorang dai dapat dianggap sukses jika ia mempunyai kemampuan memberikan kesan mendalam pada orang-orang yang menerima seruan dan buah pikirannya, walaupun mereka itu mempunyai perbedaan dalam cara hidup dan tradisi atau latar belakang sosial. Bahkan ia mampu menguasai dan mempengaruhi perilaku serta pikiran sejumlah orang sekaligus. Dengan demikian, penguasaan dawah sebagai suatu keampuhan dan ketinggian budi atau kesucian iman yang dianugerahi Allah akan sangat menentukan kedudukan para dai sebagai pemberi petunjuk danpimpinan masyarakat, serta sanggup menghimpun orang banyak dan menarik perhatian atau simpati mereka.[5] Saya menemukan sebuah buku yang judulnya cukup menarik, yaitu Cara Para Nabi Berdakwah, karangan Syaikh DR. Rabi Bin hadi Umair Al-Madkhaly. Dari buku ini, semula saya berharap untuk mendapatkan gambaran tentang dawah para nabi secara utuh. Tapi ternyata, dalam buku ini pun gambaran tentang dawah para nabi itu boleh dikatakan kabur. Penulisnya cuma memberikan gambaran umum bahwa dawah-dawah setiap (para) nabi, pertama, setiap mereka berjalan di atas manhaj yang menyeru kepada tauhidullah, dan hanya menyembah kepadaNya. Kemudian, mereka menerima penghinaan, pendustaan dan celaan dari kaumnya, [6] Selanjutnya, digamabarkanlah bagaimana penderitaan Nabi Nuh, Ibrahim, Yusuf, Musa, dan Nabi Muhammad dengan para sahabatnya. Buku lainnya, yang cukup menarik adalah Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, karangan Ali Mustafa Yaqub. Tapi, sekali lagi, dari buku ini pun kita tidak bisa mengharapkan untuk mendapatkan gambaran utuh tentang dawah Nabi Muhammad. Yang menarik, buku ini agaknya ditulis karena penulisnya tergelitik menyaksikan sejumlah artis yang kadang tampil berdawah, dan sejumlah mubaligh yang akrab dengan para artis dan dunia mereka yang menyerempet-nyerempet bahaya. Dalam kesimpulannya, ditegaskan oleh penulis bahwa hal itu tak pernah dilakukan oleh Nabi. Sasaran dawah (madu) Jamaluddin Kafie, dalam bukunya yang berjudul Psikologi Dakwah menjelaskan tentang obyek (sasaran) dawah demikian: Sudah jelas kiranya bahwa objek dakwah adalah manusia, mulai dari individu, keluarga, kelompok, golongan, kaum, massa dan umat seluruhnya. Sudah jelas pula bahwa setiap insan yang normal, dewasa dan beradab, pada umumnya mempunyai cita-cita mencapai kebahagiaan hidup. Cita-cita yang luhur itu kemudian dimanifesta-sikan dalam bentuk keinginan-keinginan yang akhirnya mengarah kepada tujuan hidupnya di dunia ini. Dakwah sudah menggaris bawahi tujuan manusia itu serta memasukkannya ke dalam agenda jadwal tugasnya amar maruf nahi mungkar. Manusia sebagai objek dakwah dapat digolongkan menurut klasnya masing-masing serta menurut lapangan kehidupannya. Akan tetapi menurut pendekatan psikologis, manusia hanya bisa didekati dari tiga sisi, yaitu sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk ber-Ketuhanan.[7] Sungguh memprihatinkan, buku-buku tentang dawah yang ada di pasaran tidak satu pun yang berusaha mengurai pembagian sasaran dawah berdasarkan paparan Al-Qurn. Tujuan dawah

Para penulis buku tentang dawah pada umumnya tidak menggambarkan dengan gamblang tentang tujuan akhir dawah. Segi ini merupakan titik terlemah dari buku-buku dawah itu. Ali Mustafa Yaqub, misalnya, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, pada babTugastugas Pokok Nabi SAW, menyatakan bahwa tugas mereka (para rasul) sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw adalah sama, yaitu: 1. Menyeru umat manusia untuk hanya beribadah kepada Allah. 2. Menyampaikan ajaran Allah kepada manusia. 3. Memberikan hidayah kepada umat manusia. 4. Memberikan teladan yang baik. 5. Memperingatkan manusia tentang kehidupan akhirat. 6. Mengubah orientasi duniawi menjadi orientasi ukhrawi. Ini hanya salah satu contoh dari seorang pakar yang bingung membedakan antara TIU dan TIK dawah.[8]Atau dengan kata lain, sang pakar ini bingung membedakan antara pandangan deduktif (umum) dan induktif (khusus) tentang apa yang disampaikan para rasul, yakni ajaran Allah. Coba perhatikan keenam butir di atas! Bukankah, dalam sistematika ilmu yang benar, seharusnya ia menempatkan butir kedua pada urutan pertama? Setelah itu, butir-butir selainnya pada hakikatnya hanyalah mewakili aspek-aspek khusus dari butir pertama (ajaran Allah). Jamaluddin Kafie mengatakan bahwa ilmu dawah sampai sekarang belum ada pengakuan secara resmi sejak kapan ia disebut Dakwatologi[9]. Masalahnya bagi kita bukan lah pengakuan resmi tentang ilmu dawah, tapi yang disebut ilmu dawah yang sudah dikembangkan dan diterapkan sekarang itu sudah bernilai ilmiah atau belum? Artinya, bila ia disebut ilmu, maka di dalamnya sudah harus tercermin atau tersimpul dasar-dasar (prinsip) keilmuan yang diakui, yaitu harus mencakup metode (prosedur) yang jelas dan pasti, sistematika (paparan, atau rangkaian keterangan yang runtun dan kompak), analitika (pendataan, keterangan pembuktian), dan obyektifita (kebenaran yang gamblang, sehingga bisa direkonstruksi). Bila hal-hal seperti itu bisa kita temukan, maka sah lah ia sebagai ilmu. Sayang, pada buku-buku tentang dawah yang ada, kita tidak menemukan hal itu. Apa yang disebut Jamaluddin Kafie sebagai Dakwatologi itu, kenyataannya hanyalah menumpang pada ilmu komunikasi. Seperti dirumuskan Lasswell, komunikasi pada hakikatnya mempunyai lima unsur, yaitu Siapa mengatakan Apa kepada siapa melalui Saluran Mana dengan dampak Apa? (Who says What to whom through Which Channel with What effect?).[10] Atau, seperti terkesan dari buku-buku yang ada, yang disebut ilmu dawah itu bahkan tampak hanya nebeng pada retorika.[11] Ilmu dawah memang ada hubungannya dengan ilmu komunikasi dan retorika. Bahkan, boleh jadi ilmu komunikasi dan retorika hanyalah sempalan saja dari ilmu dawah yang diajarkan Allah kepada para rasul. Bila kita mempelajari ilmu komunikasi, lantas dari situ kita menyusun ilmu dawah, tegak lah ilmu komunikasi yang dikembangkan manusia, dan sebaliknya hancur lah ilmu dawah yang diajarkan Allah dan dikembangkan para rasul.

[1] Dari bahasa Latin, hypothesis, yang berarti kesimpulan sementara , yaitu suatu keterangan yang dibuat sebagai pegangan sementara, sebelum dilakukan pengkajian lebih lanjut. Bila sudah dilakukan pengkajian, dan ternyata bahwa keterangan itu terbukti benar, maka ia bisa menjadi teori, yang selanjutnya dapat pula menjadi hukum. (Lihat Kamus Internasional, Osman Raliby). [2] Fadhilil-Aml hal. 405, Pustaka Ramadhan, Bandung, Januari 2001. [3] Dawah Fardiyah Dalam Manhaj Amal Islami, terj. Ashfa Akfarina, hal. 24-25, Citra Islami Press, Solo, 1996. [4] M. Natsir, Fiqhud Dawah, hal. 110-111, cetakan kelima, Media Dawah, Jakarta, 1408/1988.

[5] Konsep Penguasaan Dawah, Fathi Yakan, terj. Pardi Yatim, hal. 1-2, cetakan kedua, Yayasan Al-Amanah, Jakarta, 1992. [6] Cara Para Nabi Berdakwah, Syaikh DR. Rabi Bin hadi Umair Al-Madkhaly, terj. Muhtadin Abrari, hal. 15, cet. Pertama, Maktabah Salafy Press, Tegal, 2002. [7] Psikologi Dakwah, Jamaluddin Kafie, hal. 32, Penerbit Indah, Surabaya, 1993. [8] TIU (Tujuan Instruksional Umum); TIK (Tujuan Instruksional Khusus). Keduanya adalah istillah yang biasa digunakan dalam buku-buku teks (textbook) untuk mahasiswa. [9] Psikologi Dakwah, bab Pengantar, hal. iii. [10] Seperti dikutip Dr. phil. Astrid S. Susanto dalam bukunya, Komunikasi Kontemporer, cetakan kedua, hal.5, Binacipta, Bandung, 1982. [11] Ing.: rhetoric: seni penggunaan kata-kata yang mengesankan dalam pidato maupun tulisan.

Berdakwah dengan penyampaian dan acara yang tepat, sesuai situasi dan kondisi masyarakat, kultur dan budaya. Dilakukan juga dengan bahasa yang baik serta dengan perilaku sehari2 yang mencerminkan akhlak Islam...(lihat fiqhud da'wah Muhammad Natsir).

Pemikiran Politik M. Natsir


Posted by Gonda Yumitro Mengenal M. Natsir Mohammad Natsir yang bergelar Datuk Sinaro Panjang dilahirkan di Sumatera Barat, 17 Juli 1908, dan wafat di Jakarta, 6 Februari 1993 dalam usia 84 tahun. Natsir dikenal sebagai seorang cendikiawan-budayawan muslim, tokoh politik, dai dan negarawan yang sangat berkontribusi di Indonesia, bahkan dunia Internasional. Natsir berasal dari keluarga muslim yang taat, dan dimasa remaja mulai berkenalan dengan pendidikan barat. Pada awalnya ia bersekolah di HIS (Hollands Inlandsche School) di solok pada tahun 1916-1923, kemudian Mulo (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang pada tahun 1923-1927. Baru kemudian pada tahun 1927-1930 melanjutkan pendidikan di AMS (Algemene Middelbare School) Bandung. Setelah itu Natsir belajar di Persatuan Islam (Persis) dibawah asuhan ustadz A.Hasan. Selanjutnya Natsir mengambil kursus guru diploma LO (Lager Onderwijs) dan pada tahun 1932-1942 dipercaya sebagai direktur Pendidikan Islam (Pendis) Bandung. Tahun 1946 Natsir mendirikan partai MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang dipimpinnya sampai tahun 1957. Natsir juga pernah menjabat sebagai menteri penerangan (1946-1949). Pada waktu itu Natsir berhasil membujuk

Sjafruddin Prawiranegara dan Jenderal Sudirman untuk kembali ke Jogja dan menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno Hatta karena tersinggung atas kesepakatan Roem Royen. Natsir juga melunakkan hati Daud Beureuh untuk bergabung dengan Sumatera Utara. Pada waktu Natsir menjadi perdana Menteri (1950-1951), Indonesia bergabung dalam PBB. Hanya saja karena sikapnya yang kritis menyebabkan Soekarno memecat Natsir. Apalagi pada waktu itu Soekarno sudah mulai mendekat dengan China melalui Partai Komunis Indonesia. Puncaknya, dari tahun 1962-1966 Natsir menjadi tahanan politik orde lama. Ketika orde baru berkuasa Natsir tetap kritis melalui organisasi Dewan Dawah Islam Indonesia yang didirikannya. Tahun 1967 Natsir dipilih menjadi Wakil ketua Muktamar Islam Internasional di Pakistan. Selain itu Natsir juga aktif sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Al Islami (World Muslim Congress) dan anggota inti Rabithah Alam Al Islami. Ditengah kesibukannya yang sangat banyak, Natsir masih sempat menulis beberapa buku antaralain Capita Selecta (3 jilid), Fiqhud Dawah, Marilah Shalat, Revolusi Indonesia, Islam Sebagai Dasar Negara, Dari Masa Ke Masa (beberapa jilid), Kumpulan Khutbah Hari Raya, Islam dan Kristen di Indonesia, Kebudayaan Islam, Islam dan Akal Merdeka, Di Bawah Naungan Risalah, Kode dan Etik Dawah, Tugas dan Peranan Ulama, Kubu Pertahanan Mental Dari Abad Ke Abad, Membangun Umat dan Negara, Berbahagialah Perintis, World of Islam Festival Dalam Perspektif Sejarah, Asas Keyakinan Agama Kami, Mencari Modus Vivendi Antar Umat Beragama Di Indonesia, Tentang Pendidikan, Pengorbanan, Kepemimpinan, Primordialisme dan Nostalgia, Demokrasi Di Bawah Hukum, Pesan Perjuangan Seorang Bapak-Percakapan Antar Generasi, dan lain-lain. Natsir banyak mendapatkan penghargaan, antaralain pada tahun 1957 mendapat bintang Nichan Istikhar (Grand Gordon) dari Presiden Tunisia, Lamine Bey, atas jasanya dalam membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Tahun 1980, Natsir juga menerima penghargaan internasional (Jaa-izatul Malik Faisal alAlamiyah) atas jasanya di bidang pengkhidmatan kepada Islam untuk tahun 1400 Hijriah. Dalam pemikiran Islam, Natsir banyak terpengaruh oleh beberapa tokoh antaralain Ahmad Husain, HOS Tjokroaminoto, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna, Imam AlHudhaibi, Syaikh Agus Salim dan Syaikh Ahmad Surkati. Pemikiran Politik M.Natsir

Beberapa pemikiran politik M.Natsir antaralain: a. Hidup hanya akan berarti jika dihabiskan untuk dawah dan jihad. Menurut Natsir Islam adalah harga mati yang harus selalu diperjuangkan. Syair yang sering Natsir sitir untuk menggambarkan semangat tersebut adalah syair dari seorang pujangga mesir, Syauqi Bey yang berbunyi, berdirilah tegak memperjuangkan pendirian selama hidupmu. b. Islam bukanlah semata-mata suatu agama dalam definisi yang sempit, tapi adalah suatu pandangan hidup yang meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. c. Sebagai perjuangan dan dawah, maka dalam politik akan sangat banyak ditemukan rintangan dan tantangan seperti perang ideology, pemikiran, gerakan pemurtadan, dan sekularisasi. d. Dalam menghadapi semua tantangan manusia harus benar-benar memahami posisi dirinya sebagai hamba. Tidaklah aku jadikan jin dan manusia itu, melainkan untuk mengabdi kepada-Ku. (Q.S. Addzariyat : 56). Jadi, seorang Islam hidup di dunia ini adalah dengan cita-cita hendak menjadi seorang hamba Allah SWT dengan arti yang sepenuhnya, mencapai kejayaan dunia dan kemenangan di akhirat. Dunia dan akhirat ini, sekali-kali tidak mungkin dipisahkan oleh seorang muslim dari ideologinya. e. Islam tidak mungkin menyebabkkan rakyat menjadi bodoh, terbelakang, dan tertindas. Meskipun bernama pemerintahan Islam, jika para pemimpin ahli maksiat, takhayul dibiarkan, pemerintahan tidak diserahkan kepada yang ahli, maka sesungguhnya itu bukan pemerintahan islam. Keadaan seperti ini akan menyebabkan datangnya kerusakan dan bencana yang bertubi-tubi. Jadi, Natsir menginginkan pemerintahan yang baik secara simbol maupun substansi memperjuangkan Islam. Bukan pemerintahan sekuler, yang waktu itu dikampanyekan oleh Soekarno. Jika Soekarno menyatakan bahwa tidak ada perintah untuk menyatukan agama dengan negara, maka Natsir juga membalas bahwa tidak pula ada larangan jika agama dan negara harus bersatu. f. Demokrasi mempunyai persamaan dengan islam dalam hal hak rakyat untuk mengkritik, menegur, dan membetulkan pemerintahan yang dzalim. Apabila tidak cukup dengan kritik dan teguran, Islam memberikan hak kepada rakyat untuk menghilangkan kedzaliman itu dengan kekuatan atau kekerasan jika diperlukan. Argument ini Natsir dasarkan pada hadits nabi ketika seseorang bertanya, Apakah yang sebaik-baik jihad? Rasulullah menjawab mengatakan barang yang hak terhadap sultan yang dzalim. (H.R. Nasai). Atau dalam hadits yang lain, Rasullulah memperingatkan apabila orang melihat sesorang melihat kedzaliman akan tetapi mereka biarkan, tidak mereka betulkan, azabnya jatuh kepada mereka semua, baik si

dzalim maupun orang-orang yang membiarkan berlakunya kedzaliman itu (H.R Abu Daud dan Turmudzi). g. Meskipun substansinya membolehkan demokrasi, tetapi tentu tidak pada semua aspek kehidupan bernegara. Terhadap persoalan-persoalan yang sudah jelas dalam Alquran dan Sunnah, maka negara tidak ada pilihan lain kecuali mentaati. Para anggota dewan hanya membahas persoalan-persoalan yang belum jelas dari Alquran dan sunnah saja. Jadi negara harus tetap berada dibawah ordinasi negara. h. Jikapun ada yang mengatakan kalau demikian Islam tidak demokratis, maka nasir berpendapat bahwa demokrasi ala Islam adalah Theistic Democracy (Demokrasi berdasar pada nilai-nilai ketuhanan). Jika pun tetap ditolak sebagai demokrasi, menurut nasir itulah Islam. i. Dalam hal pemerintahan, maka kepala pemerintahan tidak berarti kepala agama. Masalah agama dipimpin oleh para ulama. Jika terjadi konflik antara urusan pemerintahan dan agama maka persoalan harus diselesaikan sesuai dengan hukum Allah. bila betul-betul hukum dan kehendak manusia sudah bertentangan dengan hukum-hukum dan kehendak Ilahi, hukum dan kehendak Ilahi itulah yang harus berdiri, hukum dan kehendak manusia mestilah gugur!. Dalam istilah barat kondisi ini sama dengan leg superior derogut leg imperior yang artinya undang yang lebih tinggi mengalahkan undang-undang yang lebih rendah. j. Untuk penerapan syariat Islam dalam negara, maka sebuah negara harus dipimpin oleh seorang muslim. Oleh karena itu diperlukan pengkaderan pemimpin muslim yang terpelajar, yang memahamkan masyarakat bahwa Islam tidak sekedar urusan ritual semata. k. Jika dengan kekuasaan orang Islam ada yang menilai tidak adil, maka menurut Natsir Islam sangat menghargai kebebasan orang lain dalam beragama, sehingga tidak perlu khawatir. Justru sebaliknya, jika saja hukum Islam tidak diterapkan maka sadar atau tidak sebenarnya itu sedang mendholimi umat Islam sendiri yang penduduknya lebih dari 80%. Artinya hak mayoritas akan dirugikan. l. Dalam politik menurut Natsir yang perlu dilakukan bukan sekedar berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan suara terbanyak dengan asumsi akan mampu memasukkan hukum-hukum Islam dalam undang-undang negara, tetapi lebih dari itu, kaedah, prinsi-prinsip politik Islam merupakan perhatian utama agar umat Islam tidak tertipu.

MUHAMMAD NATSIR: Pendidikan Islam.

Sejarah

dan

Gagasannya

Terhadap

Oleh: Muhammad Fahri Madju atau mundurnja salah satu kaum bergantung sebagian besar kepada peladjaran dan pendidikan jang berlaku dalam kalangan mereka itu. Tak ada satu bangsa jang terbelakang menjadi madju, melainkan sesudahnja mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemuda-pemuda mereka.[1] A. PENDAHULUAN Indonesia memiliki khazanah tokoh pembaharu dunia pendidikan Islam yang begitu banyak, para tokoh tersebut sangat intens dan menaruh perhatian besar tehadap perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan Islam. Mereka banyak melahirkan gerakan-gerakan yang baru, pemikiranpemikiran yang segar bahkan gagasan-gagasan yang cemerlang yang sesuai dengan tujuan dan arahan serta visi misi pendidikan Islam. Peran tokoh-tokoh tersebut banyak memberikan angin segar, pencerahan ide-ide yang banyak dikembangkan oleh para praktisi pendidikan pada masa kini. Nama Mohammad Natsir begitu penting dalam wacana Pendidikan Islam di Indonesia. Beliau dikenal sebagai pahlawan nasional yang kiprahnya dalam memajukan bangsa ini, khususnya umat Islam di waktu lampau telah diakui oleh berbagai kalangan. Bahkan, pengaruh dari usaha beliau masih dirasakan hingga sekarang. Pak Natsir (sapaan akrab beliau) tidak hanya dikenal sebagai sosok negarawan, pemikir modernis, mujahid dakwah. Tapi, beliau dikenal juga sebagai seorang aktivis pendidik bangsa yang telah menorehkan episode sejarahnya di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga masa orde baru. Pemikirannya banyak digali dan dijadikan sebagai titik tolak kebangkitan umat Islam dalam berbagai macam bidang. Mohammad Natsir adalah tokoh yang menggagas pembaharuan pendidikan Islam yang berbasis alQuran dan al-Sunnah. Dengan berbasis al-Quran dan al-Sunnah, maka pendidikan Islam harus bersifat integral[2], harmonis, dan universal, mengembangkan segenap potensi manusia (fitrah) agar menjadi manusia yang bebas, mandiri sehingga mampu melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Selanjutnya, konsep pendidikan integral, harmonis dan universal tersebut oleh Natsir dihubungkan dengan misi ajaran Islam sebagai agama yang bersifat universal. Menurut Natsir, bahwa Islam bukan sekedar agama dalam pengertian yang sempit yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia. Dari pertimbangan yang telah diutarakan diatas, terlihat bahwa studi mengenai Mohammad Natsir dan pemikirannya tentang pendidikan Islam merupakan bidang yang amat menarik dan penting untuk diteliti serta cukup beralasan, maka penulis berusaha menganalisis pemikiran Mohammad Natsir, serta membuat format dari gagasan tersebut yang dikemas dalam suatu rumusan: Bagaimana konsep Pendidikan Islam menurut Muhammad Natsir. Untuk menjawab

permasalahan ini maka akan dibahas pemikiran Muhammad Natsir mengenai: (a) tujuan pendidikan Islam, (b) kurikulum pendidikan Islam, (c) metode pendidikan Islam. B. BIOGRAFI MUHAMMAD NATSIR Muhammad Natsir lahir di Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pada hari Jumat 17 Jumadil Akhir 1326 Hijriah bertepatan dengan 17 Juli 1908 Masehi. Natsir adalah putra dari Khadijah dan Mohammad Idris Sutan Saripado. Ia memiliki 3 orang saudara kandung, masing-masing bernama Yukinan, Rubiah, Yohanusun. Tanah kelahiran Natsir sangat terbuka dengan model pendidikan Belanda, sehingga kesempatan ini banyak dipergunakan oleh penduduk secara antusias, sehingga sekolah pada waktu itu tidak dapat menampung animo masyakat untuk mengenyam pendidikan. Riwayat pendidikan Muhammad Natsir dimulai di sekolah Rakyat (SR) Maninjau Sumatra Barat hingga kelas dua. Ketika ayahnya dipindah-tugaskan ke Bakeru, Natsir mendapat tawaran dari mamaknya, Ibrahim untuk pindah ke Padang agar dapat menjadi siswa di Holland Inlandse School (HIS) Padang. Namun His Padang menolaknya dikarenakan latar belakang Muhammad Natsir yang berasal dari anak pegawai rendahan. Akan tetapi Natsir memasuki HIS Adabiyah (swasta) yang diperuntukkan untuk anak-anak negeri selama lima bulan. Setelah ayahnya dipindah-tugaskan dari Bekeru ke Alahan Panjang, Natsir dijemput untuk sekolah di HIS Pemerintah yang berada di Solok. Namun karena Solok cukup jauh dari Alahan Panjang, maka Natsir terpaksa dititipkan di rumah saudagar yang bernama Haji Musa. Setelah belajar di HIS pada pagi hari, Natsir juga belajar di Sekolah Diniyah pada waktu sore dan belajar mengaji pada malam hari. Pada waktu itulah Natsir mulai belajar bahasa Arab. Setelah ia duduk di kelas tiga sekolah diniyah, dia diminta untuk mengajar di kelas satu, mengingat pada saat itu masih kekurangan guru. Atas pelaksanaan tugasnya itu, Natsir memperoleh imbalan sebesar sepuluh ribu rupiah sebulan. Namun saat itu datang pula kakaknya yang mengajak pindah ke Padang. Di HIS Padang itulah Natsir masuk kelas lima dan bersekolah di situ selama tiga tahun hingga selesai. Setelah lulus dari HIS, Natsir mengajukan permohonan untuk mendapat beasiswa dari MULO (Meer Uitgebreid Lager Orderwijs) dan ternyata lamarannjya itu diterima. Di MULO Padang inilah Natsir mulai aktif dalam organisasi. Mula-mula ia masuk dalam Jong Sumatranen Bond (Serikat Pemuda Sumatra) yang diketuai oleh Sanusi Pane. Kemudian ia bergabung dengan Jong Islamieten Bond (Serikat Pemuda Islam) dan disitupun Sanusi Pane aktif sebagi ketua dan menjadi anggota Pandu Nationale Islamietische Pavinderij (Natipij), sejenis Pramuka sekarang. Menurut Natsir organisasi merupakan pelengkap selain yang didapatkan di sekolah, dan memiliki andil yang cukup besar dalam kehidupan bangsa. Dari kegiatan berbagai organisasi inilah mulai tumbuh bibit sebagai pemimpin bangsa pada Muhammad Natsir. Aktivitas Natsir semakin berkembang ketika ia menjadi siswa di Algememe Midelbare School (AMS) di Bandung. Di kota inilah ia mempelajari agama secara mendalam serta berkecimpung dalam

bidang politik, dakwah, dan pendidikan. Di tempat inipula Natsir berjumpa dengan A. Hasan (18871958), seorang tokoh pemikir radikal dan pendiri Persatuan Islam (Persis). Natsir mengaku bahwa A. Hassan banyak mempengaruhi alam pikirannya. Hal ini karena Muhammad Natsir tertarik pada kesederhanaan A. Hassan, juga kerapihan kerja dan kealimannya. [3] Minat dan perhatian Natsir terhadap persoalan keIslaman dan Kemasyarakatan menyebabkan Natsir menolak tiga kesempatan yang ditawarkan kepadanya, yaitu melanjutkan ke fakultas ekonomi atau fakultas hukum di Rotterdam, menjadi pegawai negeri dengan gaji besar sebagai hadiah atas keberhasilannya menyelesaikan studi di AMS dengan nilai tinggi. Minat tersebut direalisasikannya dengan aktif dalam bidang pendidikan secara luas yang dirintisnya dengan melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan studi Islam yang dilaksanakan oleh Persatuan Islam (Persis) di Bandung yang dimulai sejak tahun 1927-1932 dibawah pimpinan A. Hassan. Pada bulan Maret 1932 Persis menyelenggarakan pertemuan kaum muslimin di Bandung dengan mengangkat persoalan pendidikan bagi generasi muda Islam sebagai tema sentralnya. Pertemuan itu melahirkan suatu perkumpulan yang diberi nama Pendidikan Islam (Pendis) dengan program utamanya meningkatkan mutu pendidikan melalui pembaruan kurikulum, menanamkan ruh Islam pada setiap mata pelajaran yang diajarkan kepada para siswa[4]. Serta mengelola sistem pendidikan yang dapat melahirkan lulusan yang memiliki kepribadian yang mandiri dan terampil. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas antara lain dilakukan melalui pendirian sekolah-sekolah mulai dari Taman Kanak-Kanak, HIS, MULO, pertukangan, Perdagangan, Kursus-kursus, ceramah, dan lain sebagainya.[5] Jejak M. Natsir dalam bidang pendidikan sudah ada sebelum negeri ini merdeka. Ketika Indonesia berada di bawah jajahan Jepang (1942-1945) seluruh partai Islam dibubarkan kecuali empat organisasi islam yang tergabung dalam MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) yaitu; NU, Muhammadiyah, PUI yang berpusat di Majalengka, dan PUII yang berpusat di Sukabumi. Empat generasi tersebut kemudian tergabung dalam satu wadah, yaitu MASJOEMI, penjelmaan baru MIAI. Pada 1945 Masjoemi mengadakan rapat yang menghasilkan dua putusan penting, pertama, membentuk barisan mujahidin dengan nama Hizbullah untuk berjuang melawan sekutu. Kedua, mendirikan perguruan tinggi Islam dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI), STI kemudian hari menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Maksud berdirinya STI adalah untuk memberikan pendidikan tinggi tentang agama Islam, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat di kemudian hari. Dewan Ketua Kurator STI dijabat Mohammad Hatta dan Natsir sebagai sekretarisnya. Rektor Magnificus oleh KH. A. Kahar Muzakkir dan Natsir pula sebagai sekretarisnya, dan Prawoto Mangkusasmito sebagai wakil sekretaris. Di samping menjabat sebagai sebagai sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta, Pak Natsir, di kala itu, menjabat sebagai kepala biro pendidikan Kodya Bandung. Pada tahun 1932-1942, beliau memimpin Lembaga Pendidikan Islam (PENDIS)[6] yang menjadi cikal bakal lahirnya Universitas Islam Bandung (UNISBA), yang saat menjadi universitas terpandang di kota Bandung.

Setelah matang membangun Pendis, Natsir mengarahkan andilnya untuk membangun perguruan Islam lainnya. Beliau melakukan adanya koordinasi dan penyelarasan program pendidikan perguruan Islam bakal melahirkan institusi pendidikan Islam yang memiliki keseragaman dasar dan cita-cita. Guna merealisasikan tujuannya ini, beliau menyeru perguruan dan institusi pendidikan Islam di Indonesia untuk membentuk wadah bersama yang diberi nama Perikatan Perguruan-Perguruan Muslim (PERMUSI). Beliau juga tercatat sebagai penggagas di balik berdirinya Badan Kerja Sama Perguruan tinggi Islam Swasta (BKS PTIS) yang kini memiliki anggota lebih dari 500 PTIS se Indonesia. Dari gagasan Muhammad Natsir lahirlah kampus-kampus Islam yang memiliki nama besar, seperti Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Medan, Universitas Islam Bandung (UNISBA) di Bandung, Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makasar, Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) di Semarang, Universitas Islam Riau (UIR) di Riau, Universitas Al-Azhar Indonesia, dan LPDI Jakarta yang kini menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Muhammad Natsir.[7] Muhammad Natsir berpulang ke rahmatullah pad tanggal 6 Februari 1993 Masehi bertepatan dengan 14 Syaban 1413 Hijriah di rumah sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta dalam usia 85 tahun dengan meninggalkan enam orang anak dari pernikahannya dengan Nurhanar, yaitu; Siti Muchlisoh (20 Maret 1936), Abu Hanifah ( 29 April 1937), Asma Farida (17 Mei 1941). Hasnah Faizah (5 Mei 1941), Aisyatul Asrah (20 Mei 1942), dan Ahmad Fauzi (26 April 1944). Berbagai ungkapan belasungkawa muncul baik dari kawan seperjuangan maupn lawan politiknya.[8] C. GAGASAN DAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN Selain sejarah atau biografi Muhammad Natsir, berikut dengan riwayat pendidikan serta kariernya dalam bidang politik dan keorganisasian, penulis akan membahas gagasan dan pemikiran muhammad Natsir ditinjau dari tiga sisi, yaitu; Tujuan Pendidikan Islam, Kurikulum Pendidikan Islam serta Metode Pendidikan Islam. I. TUJUAN PENDIDIKAN Tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai oleh Mohammad Natsir adalah membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, maju dan mandiri sehingga memiliki ketahanan rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika perkembangan masyarakat.[9] Selain itu bahwa tujuan manusia adalah untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, tidak akan diperoleh dengan sempurna kecuali dengan keduanya. Pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Tujuan pendidikan Islam sama dengan tujuan kehidupan manusia, tujuan ini tercermin dalam al Quran Surat Al-Anam: 162. Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. (QS. Al-Anam: 162) Bagi Muhammad Natsir, fungsi tujuan pendidikan adalah memperhambakan diri kepada Allah SWT semata yang bisa mendatangkan kebahagiaan bagi penyembahnya. Hal ini juga yang disimpulkan oleh Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A, tentang tujuan pendidikan Islam menurut Muhammad Natsir,

bahwa pendidikan Islam ingin menjadikan manusia yang memperhambakan segenap rohani dan jasmaninya kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan konsep Islam terhadap manusia itu sendiri. Bahwa mereka diciptakan oleh Allah untuk menghambakan diri hanya kepada Allah semata. Oleh karenanya segala usaha dan upaya manusia harus mengarah ke sana, di antaranya adalah pendidikan. Firman Allah Taala: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyaat: 56) Selanjutnya Natsir mengatakan bahwa apabila manusia telah menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah, berarti is telah berada dalam dimensi kehidupan yang menyejahterakan di dunia dan membahagiakan diakhirat. Menurut Natsir dalam menetapkan tujuan pendidikan Islam, hendaknya mempertimbangkan posisi manusia sebagai ciptaan Allah yang terbaik dan sebagai khalifah di muka bumi.[10] Perkataan menyembah-Ku sebagaimana terdapat dalam potongan surat az Dzariyat tersebut diatas menurut Natsir memiliki arti yang sangat dalam dan luas lebih luas dan dalam dari perkataan-perkataan itu yang biasa kita dengar dan gunakan setiap hari. Menyembah Allah itu melengkapi semua ketaatan dan ketundukan kepada semua perintah ilahi yang membawa kepada kebesaran dunia dan kemenangan diakhirat, serta menjauhkan diri dari segala larangan yang menghalangi tercapainya kemenangan di dunia dan di akhirat itu.[11] Selain itu, Muhammad Natsir sangat konsen terhadap Pendidikan anak dalam Islam, sesuai yang dipahami Natsir, pada dasarnya adalah menjadi tanggung jawab ibu-bapak (orang tua). Hukumnya fadlu ain. Karena anak, dalam pandangan Islam, adalah amanat bagi keduanya yang harus dididik dan dipimpin. Keduanya bertanggungjawab atas anak-anak mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Q.S.AtTahrim: 6) Menurut Muhammad Natsir, maksud ayat ini adalah: harus kita berikan kepada anak dan istri kita didikan yang memeliharanya dari dari kesesatan dan memberi keselamatan kepadanya di dunia dan akhirat. Sabda Rasulullah SAW: Tiada seorang bayipun yang lahir melainkan dilahirkan di atas fitrah. Lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nashrani. (HR. Bukhari) Mengurus pendidikan anak-anak orang Islam bukan hanya menjadi fardlu ainbagi orang tuanya, tapi juga menjadi fadlu kifayah bagi tiap-tiap anggota dalam sebuah masyarakat. Beliau dasarkan pada firman Allah QS. Ali Imran: 104

Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. Kaum muslimin wajib mengadakan satu kelompok yang mengadakan pendidikan untuk anak-anak orang Islam, supaya pendidikan mereka tidak digarap oleh orang-orang yang tidak sehaluan, tidak sedasar, tidak seiman, dan tidak seagama. hal ini sesuai dengan perintah Allah dan pesan Rasulullah SAW. Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri. (QS al Baqarah: 109) II. KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pendidikan Islam tersebut menurut pandangan Mohammad Natsir semestinya kurikulum pendidikan dapat disusun dan dikembangkan secara integral dengan mempertimbangkan kebutuhan umum dan kebutuhan khusus sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga akan tertanam sikap kemandirian bagi setiap peserta didik dalam menyikapi realitas kehidupannya. Beliau sangat tegas menolak teori dikotomi ilmu yang memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Makanya beliau menampik pemisahan pendidikan agama dan pendidikan umum. Dikotomi ilmu agama dan ilmu umum adalah teori yang lahir dari rahim sekularisme. Hal ini tentunya sesuai dengan pandangan al-Quran tentang manusia. Bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki unsur jasmani dan rohani, fisik dan jiwa yang memungkinkan ia diberi pendidikan. Selanjutnya manusia ditugaskan untuk menjadi khalifah muka bumi sebagai pengamalan ibadah kepada Allah dalam arti seluas-luasnya. Ia tidak akan bisa melaksakan tugas ini sebaik-baiknya kecuali dengan penguasaan yang baik terhadap kedua ilmu ini.[12] Muhammad Natsir juga mengenalkan konsep tauhid sebagai dasar Pendidikan. Tauhid harus menjadi dasar berpijak setiap muslim dalam melakukan segala kegiatannya, diantaranya pendidikan. Muhammad Natsir juga menggariskan bahwa tauhid haruslah dijadikan dasar dalam kehidupan manusia, diantaranya dalam masalah pendidikan. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang diasaskan pada tauhid. Beliau berpandangan bahwa pendidikan tauhid harus diberikan kepada anak sedini mungkin, selagi masih muda dan mudah dibentuk, sebelum didahului oleh materi dan ideologi dan pemahaman lain. Supaya ia memiliki tali Allah untuk bergantung.[13] Hasil dari pendidikan model ini akan melahirkan generasi-generasi yang memiliki hubungan kuat dengan penciptanya serta mengutamakan muamalah sesama makhluk. Dan inilah dua syarat wajib untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup, lahir dan batin. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Ali Imran:112 Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu (QS. Ali Imran: 112)

Menurut Natsir, meninggalkan dasar tauhid dalam pendidikan anak merupakan kelalaian yang amat besar. Bahayanya, sama besarnya, dengan penghianatan terhadap anak-anak didik. Walaupun sudah dicukupkan makan dan minumnya, pakaian dan perhiasannya, serta dilengkapkan pula ilmu pengetahuan untuk bekal hidupnya. Semua ini, menurutnya, tidak ada artinya apabila meninggalkan dasar ketuhanan (ketauhidan) dalam pendidikan mereka. Natsir memandang bahwa lahirnya para intelektual muslim yang menentang Islam dan kelompok yang western-minded[14] adalah akibat dari pendidikan yang tidak berbasis agama yang benar. Dari sinilah beliau melihat sisi pentingnya tauhid sebagai dasar dari pendidikan Islam.[15] III. METODE PENDIDIKAN ISLAM Muhammad Natsir telah menempatkan dirinya untuk berada di jalan dawah. Sehingga apapun yang dijalankan selalu disebatikan dengan misi dawah. Kecerdasan yang ada pada pada diri beliau dan kuatnya keyakinan terhadap ajaran islam menjadikannya seorang pendawah yang ulung. Dan kelebihan yang dimilikinya adalah mampu berdawah dalam berbagai aspek, seperti politik, pendidikan, keilmuan, keperibadian dan tingkah laku. Selain itu objek dawah yang disentuh tidak hanya untuk kalangan atau golongan tertentu, namun yang menjadi target dawah adalah mencakup seluruh masyarakat. Baik golongan atas maupun golongan bawah, bahkan kiprahnya dalam dawah mulai dari daerah, nasional hingga internasional. Dalam berdawah di arena politik Pak Natsir terkenal dengan dua kalimat berdawah dijalur politik berpolitik dijalur dawah. Bagi Pak Natsir berpolitik adalah suatu medan dawah, sehingga dalam prakteknya harus dilakukan dengan penuh kejujuran, keikhlasan dan sopan santun. Dalam berpolitik sangat tidak pantas kalau hanya menurutkan hawa nafsu dan menepikan hukum Allah. Berpolitik bukan untuk mencari kekuasaan tetapi yang sangat utama adalah mengutamakan kemaslahatan umat.[16] Begitu juga dalam dunia pendidikan, menurutnya pendidikan merupakan sarana untuk berdawah. Dengan menggunakan kurikulum pendidikan yang integral maka proses transformasi ilmu pada peserta didik dapat ditempuh melalui tiga tingkatan yaitu: metode hikmah, mauidzah dan mujadalah. Ketiga metode tersebut bersifat landasan normatif dan diterapkan dalam tataran praktis yang dapat dikembangkan dalam berbagai model sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi peserta didik. Dalam pandangan Natsir, dari beberapa metode yang diungkapkan di atas, terlihat metode hikmah lebih berorientasi pada kecerdasan dan keunggulan. Metode ini memiliki cakupan yang sangat luas, meliputi kemampuan memilih saat yang tepat untuk melangkah, mencari kontak dalam alam pemikiran guna dijadikan titik bertolak, kemampuan memilih kata dan cara yang tepat, sesuai dengan pokok persoalan, sepadan dengan suasana serta keadaan orang yang dihadapi. Natsir menambahkan bahwa implikasi metode hikmah ini akan menjelma dalam sikap dan tindakan.[17] Metode-metode tersebut diatas sesuai dengan firman Allah Taala dalam surat an Nahl ayat125: $# 4n<) @6y y7n/u pyJ3t:$$/ psqyJ9$#ur puZ|pt:$# ( Og9y_ur L9$$/ }d `|mr& 4 b) y7 /u uqd On=r& `yJ/ @| `t &#6y ( uqdur On=r& ttGgJ9$$/ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[18] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui

tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An Nahl:125) Hikmah menurut pandangan Natsir memiliki beberapa kategori. Pertama, hikmah dalam arti mengenal golongan, yaitu bagaimana seorang dai dalam hal ini pendidik menyikapi corak manusia (peserta didik) yang akan dijumpainya. Masing-masing golongan manusia harus dihadapi oleh yang sepadan dengan tingkat kecerdasan, sepadan dengan alam fikiran dan perasaan serta tabiat masingmasing. Ayat di atas mengandung petunjuk pokok bagi Rasul dan para muballighin tentang bagaimana cara menyampaikan dawah kepada manusia yang berbagai jenis itu. M. Natsir menukil pendapat Syaikh Muhammad Abduh yang membagi hikmah dalam tiga golongan: a) ada golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dan dapat berfikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan. Mereka ini harus dipanggil dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dengan dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuasaan akal mereka.b) Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian yang tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil dengan mauidzah al-hasanah, dengan anjuran dan didikan, yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah difaham. c) Ada golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan tersebut, belum dapat dapat dicapai dengan hikmah, akan tetapi tidak sesuai pula , bila dilayani seperti golongan awam; mereka suka membahas sesuatu, tetapi tidak hanya dalam batas yang tertentu, tidak sanggup mendalam benar. Mereka ini dipanggil dengan mujadalah bi al-lati hiya ahsn, yakni dengan bertukar fikiran, guna mendorong supaya berfikir secara sehat, dan satu dan lainnya dengan cara yang lebih baik.[19] Adapun mauidzah al-hasanah dan mujadalah bi al-lati hiya ahsn, kedua hal ini menurut Natsir lebih banyak mengenai bentuk dawah, yang juga dapat dipakai dalam menghadapi semua golongan menurut keadaan, ruang dan waktu. Bentuk mujadalah, bertukar fikiran berupa debat, bisa dan tepat juga dipakai dalam menghadapi golongan cerdik pandai; bertukar fikiran berupa soal jawab yang mudah dapat dipakai juga dalam menghadapi golongan awam. Semua golongan ini memiliki unsur akal dan unsur rasa. Yang berbeda-beda ialah saat, keadaan dan suasana.[20] C. KESIMPULAN Berdasarkan uraian gagasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Muhammad Natsir dalah tokoh nasional dan internasiaonal yang memiliki integritas pribadi dan komitmen yang kuat untuk memajukan bangsa dan negara dengan menjadikan Islam sebagai landasan motivasi perjuangannya.Kedua, Muhammad Natsir selain seorang negarawan yang handal, ia juga termasuk pemikir, arsitek pendidikan Islam yang serius. Ia menyadari dengan sungguhnya bahwa pendidikan merupakan media yang paling strategis untuk memberdayakan anak bangsa dengan memperhatikan pendidikan mereka sedini mungkin, khususnya umat Islam agar ia mampu menolong dirinya sendiri, dan pada saat yang sama ia mampu memberikan sumbangan bagi kemajuan bangsa dan negara. Ketiga, sebagai pemikir dan arsitek pendidikan, Natsir selain menulis karya ilmiah yang berisikan gagasan dan pemikiran tentang pembaruan dan kemajuan pendidikan Islam, ia juga sebagai praktisi dan pelaku pendidikan yang terbukti cukup berhasil, ia tidak puas dengan sistem pendidikan Belanda yang sekuler dan dikotomis, dan juga pada pendidikan Islam tradisional, khususya pesantren dan madrasah yang hanya mementingkan ilmu-ilmu agama saja,

sehingga lulusannya tidak dapat merebut peluang kerja pada sektor-sektor ekonomi, hukum, politik dan sebagainya. Keempat, Nastsir melihat bahwa masalah pokok untuk mengatasi keterbelakangan dalam pendidikan terletak pada tiga hal: (i) dengan merombak sistem yang dikotomis kepada sistem yang integrated antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum. (ii) dengan merombak kurikulum dari kurikulum yang dikotomis menjadi kurikulum yang integrated (iii) dengan menggunakan metode-metode yang aplicable dan sesuai dengan syariat-syariat Islam. Kelima, gagasan dan pemikiran Natsir, baik dalam bidang kenegaraan maupun bidang pendidikan, tampak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Yang dimaksud faktor internal adalah kecerdasan, karakter dan kepribadian Natsir yang demikian kuat, tabah dan rela berkorban untuk memperjuangkan kebenaran yang diyakininya sekalipun harus dibayar dengan penderitaan. Dan yang dimaksud dengan faktor ekternal adalah penjajahan belanda yang telah menyengsarakan rakyat baik lahir maupun bathin, dan juga kondisi umat Islam sendiri yang bersikap pasrah, memusuhi ilmu pengetahuan, tidak menguasai manajeman dan cita-cita yang tinggi. D. PENUTUP Inilah gagasan serta pemikiran Muhammad Natsir dalam dunia pendidikan, yang membuktikan bahwa beliau seorang tokoh Islam yang memiliki pandangan luas tentang kemaslahatan umat Islam. Semoga kita sebagai generasi yang datang sesudahnya mampu mengembangkan pemikiranpemikiran beliau untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Wallahu Alam bi ash-Shawab!!! Sumber gambar : di sini Referensi: Husaini, Adian, Muhammad Natsir; Pahlawan dan Pendidik Teladan, Republika. Ahad, 21 Maret 2010 Meneladani Dawah Muhammad Natsir, diunduh tanggal 17 Mei 2010http://mediaislam.myblogrepublika.com/meneladani-da%E2%80%99wah-muhammad-natsir/ Nata, Abuddin, Tokoh Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta Natsir, M, Capita Selecta 1, Yayasan Bulan Bintang Abadi dan Media Dawah. Cet 4. 2008. Natsir, M, Fiqhud Dawah: Penerbit Media Dawah: Jakarta. 1988. Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Natsir. Diunduh tanggal 29 April 2010 dari http://digilib.umm.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptummpp-gdl-s1-2008dwimardiya-12336&PHPSESSID=42d6ee65b827a38f44956092d28ba985 Rokhman, Saeful, Analisa Terhadap Buku Fiqhud Dakwah Karya M. Natsir, diunduh tanggal 17 Mei 2010.http://www.jurnalstidnatsir.co.cc/2009/06/analisa-terhadap-buku-fiqhud-dawah.html Tamam, Badru, Konsep Pendidikan Mohammad Natsir. Diunduh tanggal 29 April 2010 dari http://www.voa-islam.com/teenage/print/2009/07/09/187/konsep-pendidikan-mohammadnatsir/ Catatan Kaki :

[1] Ini adalah salah satu bunyi pidato Mohammad Natsir dalam bidang pendidikan yang beliau sampaikan pada rapat Persatuan Islam di Bogor, 17 Juni 1934 [2] Beliau berpendapat bahwa pendidikan bukanlah bersifat parsial, pendidikan adalah universal, ada keseimbangan (balance) antara aspek intelektual dan spiritual, antara sifat jasmani dan rohani, tidak ada dikotomis antar cabang-cabang ilmu [3] Ada tiga tokoh yang mempengaruhi alam fikiran Muhammad Natsir, yaitu; Pendiri Persis A. Hassan, Haji Agus Salim dan pendiri al Irsyad al Islamiyah Syaikh Achmad Soerkati (Adian Husaini, Muhammad Natsir; Pahlawan dan Pendidik Teladan, Republika. Ahad, 21 Maret 2010) [4] Salah satu prestasinya yang membanggakan adalah pada saat Muhammad Natsir menjadi perdana Menteri, Beliau mengeluarkan keputusan untuk mewajibkan pelajaran Agama Islam disekolah-sekolah Umum. (Adian Husaini,Muhammad Natsir; Pahlawan dan Pendidik Teladan, Republika. Ahad, 21 Maret 2010) [5] Abuddin Nata: Tokoh Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta hlm 73-77 [6]Lembaga ini menjadi model alternative dari sistem pendidikan kolonial. Sekaligus hadir sebagai jawaban dari sistem pendidikan sekular belanda saat itu. Beliau berpendapat pendidikan bukanlah bersifat parsial. Pendidikan adalah universal, ada keseimbangan (balance) antara aspek intelektual dan spiritual, antara sifat jasmani dan rohani, tidak ada dikotomis antar cabang-cabang ilmu. Beliau berusaha menggabungkan pendidikan pengetahuan umum dengan agama. Beliau tidak sepakat dengan sistem pendidikan sekular, yang memisahkan agama dari dunia. [7] Badru Tamam: Konsep Pendidikan Muhammad Natsir. Diunduh tanggal 29 April 2010 dari http://www.voa-islam.com/teenage/print/2009/07/09/187/konsep-pendidikan-mohammadnatsir/ [8] Mantan perdana menteri Jepang yang diwakili Nakajima mengungkapkan berita wafatnya Natsir ini dengan ungkapan: Berita wafatnya Pak Muhammad Natsir terasa lebih dahsyat dari jatuhnya bom atom Hirosima (Abuddin Nata,Tokoh Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia.hal.81) [9] Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Natsir. Diunduh tanggal 29 April 2010 dari http://digilib.umm.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptummpp-gdl-s1-2008dwimardiya-12336&PHPSESSID=42d6ee65b827a38f44956092d28ba985 [10] Abuddin Nata: Tokoh Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia,PT RajaGrafindo Persada.: Jakarta hlm.83 [11] M. Natsir, Capita Selekta 1. Yayasan Bulan Bintang Abadi dan Media Dawah. Cet 4. 2008. hlm. 86 [12] Beliau berpandangan bahwa kemunduran dan kemajuan tidak bergantung pada ketimuran atau kebaratan. Tidak bergantung pada putih, kuning, atau hitamnya warna kulit. Tapi bergantung kepada ada atau tidaknya sifat-sifat atau bibit kesanggupan dalam salah satu umat, yang menjadikan mereka layak atau tidak menduduki tempat yang mulia di atas dunia ini. Dan ada atau tidaknya sifat-sifat dan kesanggupan (kapasitas) ini bergantung kepada didikan jasmani dan rohani yang mereka terima untuk mencapai yang demikian

[13] Salah satu ungkapan Muhammad Natsir pada tahun 1937 dalam artikelnya di majalah Pedoman Masyarakat yang bertajuk Tauhid Sebagai Dasar Pendidikan. Mengenal Tuhan, mentauhidkan Tuhan, mempertjajai dan mejerahkan diri kepada Tuhan, tak dapat harus mendjadi dasar bagi tiap-tiap pendidikan jang hendak diberikan kepada generasi jang kita latih, djikalau kita sebagai guru ataupun sebagai Ibu-Bapa, betul-betul tjinta kepada anak-anak jang dipertaruhkan Allah kepada kita dan Hubungan dengan manusia dan sesama machluk dapat diadakan kapan sadja waktunya. Akan tetapi hubungan dengan Ilahi tidaklah boleh dinantinantikan setelahnja besar atau berumur landjut. [14] Muhammad Natsir mencontohkan salah satu tokoh muda yang terpengaruh oleh western minded seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata: Salah satu usaha pemerintah kolonial Belanda yang juga merupakan tantangan adalah apa yang dikenal dengan asimilasi atau se-Indonesiasi, yaitu upaya untuk mengajak golongan elite Indonesia agar merasa dan menganggap sebagai orang Belanda yang sama-sama berkiblat ke Den Haag, sehingga terlepas dari pandangan hidupnya sebagai bangsa Indonesia yang memiliki budaya asli Indonesia. Murid-murid sekolah yang otaknya brillian dititipkan kepada keluarga belanda atau keluarga yang beragama Kristen. Salah satu korbannya adalah Amir Syarifuddin yang lahir sebagai anak Islam, namun kemudian menjadi seorang Kristen Protestan (Abuddin Nata: Tokoh Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, hal. 82) [15] Badru Tamam: Konsep Pendidikan Muhammad Natsir. [16] Meneladani Dawah Muhammad Natsir, diunduh tangga 17 Mei 2010http://mediaislam.myblogrepublika.com/meneladani-da%E2%80%99wah-muhammad-natsir/ [17] Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Natsir. Diunduh tanggal 29 April 2010 dari http://digilib.umm.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptummpp-gdl-s1-2008dwimardiya-12336&PHPSESSID=42d6ee65b827a38f44956092d28ba985 [18] Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil [19] Lihat. M. Natsir, Fiqhud Dawah: Penerbit Media Dawah: Jakarta. 1988. hlm.158-159 [20] Saeful Rokhman, Analisa Terhadap Buku Fiqhud Dakwah Karya M. Natsir, diunduh tanggal 17 Mei 2010.http://www.jurnalstidnatsir.co.cc/2009/06/analisa-terhadap-buku-fiqhud-dawah.html

Jurnal Dakwah STID M. Natsir


Terbitnya Jurnal Da'wah oleh Litbang Sekolah Tinggi Ilmu Da'wah Mohammad Natsir ini, berusaha untuk memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan da'wah Islam di negeri tercinta ini. Melalui institusi kampus yang bercorak da'wah ini, adalah sebuah keniscayaan bahkan kewajiban untuk senantiasa beramal jama'i, melahirkan aktifitas-aktifitas keIslaman, serta melakukan yang terbaik untuk kemaslahatan umat. Semoga Jurnal perdana yang kami terbitkan, tentunya dengan banyak kekurangan dapat dijadikan sebagai bahan-bahan referensi ilmiah untuk kepentingan da'wah. Selain itu, kami ucapkan support yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang

telah rurut serta memperlancar amalan ini seperti; Ketua STID Mohammad Natsir, Dewan Senat STID Mohammad Natsir, dan civitas akademika STID Mohammad Natsir serta pihak-pihak lain yang tak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah menambahkan kebaikan keapda masing-masing, berikut curahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

PERANAN PEMIKIRAN MOHD NATSIR DALAM KONTEKS MEMODENKAN PEMIKIRAN UMAT

OLEH: MUHAMMAD UTHMAN EL-MUHAMMADY Pak Natsir, atau al marhum Mohammad Natsir (lahir di Alahanpanjang, Sumatera Barat, 17 -7-1908 meninggal 6 Faebruari 1993) adalah seorang negarawan Muslim, ulama dan intelektuil, pembaharu dan ahlis siasah Muslim Nusantara yang disegani. Hidupnya yang penuh dengan kegiatan yang berfaedah dan membina umat itu, apa lagi di Nusantara, jelas dalam banyak bidang keagamaan, intelektuil dakwah, budaya dan siasah. Pemergiannya sukar diganti. Ia bukan sahaja berjasa kepada rantau ini dengan kegiatan sosial dan siasah sampai pernah menjadi Perdana Menteri Indonesia, serta dakwahnya, dengan terasasnya Majlis Dakwah Indonesia, bahkan ia juga berjasa dalam bidang Islam peringkat antarabangsa sampai ia mendapat kurnia Kurnia Raja Faisal. Dalam nota ini insya Allah akan diberikan perhatian kepada beberapa aspek pemikirannya dan bagaimana ianya memainkan peranan dalam meletakkan pemikiran umat dalam konteks zaman moden antaranya sebagaimana yang boleh dilihat dari bukunya Da wah

Kapita

Selekta

dan

juga

Fiqhud-

dalam hubungan dengan persoalan ini.

Dalam bukunya yang pertama (diselenggarakan oleh Sati Alimin, penerbitan Sumur, Bandung, 1961) jld 1 daftar isinya menunjukkan jangkauan ilmunya yang meliputi kebudayaan-falsafah, pendidikan, dan agama, demikian pula buknu itu jld ke 2 nya (terbitan Pustaka Pendis, Jakarta) yang terdiri daripadaceramah-ceramah dan wawancara-wawancaranya, dan tulisan-tulisannya di akhbar mencakupi bidang-bidang politik agama, dan budaya serta falsafah. Faktor-Faktor Mendasar Dalam Pembentukan Kebudayaan: Berbicara tentang

Islam dan Kebudayaan (Kapita Selekta, jld 1 hlm 3 dst) beliau menyatakan

antaranya beliau menulis tentang akal, pengetahuan dan agama (yang beliau tulis tahun 1936) seperti berikut: 1.Agama Islam menghormati akal manusia dan mendudukkan akal itu pada tempat yang terhormat serta menyuruh agar manusia mempergunakan akal itu untuk menyelidiki keadaan alam. 2.Agama Islam mewajibkan pemeluknya , baik laki-laki maupun perempuan menuntut ilmu. Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahad

kata Nabi Muhammad s.a.w.

3.Agama Islam melarang bertaklid-buta , menerima sesuatu sebelum diperiksa , walaupun datang darinya dari kalangan sebangsa dan seagama, atau dari ibu-bapa dan nenek-moyang sekalipun.

Dan jangan engkau turut apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan

atasnya, kerana sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu semuanya akan ditanya tentang itu. (Q.s.Bani Isra il:36). 4.Agama Islam menyuruh memereksa kebenaran , walaupun datang nya dari kaum yang berlainan bangsa dan kepercayaan. 5.Agama Islam menggemarkan dan mengerahkan pemeluknya pergi meninggalkan kampung halaman berjalan ke negeri lain, memperhu bungkan silaturrahim dengan bangsa dan golongan lain, saling ber tukar rasa dan pemandangan .Wajib atas tiap-tiap Muslimin yang kuasa , pergi sekurangnya sekali seumur hidupnya mengerjakan haji.Pada saat itu terdapatlah pertemuan yang karib antara segenap bangsa dan golongan di atas dunia ini.Keadaan itu menimbulkan perhubungan persaudaraan dan perhubungan kebudayaan (akkultu rasi) yang sangat penting ertinya untuk kemajuan tiap-tiap bangsa. Sekian sebagai kutipan ringkas dari ajaran Agama Islam , yang menjadi sumber kekuatan , yang mendorong terbitnya satu kebuda yaan , yang akan kita perbincangkan dengan ringkas di bawah ini.

Ini disusuli dengan kenyataan-kenyataan tentang khaifah-khalifah Islam memberi perlindungan dan galakan kepada ahli-ahli ilmu pengetahuan dan seni tanpa memandang bangsa dan agama.Disebutkanbagaimana khalifah Abbasiyyah yang kedua al-Mansur yang taat beragama yang alim dalam ilmu fiqh, menggemari ilmu bintang dan perubatan.Disebutkan bagaimana an-Naubakht ahli ilmu bintang yang dulunya beragama majusi memeluk Islam dengan penyaksian baginda sendiri, dan hidup di istana meneruskan kegiatan-kegiatannya dala,m ilmu bintang itu.Disebutkan bagaimana minat khalifah terhadap falsafah Yunani Purba sampai dikirimkan oleh raja Rumawi waktu itu supaya dikirimkan kitab fisika dan kitab ilmu mathematik ke Baghdad.Kitab-kitab itu dikaji dan diterjemahkan serta disebarkan isinya dalam tamadun Islam.Beliau menyebut bagaimana Georgy Bakhtisyu ahli perubatan bangsa Siria yang mendapat kurnia dari Khalifah al-mansur kerana ilmunya yang mendalam.Demikian pula halifah-khalifah kemudiannya seperti harun al-Rasyid dan al-Ma mun mementingkan agama, pengetahuan, dan falsafah.Disebutkan bagaimana kitab-kitab kenegaraan karangan Plato dan kitab ilmu hitung dari Euclides dan kitab-kitab ilmu bintang Ptolemy diterjemahkan dan dikaji.

Kemudian Pak Natsir menyebut bagaimana pengarang-pengarang Islam berjasa dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan mereka masing-masing seperti al-Kindi yang mahir dalam falsafah , ilmu hisab dan muzik, al-Farabi ahli mantik, falsafah, serta politik.Disebut oleh beliau jasa Ibn Sina dalam falsafah dan perubatan, dan Ibn Rusyd , Ibn Majah, serta Ibn Miskawaih dalam bidang mereka masing-masing. Selepas menyebut banyak perkara tentang perkembangan budaya ilmu pengetahuan dalam Islam Pak Natsir bertanya di hujungnya:

Bilakah kembalinya masa yang demikian wahai Pemuda Islam? kerana

beliau mengharapkan keagungan budaya ilmu pengetahuan dan kemajuan agama bergabung dalam umat ini yang memberi kegemilangan kepadanya. Falsafah dan Akhlak Dalam karangannya tentang Ibn Miskawaih (hlm 10 dst) (yang ditulisnya tahun 1937) beliau mengakhiri karangan itu dengan menyebutkan :

Kalau ada pemuda-pemuda kita yang sedang menelaah kitab-kitab


Sigmund Freud , psychoanalist yang termasyhur di Weenen (ViennaSixteen) itu, silakanlah pula menyelidiki umpamanya

Tahdhibul Akhlak

(karangan Ibn Miskawaih-p) mudah-mudahan akan menambahkan penghargaan dari kalangan kita Muslimin kepada pujangga kita dari zaman itu, yang sampai sekarang hanya dapat penghargaan rupanya dari pihak

orang lain saja.(hlm 11-12).

Mudah-mudahan akan menjadi sedikit ubat untuk penyembuhkan


penyakit

perasaan kecil yang melemahkan ruhani .yang umum ada

di kalangan kita kaum Muslimin di zaman sekarang . Ahli Falsafah, Perubatan dan Metafisika: Dalam tulisannya tentang

Ibn

Sina

(hlm

13 dst) (yang ditulisnya pada tahun 1937) selepas

daripada berbicara dengan ringkas tentang kedudukan ibn Sina sebagai failasuf dan ahli perubatan dalam sejarah perkembangan pengetahuan dunia, beliau menyatakan bahawa falsafah tidak menggoncangkan keimanan Ibn Sina.Bahkan beliau menulis bagaimana sikap Ibn Sina bila ia berhadapan dengan kesulitan-kesulitan dalam ilmunya, katanyta:

Malah sering, apabila ia betemu dengan suatu masalah yang sulit,


sangat susah difikirkan, ia terus pergi berwudhu dan pergi ke mesjid, sembahyang dan berdo a mudah-mudahan Allah mem

berinya hidayah .Sesudah itu ia terus menelaah dan berfikir kembali, kerana ia tetap insaf akan kelemahannya sebagai manu sia , dan berkeperluan akan pertunjuk dan hidayah dari Allah subhanahu wa ta ala.

Selepas menulis sedikit tentang Ibn Sina beliau menulis: Dalam umur 57 tahun berpulanglah Ibn Sina dalam bulan Ramadan tahun 428 H.bersamaan dengan bulan Julai 1037 M.meninggalkan pusaka yang sedang menantikan ahli-ahli waris yang lebih dekat, yakni: Pemuda-Pemuda islam yang menaruh himmah, dan bercita-cita tinggi! 15). Kepakaran Dalam Fiqh, Falsafah, Akhlak, Siasah dan Muzik Dalam menulis tentang

(hlm

al-Farabi (hlm 16 dst) (yang ditulisnya pada tahun 1937) yang berjasa

dalam bidang falsafah, politik dan ekonomi serta muzik dan akhlak, beliau membuat kenyataan:

Abu Nasr al-Farabi hidup dengan akhlak yang tinggi, tidak amat
mementingkan kesenangan dunia, tapi amat menyintai falsafah, ilmu dan seni,.Pernah ia berkerja di istana Amir Saifud-Daulah di Halab (Aleppo)

Hidup bersahaja di alam maddah (materi)

sebagai fakir, tetapi memegang kendali dalam runahi sebagai raja . Gabungan Kematangan Rohani, Intelektuil, dan Akhlak Yang Memuncak Kemudian beliau menulis pula berkenaan dengan Imam Hujjatul-Islam al-Ghazali rd. pada bulan April 1937.Di dalam tulisannya itu beliau membicarakan imam agung ini dengan jasanya dalam pengetahuan, falsafah, akhlak dan tasawwuf, dalam bidang terakhir ini beliau terkenal dengan kitabIhya nya. Dalam berbicara tentang ilmu, pengelaman pancaindera dan akal, akhirnya Imam al-Ghazali berbicara tentang kelemahan semuanya untuk mencapai hakikat terakhir; akhirnya manusia memerlukan hidayat dari Tuhan Sendiri bagaimana tingginya ilmunya sekalipun. Beliau berbicara bagaimana soal sebab-musabab dibicarakan beratus-ratus tahun dahulu mendahuluiDavid Hume, juga beliau membicarakan kritikan Imam al-Ghazali terhadap falsafah Barat dalam Tahafu al-falasifah nya. Bahagian akhirnya beliau menulis:

Dalam tahun 505 H.(1111 M) Imam al-Ghazali mendapat husnulkhatimah , meninggalkan pusaka yang tak dapat dilupakan oleh kaum Muslimin dan meninggalkan juga pangkal perpecahan paham antara mereka yang setuju dengan yang tak setuju dengan buah fikirannya ialah suatu hal yang galib diterima oleh setiap orang yang berjalan di muka merintis jalan baru, yang mende ngarkan suara keyakinan yang teguh yang berbisik di dalam hati, dan tidak hendak turut-turut kehilir kemudik seperti pucuk aru dihembus angin. (hlm 23). Beliau menyebut bagaimana imam utama ini menyelamatkan akidah Islam daripada serangan pemikiran falsafah Yunani Purba, antaranya dalam Tahafut al-Falasifah

yang terkenal itu.

Beliau menyebut pendapat Dr Zwemmer tentang kedudukan Imam al-Ghazali sebagai seorang daripada empat orang yang paling berpengaruh dalam dalam islam, Nabi Muhammad saw,Imam alBukhari dalam hadith, Imam al-Asy ari dalam akidah, dan kemudian akhirnya Imam al-Ghazali. Jiwa Saintifik Yang Dipupuk oleh Islam Tulisan-tulisan beliau itu disusuli dengan huraian-huraian berkenaan dengan jasa kebudayaan Islam dalam sejarah dunia, seperti misalnya jasa Ibn Haitham berhubungan dengan persoalan dasardasar yang memungkinkan kamera diciptakan, jauh sebelum kemunculan ahli ilmu Barat seperti Leonardo da Vinci dan lainnya.Beliau menyebutkan bagaimana kritikan Ibn Haitham (di Barat dipanggil Alhazen)terhadap ahli-ahli pengetahuan Yunani misalnya Euclides dan Ptolemy tentang penembusan dan perjalanan cahaya menimbulkan revolusi dalam ilmu itu pada zamannya.Ibn Haitham menyuatakan bahawa yang menyebabkan kita melihat objek-objek ialah kerana cahaya dari barang-barang itu sampai ke mata kita, maka dilihat objek-objek melalui lensa mata itu, dan bukanlah cahaya itu dikirim oleh mata kepada objek-objek itu srebagaimana yang dikatakan oleh Euclides dan Ptolemy.Disebutkan bagaimana pengaruh Ibn Haitham dalam bidangnya itu mempengaruhi para ilmuan Barat seperti Leonardo da Vinci, Johann Kepler, Roger Bacon dan lainnya. Beliau menyebutkan bagaimana jiwa menyiasat alam ini timbul daripada didikan Quran, antaranya dalam ayat yan g bermaksud: Dan janganlah engkaun turut saja apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, kerana sesungguhynya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya tentangnya (Q.s.Bani Israel:36). Beliau menyebut pendapat ilmuan Islam yang bernama Abu Musa Jabir Ibn Hayyan yang bermaksud:

Pendirian-pendirian yang berdasarkan kata si anu ertinya perka

taan yang tidak disertakan bukti penyelidikan , tidak berharga dalam ilmu kimia.Suati kaedah dalam ilmu kimia ini dengan tidak ada kecualinya, ialah bahawa dalil yang tidak berdasarkan bukti yang nyata , harganya tidak lebih dari satu omongan yang bolehjadi benar dan boleh-jadi keliru.Hanya bila seseorang membawa kan keterangan dengan bukti yang nyata , penguatkan pendirian nya, barulah kita boleh berkata :pendirian tuan dapatlah kami terima!

(hlm 27).

Sikap ilmiah dan suka memerhati dan menyelidika ilmuan Muslimin beliau nyatakan seperti berikut:

Adapun tentang pendirian, serta mencari dan menentukan


ijtihad ,adalah telah jadi darah daging dalam kalangan Islam. Perhatikan betapa teliti, hemat serta cermatnya kaum Mus limin mengumpul, memilih, dan menyaring hadith-hadith yang bakjal jadi dasar untuk fatwa dan pendirian dalam Hukum Agama .Diperiksa isi perkataannya, diteliti sanad dan musnadnya, diatur biografi yang sesungguhnya tentang peribadi dan akhlak seorang rawi .Agama manakah, falsafah mazhab apakah dan kebudayaan aliran manakah yang telah mendidik pengikutnya kepada ruh intiqad yang sampai demikian tinggi tingkatnya?

(hlm 27).

Beliau menjawab katanya: Tak lain yang mendidik kami (Muslimin-p) sampai demikian, adalah Agama kami yakni Agama fitrah, Agama yang cocok dan selaras dengan fitrah kejadian manusia!

Kemudian beliau menyebut tentang keadaan Muslimin yang sudah kehilangan ciri-ciri budaya ilmiah sedemikian itu dengan katanya:

Setelah kaum Muslimin kehilangan pokok yang tak ternilai


harganya itu, harkat mereka di langit kebudayaan makin lama makin turunlah.Keberanian yang tadinya hidup berkobar-kobar

bertukarlah dengan perasaan kecil, rasa-kurang-harga

Ruh

segar dan gembira menghadapi hidup tadinya, menjadilah ruh yang tunduk-ringkuk, penyembah kubur dan tempat-tempat keramat, menjadilah budak jimat dan air-jampi.Tangan yang tadinya begitu giat menyelidik, memeriksa alam supaya memberi manfaat kepada umat manusia lantas terkulai tak ada himmah, selain dari menghitung untaian tasbih penebus bidadari di dalam sorga!

(hlm 28).

Yang beliau kehendaki ialah, seperti yang dikatakannya : Jalan untuk membongkar ruh taklid ini satu-satunya ialah memperlihatkan dengan tidak sembunyi-sembunyi dan terus-terang kekeliruankekeliruan khurafat dan bid ah itu.Memperlihatkannya ini berkehendak kepada munazarah dan mujadalah yang bukan kecil, menuntut tenaga, kecakapan , keuletan serta kebijaksanaan yang amat besar..

Kita telah sama-sama melihat bagaimana akibatnya kebudayaan yang terlepas dari pimpinan dan
jiwa Tauhid yang suci-bersih, serta Akhlak dan Inbadat yang sehat.Semua ini ada hubungannya antara satu dengan yang lain, hubungan yang bergantung dan bersangkut-paut Akal Dan Agama Dalam tulisannya

Hayy ibn Yaqzan yang ditulis pada bulan Disember 1937 (hlm 30-36) beliau sans

memberi huraian tentang roman falsafah oleh Ibn Tufail yang diakui sebagai kitab yang paling aneh dalam abad pertengahan (dengan mengutip kata-kata sarjana terkenal Carra de Vaux: contest l un livres les plus curieux du moyenage ). Ianya berkenaan dengan roman falsafah yang menakjubkan berkenaan dengan cerita seorang anak bernama Hayy ibn Yaqzan yang terdampar di sebuah pulau yang kemudiannya disusui oleh kambing hutan, yang kemudiannya membesar dan menjadi dewasa dengan mempunyai ilmu pengetahuan dan hikmat kebijaksanaan hasil daripada penggunaan pancaindera dan akal yang tajam mengamati alam dan alam sekitar dengan penuh ketajaman akal dan budi serta hati nurani. Dengan akalnya yang tajam dana perasaan yang sentisitif maka Hayy ibn Yaqzan membuat rumusan tentang adanya Tuhan Yang Wajib Ada, tiap-tap sesuatu itu ada pembuatnya, tiap-tiap sesuatu benda itu ada bentuknya yang ditentukan oleh pembuatnya, dan bahawa rupa sesuatu itu sesuai dengan tuntutan kesediaan asal yang ada pada zatnya sendiri, demikian seterusnya.Akhirnya hiduplah Hayy ibn Yaqzan dengan cara yang benar mengikut akalnya, sehingga pada umurnya yang ke 35 tahun baharu ia bertemu dengan Asal, ahli agama yang rasa kecewa dengan menausia tidak hidup dengan sebenarnya mengikut agamanya.Akhirnya ke dua orang itu bersahabat baik.Kedua-duanya mendapati bahawa akal yang sejahtera yang berfikir sampai kepada

natijah yang diajarkan oleh agama.hanya akal sahaja belum cukup untuk mengatur hidup manusia dengan pencipta dan makhlukNya.ia memerlukan panduan agama dan wahyu. Kemudian kedua orang yang mewakili agama dan akal ini berusaha untuk menyeru manusia kepada kehidupan berdasarkan kepada kebenaran dan kebaikan., tetapi seruan mereka tidak mendapat penerimaan yang baik, lalu mereka memencil diri untuk ibadat kepada Allah. Roman falsafah ini sangat menarik tentang hubungan antara wahyu dan akal manusia dan peranannya dalam menyelamatkan manusia.Ianya bukan semata-mata kisah yang menarik tanpa falsafah, berlainan daripada cerita mendalam dan menyelamatkan. Antara nabi Muhammad saw dan Charlemagne Tahun 1938 beliau menulis responsnya selepas membaca buku

Robnson Crusoe yang tidak mempunai apa-apa falsafah yang

Mahomet et Charlemagne oleh

Henri Pirenne yang membandingkan kesan-kesan perjuangan nabi Muhammad dengan kesan-kesan yang ditinggalkan oleh Charlemagne.Dinyatakannya bahawa selepas kedatangan bangsa Jermania ke Rom bangsa yang datang itu berubah dipengaruhi oleh budaya golongan yang mereka kuasai seolah-oleh mereka dihisap olehnya.Kata Pirenne : Orang Jermania jadi Rumawi setelah ia masuk ke negeri Rum sebaliknya orang Rumawi menjadi ke-Araban setelahnya dia ditaklukkan Islam

.(hlm 38).

Beliau menegaskan:

Dengan masuknya Agama Islam , timbullah satu dunia yang baharu di sekitar Laut Tengah yang
tadinya berpusat ke Kota Roma sebagaim sumber peradaban dan kebudayaan.Sampai ke masa kita sekarang ini

demikian

Pirenne meneruskan keterangannya

masih

tetap ada perpecahan

dengan masuknya Islam ke Eropah Selatan ini.Semenjak itulah Laut Tengah menjadi pertemuan dari dua budaya yang berlainan dan bertentangan

(hlm 38).

Mengapakah bangsa Arab yang membawa agama Islam itu tidak demikian bila mereka berhadapan dengan bangsa Rumawi itu? Jawabnya bangsa jermania masuk dengan pedang dan kekerasan, sedang Orang Islam masuk dengan senjata jasmani didampingi dengan senjata ruhani. Kata Pak Natsir lagi: Senjata ruhani inilah yang menyebabkan kita orang Timur , yang walaupun bagaimana hebatnya ditindas oleh bangsa Barat, tapi tetap tidak dapat dihancur-leburkan kebudayaan dan peradaban kita oleh orang barat itu sampai sekarang

Ini pesanan yang paling

bermakna bagi umat Islam yang sedang berhadapan dengan gelombang globalisasi sekarang ini. Mencari Kekuatan Dalam Seni Sastera: Bapak Mohamad Natsir juga memberi perhatian kepada penulisan sastera zamannya.Dalam tahun 1940 di atas tajuk

Pemandangan tentang Buku Roman (hlm 41 dst ) selepas beliau menyatakan

kekesalannya dengan cerita-ceritas roman masa itu yang kurang memuaskannya dari segi seni dan mesejnya, yang tidak begitu mempunyai makna apa-apa, yang terpengaruh dengan Barat, beliau membuat kenyataan seperti berikut:

Dan lapangan pekerjaan untuk pujangga kita , amat luas sekali.


Baik dalam kalangan syair ataupun prosa.Buku-buku bacaan yang memberi didikan amat sedikit.Pembacaan kanak-kanak hampir nihil.Kita kekurangan kitab nyanyi yang menarik dan teratur.Dibandingkan dengan anak-anak Eropah, dalam pem bacaan dan nyanyian , anak-anak kita amat miskin.

Tidak heran, kerana penulis-penulis untuk bacaan kanak-kanak


di kalangan kita boleh dikatakan baru sedikit sekali, dibandingkan dengan keperluan yang amat besar.Alangkah baiknya sekiranya pujangga-pujangga kita meletakkan Conan Doyle dan Manfaluti barang sebentar dan mencarim inspirasi dalam gudang lagu-lagu lama dan cerita-cerita lama bangsa kita sendiri , yang sekarang masih banyak yang belum dipedulikan.Banyak yang mungkin disaring , diperbagus dan dirombak oleh Pujangga Muda Indo nesia!

(hlm 47).

Kata beliau lagi dalam soal perkembangan kebudayaan ini:

Memang tidak ada halangan mencari inspirasi keluar negeri.


Kebudayaan itu tidak monopoli satu bangsa, dan tidak mungkin dipagar rapat supaya jangan keluar dari satu kaum.Tidak bisa dan tidak perlu (kalau beliau menulis sekarang sudah tentu beliau faham keadaan dunia tanpa sempadan dan memberi respon yang konstruktif-p)Barat boleh mengambil inspirasi ke Timur, Timur boleh mengambil inspirasi ke Barat.Akan tetapi tidak semua sumber-sumber itu mengeluarkan air yang jernih, yang memberi manfaat kepada kita.Baik buat orang, belum tentu baik buat kita. Jadi di sini perlu rupanya pujangga kita memakai saringan sedikit , apalagi sebagai Pujangga Muslim.

"!(hlm 47).

Selepas itu beliau menyebut tentang keperluan dibaca Perjalanan Ibn Battutah, buku-buku sejarah Indonesia, riwayat umat islam bermula dengan Nabi saw, buku-buku tentang kesusasteraan Islamzaman keemasannmya, disebutnya

Diwan oleh

Goethe, dan

Divine

Comedy

oleh

Dante.Walaupun beliau mengaku beliau bukan pujangga, tetapi hasil tulisannhya tidak mengecualikan beliau dari golongan pujangga dalam pengertiannya yang tersendiri. Dalam hubungan dengan seni sastera dan cita-cita beliau tentangnya boleh dilihat daripada pidatonya pada hari Iqbal 21 April, 1953 di Jakarta (Capita Selecta, jld 2. 98 dst). Pengamatannya tentang Iqbal sangat menarik berkenaan dengan keindahan puisinya serta cita-cita keagamaan, budaya, dan siasahnya yang dinyatakannya sebagai faktor yang menyebabkan lahirnya negara islam Pakistan.Terjemahannya ke atas puisi Iqbal yang didasarkan atas terjemahan Arabnya dari Al-Adzami sangat indah dan menawan seperti baqhagian-bahagian dari Syikwa dan jawabiSyikwa.Misalnya dalam hubungan dengan harapannya kepada para pemuda, beliau menterjemahkan puisi Iqbal demikian: (harapan kepada pemuda) Aku harapkan pemuda inilah yang akan sanggup membangunkan zaman yang baru memperbaru kekuatan iman menjalankan pelita hidayat menyebarkan ajaran khatamul-anbiya menancapkan (i.,e menanamkan) di tengah medan pokok ajaran Ibrahim Api ini akan hidup kembali dan membakar jangan mengeluh jua , hai orang yang mengadu Jangan putus asa , melihat lengang kebunmu Cahaya pagi telah terhampar bersih Dan kembang-kembang telah menyebar harum narwastu Khilafatul-Ard akan diserahkan kembali ke tanganmu Bersedialah dari sekarang Tegaklah untuk menetapkan engkau ada Denganmulah Nur Tauhid akan disempurnakan kembali Engkaulah minyak atar itu , meskipun masih tersimpan dalam

kuntum yang akan mekar Tegaklah, dan pikullah amanat ini atas pundakmu Hembuslah panas nafasmu di atas kebun ini Agar harum-harum narwastu meliputi segala Dan janganlah dipilih hidup ini bagai nyanyian ombak hanya berbunyi ketika terhempas di pantai Tetapi jadilah kamu air-bah , mengubah dunia dengan amalmu Kipaskan sayap mu di seluruh ufuk Sinarilah zaman dengan nur imanmu Kirimkan cahaya dengan kuat yakinmu Patrikan segala dengan nama Muhammad Dan kemudian beliau memberi tanggapannya berkenaan dengan Iqbal sebagai seorang penyair,pendidik, ahli hukum, ahli kritik seni, ahli siasah dan failasuf sekali-gus. Dalam ntulisannya ini Pak Natsir menunjukkan dirinya sebagai pencinta Iqbal yang sangat faham tentang kesenian persajakan dan citanya yang dituang dalam poersajakannya itu. Dalam tahun-tahun lima puluhan penulis ini teringat bagaimana ia tertarik dengan sajak-sajak Iqbal terjemahan Pak Natsir yang disiarkan dalam Majallah Pengasuh terbitan Majlis Ugama Islam Kelantan waktu itu.Dan minat beliau kekal sampai sekarang terhadap Iqbal yang bermula dengan membaca puisi terjemahan beliau itu. Dalam hubungan dengan pendidikan, antara lainnnya, sebagaimana yang beliau ceramahkan pada pideatonya di depan mahasiswa P>T>I>I> Medan 2 Disember 1953 (Capita Selecta.2. 115-116) seperti berikut: Saudara-saudara! Pernah di Indonesia sistem uzlah dilakukan, terlepas dari soal jazan (zaman-p).Sistem itu dipakai oleh umat Islam di bawah pimpinan alim ulama.Mereka mengambil sistem uzlah untuk mempertahankan diri , mempertahankan kubu-kubu pertahanan jiwa, berupa pesantren-pesantren , berupa mesjid-mesjid, di mana uzlah itu dapat disempurnakan.Ini yang dijalankan oleh Tuanku Imam Bonjol umpamanya! Ada orang pada masa itu mengatakan bahawa belajar bahasa Belanda haram hukumnya, berdasi itu juga tidak boleh, sebab

menyerupai orang-orang kafir.Mereka mengharamkan sekolahsekolah H.I.S. yang didirikan oleh penjajah. sendiri Di situlah timbul potensi di Indonesia dan berkembanglah satu dinamik yang besar untuk menjelaskan persoalan-persoalan yang sampai sekarang masih dirasai lazatnya oleh kita semua, yaitu pemimpin-pemimpin yang berasal dari pesantren-pesantren. (kemudian beliau menyebut percubaan pendidikan di Mesir) . Yang ada di Barat itu terutamanya adalah tenknik dan effisiensi . Akan tetapi hasil atau akibat dari memakai itu, disedari atau tidak ialah intisari dari apa yang hendak dipertahankan jadi hancur.Ia menceburkan diri dalam air untuk berenang, tetapi terbawa hanyut dalam air itu sendiri. Dengan itu Islam hanya tinggal hayya ala s-salah, hayya alalfalah sahaja lagi.Ini akibatnya menceburkan diri maksud meme gang kemudi , akan tetapi hanyut ke hilir.Kesudahannya yang hidup di sana itu ialah pikiran yang statis, yang tidakbergerak sedikit juga. Uzlah yang dipakai oleh zaman (asal jaman) memang akhirnya dapat memperlindungi sesuatu yang ada dalam negeri dari kerusakan alam fikiran. Tapi yang demikian adalah ujung dari sikap tidak berani menghadapi ruh dan iktikad dari luar lantas menutup pintu eraterat.Kesudahannya yang hidup di sana itu juga adalah alam alam pikirann yang statis yang tidak bergerak.Tidak ada dinamik nya untuk mencari dan menjelajah, dinamik yang menjadi sifat putera-putera Islam dahulu.Tidak akan timbul lagi Al-Farabi dan Ibn Sina ke-2 oleh sikap yang serupa itu.

.. dan salah satu aliran pokok pikiran yang ditarik untuk menge tengahi kedua pendirian ekstrim itu ialah pikiran dari Jamalud Din Afghani dan Mohammad Abduh yang memberikan satu pedoman kepada umat Islam seluruh dunia sekarang ini.Di situ ada pikiran yang berharga , berupa pusparagam yang di dalamnya kelihatan pokok dan pangkal.Cubalah saudarasaudara lihat dan saudara-saudara pelajari sendiri. Kesimpulan: Muslimin membina hidup dan tamadun Islam yang berjaya di zaman moden Ringkasnya, sebagaimana yang dilihat di atas, Pak Natsir mahu melihat umat Islam kembali kepada jati dirinya sebagai Muslimin dengan aqidahnya, hidup kerohanian dan akhlaknya, dengan peraturan Syariatnya dalam hidupnya, dengan membina tamadun dan budayanya; kerja-kerja itu adalah dengan mengambil kira kemenafaatan-kemenafaatan hidup sezaman yang perlu digunakan bagi menjayakan Islam itu.Beliau mahu timbul kembali ciri-ciri agung manusia dan pendidikan hendaklah berjalan dalam rangka ajaran yang mengambil kira ilmu-=ilmu keagamaan dan ilmuilmu semasa yang digarap dengan jayanya. Beliau mahu Muslimin hidup dalam dunia moden dengan menguasai pengetahuan-pengetahuan moden dan menjayakan Islam dan tamadunnya di tenaghj-tengfah cabaran dunia sekarang ini tanpa mengamalkan uzlah yang disebutannya itu. Pada akhir hayatnya beliau menumpukan perhatian kepada Dewan Da wah Islamiah Indonesia yang bergerak cergas sampai sekarang dalam menghadapi penghakisan Islam umat dan cabaran Kristianisasi.Pandangan-pandangannya tentang dakwah boleh dilihat pada bukunya FiqhudDawah, (1984, Pustakan al-Ameen,Kuala Lumpur).Dan kalau beliau hidup sekarang beliau akan mengajak kita menguatkan peribadi , keimanan, ketaqwaan dan ketrampilan bagi menghadapi globalisasi, yang pada masa beliau belum kelihatan dengan jelas.Wallahu a lam.

Seabad Mohammad Natsir, Mengenang Sosok Da'i Negarawan yang Tangguh


Diposting pada Senin, 20-07-2008 | 00:00:00 WIB

Mengenang Alm. Mohammad Natsir tepat tanggal 17 Juli 2008 mencapai usia satu abad. Ia tidak hanya dikenal sebagai politisi, Perdana Menteri, Menteri Penerangan, Politisi ulung, sekaligus ulama di dunia Islam. Beliau sangat konsisten dalam memperjuangkan keutuhan bangsa, mengenalkan posisi Indonesia di mata internasional sampai sikap politik yang berprinsip kepada penegakan kebenaran dan keadilan. Sehingga langkah-langkahnya berseberangan dengan Presiden Soekarno sampai mendekam di penjara beberapa tahun karena beliau ingin menyelamatkan bangsa dari pengaruh komunisme dan demokrasi terpimpin yang tidak sehat.

Mohammad Natsir lahir di kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatra Barat, 17 Juli 1908. Ayahnya Idris Sutan Saripado adalahpegawai juru tulis kontrolir dikampungnya. Beliau lahir dari seorang wanita salihah, Khadijah.

Natsir dibesarkan dalam suasana keserdehanaan dan dilingkungan yang taat beribadah. Semangat mengaji terus tumbuh mulai kecil, walau Natsir sendiri mengenyam pendidikan barat, ghirah dalam menuntut ilmu agama tiada pernah lekang dan terus ingin mendalami Islam. Pendidikannya dimulai di HIS (Holland Inlandische

School) Adabiyah, Padang kemudian pindah di HIS Solok, disanalah ia menghabiskan waktu menuntut ilmu. Pagi hari di HIS, sore di Madrasah Diniyah dan malam hari mengaji ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab. Tamat dari HIS, Natsir melanjutkan pendidikannya di MULO (SMP) (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Padang, dan di MULO-lah awal ia aktif berorganisasi di Jong Islamieten Bond (JIB) atau Perkumpulan Pemuda Islam cabang Sumatra Barat bersama Sanoesi Pane. Organisasi ini awalnya bergerak menentang para misionaris kristen sehingga JIB banyak melakukan konterpropaganda supaya aktivitas mereka tidak meresakan umat Islam di wilayah Sumatra Utara.

Natsir selalu haus ilmu, sehingga tamat dari MULO keinginan melanjutkan studi berlanjut. Ia mendapat beasiswa studi di AMS (Algemere Middlebare School) A-II setingkat SMA di Bandung karena kecerdasan intelektualnya. Di Bandung ia berkenalan dengan tokoh-tokoh ternama seperti H. Agus Salim dari Syarekat Islam dan Ahmad Soorkaty yang mendirikan organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyah. Dua tokoh itulah yang berpengaruh besar dalam karir dakwah Natsir, disamping ada inspirator lain seperti Haji Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan AlBanna, dan Imam Hasan Al-Hudhaibi. Natsir merupakan organisator dan negarawan ulung. Karir politiknya mencuat setelah bergabung dengan organisasi Persatuan Islam (Persis) setelah banyak bergaul dan belajar dengan A. Hasan selaku aktivis Persis. Banyak pihak kagum atas kiprah, semangat juang, da'i yang tidak pernah lelah untuk menyerukan kalimatullah di muka bumi, baik di Indonesia maupun di dunia Islam. Natsir dan rekan seperjuangannya terus membela Islam, memperjuangkan dasar negara berdasarkan sistem Islam, karena negara tidak bisa dipisahkan dengan agama, beliau sangat anti sekularisme. Penentangan dari pihak-pihak yang menghina Islam, para kaum misionaris dan Yahudi serta lawanlawan poltiknya selalu diatasi dengan tegas, bijak dan berwibawa. Mohammad Natsir sangat dihormati oleh dunia Islam, ia adalah ulama, da'i militan yang tidak pernah menyerah dengan lawan, selalu membela kebenaran. Seperti yang pernah ia lakukan terhadap masalah Palestina, berkiprah di kancah internasional, dan ia selalu sederhana dalam bernampilan. Mengenang seabad Mohammad Natsir, tidak akan lepas dari kiprah beliau yang banyak bergelut di berbagai organisasi dengan jabatan strategis. Berikut ini beberapa jabatan yang pernah diamanahkan kepada sosok da'i dan sekaligus negarawan ulung, Mohammad Natsir:

1.

Ketua Jong Islamieten Bond, Bandung.

2. 3. 4.

Mendirikan dan mengetuai Yayasan Pendidikan Islam di Bandung.


Direktur Pendidikan Islam, Bandung.

Menerbitkan majalah Pembela Islam, dalam melawan propaganda misionaris Kristen, antek-antek penjajah dan kaki tangan asing.

5. 6. 7. 8. 9.

Anggota Dewan Kabupaten Bandung. Kepala Biro Pendidikan Kota Madya (Bandung Shiyakusho).

Memimpin Majelis Al Islam A'la Indunisiya (MIAI). Menjadi pimpinan Direktorat Pendidikan, di Jakarta. Sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) Jakarta.

10. Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 11. Anggota MPRS. 12. Pendiri dan pemimpin partai MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia). Dalam pemilu 1955, yang dianggap pemilu paling demokratis sepanjang sejarah bangsa, Masyumi meraih suara 21% (Masyumi memperoleh 58 kursi, sama besarnya dengan PNI. Sementara NU memperoleh 47 kursi dan PKI 39 kursi). Capaian suara Masyumi itu belum disamai, apalagi terlampaui, oleh partai Islam setelahnya, hingga saat ini. 13. Menentang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda dan mengajukan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dikenal dengan Mosi Integrasi Natsir. Akhirnya RIS dibubarkan dan seluruh wilayah Nusantara kecuali Irian Barat kembali ke dalam NKRI dengan Muhammad Natsir menjadi Perdana Menteri-nya. Penyelamat NKRI, demikian presiden Soekarno menjuluki Natsir. 14. Menteri Penerangan Republik Indonesia. 15. Perdana Menteri pertama Republik Indonesia. 16. Anggota Parlemen. Penentang utama sekulerisasi negara, pidatonya "Pilih Salah Satu dari Dua Jalan; Islam atau Atheis" di hadapan parlemen, memberi pengaruh yang besar bagi anggota parlemen dan masyarakat muslim Indonesia. 17. Anggota Konstituante. 18. Menyatukan kembali Aceh yang saat itu ingin berpisah dari NKRI. 19. Mendirikan dan memimpin Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), yang cabang-cabangnya tersebar ke seluruh Indonesia. 20. Wakil Ketua Muktamar Islam Internasional, di Pakistan. 21. Aktif menemui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina. 22. Anggota Dewan Pendiri Rabithah Alam Islami (World Moslem League), juga pernah menjadi sekjennya. Natsir adalah pemimpin dunia Islam yang amat dihormati Sekretaris Jenderal Rabitah Alam Islami meminta hadirin berdiri saat pak Natsir memasuki ruang sidang organisasi dunia Islam itu. 23. Anggota Majelis Ala Al-Alamy lil Masajid (Dewan Masjid Sedunia). 24. Presiden The Oxford Centre for Islamic Studies London.

25. Pendiri UII (Universitas Islam Indonesia) bersama Moh. Hatta, Kahar Mudzakkir, Wahid Hasyim, dll. Juga

enam perguruan tinggi Islam besar lainnya di Indonesia.


26. Ketika presiden Soeharto kesulitan menuntaskan konforontasi Indonesia-Malaysia (yang dimulai presiden Soekarno), berkat bantuan dan jasa hubungan baik Natsir dengan Perdana Menteri (PM) Tengku Abdul Rahman, Malaysia membuka diri menyelesaikan konfrontasi, dan Letjen TNI Ali Moertopo, Asisten Pribadi (Aspri) Presiden Soeharto, diterima/berunding pejabat Malaysia. 27. Berkat jasa hubungan baik Natsir dengan PM Fukuda juga, pemerintah Jepang bersedia membantu Indonesia setelah perekonomian negara ambruk di masa Orde Lama dan setelah pemberontakan G 30 S/PKI. 28. Karena jasa baik dan pengaruh ketokohan DR. Muuhammad Natsir pula, Presiden Soeharto diterima di

negara-negara Timur Tengah dan Dunia Islam. Natsir adalah anak bangsa Indonesia yang pernah menjadi tokoh Dunia Islam yang begitu dihormati sepanjang sejarah Indonesia bahkan sampai sekarang. (www.penamuslim.com)
Disamping mahir berorganisasi sehingga menjadi negarawan ulung, beliau adalah seorang pendidik sehingga menjabat dalam berbagai posisi strategis. Mohammad Natsir sangat cinta kepada Islam. Ia adalah seorang da'i yang mendidik umat, memperhatikan kemaslahatan dan terus mengabdikan dirinya dijalan dakwah. Disamping itu, ia seorang cendekiawan yang intelektualnya ditasbihkan dalam tulisan. Mulai berdakwah lewat Majalah Pembela Islam, Majalah Pandji Islam dan banyak berkarya dalam dunia perbukuan untuk selalu mewariskan tsaqafah-nya. Hampir semua buku yang ia tulis berbahasa Arab yang bernuansa Islami. Hal ini menunjukkan betapa besar perhatian pada dinul Islam sebagai agama penyempurna dan paripurna. Karya-karya Mohammad Natsir antara lain: Fiqhud Da'wah (Fikih Dakwah), Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih Salah Satu dari Dua Jalan), Shaum (Puasa), Capita Selecta I, II, dan III, Dari Masa ke Masa, Agama dalam Perspektif Islam dan masih banyak lagi. (Dikutip dari buku "Mereka Yang Telah Pergi" karya Abdullah Al-'Aqil dan Majalah Al-Mujtama' Edisi 3). Perjalanan hidup Mantan Perdana Mentri RI terus berlawanan dengan pihak yang tidak senang dengan pandangan politik dan kebijaksanaannya. Walaupun ia sangat mati-matian memperjuangkan nasib dan kepentingan umat, bangsa dan negara. Sebagai contoh ia terkenal dengan Mosi Integral yang menyatukan keutuhan NKRI, kiprah di dunia pendidikan juga dengan getol ia lakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Islam. Dunia mengakuinya, namun di negerinya sendiri mulai dari rejim Soekarno dan Soeharto telah memandang sebelah mata. Ia beberapa kali masuk penjara, berjuang diputan-hutan dan sampai dilarang pergi keluar negeri oleh pemerintahan Soeharto karena ketokohannya yang sangat disegani dan dihormati di kancah perpolitikan Islam.

Kini Mohammad Natsir telah wafat. Namun semangat juang untuk meneggakan kalimatullah, bertauhid, selalu membahana dihati orang-orang yang mencintainya sebagai penerus perjuangan dakwah ini. Mohammad Natsir, dikenal dengan keserdehanaan hidup, kecerdasan intelektul, piawai dalam berpidato yang sangat menyentuh,

organisator handal, kerja keras pantang menyerah dalam berdakwah, tauhidnya yang lurusmenjadikan dirinya menjadi tokoh Nasional yang diakui dunia dan terus mengabdi demi kepentingan umat.
Ngadiyo
PENDIDIKAN DAN SAINS DALAM PRESPEKTIF DR. MOHAMMAD NATSIR Oleh: Imam Taufik Alkhotob I. Pendahuluan Pada tanggal 10 November 2008 bersamaan dengan diperingatinya hari pahlawan, perintah Indonesia telah menetapkan Dr. Mohammad Natsir (akrab dengan panggilan Pak Natsir/bergelar Datok Sinaro Panjang) sebagai Pahlawan Nasional untuk bangsa Indonesia. Meski terkesan lama, namun usaha Panitia refleksi Seabad Natsir dan seluruh komponen umat anak idiologis Natsir akhirnya tercapai. Semua merasa gembira sekaligus terharu sebab meski telah wafat sejak 6 Februari 1993 , nama Natsir tetap menjadi icon pergerakan ummat. Tokoh pergerakan Islam internasional yang akrap dipanggil oleh Raja Faisal dengan sebutan Mujahid Kabir ini adalah figur ummat yang melegenda.

Raja Faisal sendiri kemudian menganugerahkan Faisal Award sebagaimana ia juga memberikannya kepada Syaikh Abul Ala Al Maududi, Syaikh Abdullah Ibnu Baz, Syaikh Abul Hasan An Nadawi dan lain-lain atas jasa-jasanya dalam berkhidmat kepada dunia Islam. Peta biografi M. Natsir telah banyak ditulis oleh berbagai kalangan baik akademisi maupun non akademisi dari beragam sisi. Keberagaman sisi itu menunjukkan betapa luasnya bidang perjuangan yang ia geluti. Salah satu hal yang cukup menarik untuk dikaji dalam hal ini adalah pemikiran beliau tentang pendidikan dan sains (ilmu pengetahuan). Topik ini akan senantiasa relevan untuk terus dikaji, bukan hanya karena masalah pendidikan masih menjadi isu sentral ditengah-tengah usaha umat memperbaiki kondisi negara yang sakit, lebih dari itu pengakuan Natsir sendiri menyebutkan bahwa ranah perjuangan pertama yang digelutinya adalah dalam dunia pendidikan. Dihadapan para guru Pendis (Pendidikan Islam) Medan 20 September 1951 Natsir mengatakan; Sekarang saya berada ditengah-tengah saudara-saudara yang rasanya saya berada kembali pada tangga saya sendiri. Sebab takkala saya keluar dari bangku pelajaran, maka yang mula-mula saya hadapi dalam lapangan pekerjaan dan perjuangan, ialah lapangan pendidikan Islam. Pengkajian tentang pendidikan dalam prespektif Natsir akan semakin terasa lengkap jika pemikiran beliau tentang sains ikut diurai. Hal itu karena Natsir terkenal dengan sosok legendaries di dunia pendidikan yang tidak membeda-bedakan antara sains Barat atau Timur selama itu adalah al haq (kebenaran). II. Biografi M. Natsir Untuk mengetahui peta pemikiran Natsir maka riwayat hidup dibawah ini akan banyak membantu dalam melihat bagaimana keudukan Natsir baik sebagai inspirator, penggerak, ataupun pelaku pendidikan tersebut.

2.1 Masa Kelahiran dan Pendidikan 2.1.1 Masa Kelahiran dan Kondisi Sosio Kultural Tepatnya 17 Juli 1908 pasangan Idris Sutan Saripado (pegawai pemerintahan Belanda) dan Khadijah (keturunan Chainago) melahirkan Natsir kecil di bumi Alahan Panjang Minangkabau Sumatera Barat. Natsir kecil kemudian tumbuh dalam setting sejarah yang penuh dengan gejolak sosial dan keagamaan. Sejak abad ke XIX, Minangkabau merupakan basis utama gerakan pembaharuan dan kebangkitan Islam yang dipelopori kaum Padri. Gerakan ini melahirkan dinamika sosial tersendiri karena memicu perdebatan intelektual antara kaum adat dan tokoh pembaharuan agama, Natsir menyaksikan dan menjadi bagian dinamika itu. Bahkan untuk membangun inteaksi dengan agama sesuai dengan apa yang dipahami, orangorang minang membangun kebiasaan (Floksways) melepaskan anak-anaknya untuk tidur disurau-surau. Dalam asuhan orang tua dan para asatidz di masa kecilnya, Natsir telah memulai perjalanan hidupnya dengan sentuhan Islam modernis. Dimasa itu pulalah, tokoh-tokoh seperti Buya Hamka, juga mengalami hal yang sama. Apalagi ayahanda Buya Dr. Abdul Karim Amrullah adalah tokoh yang paling populer ketika itu menghusung paham Islam modernis. 2.1.2 Natsir Mengenyam Pendidikan Sekolah Rakyat (SR). Orang jawa sering menyebutnya dengan sekolah ongko loro (nomor dua). Sebuah sekolah rendahan tempat memisahkan kalangan buruh dan nigrat. Disinilah Natsir pertama kali mengenyam pendidikannya hingga ke kelas dua. Belum sempat tamat, Natsir harus pindah tepatnya di Hollandsch Inlandsche school (HIS) Adabiyah di Padang dan tinggal bersama pamannya; Ibrahim. HIS Adabiyah Padang adalah sekolah partikelir yang didirikan oleh Haji Abdullah Ahmad pada 23 Agustus 1915, dan oleh Belanda sering disebut sebagai sekolah liar (Wilde School). Sesungguhnya Natsir berharap dapat bersekolah di HIS yang didirikan oleh pemerintah Belanda untuk anak-anak pribumi kelas atas. Namun hal itu tidak memungkinkan oleh sebab kedudukan orangtuannya yang pegawai rendahan. . Belum sempat Natsir menyelesaikannya di kelas satu, Natsir kembali dipindahkan oleh ayahnya. Kali ini ke Solok dan tinggal dengan seorang saudagar kaya bernama Haji Musa. Di kota ini ternyata satu sekolah HIS milik Pemerintah baru dibuka. Oleh ayahnya Natsir coba didaftarkan. Karena kelas satu sudah penuh, Natsir kemudian mencoba mendaftar di kelas dua. Karena kepintarannya Natsir ternyata layak untuk duduk di kelas dua. Disinilah awal pertamakali Natsir berinteraksi dengan pendidikan sistem kolonial. Di Solok, selain belajar di HIS, sore harinya Natsir juga belajar agama di Madrasah Diniyah Tuanku Mudo Amin, seorang pengikut Haji Rasul. Lagi-lagi di kota ini Natsir tidak dapat menyelesaikan HIS-nya. Karena ketika kelas empat ia kembali pindah ke Padang atas ajakan kakaknya, Rabiah. Di Padang Natsir diterima di kelas lima HIS milik Pemerintah, sekolah yang dulu pernah menolaknya karena status ayahnya. Akhirnya di sekolah inilah Natsir menyelesaikan HIS dengan nilai memuaskan . Setamatnya dari HIS, karena nilai-nilainya yang baik, Natsir mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke tingkat MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) milik pemerintah Hindia dan setingkat SMP di Padang. Ia mendapatkan beasiswa sebesar Rp. 20 perbulan. Natsir sekolah di MULO dari tahun 1923-1927 dan disini Ia kembali menyelesaikan studi dengan nilai memuaskan. Semasa di MULO inilah Natsir juga tercatat

sebagai anggota JIB (Jong Islamieten Bond) pimpinan Sanusi Pane, seorang sastrawan terkenal di Indonesia yang bergerak dibidang kepemudaan Islam. Karena Natsir mendapatkan nilai yang baik di MULO, maka ia kembali mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat AMS (Algemene Midlebare School) setingkat SMA sejak 1927 hingga 1930. Karena di Padang belum ada sekolah tingkat AMS, maka Natsir memutuskan untuk melanjutkan sekolah AMS nya di Bandung, Jawa Barat. Di AMS ini Natsir mendapatkan beasiswa sebesar Rp. 30 perbulan. Disinilah Natsir berjumpa dengan A. Hasan kemudian secara intens memperdalam studinya tentang Islam dibawah asuhan beliau antara tahun 1927 hingga tahun 1932. A. Hasan adalah tokoh tersendiri yang mewarnai pemahaman keagamaan Natsir. Natsir mengatakan; Kami merasa sangat beruntung mendapat didikan dan bimbingan beliau itu, yang sesungguhnya takkan kami lupakan dan siasiakan sungguh kehidupan kami banyak di pengaruhi oleh cara hidup tuan A. Hassan. Ketika belajar di AMS Natsir kembali aktif di JIB Bandung. Karena piawai dalam berorganiasai ia kemudian diangkat menjadi ketua (sejak 1928-1932). Selepas tamat dari AMS, Natsir mendapat tawaran beaiswa untuk meneruskan pendidikannya ke Fakultas Hukum Jakarta atau Fakultas Ekonomi di Rotterdam Belanda. Namun ia menolak kedua tawaran itu, dan lebih memilih untuk menjadi pegawai di majalah Pembela Islam, sebuah majalah milik Persis dibawah asuhan Tuan A. Hasan. Perhatiannya terhadap kondisi penjajahan dan nasib bangsa yang tertindas menjadi sebab utama mengapa ia tindak ingin mengambil studi ke Belanda. Beberapa tahun kemudian, karena keinginannya mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam, Natsir mengikuti kursus guru Diploma LO (Lager Onderwijs) (1931-1932) di Bandung. 2.1.3 Natsir Berkiprah di Dunia Pendidikan Sebagai segelintir orang yang terdidik, kamu harus memerdekakan bangsamu demikian pesan Dr. Van Bessem orang belanda yang pernah memimpin (rector) AMS kepada Natsir saat masih studi di sekolah tersebut. Pesan ini tertancap kuat pada diri Natsir, dan menjadi salah satu penyemangat dirinya untuk tetap menyuarakan perjuangan menuju kemerdekaan. Ketertarikan Natsir untuk memperjuangkan kemerdekaan dimulai dari peran aktifnya membangun dunia pendidikan. Langkah ini ia ambil karena Natsir sadar betul kedudukan pendidikan bagi masa depan bangsa. Mengenai hal itu Natsir mengatakan; Maju atau mundurnya salah satu kaum bergantuang sebagian besar kepada pelajaran dan pendidikan yang berlaku dalam kalangan mereka itu. Tak ada suatu bangsa yang terbelakang menjadi maju, melainkan sesudahnya mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemuda-pemuda mereka. Berikut ini adalah beberapa peran terpenting Natsir dalam dunia pendidikan. a. Sebagai guru di Madrasah Ketika duduk di kelas tiga Madrasah Diniyah Tuanku Mudo Amin, Natsir diminta menjadi Guru bantu kelas satu. Hal ini karena kepintaran dan prestasinya. Namun karena ketika kelas empat ia pindah ke Padang, maka iapun tidak lagi berkesempatan untuk mengajar. b. Membuka kursus-kurus Sebelum melahirkan Pendis Natsir pernah mengajar di MULO dengan tanpa gaji. Motivasinya ketika itu hanyalah ingin mengajarkan agama Islam. Dikediamannya ia juga membuka kursus-kursus belajar yang

kemudian terus-menerus berkembang. c. Mendirikan Pendis Begitu selesai AMS dengan nilai memuaskan, Natsir tidak mengambil semua tawaran bekerja dan sekolah oleh Belanda. Ia lebih memilih untuk terus belajar kepada A. Hassan dan kemudian mendirikan Pendis (Pendidikan Islam). Pendis adalah sebuah sekolah partikelir dengan sistem pendidikan integral dari tingkat dasar hingga MULO. Apa yang dilakukan Natsir dengan Pendis ini menjadi penting karena beberapa hal. Pertama, secara konsisten Natsir menerapkan visi pendidikiannya dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk yang integral. Natsir menempatkan pelajaran-pelajaran dasar agama sejajar dengan pelajaranpelajaran lainnya. Kedua, Natsir tidak menempatkan Pendis sebagai satu-satunya model pendidikan yang harus dikembangkan. Secara konsisten Natsir juga menyokong berdirinya Pesantren Persatuan Islam pada tahun 1936 atas inisiatif A. Hassan. Natsir pula ikut merumuskan kurikulum dan menjadi pengajar di sini. Sesuai dengan visinya, pesantren yang baru berdiri itu tidak hanya mengajarkan disiplin ilmu agama secara mendalam, tapi juga memperkenalkan pengetahuan-pengetahuan umum seperti pengetahuan sosial, Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Ilmu Mengajar, dan sedikit ilmu-ilmu Alam. Jumlahnya tentu tidak sebanyak di Pendis karena tujuannya hanya untuk memperluas wawasan santri. Ketiga, visi dan prinsip yang dipegang Natsir ini, terus dipegang sepanjang hayatnya nanti, dalam posisi apapun. Pendis didirikan sejak 1932 dan berakhir pada 1942 karena ditutup oleh pemerintahan Jepang. d. Menjadi Sekretaris Sekolah Tinggi Islam Jakarta (sekarang Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta). e. 1942-1945 Diangkat sebagai Kepala Biro Pendidikan Kotamadya Bandung (Bandung Syiakusyo) f. Natsir memimpin kabinetnya pada tahun 1950 untuk memprakarsai kerjasama antara Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dalam penerapan kurikulum pendidikan agama. Dalam SKB tersebut ditetapkan bahwa Pendidikan umum harus mengajarkan pendidikan agama, dan pendidikan agama harus mengajarkan pendidikan umum. g. Mendirikan Lembaga Pendidikan Dakwah Islamiyah (LPDI) Ketika menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Dawah, Natsir berinisiatif mendirikan sebuah lembaga sebagai tempat pengkaderan para penerusnya. Lembaga ini berbentuk lembaga pendidikan dengan nama Lembaga Pendidikan Dakwah Islamiyah atau lebih dikenal dengan sebutan LPDI. Dari rahim LPDI inilah banyak lahir kader-kader muda Mohammad Natsir. Kini para kader itu sudah banyak berkecimpung di dunia dakwah, baik di Dewan Dawah maupun di lembaga dawah lainnya. Dewan Dakwah pada tahun 1999 kemudian mengembangkan kampus LPDI dari program diploma ke strata satu dengan sebuah perguruan tinggi baru dengan nama Universitas Islam Mohammad Natsir. Namun karena kondisi yang hingga kini masih belum memungkinkan, maka universitas tersebut berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Dawah Mohammad Natsir. h. Ikut mendirikan sembilan Universitas di Indonesia. Mohammad Natsir tercatat ikut mendirikan sembilan universitas di berbagai kota di Indonesia. Diantaranya adalah UIKA Bogor, UISU Medan, UNISBA Bandung, UMI Makassar, UNISSULA Semarang, UII Yogyakarta, UIR Riau dan Universitas al-Azhar Indonesia Jakarta . i. Ketua Badan Penasehat Yaysasan Pesantren Pertanian Darul Falah Bogor. Dan pada tahun 1984 masuk

sebagai Ketua Badan Penasehat Yasayan Pondok Pesantren Indonesia. i. Anggota Dewan Kurator sejumlah Universitas Internasional. Karena ketokohannya di tingkat Internasional, Natsir juga mendapatkan kehormatan untuk menjadi anggota Dewan Kurator di tiga universitas Internasional, yaitu: International Islamic University Malaysia (IIUM), International Islamic University Islamabad (IIUI) Pakistan (1957), dan The Oxford Centre of Islamic Studies (1987), London. Besarnya peran Natsir dalam dunia pendidikan sebagaimana diterangkan diatas adalah bukti bahwa ia benar-benar menjadikan persoalan ini sebagai suatu hal yang asasi. Bahkan sebagaimana yang ditulis oleh Soebadio Sastrosatomo bahwa M. Natsir selaku pribadi, muslim, dan pemimpin bangsa, sangat besar minat dan perhatiannya kepada dua aspek; Pendidikan dan Dawah. 2.1.4 Sekilas Kiprah Natsir dalam Perjuangan Politik Ketika tahun 1928-1932 Natsir sudah aktif di JIB cabang Bandung dan menjadi ketua. Kemudia pada tahun 1937 ia diangkat menjadi wakil ketua organiasai Persis (Persatuan Islam). Pada tahun 1938 ia kemudian diamanahi untuk menjadi Ketua Partai Islam Indonesia (PII) cabang Bandung. Kemudian pada tahun 19401942 ia juga masuk kedalam Anggota Dewan Rakyat (Volksraad) Kabupaten Bandung. Tahun 1945-1946 Natsir masuk dalam anggota Badan Perkerja KNIP. Karir Natsir terus naik dan sempat menjadi anak kesayangan Soekarno. Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Penerangan R1 untuk tiga kabinet sejak 1946-1949. Setelah tidak setuju dengan Konfrensi Meja Bundar (KMB) yang menghasilkan RIS (Repuplik Indonesia Serikat), Natsir menggagas Mosi Integral dalam sidang parlemen RIS (3 April 1950) dan melobi negaranegara serikat untuk kembali kepangkuan NKRI. Usha ini meski cukup panjang, namun akhirnya tercapai. Pada tahun 1949-1958 Natsir memimpin Partai Masyumi. Setelah Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan, Natsir diangkat menjadi Perdana Mentri pertamanya (1950-1958). Tahun 1950-1958 ia juga tercatat sebagai anggota parlemen RI Fraksi Masyumi. Tahun 1956-1961 Natsir masuk sebagai anggota konstituante RI. Karena Soekarno mulai bermesraan dengan komunis dan menimbulkan gejolak diberbagai sektor pemerintahan, M. Natsir meninggalkan jakarta ke Bukit Tinggi bersama Syafrudin Prawiranegara mendirikan pemerintahan PRRI/Permesta sebagai penyelamat idiologi negara (1958-1961). Setelah PRRI dibekukan oleh Pemerintahan RI maka Natsir beserta rekan-rekannya dibui dua tahun lamanya (1962-1964). Kemudian tahun 1964-1966 karena masih dianggap berbahaya, ia kembali menjalani masa tahanan RTM (Rumah Tahanan Militer) di Jakarta. Setelah keluar pada bulan Juli, Natsir mendirikan DDII (Dewan Dawah Islamiyah Indonesia), tepatnya pada bulan Februari 1967 bersama dengan para senior Masyumi dan para tokoh-tokoh lainnya. Dewan Dawah kemudian menjadi kendaraan Natir karena dilarang untuk berpolitik praktis. Beliau menjadi ketua Umum sejak 1967 1993. Pada 5 Mei 1980 Natsir turut serta dalam penandatanganan Petisi 50 yang berakibat pencekalan selama orde baru. Kemudian Bersama KH. Masykur pada tahun 1989 mendirikan FUI (Forum Ukhuwah Islamiyah) 2.1.5 Kiprah Natsir di Luar Negeri a. Pada tahun 1952, sebagai pimpinan Masyumi, Natsir mengunjungi beberapa negara Timur Tengah.

Setelah meletakkan jabatan sebagai PM (Perdana Menteri) RI b. Memimpin sidang Muktamar Alam Islam di Damaskus Syiria (1956) c. Menggerakkan solidaritas masyarakat Indonesia untuk membantu perjuangan kemerdekaan Afrika Utara (1956) d. Melakukan kunjungan ke negara-negara Timur tengah atas undangan Raja Saudi Arabia, Yordania, dan Kwait (1967) e. Sebagai presiden pada Kongres Dunia Islam yang bermarkas di Karachi Pakistan (1967) f. Masuk kedalam Majelis Tasisi Rabithah Alam Islami berpusat di Makkah (1969) g. Anggota Dewan Masjid Sedunia berpusat di Makkah (1976), bersama dengan syaikh Harakan dan Syeikh Abdullah Ibnu Baz h. Menjadi ketua Tim Penyelesaian masalah muslim Moro Filiphina Selatan (1978) i. Anggota Pendiri International Islamic Cahitable Organization (1986) Kwait III. Mengelaborasi Pemikiran Natsir tentang Pendidikan dan Ilmu Ketokohan M. Natsir bila dilihat dari sudut manasaja tidak dapat dilepaskan dari jatidirinya sebagai penghusung gerakan Islam modernis dan tajdid. Modernitas Islam dan tajdid yang difahami Natsir bukanlah berangkat dari kacamata Barat yang mengusung modernitas dan pembaruan ala mana sekuler dan liberal. Tapi sebagaimana yang dikatakan Natsir, modernitas itu bermakna kembali kepada Islam yang murni. Natsir mengatakan; Bagi saya modernisasi dalam Islam justeru kembali kepada yang pokok atau keaslian. Jadi, modern yang saya maksud adalah kembali kepada esensialitas Islam, tegasnya. Sementara makna tajdid menurut Natsir adalah; Mengintrodusir kembali apa yang dahulu peranah ada tetapi ditinggalkan. Yaitu membersihkan kembali Islam dari apa yang telah ditutupi oleh noda-noda. Prinsip inilah yang kemudian mendasari aktifitas Natsir, baik didunia pendidikan, dawah, politik dan sebagainya. 3.1 Pandangan Natsir tentang Ilmu Islam tidak mengenal pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama. Kondisi ini jelas berbeda dari apa yang pernah terjadi di Barat (Kristen), dimana ilmu pengetahuan pernah menjadi musuh besar agama. Kasus Galileo Galilei menjadi sejarah yang dijadikan tamsil oleh Natsir. Bagi Natsir, umat Islam harus bersyukur karena telah mendapat kehormatan dari Allah untuk maju dan berkembang pesat serta tampil sebagai contoh sekaligus sumber kemajuan peradaban untuk dunia. Bagi Natsir, masa-masa kejayaan itu tidak lain disebabkan oleh ajaran Islam sendiri yang memerintahkan prinsip-prinsip hidup berikut ini; a) Akal dihormati, dimana Islam meletakkan akal pada tempat yang terhormat sebagai alat berfikir dan memeriksa (QS. Ali Imran: 191). b) Islam mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu (QS. Al Mujadalah: 11) c) Islam melarang umatnya untuk bersikap taklid buta (QS. Al Isra: 36) d) Islam menyuruh pemeluknya untuk bersikap inisiatif (membuat penemuan baru) dalam hal keduniaan bagi mashalat masyarakat. (Al Hadits) e) Islam menyuruh pemeluknya mencari keridhoan Allah melalui semua nimat yang ditermianya dan diperintahkan untuk dipergunakan haknya dalam urusan dunia diatas landasan agama. (QS. Al Qassash: 77) f) Islam memerintahkan pemeluknya untuk pergi meninggalkan kampung halaman guna pertukaran

silaturahim, pengetahuan, pemandangan, dan perasaan (QS. Al Hajj: 46) Dalam sebuah pidato yang mempembicaraan tentang Agama dan Moral, Natsir menyinggung secara panjang lebar tentang ilmu, dan fungsinya. Fungsi ilmu tidak lain adalah sebagai pembeda antara al haq dan al bathil. Hal itu didasarkan oleh Natsir kepada salah satu unsur risalah Muhammad yaitu pembeda antara yang haq dan yang bathil. Natsir mengatakan; Salah satu alat untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil adalah ilmu. Oleh sebab itulah maka Rasulullah menyuruh kepada ummatnya untuk mencari ilmu, memmupuk ilmu. Dengan ilmu dapat dipisahkan antara yang hak dan yang bathil dan atara yang baik dan yang buruk. Akan tetapi, permasalahan lain kemudian muncul. Dengan ilmu yang dimiliki seseorang, baik ia muslim ataupun kafir, tidak bisa serta merta menyelamatkannya dari penyelewengan yang berakhir kepada kerusakan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh ilmu tersebut telah terjadi dibelahan negara-negara maju semisal Amerika Serikat, kata Natsir. Oleh sebab itu, maka yang akan menyelamatakan itu semua sesungguhnya adalah apa yang disebut Natsir dengan; akhlak atau moral. Namun timbul kembali permasalahan; moral manakah yang dapat kita pegang ?. Sebab sejak dahulu masalah moral sudah dibincangkan oleh para ahli falsafah semisal Machiavelli, sementara yang timbul adalah; masalah moral menjadi relatif tergantung siapa yang memandang, tergantung pula pada keadaan dan tempatnya. Untuk menyelesaikan permasalahan diatas, maka dengan tegas Natsir menyebutkan bahwa diperlukan patokan yang jelas, dan garis yang tegas, yang akan memandu moral untuk mendorong seseorang mengawal ilmunya. Patokan itu adalah; wahyu Ilahi (QS. Al Furqon: 33-34). Melalui ayat ini Natsir menjelaskan bahwa hawa nafsu manusia bisa saja mengalahkan kebenaran yang telah ia terima. Oleh karenanya, bimbingan Ilahi menjadi satu-satunya kekuatan untuk menundukkan nafsu tersebut. Natsir kemudian menyimpulkan dalam kalimat yang lebih umum bahwa patokan itu tidak lain adalah agama. Ilmu bisa dijadikan pokrol untuk mengatakan yang buruk itu baik. Maka agama diperlukan utnuk mengawal ilmu itu, supaya dia jangan dijadikan pembela untuk mempertahankan hal-hal yang buruk dan merusak, demikian menurut Natsir. Dari penjelasan diatas, Natsir jelas sekali menghindari ilmu pengetahuan dari masuknya faham relativisme. Adapun yang diinginkan Natsir adalah, ilmu harus memiliki landasan berpijak yang dapat memberikan pedoman bagi ilmuan untuk tidak terjerumus pada penggunaan kearah yang merusak, serta penafsiran akal kepada keinginan nafsu manusia secara sefihak, dan itu ada pada agama. 3.2 Mana dan Urgensi Pendidikan Menurut Natsir Islam adalah agama pendidikan dan pencerdasan ummat. Demikian pandangan Natsir. Pandangan ini terlihat dari tulisan Natsir ketika membantah buku yang ditulis Dr. I.J. Brugmans yang berjudul Geschiedenis van het Onderwijs in Ned Indie (Sejarah Pendidikan di Hindia Belanda) yang mengatakan bahwa Islam adalah agama penaklukan yang disebarkan dengan pedang . Untuk menangkis kesimpulan itu, Natsir membuat tulisan dengan judul Hakikat Agama Islam: Tangkisan atas Kritik Tajam daro Dr. I.J Brugmans dan dimuat dalam majalah Panji Islam bulan Oktober 1938. Dalam tulisan ini Natsir menjelaskan secara panjang lebar bahwa Islam tidak dapat dikatakan sebagai agama yang tersebar dengan pedang lantaran ia memiliki syariat tentang jihad. Islam harus dilihat secara konfrehensif dimana ia juga

merupakan agama yang mengajarkan tentang pendidikan dan hal-hal yang berkaitan dengannya secara kuat. Di dalam buku Capita Selecta 1, pikiran-pikiran Natsir tentang pendidikan sebagian besar terkumpul disana. Didalamnya tersebutlah tentang mana pendidikan. Mana pendidikan itu dijelaskan oleh Natsir dengan bahasa sederhana namun memukau; Yang dinamakan didikan ialah suatu pimpinan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dengan arti yang sesungguhnya. Pimpinan semacam ini sekurangnya antara lain perlu kepada dua perkara: a. Satu tujuan yang tertentu tempat mengarahkan didikan. b. Satu asas tempat mendasarkannya . Disini terlihat jelas bahwasanya Natsir melihat pendidikan sebagai usaha untuk mengisi nilai-nilai positif baik bagi jasmani maupun rohani yang menuju kepada terwujudnya manusia yang ideal (insan kamil) dengan kesempurnaan sifat-sifatnya. Natsir memahami bahwa pendidikan adalah modal utama untuk bangkit dan berubah kearah yang lebih baik. Dengan demikian pendidikan adalah sesuatu yang sangat-sangat urgen. Dalam salah satu tulisannya Natsir menegaskan; Masalah pendidikan ini adalah masalah masyarakat, masalah kemajuan yang sangat penting sekali, lebih penting dari masalah yang lainnya . Urgensi pendidikan tersebut akan semakin jelas terlihat ketika Natsir mengaitkannya dengan kemunduran dan kemajuan suatu bangsa. Hal itu sebagaimana yang diungkapkannya; Maju atau mundurnya salah satu kaum, bergantung sebagian besar kepada pelajaran dan pendidikan yang berlaku dalam kalangan mereka itu. Tak ada satu bangsa yang terbelakang menjadi maju, melainkan sesudahnya mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemudapemuda mereka . Sebuah contoh yang kemudian disebutkan Natsir saat itu adalah perbandingan antara Negara Jepang dengan Negara Spanyol. Lebih jelasnya Natsir mengatakan; Bangsa Jepang, satu bangsa di Timur yang sekarang jadi buah mulut orang seluruh dunia lantaran majunya, masih akan tinggal terus dalam kegelapan sekiranya mereka tidak mengatur pendidikan bangsa mereka (sementara) Spanyol, satu negeri di benua Barat, yang selama ini masuk golongan bangsa kelas satu, jatuh merosot ke kelas bawah, sesudah enak dalam kesenangan mereka dan tidak mempedulikan pendidikan pemuda-pemuda yang akan mengganti pujangga-pujangga bangsa di hari kelak . Urgensi pendidikan juga didasarkan pada analisa Natsir bahwa Islam memerlukan sekelompok orang yang memang menerjunkan dirinya secara serius dibidang tersebut. Kelompok tersebut disebutkan dalam al Quran sebagai ummat yang bertafaqquh fid din berdasarkan firman Allah dalam surah At Taubah (ayat: 122). Umat inilah yang nantinya akan kembali kepada kaumnya untuk mengadakan pengajaran dan memberi peringatan dengan ilmunya. Natsir mengatakan Ummat Islam harus mempunyai satu golongan, satu corps, memusatkan perhatian dan kegiatannya kepada menggali kebenaran-kebenaran yang tersimpan didalam ajaran agama Islam dan memperlengkapi tubuh umat Islam dengannya. Semasa hidupnya, Natsir melihat sebuah kenyataan dimana belanda tidak hanya tampil menjajah secara fisik, akan tetapi juga pemikiran. Ketika Belanda berupaya menggiring pola fikir anak bangsa agar berkiblat ke Den Haag Natsir tampil mengkritik kebijakan itu. Natsir mengatakan; Salah satu usaha pemerintah kolonial Belanda yang juga merupakan tantangan adalah apa yang dikenal sebagai asimilasi atau se-Indonesianisasi, yaitu upaya untuk mengajak segolongan elit Indonesia agar

merasa dan menganggap sebagai orang Belanda yang sama-sama berkiblat ke Den Haag, Murid-murid sekolah yang otaknya brilian dititipkan kepada keluarga belanda atau keluarga yang beragama Kristen. Salah satu korbannya adalah Amir Syarifuddin yang lahir sebagai anak Islam, namun kemudian menjadi seorang Kristen Protestan. Dari fenomena di atas maka pendidikan tidak hanya dipandang perlu untuk menyelamatkan Negara, tetapi juga penting untuk menyelamatkan aqidah. 3.3 Tujuan dan Landasan Pendidikan Sebagaimana disebutkan dalam definisi pendidikan menurut Natsir, maka persoalam Tujuan dan Landasan Pendidikan adalah mutlak ditentukan. 3.3.1 Tujuan Pendidikan Nampak sangat jelas bahwa Natsir tidak membedakan antara tujuan pendidikan dan tujuan diciptakannya manusia. Bahkan menurutnya, tujuan pendidikan itu harus sesuai dengan tujuan hidup manusia. Dalam pidatonya pada rapat Persatuan Islam di Bogor Natsir mengatakan: Apakah tujuan yang akan dituju oleh didikan kita? Sebenarnya tidak pula dapat dijawab sebelum menjawab pertanyaan yang lebih tinggi lagi, yaitu Apakah tujuan hidup kita di dunia ini?. kedua pertanyaan ini tidak dapat dipisahkan, keduanya sama (identik). Tujuan didikan ialah tujuan hidup. Qur`anul Karim menjawab pertanyaan ini begini: Dan Aku (Allah) tidak jadikan jin dan manusia, melainkan untuk menyembah Aku (QS. Adz-Dzariat: 56). Jadi menurut Natsir, tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup yani menjadi hamba Allah. Mengenai hamba Allah ini Natsir menjelaskan: Menyembah Allah itu melengkapi semua ketaatan dan ketundukan kepada semua perintah Ilahi, yang membawa kepada kebesaran dunia dan kemenangan akhirat, serta menjauhkan diri dari segala larangan-larangan yang meghalang-halangi tercapainya kemenangan dunia dan akhirat itu . Sesungguhnya apa yang disebutkan Natsir tentang ketundukan dan ketaatan ini merupakan dimensi terpenting dari keislaman seseorang. Dimana inti dari syariat ini adalah tunduk terhadap perintah dan larangan. Bahkan hal itu sangat terlihat jelas kaitannya dengan penjelasan tentang mana Islam sebagaimana yang disebutkan Natsir berikut ini; Islam artinya damai, juga berarti menyerahkan diri dalam hal ini, yaitu menyerahkan diri, jiwa dan raga seluruhnya kepada Ilahi. Seorang muslim ialah seorang yang mematuhi dengan sesungguhnya akan segala suruhan Allah serta menjauhi larangan-larangan-Nya, baik yang berkenaan dengan kewajiban terhadap-Nya atau terhadap sesama manusia. . Bagi Natsir, istilah hamba Allah yang haqiqi tidaklah mudah disandangkan begitu saja kepada setiap insan. Sebab baginya, menjadi hamba Allah itu mesti memiliki prasarat utama yaitu; memiliki ilmu serta tidak mengasingkan diri untuk kepentingan rohani pribadi sendiri saja. Sebab dengan mengasingkan diri ia justeru akan jauh dari pencarian dan pengamalan ilmu itu sendiri. Natsir melandaskan pendapatnya pada firman Allah surah Al Fathir yang artinya; Bahwa yang sebenar-benarnya takut kepada Allah itu, ialah hamba-hamba-Nya yang mempunyai ilmu, sesungguhnya Allah itu Berkuasa lagi Pengampun. (QS. Al Fathir: 28). Pada kesempatan yang lain, Natsir juga menyebutkan bahwa tujuan pendidikan yang diinginkan al Quran

adalah usaha untuk membentuk pribadi-pribadi yang tidak lalai dengan perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah. Artinya, ketaatan kepada Allah benar-benar mampu mengalahkan segala bentuk kelalaian yang menjauhkan ia dari Allah. Natsir menyebutkan bahwa pribadi-pribadi yang tidak lalai tersebut melakukan itu semua dalam rangka bersyukur atas nimat yang dikaruniakan kepada Allah. Hal itu ia dasarkan pada firman Allah surah An Nur (ayat: 37) yang sesungguhnya memiliki inti dan mana yang sudah disebutkan Natsir di atas sebagai seorang hamba Allah. 3.3.2 Landasan Pendidikan Mohammad Natsir memandang bahwa yang harus menjadi landasan dalam pendidikan adalah tauhid. Ini misalnya terlihat pada pidato Natsir dalam rapat Persatuan Islam di Bogor pada tanggal 17 Juni 1934 dengan judul Ideologi Didikan Islam. Juga terlihat dalam tulisannya di Pedoman Masyarakat pada tahun 1937 dengan judul Tauhid Sebagai Dasar Didikan. Menurut Mochtar Naim, dalam dua tulisan tersebut dengan gamblang Natsir menggariskan bahwa ideologi pendidikan ummat Islam harus bertitik-tolak dari dan berorientasi kepada Tauhid . Keyakinan untuk bertauhid dengan segala konsekwensinya merupakan pokok dari aqidah, sementara aqiedah itu sendiri menurut Natsir memiliki fungsi pokok yaitu; sumber motivasi, sumber inspirasi, sumber kekuatan, titik tolak dalam berbuat, dan pegangan hidup yang akan dibawa mati. Sebuah kasus menarik yang bertalian antara aqidah dan pendidikan pernah terjadi. Ketika berlangsung zaman orde baru, pemerintah pernah mengeluarkan buku pedoman moral berlandaskan semangat Pancasila PMP sebagai buku wajib di sekolah-sekolah. Buku tersebut dilahirkan sebagai upaya penanaman dasar-dasar nilai toleransi antar sesama versi pemerintah. Maka Pada tanggal 23 Agustus 1982, Natsir bersama sekitar 53 orang pemimpin dan tokoh masyarakat mendatangi DPR untuk menuntut ditariknya buku tersebut dari peredaran karena dinilai menyesatkan aqidah Islam. Mereka menyampaikan kepada DPR/MPR untuk meninjau secara menyeluruh dan mendasar buku tersebut. Sebagai contoh, pada halaman 14 buku tersebut menyebutkan; Semua agama di Indonesia adalah baik dan suci tujuannya. Jelas hal tersebut sangat berbau pluralisme dan bertentangan dengan kaidah ubudiyah dalam Islam. Prof. Dr. Abuddin Nata menganalisa bahwa sikap Natsir diatas sesunggunya memiliki keterkaitan dengan konsep Tauhid sebagai dasar pendidikan sebagaimana yang diyakininya. Menurut Natsir, sesungguhnya Risalah tauhid sebagai risalah awal yang diturunkan kepada manusia ini mengandung nilai kemerdekaan jiwa. Kemerdekaan jiwa yang dimaksud adalah jiwa yang tidak merasa takut kepada sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti. Kebebasan dari penyembahan terhadap mahluk yang merupakan penghinaan dan pelanggaran martabat manusia. Disini mengandung makna bahwa kebebasan itu terikat dengan nilai-nilai pengabdian kepada Allah semata. Bagi Natsir, tauhid harus dijadikan landasan pendidikan sekaligus orientasi pendidikan tersebut. Mereka yang kehilangan orientasi ini dan berada pada pihak anti agama akan mengalami kekacauan dilubuk hatinya. Prof. Ehrenfest adalah contoh yang diberikan Natsir. Prof. Ehrenfest adalah ilmuan yang sangat memuja perkembangan sains dan tehnologi dan tampil sebagai pakar brilian. Namun riwayat tragis menimpa dirinya berikut anaknya. Ia bunuh anaknya, baru kemudian ia bunuh dirinya sendiri. Peristiwa ini oleh Natsir disebutkan sebagai contoh pendidikan yang kehilangan dasar (tauhid). Ia putar balikkan antara alat dan tujuan, Kata Natsir

3.3.3 Karakter Pendidikan Islam Yang dimaksud dengan karekter pendidikan Islam disini adalah ciri-ciri khusus atau khas yang terdapat didalam pendidikan tersebut. Kekhasan tersebut menurut Natsir ada pada beberapa hal berikut ini; 1. Universal. Pendidikan dengan sifat seperti ini diuraikan Natsir dalam bentuk penerimaan sumber datangnya ilmu antara Timur dan Barat. Sejak terlibat dalam dunia pendidikan Natsir berusaha meluruskan pemahanan umat Islam ketika itu yang sering mengantagoniskan antara dunia Timur dan Barat. Natsir memahami bahwa hal itu merupakan reaksi terhadap sketsa pendidikan Barat dimasa itu yang begitu pro terhadap kolonilisme, dan budaya Barat. Justeru bagi Natsir sesungguhnya Barat dan Timur adalah sama, dimana kedua-duanya makhluk Allah yang bersifat baru (huduts). Pendapatnya ini didasarkan kepada karakter Islam yang tidak mengantagoniskan antara Barat dan Timur. Bagi Natsir, Islam hanya mengantagoniskan antara hak dan bathil. Sehingga apa yang datang dari Timur jika itu bathil maka harus disingkirkan dan apa yang datang dari Barat jika itu hak maka harus diterima. Data-data berikut ini merupakan dasar kesimpulan diatas. a) Natsir mengatakan; Bahwa kemunduran dan kemajuan itu tidaklah tergantung pada ketimuran dan kebaratan, dan tidak tergantung pada putih kuning, atau hitamnya warna kulit, tetapi bergantung pada ada atau tiadanya sifat-sifat atau bibit-bibit kesanggupan dalam menduduki tempat yang mulia diatas dunia ini. b) Ada yang menganggap bahwa didikan Islam itu ialah didikan Timur, dan didikan Barat itu ialah lawan dari didikan Islam. Boleh jadi, ini reaksi terhadap didikan kebaratan yang ada dinegeri kita yang memang sebagian dari akibat-akibatnya tidak mungkin kita menyetujuinya sebagai umat Islam. c) Seorang pendidik Islam tidak usah memperdalam-dalam dan memperbesar-besarkan antagonisme (pertentangan) antara Barat dan Timur itu. Islam hanya mengenal antagonisme antara hak dan batil. 2. Integral. Artinya pendidikan itu tidak mengenal pemisahan antara jasmani dan ruhani, serta dunia dan akhirat. Sehingga pendidikan Islam itu mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan dalam menghambakan diri kepada Allah dan dalam rangka membina hari esok yang lebih baik, di dunia maupun di akhirat. Mengenai sifat pendidikan yang integral ini Natsir mengacu kepada firman Allah dalam surat alBaqarah: 143. Berdasarkan ayat ini, Natsir memahami bahwasanya pendidikan itu mesti memiliki nilai-nilai keseimbangan. Natsir menjelaskan; jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, bukanlah dua barang yang bertentangan yang harus dipisahkan, melainkan dua hal serangkai yang harus lengkap-melengkapi dan dilebur menjadi satu susunan yang harmonis dan seimbang. Pada tulisan lainnya di Panji Masyarakat tahun 1972 Natsir membagi bentuk keseimbangan itu kedalam tiga hal; 1) keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, 2) keseimbangan antara badan dan roh, dan 3) keseimbangan antara individu dan masyarakat. Sifat keseimbangan ini sejatinya adalah upaya Natsir dalam menolak ide-ide sekularisme yang berupaya memisahkan masing-masing unsur diatas. Tercapainya kebahagian dunia dan akhirat dalam kerangka pengabdian kepada Allah inilah yang sejatinya menjadi fasafah pendidikan Natsir. Kedua sifat pendidikan ini direlisasikan Natsir melalui lembaga pendidikan yang didirikannya dimana-mana. Mohammad Nasir sebagimaan juga kita, dihadapkan pada permasalahan dikotomi ilmu, antara ilmu umum

dan ilmu agama. Menghadapi hal ini Natsir mencoba menjembataninya dengan mengisi kekurangan yang satu dengan kelebihan yang lain. Jadi sistem pendidikan yang bersifat universal, integral dan harmonis ini tidak lagi mengenal dikotomi antara pendidikan umum dan agama. Semua dasarnya adalah agama, apapun bidang dan disiplin ilmu yang dimasuki. Pikiran Natsir diatas muncul setelah ia melihat kenyataan di lapangan pada masanya, bahwa praktik pendidikan yang dihadapi ummat, satu sama lain saling menegasikan dan bersebrangan. Di satu sisi, pendidikan klasikal ala Belanda yang baru diperkenalkan kepada masyarakat muslim Indonesia pada akhir abad 19 dan awal abad 20, terutama melalui kebijakan Politik Etis Belanda, sama sekali tidak mengajarkan dan menyentuh aspek-aspek agama. Sekularisme begitu jelas membayang-bayangi sistem pendidikan baru ini. Sementara di sisi lain, pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua dan asli Indonesia bersikap antipati terhadap semua yang berbau Belanda. Sikap ini mudah untuk difahami, mengingat sepanjang abad 19, pihak Pesantren dengan penuh semangat jihad fi sabilillah mengerakan berbagai elemen ummat dan masyarakat untuk berperang melawan penjajah Belanda. Oleh sebab itu apapun yang berbau Belanda dianggap buruk, termasuk sistem pendidikan yang ditawarkannya. Adapun kelebihan Natsir dalam menghadapi keadaan seperti itu adalah bahwa ia mengenal dengan baik kedua sisi praktik pendidikan yang dihadapi ummat saat itu, bahkan ia juga terlibat secara langsung. 3.3.4 Peran Pendidik Memang, kalau uang yang hendak dicari, bukan dimuka kelas tempatnya. (Tulisan M. Natsir, dari Panji Islam dan Pedoman Masyarakat, 1938). Dalam biografi sebelumnya telah disebutkan sejumlah peran Natsir di dunia pendidikan baik sebagai guru maupun pembangun lembaga pendidikan. Sedangkan dibawah ini adalah beberapa uraian pemikirannya. Mohammad Natsir sangat memperhatikan masalah dan peran pendidik (guru). Bahkan untuk menyoroti para aktifis pendidikan yang berupaya mempertahankan eksistensinya, ia menyebut meraka sebagai para mujahidin. Peran guru dalam pandangan Natsir tidak hanya bagi mereka yang berada pada komunitas lembaga pendidikan formal. Justeru orang tua disebutkan oleh Natsir sebagai pihak yang paling penting memerankan diri sebagai guru. Orang tua dalam hal ini memiliki hukum fardu ain untuk mendidik buah hatinya sebelum masyarakat lainnya. Menurut Natsir anak-anak adalah amanah yang diberikan Allah Taala kepada orang tua, sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam salah satu haditsnya bahwa setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Dan orangtuanyalah yang menentukan akan menjadi apa anaknya itu kelak, Yahudikah, Nasranikah atau Majusikah. Kemudian Natsir menjelasakan bahwa kewajiban mendidik anak bukan hanya kewajiban yang sifatnya fardu ain bagi setiap orang tua, tapi juga fardu kifayah bagi segolongan dari ummat Islam ini. Natsir mendasarinya dengan nash al Quran surah Ali Imron (ayat: 104). Pada tahun 1938 Natsir menulis artikel di dalam majalah Panji Islam dengan judul Perguruan Kita Kekurangan Guru. Tulisan Natsir ini mencerminkan kondisi sekolah-sekolah partikelir yang jumlahnya semakin berkembang, namun sangat minim tenaga pengajar. Kondisi itu semakin diperparah ketika pemerintah kolonial tidak memperhaitikan kedudukan mereka, yang sesungguhnya sedikit-banyak membantu pemerintah itu sendiri.

Tulisan Natsir dimajalah tersebut pertamakali diawali dengan kritikan terhadap seorang guru yang berpindah profesi kepada pekerjaan lain dan berhenti dari dunia pengajaran hanya karena alasan duniawi. Padahal Natir memandang bahwa kebutuhan akan kehadiran guru di negeri ini belumlah mencukupi. Dari permintaan sekolah-sekolah yang meminta guru pengajar hanya 20 % saja yang sanggup didatangkan, itupun dengan susah payah, dan dengan imbalan sekedarnya. Lulusan-lulusan sekolah pemerintahan Belanda ketika itu banyak yang hanya menjadikan identitas guru sebagai batu loncatan menunggu dibukanya pekerjaan di instansai-instansi pemerintahan dengan gaji yang lebih besar tentunya. Lalu Natsir mempertanyakan; Bagaimana kita akan membangun perekonomian dan pergerakan politik dalam kalangan bangsa kita yang bermiliunan itu, apabila mereka masih belum saja 5 % yang pandai tulis baca. kemudian Natsir mengutip perkataan mendiang Dr. G.J Nieuwenhuis sekembalinya mengadakan penelitian di Philipina; Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada diantara bangsa itu segolongan guru yang suka berkurban untuk keperluan bangsanya. DAFTAR PUSATAKA 1. Natsir, M, Capita Selecta 1, Bulan Bintang, Jakarta: 1973 2. Natsir. M, Capita Selecta 2, Jakarta: PT. Abadi, 2008 3. Natsir, M, Politik Melalui Jalur Dawah, Jakarta: Media Dawah, 2008 4. M. Natsir, Kebudayaan Islam dalam Prespektif Sejarah, Jakarta: PT Girimukti Pasaka, 1988 5. Natsir, M, Ummat Islam di Persimpangan Jalan, Jakarta: Dewan Dawah Islamiyah Indonesia, 1968 6. Natsir, M, Agama dan Moral, Jakarta: Dewan Dawah Islamiyah Indonesia, 1972 7. Natsir, M, Pendidikan, Pengorbanan, Kepemimpinan, Primordialisme dan Nostalgia, Jakarta: Media Dakwah, 1987 8. Natsir, M, Marilah Shalat, Jakarta; Media Dawah, 2006 9. Natsir, M, Asas Keyakinan Agama Kami, Jakarta: Dewan Dawah Islamiyah Indonesia, 1982 10. Natsir, M, Fiqhud Dawah, Jakarta: Media Dawah, 2000 11. Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam 3, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000 12. Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam 4, Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2000 13. Anton, Raja Juli (Ed.), Aba: M. Natsir Sebagai Cahaya Keluarga, Jakarta: PT. Abadi, 2008 14. Haryono, Anwar, dkk, Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001 15. Haryono, Anwar dkk, M. Natsir, Sumbangan dan Pemikirannya untuk Indonesia, Jakarta: Media Dawah, 1995 16. Rosyidi, Ajip, Mohammad Natsir: Sebuah Biografi, Jakrta: Giri Mukti Pasaka, 1990 17. Hamka, Ayahku, Jakarta: Umminda, 1982 18. Nata, Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 19. Chaplin, J.P. Kamus Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005 20. Abdullah, Yusuf Puar dkk, Muhammad Natsir 70Ttahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, Jakarta: Pustaka Antara, 1978 21. Suhelmi, Ahmad, Soekarno Versus Natsir, Jakarta: Darul Falah, 1999

22. Syam, Firdaus, Yusril Ihza Mahendra; Perjalanan Hidup, Pemikiran dan Tindakan Politiknya, Jakarta, PT. Dyatama Milenia, 2004 23. Mohammad, Henry dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006 24. Federsipel, Howard M., Persatuan Islam; Pembaharuan Islam Abad XX, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996 25. Wildan, Dadan, Yang Dai yang Politikus; Hayat dan Perjuagnan Lima Tokoh Persis, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997 26. Djaja, Tamar, Riwayat Hidup A. Hasan, Jakarta: Penerbit Mutiara, 1980 27. A, Windi, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Jakarta: PT. Buku Kita, 2007 28. Buletin Konsisten, Litbang STID Mohammad Natsir 29. Majalah Al-Mujtama; Edisi 3 Th I/14 Rajab 1429/17 Juli 2008 30. Panitia Refleksi Seabad Pak Natsir, Mosi Integral Natsir; Dari RIS ke NKRI, Jakarta: Media Dawah, 2008 31. Kahin, George Mc Turnan dan Lukman Hakiem, PRRI: Pergolakan Daerah Atau Pemberontakan ?, Jakarta: Media Dakwah, 2008. 32. Masoed Abidin, Tausyiah Dr. Mohammad Natsir; Pesan Dakwah Pemandu Umat, Padang: Tp, 2000 33. Lukman Hakim, Pemimpin Pulang: Rekaman Peristiwa Wafatnya M. Natsir, Jakarta: Yayasan Piranti Ilmu, 1993 34. Pratikya, A.W dkk, Percakapan Antar Genarasi; Pesan Perjuangan Seorang Bapak, Jakaarta-Yogyakarta, DDII & LABDA, 1989 35. Mohammad, Hery dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006 36. Buletin Dawah yang diterbitkan oleh DDII masjid Al Munawarah , 27 September 1968, dengan judul; Khotbah Jumt di Masjid Tokyo, 37. Wasrun, Mohammad, Pemikiran Natsir tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Skripsi di Universitas Indonesia, fakultas Sastra, Tahun, 1987 Ads by Google

CERMIN DAI; KEKUATAN ILMU DAN AKHLAK


Abu Zahid Qurani Iftitah Kata akhlaq disebutkan oleh Allah di dalam al Quran pada surah Al Qalam ayat ke 4 untuk merujuk kepada kepribadian agung Muhammad Rasulullah. Allah berfirman; Dan Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung. Para mufassir seperti Al Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat di atas menjelaskan kedudukan Nabi sebagai bentuk miniatur al Quran di mana Nabi memerintahkan dan melarang sesuatu, beramal atau meninggalkan sesuatu perkara, mengikuti wahyu al Quran. Ibnu Katsir kemudian menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh

banyak jalur salah satunya dari sahabat Qatadah radhiyallhuanhu yang bertanya kepada Ummul Mukmini Aisyah tentang akhlak Nabi. Aisyah menjawab pertanyaan itu dengan ungkapan; Sesungguhnya Akhlak Rasulullah adalah Al Quran.[2] Dalam penafsiran Ibnu Abbas radhiyallhuanhu, sebagaimana yang disebutkan Imam Al Qurthubi rahimahullah bahwa yang dimaksud dengankhuluq al adzhm dalam ayat di atas adalah; dn al adzhm (yaitu; Islam). Artinya, ayat di atas sesungguhnya menunjukkan bahwa Rasulullah benar-benar hidup dengan akhlaq Islami.[3]

Dalam catatan Ensiklopedi Umum, kata akhlak disepadankan dengan kata moral. Padahal, kata moral itu sendiri didefinisikan didalamnya sebagai; sebuah tata tertib tingkah laku yang dianggap baik dan luhur dalam suatu lingkungan atau masyarakat.[4]Melalui pengertian ini, anggapan baik suatu masyarakat tentang moralitas jelas tidak sama, karena yang menjadi patokan adalah anggapan masyarakat. Bukan ketentuan baku yang mengikat semua manusia. Sementara itu, kata akhlaq di dalam bahasa Arab merupakan bentuk jama dari kata khuluq yang artinya; kebiasaan, perangai, tabiat, dan agama.[5] Ia merupakan tingkah laku yang lahir dari manusia sejara alami, tidak dibuat-buat dan telah manjadi kebiasaan.[6] Definisi akhlak di dalam Islam sebagaimana merujuk kepada hadits Aisyah dan firman Allah diatas menjelaskan pandangan Islam tentang tata aturan tingkah laku yang bersumber kepada al Quran dan apa yang dicontohkan oleh Nabi (sunnah) atau; akhlaq Islam. Dai: Urgensi Ilmu dan Akhlak Dalam pribadi seorang dai baik bagi mereka yang sedang dalam proses pembentukan maupun mereka yang telah terjun ke lapangan, tidaklah dapat melepaskan dirinya dari dua bekal utama yaitu; ilmu dan akhlak. Kedua-duanya menjadi amunisi bagi dai dalam aktifitasnya. Ayat yang mendasari kekuatan ilmu (hujjah) di dalam dawah ada dalam surah Yusuf ayat 108.

@% n?yd ???6y? (#q?r& ?n<) !$# 4 4?n?t >ou?t/ O$tRr& `tBur _yt6?$# ( z`ys6?ur !$# !$tBur O$tRr& z`B ?.?J9$# Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik".

Setidaknya ada tiga hal pokok yang dapat digaris bawahi dalam ayat ini, kaitannya dengan tugas dawah. Pertama, dawah harus berdasarkan manhaj yang benar (hdzihi sabl), kedua, seruan dawah seluruhnya terfokus hanya kepada Allah (ilallh), dan ketiga, semua itu harus berdasarkan pada ilmu yaqin atau hujjah yang kuat (basyrah).[7] Sedangkan ayat-ayat yang memerintahkan seseorang untuk berakhlaq mulia adalah ayat-ayat yang berbicara dalam konteks berbuat baik (ihsan), sebab berbuat ihsan merupakan salah satu bentuk akhlaq mulia. Ayatayat tersebut berlaku secara umum bagi kaum muslimin baik ia dai maupun madu, sebagaimana Al Imam Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullh ketika mejelaskan hadits (?? ??????? ??????? ???????? ??????) menjelaskannya dengan ayat-ayat tentang ihsan dan taqwa (QS Ali Imran: 133134).[8] Karena ilmu dan akhlaq merupakan syariat Allah yang agung, maka seorang dai be rkewajiban untuk senantiasa berusaha berpegang teguh dengannya. Perkara ini menjadi begitu penting karena dai memikul amanah yang berat sebagai pewaris risalah dawah.Allhuyarham Dr. M. Natsir didalam bukunya Fiqhud Dawah berpesan; Ummat Islam adalah pendukung amanah, untuk meneruskan Risalah dengan dawah; baik sebagai umat kepada umat -umat yang lain, ataupun selaku perseorangan ditempat manapun mereka berada, menurut kemampuan masing-masing.[9] Dari

pernyataan ini, memang pada asalnya seorang muslim dituntut untuk berdawah sesuai dengan kemampuannya, akan tetapi selaku kader dai tentunya tuntutan itu jauh lebih besar dirasakan dan amanah yang dipikul juga jauh lebih berat untuk diemban. Imam Al Bukhari di didalam shaihnya membuat satu kumpulan hadits tentang ilmu dalam bab tersendiri yani Kitb al Ilmi. Untuk menunjukkan hujjah hadits-hadits tersebut Al Bukhari memulainya dengan menyebutkan dua ayat al Quran (surah Al Mujadalah: 11 dan Th: 114). Beliau menempatkan dalam urutan pertama hadits tentang amanah, kaitannya dengan kredibelitas seseorang dalam memikul amanah ters ebut.[10] Hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Hurairah ra itu menceritakan pernah suatu ketika di dalam majelis Rasulullah, tiba-tiba Nabi ditanya oleh seseorang; Kapan kiamat tiba ?. Pertanyaan yang tiba -tiba itu membuat sebagian sahabat yang membersamai Nabi tanpak tidak menyukai sipenanya. Maka Rasulullahpun bertanya; Siapa yang bertanya tentang kiamat tadi ? seseorang kemudian menjawab; Saya ya Rasulullah maka beliau menjawab; Apa bila anamah telah hilang, maka tunggulah tibanya kiamat. Orang tadi bertanya lagi; Bagimana (bentuk) hilangnya ? Nabi menjawab; Apabila suatu perkara dipikulkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat itu. [11] Pengarang kitab Aunul Bri li Halli Adillati al Bukhri Al Alamah shadiq Hasan Khan rahimahullh (W. 1307 H) menjelaskan bahwa makna al amru (perkara) di dalam lafadz hadits di atas bermana; al amru mutaallaq bid dn (perkara yang berkaitan tentang agama), seperti Khalifah, Mufti atau Qadhi atau semisalnya. Artinya, jika tempattempat tersebut diduduki bukan oleh pakarnya, maka itulah yang dimaksud dengan hilangnya amanah atau menempatkan sesuatu bukan kepada ahlinya, yang merupakan tanda dekatnya akhir zaman.[12] Hadits lainnya yang memberikan kolerasi tentang fenomena ilmu agama di akhir zaman adalah sabda Nabi;

???? ????????? ?????????? ???? ?????????? ????????? ?????? ???????????? Artinya : "Diantara tanda-tanda hari kiamat adalah diambilnya ilmu dari al-ashoghir (orang yang bodoh atau ahli bid'ah)". (Syaikh Albani di dalam Silsilah Ahdits Ash-Shahhah, No: 695) Yang dimaskud Ilmu didalam hadits ini adalah ilmu tentang agama ( ad dn). Oleh karenanya Al Imm Muhammad bin Sirinrahimahullh seorang tabi'in yang mulia memberikan tanbih bahwa: "Ilmu ini adalah agama itu sendiri. Maka lihatlah darimana kamu mengambil ilmu tersebut" dan dari ucapan beliau juga : "Dahulu para salaf (sahabat) tidak pernah bertanya tentang isnad tapi ketika terjadi fitnah, mereka bertanya: Siapa guru-gurumu ? Jika guru tersebut dari ahli sunnah maka diambil haditsnya tapi jika dari ahli bid'ah maka ditolak haditsnya."[13]

Panduan Akhlak bagi penuntut ilmu Agar amanah dawah ini dapat diemban dengan baik oleh kader dawah yang sedang menjalani proses thalabul ilmi, maka nasihat para ulama tentang akhlaq bagi penuntut ilmu sangat baik untuk dijadikan pedoman. Kami mencoba mensarikan dari sejumlah pandangan para ulama seperti; Syaikh Ibnu Baaz rahimahullh, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaiminrahimahullh, Dr. Shalih As Suhaimi, Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr rahimahullh, dan lain-lainnya. Semoga bermanfaat;

1.

1. Ikhlas. Dalam sebuah hadits juga disebutkan; Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa yang menuntut ilmu syari yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan Ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi maka ia tidak mendapatkan harumnya surga pada hari kiamat. [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Ahmad (II/338), Abu Dawud

(3664), Ibnu Majah (252), al-Hakim (I/85), Ibnu Hibban (78) dan lainnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]. Syaikh Abdullah Ibnu Baaz rahimahullah berkata; Wajib bagi setiap dai untuk mengikhlaskan diri kepada Alloh Azza wa Jalla, bukan karena keinginan untuk riya (pamer supaya dilihat orang) dansumah (pamer supaya didengar orang) dan bukan pula untuk mendapatkan pujian dan sanjungan manusia. Hanya saja ia berdakwah kepada Allah untuk mengharap wajah Allah Jalla wa Ala semata, sebagaimana firman Alloh Subhanahu :

???? ?????? ???????? ??????? ????? ??????? Katakanlah: Inilah jalanku, Aku menyeru hanya kepada Alloh.[14] 1. 2. Mengawali dengan Memdalami Aqidah . Dr. Shalih As Suhaimi mengatakan, wajib bagi penuntut ilmu untuk memulai mendalami masalah aqidah, dan mendawahkan aqidah sebagai permualaan sebelum yang lain. Maka benarlah perkataan Al Imm Ibnu Qayyim Al Jauziyah sebagimana dijelaskan dalam kitabnya; Madrij as Slikn dimana beliau mengatakan; Tauhid adalah yang pertamakali diucapkan seseorang ketika pertama kali masuk ke dalam Islam dan yang terakhir kali sesaat sebelum meninggalkan dunia... tauhid adalah awal segala perkara dan akhir dari segalanya. [15] 2. 3. Menghiasi diri dengan Berakhlaq Mulia. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata; Seorang dai haruslah berperangai dengan akhlak yang mulia, dimana ilmunya tampak terefleksikan di dalam aqidah, ibadah, perilaku dan semua jalan hidupnya, sehingga ia dapat menjalankan peran sebagai seorang dai di jalan Allah. Adapun apabila ia dalam keadaan sebaliknya, maka sesungguhnya dakwahnya akan gagal, sekiranya sukses maka kesuksesannya sedikit.[16]Beberapa pesan Rasulullah berikut ini adalah penguatnya; (1) Rasulullah bersabda; Kaum muminin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaqnya paling baik diantara mereka, dan yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik kepada isteri-isterinya. (HR. At Tirmidzi, No. 1162. Lafadz awalnya diriwayatkan oleh Abu Daud, No. 4682, Ahmad (Jilid II, hal. 250, 472), Al Hakim (Jilid I, hal. 3) dari sahabat Abu Hurairahradhiyallhu anhu. Berkata At Tirmidzi; hasan shahih) (3) Rasulullah juga bersabda; Tidak ada sesuatupun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari kiamat melainkan akhlaq yang baik... (HR. At Tirmidzi, No. 2002, Abu Daud, No. 4799, Ahmad (Jilid VII, hal. 446,448) dari sahabat Abu Darda radhiyallhuanhu. Berkata At Tirmidzi; hadits ini hasan shahih) (2) Rasulullah bersabda; Sesungguhnya di antara yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat mejelisnya dariku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya di antara kalian. (HR. At Tirmidzi, No. 2018 dari sahabat Jabirradhiyallhuanhu Berkata At Tirmidzi; hadits hasan) 1. 4. Tidak larut dalam Taasub golongan. Dr. Shalih As Suhaimi berkata, bahwa penuntut ilmu tidak boleh larut dalam kelompok-kelompok yang ada. Ikatan yang terjalin hanya kepada Allah dan bukan pada yang lain. Wala hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Syaikh Ibnu Baaz juga mengatakan; Merupakan kewajiban bagi setiap dai islam untuk berdakwah menyeru kepada Islam secara keseluruhan dan tidak memeca h belah manusia, tidak menjadi orang yang fanatik (mutaashshib) kepada madzhab tertentu, atau kabilah tertentu, atau fanatik kepada syaikhnya, atau kepada pemimpinnya, atau selainnya. Namun yang wajib baginya adalah menjadikan tujuannya adalah untuk menetapkan kebenaran dan menjelaskannya, menjadikan manusia lurus berada di atas kebenaran, walaupun menyelisihi pendapat Fulan atau Fulan atau Fulan. 2. 5. Menyibukkan waktu dengan ilmu. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr berkata; Hendaklah ia (penuntut ilmu) menyibukan dirinya dengan mencari ilmu yang bermanafaat dari pada ia sibuk melakukan celaan dan tahziran, dan giat serta bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu tersebut supaya ia mendapat faedah dan memberikan faedah.[17]Rasulullah shallallahualaihi wassallam bersabda, Dua nikmat yang

banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang. [Hadits Shahih diriwayatkan oleh : al-Bukhari (6412), at-Tirmidzi (2304), Ibnu Majah (4170), Ahmad (I/258, 344), ad-Darimi (II/297), alHakim (IV/306) dan lainnya dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahuanhu] 3. 6. Menghiasi diri dengan taqwa dan menjauhi maksiat. Bagi Imam As Syafii rahimahullh. Ilmu adalah cahaya. Ia melukiskan dalam bait syairnya yang terkenal setelah pengaduannya kepada Imam Waki [18]; ???????? ????? ???????? ?????? ???????? ????????????? ????? ?????? ??????????? ?????????????? ??????? ????????? ?????? ???????? ????? ??? ??????? ???????? 1. 7. Sabar dalam proses belajar dan Syukur akan ilmu yang telah didapatkan. Seorang penuntut ilmu wajib bersabar atas segala keterbatasan yang menimpa dirinya, baik dalam bentuk harta, fasilitas, tugas-tugas dan lain sebagainya seraya tetap semaksimal mungkin untuk mengusahakannnya seraya bersyukur atas nimat yang diberikan, hingga Allah akan selalu menambahkannya. Salah satu bentuk akhlak ini adalah senantiasa berdoa agar ditambahkan ilmu oleh Allah, karena sesungguhnya Rasulullah tidak pernah diperintahkan Allah untuk meminta tambahan atas sesuatu selain meminta agar ditambahkan ilmu. Allah berfirman;

( @%ur b>? ?T?? $VJ= Dan Katakanlah (Muhammad): "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (QS. Thaha: 114)

Dan dalam setelah selesai shalat subuh Nabi juga sering berdoa dengan doa ini; ??????????? ??????? ?????????? ??????? ????????? ????????? ????????? ????????? ????????????. Ya Allah! Sesungguhnya aku mo-hon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal dan amal yang diterima. ( HR. Ibnu Majah dan ahli hadits yang lain. Lihat kitab Shahih Ibnu Majah 1/152 dan Majmauz Zawaaid 10/111.)

------------ Wallhu Alam Bishawab ----------Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. Abil Hida ismail bin Katsir Al Quraisy, Tafsr al Quran al Adzhm, Beirut: Maktabah Al Ashriyyah, 2000, Abi Abdillah Muhamamd bin Ahmad Al Anshari al Qurthubi, Al jmi al Ahkm al Qurn, Mesir: Dr Al Kitab Al Arabi li at Thabaah wa an Nashr, 1967 Ag. Pringgodigdo (Ed.), Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1977 At Thahir Ahmad Az Zawi, Tartb al Qms al Muhth ala Tharqah al Misbh al Munr wa Ass al balghah, Riyadh: Dr Alam al Kutub, 1996 Abdul Aziz Dahlan (Ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, Akhlaq, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1999 Abi Abdillah Abdirrahman bin Nashir bin Abdillah bin Nahsir As Sadi, Taysr al Karm ar Rahmn f Tafsir Kalam al Mannn, Beirut: Dr Ihy at Turats al Araby, 1999

7. 8. 9.

Muhammad Uwais An Nadawi, Tafsr al Qayyim li Ibn al Qayyim, tahqiq, Muhammad Hamid al Fata, Beirut: Lajnah At Turats Al Araby,ttp Ibnu Rajab Al Hanbali, Jmi al Ulm wa al Hikam f Syarhi Khamsn Hadtsan min Jawmi al Kalam, tahqiq. Syaim al Arnauth, Beirut: Muassasah Ar Risalah, 1998 M. Natsir, Fiqhud Dawah, Jakarta: Media Dawah, 2000

10. Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Shahh al Bukhri, Riyadh: Dr as Salm, 1997 11. Alamah Shadiq Hasan Khan Al Bukhari, Aunul Bri li Halli Adillati al Bukhri, Suria: Dar Ar Rasyd, 1984 12. Syaikh Abdul Aziz bin Abdillan Ibnu Baaz, Ad Dawah Ilallh wa Akhlq ad Duah, Eebook Dawah, Maktabah Abu Salma, 2007 13. Ibnu Qayyim, Madrijus Slikn baina Manzil Iyyka Nabudu wa Iyyka Nastan . Beirut: Dr Al jl, 1991 14. Ebook Fiqh Dawah, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin, Zd ad Daiyah 15. Abdul Musin Al Abbad Al Badr, Rifqan Ahl as Sunnah bi Ahl As Sunnah, PDF: Maktabah Abu Salma Al Atsari, 2007 16. Abi Abdillah Muhammad bin Idris As SyafiI, Dwn al Imm Asy SyafiI, tahqiq. Yusuf As Syaikh Muhammad Al BiqaI, Makkah: Dr al Fikr, 1977 1. Lihat Muqqaddimah Shahh Muslim dalam bab Ann al Isnd Min ad Dn. Al Imm Muslim An naisabry, Shahh Muslim, (Thobaah Mumtzah Muqranah maa iddah at Thabaah), Riyadh: Dr As Salm , 1998

[1] Disampaikan di dalam forum silaturrahim Pimpinan STID Mohammad Natsir dengan mahasiswa program Intensif hari kamis, 22 Januari 2009. Di aula Asrama STID Mohammad Natsir Bekasi. [2] Abil Hida ismail bin Katsir Al Quraisy, Tafsr al Quran al Adzhm, Beirut: Maktabah Al Ashriyyah, 2000, Jilid IV, Cet. 3, hal. 363 [3] Abi Abdillah Muhamamd bin Ahmad Al Anshari al Qurthubi, Al jmi al Ahkm al Qurn, Mesir: Dr Al Kitab Al Arabi li at Thabaah wa an Nashr, 1967, Jilid VIII, hal. 227 [4] Ag. Pringgodigdo (Ed.), Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1977, hal. 711 [5] At Thahir Ahmad Az Zawi, Tartb al Qms al Muhth ala Tharqah al Misbh al Munr wa Ass al balghah, Riyadh: Dr Alam al Kutub, 1996, Jilid II, Cet. 4, hal. 100 [6] Abdul Aziz Dahlan (Ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, Akhlaq, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1999, Jilid I, Cet. 3, hal. 73 [7]Abi Abdillah Abdirrahman bin Nashir bin Abdillah bin Nahsir As Sadi, Taysr al Karm ar Rahmn f Tafsir Kalam al Mannn, Beirut: Dr Ihy at Turats al Araby, 1999, Cet. 1, hal. 468 , Lihat juga, Muhammad Uwais An Nadawi, Tafsr al Qayyim li Ibn al Qayyim, tahqiq, Muhammad Hamid al Fata, Beirut: Lajnah At Turats Al Araby,ttp, hal.318-319 [8] Ibnu Rajab Al Hanbali, Jmi al Ulm wa al Hikam f Syarhi Khamsn Hadtsan min Jawmi al Kalam, tahqiq. Syaim al Arnauth, Beirut: Muassasah Ar Risalah, 1998, Jilid I, Cet. 7, hal. 454 -455 [9] M. Natsir, Fiqhud Dawah, Jakarta: Media Dawah, 2000, Cet. 11, hal. 109

[10]Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Shahh al Bukhri, Riyadh: Dr as Salm, 1997, Cet. 1, hal. 18 [11] Shaih Al Bukhari, Hadits No. 59. Ibid [12] Alamah Shadiq Hasan Khan Al Bukhari, Aunul Bri li Halli Adillati al Bukhri, Suria: Dar Ar Rasyd, 1984, Cet. 1, Jilid. I, hal. 187. [13] Lihat Muqqaddimah Shahh Muslim dalam bab Ann al Isnd Min ad Dn. Al Imm Muslim An naisabry, Shahh Muslim, (Thobaah Mumtzah Muqranah maa iddah at Thabaah), Riyadh: Dr As Salm , 1998, hal. 10 -11 [14] Syaikh Abdul Aziz bin Abdillan Ibnu Baaz, Ad Dawah Ilallh wa Akhlq ad Duah, Eebook Dawah, Maktabah Abu Salma, 2007, Point ke 4 [15] Ibnu Qayyim, Madrijus Slikn baina Manzil Iyyka Nabudu wa Iyyka Nastan . Beirut: Dr Al jl, 1991, Jilid III, hal. 483. [16] Ebook Fiqh Dawah, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin, Zd ad Daiyah, point yang ke 4. [17] Abdul Musin Al Abbad Al Badr, Rifqan Ahl as Sunnah bi Ahl As Sunnah, PDF: Maktabah Abu Salma Al Atsari, 2007, hal. 55 [18] Abi Abdillah Muhammad bin Idris As SyafiI, Dwn al Imm Asy SyafiI, tahqiq. Yusuf As Syaikh Muhammad Al BiqaI, Makkah: Dr al Fikr, 1977, Cet. 1, hal. 76. Imam Waki yang dimaksud oleh As SyafiI disini adalah guru beliau yang bernama lengkap Waki Ibn al Jarah bin Mulih bin Ady rahimahullh. Mengenai kedudukan Imam Waki Berkata Imam Yahya bin Main bahwa ahli hadits itu ada empat (dizamannya); Imam Waki, Imam Yala Ibnu Abid, Imam al Qany, dan Imam Ahmad bin Hanbal. (Lihat,Trkh Baghdd, Jilid XIII, hal. 496)

Seminar Serantau Memperingati 100 Tahun Pahlawan Nasional Mohammad Natsir


Saya hadir ke Seminar Serantau Memperingati 100 tahun Pahlwan Nasional Bapak Mohammad Natsir anjuran bersama Wadah Pencerdasan Umat(WADAH) dan Kolej Universiti Islam Selangor (KUIS )yang diadakan di Kolej Universiti Islam Selangor(KUIS),Bangi baru-baru ini

Beberapa hari sebelum seminar ini berlangsung saya bersama-sama beberapa orang sahabat telah mengadakan satu diskusi tajuk yang sama dengan tema seminar serantau ini iaitu Bapak Mohamad Natsir:Berdakwah di jalur politik ,Berpolitik di jalur dakwah. Saya tidak sempat mendengar ucapan wakil keluarga Pak Natsir dan juga ucapan alu-aluan Presiden WADAH yang cukup saya kagumi,Dato Dr.Siddiq Fadzil(bekas pimpinan PMIUM dan Presdien ABIM) memandangkan kelewatan tiba setelah menaiki komuter dari Kl Sentral ke Bangi bersama beberapa orang rakan.(Dari Stesyen Komuter Bangi,kami menaiki van prebet sapu terus ke KUIS) Setibanya di sana Menteri Besar Selangor sedang berucap merasmikan program ini.Dewan seminar ini agak penuh dengan para peserta yang jumlahnya diluar jangkaan pihak urusetia program. Kehadiran Dato Seri Anwar Ibrahim (menurut beliau ,kali pertama semenjak 11 tahun yang lalu-tahun beliau dipecat beliau dibenarkan masuk ke universiti) mungkin menjadi faktor utama kehadiran ramai peserta yang ingin mendengar ucaptama daripada beliau.

Beliau agak rapat dengan Almarhum Pak Natsir bahkan menerima didikan secara tidak langsung dari tokoh pendakwah ,negarawan pahlwan nasional ini. Saya sendiri mula mengenali nama Pak Natsir tatkala membaca tulisan dan pidato Dato Seri Anwar Ibrahim. Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ucaptamanya ini mengupas tentang Pemikiran Pak Natsir:Islam dan kenegaraan.Beliau menyarankan agar digerakkan usaha menerbitkan semula karya-karya pak Natsir dan juga menyeru mahasiswa khasnya untuk mentelaah karya-karya Pak Natsir antaranya seperti Fiqhud Dakwah,Capita Selecta dan lain-lain. Dato Seri Anwar Ibrahim turut melancarkan buku terbitan bersama WADAH dan KUIS bertajuk Mohammad Natsir:Berdakwah di jalur politik,Berpolitik di jalur dakwah. Beberapa orang tokoh juga turut membentangkan kertas kerja mereka seperti Bapak Syuhada(Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia-yang diasaskan Pak Natsir),Prof Dr.Kamal Hasan,Prof Madya Dr Mohd Nur Manuty dan lain-lain. Ketokohan Pak Natsir sebagai pendakwah,ahli politik,pemikir dan lain-lain sukar ditandingi dan memang layak beliau diangkat sebagai pahlawan nasional. Semoga kehadiran saya dalam seminar memperingati tokoh besar ini membangkitkan semangat menyuntik motivasi buat saya mencontohi keperibadian beliau dan seterusnya menjadi lebih baik daripada beliau.
Meneladani Dawah Muhammad Natsir
Ketokohan Muhammad Natsir tidak hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia. Di negara tetangga, Malaysia sosok Muhammad Natsir juga sangat dikagumi dan dekat di hati masyarakat. Maka tidak heran apabila kepergian tokoh tersebut pada 14 Syaban 1413H bertepatan 6 Februari 1993 turut dirasai mereka. Ketika di negara kita ramai memperingati seabad sang pahlawan nasional Muhammad Natsir beberapa waktu yang lalu, Malaysia yang notabene negara Islam tidak ketinggalan untuk turut memperingati 100 tahun Muhammad Natsir, itu diwujudkan dengan diadakanya seminar tentang Muhammad Natsir yang disponsori oleh pemerintah negeri Selangor pada bulan Januari lalu. Kedekatan Masyarakat Malaysia dengan tokoh Muhammad Natsir sangat beralasan, karena sosok Pak Natsir sangat berperan penting dan berjasa bagi perbaikan hubungan dua negara bertetangga ini, khususnya pada era Presiden Soekarno yang menjalankan politik konfrontasi terhadap Malaysia. Dalam upaya mengatasi konflik Pak Natsir sempat mengirim sepucuk surat kepada Tun Abdul Rahman, Perdana Menteri saat itu untuk mengahiri konflik dan membawa ke perundingan. Sedangkan menurut mantan wakil Perdana Menteri Anwar Ibrahim, beliau banyak belajar kepada Pak Natsir

dalam berbagai hal. Selain itu Universitas Kebangsaan Malaysia jauh-jauh hari memberikan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa kepada Pak Natsir yang baru memperoleh gelar pahlawan nasional pada 10 November 2008. Ketokohan dan keteladanan Pak Natsir selain di Malaysia juga sangat disegani di kalangan tokohtokoh dunia internasional, khususnya dunia islam. Baik kapasitasnya sebagai ulama maupun sebagai politikus.bahkan para pemimpin dan Raja-Raja Arab sangat menghormati beliau. Dalam masa hayatnya pak Natsir banyak menduduki posisi penting dalam berbagai organisasi seperti World Muslim Conggress, Muslim World League atau lebih dikenal Rabithah Alam Islami dan Majlis Ala Al Alami Lil Masjid (Dewan Masjid Sedunia). Kalau diperhatikan dengan seksama, di balik ketokohan Pak Natsir terdapat sesuatu hal yang menarik yang perlu kita cermati. Dengan hal tersebut beliau mampu tampil beda serta memiliki citra yang unik dibandingkan dengan pahlawan-pahlawan di Indonesia yang lain. Hal tersebut pulalah yang menjadi jalan hidup beliau dalam menempuh arus zaman. Sesuatu hal yang dimiliki dan ditempuh oleh Pak Natsir tersebut adalah jalan dawah. Dawah dalam segala aspek Muhammad Natsir telah menempatkan dirinya untuk berada di jalan dawah. Sehingga apapun yang dijalankan selalu disebatikan dengan misi dawah. Kecerdasan yang ada pada pada diri beliau dan kuatnya keyakinan terhadap ajaran islam menjadikannya seorang pendawah yang ulung. Dan kelebihan yang dimilikinya adalah mampu berdawah dalam berbagai aspek, seperti po litik, pendididkan, keilmuan, keperibadian dan tingkah laku. Selain itu objek dawah yang disentuh tidak hanya untuk kalangan atau golongan tertentu, namun yang menjadi target dawah adalah mencakup seluruh masyarakat. Baik golongan atas maupun golongan bawah, bahkan kiprahnya dalam dawah mulai dari daerah, nasional hingga internasional. Dalam berdawah di arena politik Pak Natsir terkenal dengan dua kalimat berdawah dijalur politik berpolitik dijalur dawah. Bagi Pak Natsir berpolitik adalah suatu medan dawah, sehingga dalam prakteknya harus dilakukan dengan penuh kejujuran, keikhlasan dan sopan santun. Dalam berpolitik sangat tidak pantas kalau hanya menurutkan hawa nafsu dan menepikan hukum Allah. Berpolitik bukan untuk mencari kekuasaan tetapi yang sangat utama adalah mengutamakan kemaslahatan umat. Pak Natsir juga sangat mendukung demokrasi, karena menurutnya demokrasi yang benar sesuai dengan ajaran islam. Sehingga selama kiprahnya dalam berpolitik selalu melaungkan demokrasi. Bahkan beliau merupakan tokoh penting dalam membangun demokrasi pasca kemerdekaan Indonesia. Sungguh pun beliau memperjuangkan demokrasi namun dalam prakteknya yang dilakukan pemerintah Orde Lama maupun Orde Baru sangat jauh dengan yang dicita-citakannya. Dalam karirnya di bidang politik, beliau pernah menduduki jabatan-jabatan penting, diantaranya menjadi Menteri Penerangan 1946-1949, dan Perdana Menteri Republik Indonesia 1950-1951, namun beliau tidak pernah berusaha untuk memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi, bahkan beliau merasa takut kalau sampai tidak bisa menunaikan amanah dengan benar. Di arena pendidikan Pak Natsir sangat memperhatikan pentingnya dua aspek pendidikan, jasmani maupun rohani, agama maupun akademis tanpa harus dipisahkan antara satu dengan yang lain. Pak Natsir sangat prihatin dengan keadaan pendidikan yang diwarisi dari sistem pendidikan penjajah yang dipengaruhi pemikiran barat yang sangat menepikan nilai-nilai agama sehingga tidak sesuai bagi generasi Indonesia. Maka beliau terpanggil untuk berusaha merubah kenyataan yang berlaku.sehingga pada tahun 1938 pak Natsir tampil mengemukakan konsep pendidikan integral atau konsep pendidikan yang

menyatukan antara pendidikan agama dengan akademis. Disamping itu juga Pak Natsir aktif mendidik para kader untuk terus mendidik anak bangsa dengan nilai-nilai agama. Selain itu juga dari gagasan dan ide Pak Natsir telah lahir beberapa perguruan tinggi islam di seluruh pelosok tanah air, seperti UNISBA, UII, UMI,UIR, UISU dan UIKA. Maka dengan melihat kiprah pak Natsir dalam berdawah di dunia pendidikan, tidak berlebihan sekiranya DR.Gamal Abdul Nasir dalam desertasinya menyebutkan Muhammad Natsir: pendidik umat. Dalam dunia keilmuan Muhammad Natsir tampil sebagai intelektual islam yang menguasai berbagai bahasa sehingga beliau mampu mempelajari karya-karya ilmuan barat. Bahkan beliau mengkritik pemikiran-pemikiran barat yang tersasar. Beliau mampu berargumen yang meyakinkan serta ilmiah dalam menyangkal ide-ide ilmuan barat yang mendiskreditkan ideologi Islam. Salah satu contohnya adalah bantahannya tentang sekulerisme yang diterapkan di negara-negara barat dan ingin ditiru oleh negara-negara islam. Bahkan ada sebagian ulama yang mendukung faham sekulerisme, seperti Syeikh Ali Abdul Raziq dari Mesir dengan karyanya Al Islam Wa Usulul Hukm. Pak Natsir dengan tegas membantah faham tersebut. Selain itu pak Natsir aktif dalam penulisan. Beliau selalu menulis di berbagai media tentang wacana keislaman, beliau juga menghasilkan beberapa karya besar diantaranya Capita Selecta dan Fikih Dawah. Dua karya beliau ini sangat dikenal sampai diluar negeri dan menghiasi di hampir seluruh perpustakaan-perpustakaan negaranegara tersebut, seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Bahkan di Malaysia sedang diusahakan untuk menerbitkan kedua buku tersebut kedalam versi bahasa melayu. Dan buku Fikih Dawah juga menjadi kajian rutin di beberapa organisasi, masjid dan universitas. Selain berdawah di jalur politik, pendidikan dan keilmuan, Pak Natsir juga menerapkan meto de dawah dalam bentuk praktis dalam keperibadian dan tingkah laku. Dan baginya ini adalah sangat penting keberhasilan proses dawah sangat berkaitan erat dengan keadaan diri sang pendawah. Pak Natsir selalu mengedepankan sopan santun dalam keriernya sebagai politikus, ulama, ilmuan dan negarawan. Bahkan terhadap lawan-lawan politik dan tokoh-tokoh beda agama beliau tetap menghormati dan santun. Ini dapat terlihat diantaranya hubungan beliau dengan Soekarno tetap baik walaupun ia pernah ditahan. Beliau juga bisa duduk semeja dengan tokoh komunis D.N Aidit walaupun baru saja beradu argumen. Dan beliau pun akrab dengan Ignatius Joseph Kasimo seorang tokoh politik katolik. Intinya walaupun berbeda pandangan dan keyakinan namun hubungan sebagai sesama manusia harus tetap terjaga. Beberapa bidang dawah yang disebutkan di atas telah diterapkan oleh Pak Natsir sehingga keteladanan beliau masih sangat cocok untuk dijadikan acuan dalam pergerakan dawah di Indonesia. Keadaan masyarakat yang majemuk dan kehidupan sosial yang kompleks menuntut para pendawah harus pandai menempatkan diri serta memainkan peranan sehingga target dawah dapat tercapai Menantikan figur baru Kaadaan bangsa saat ini sangat memerlukan tokoh-tokoh seperti Muhammad Natsir. Maka dalam hal ini tugas para pendawah dan pendidik sangat berperan penting dalam membentuk generasi unggul dan saleh seperti Pak Natsir. Sehingga dapat melahirkan para pemimpin yang mampu menuntaskan segala permasalahan yang menimpa bangsa. Mengingat kondisi masyarakat yang masih dirudung kemiskinan padahal sudah puluhan tahun hidup merdeka dari penjajah. begitu pula budaya korupsi yang masih saja berkembang menjadikan negara kita berjalan lamban dan cenderung terseret-seret untuk mencapai kemajuan.

Hal ini bukannya tidak mungkin untuk dirubah, namun perlu usaha serius dan konsisten kearah itu. Pak Natsir telah memulai perjuangan melalui dawahnya dalam usaha merubah nasib bangsa. Maka diperlukan figur-figur baru untuk meneruskan perjuangannya. Caranya tentunya adalah dengan bercermin dan meneladani perjuangan beliau dangan menerapkan metode-metode yang telah beliau gariskan. Pak Natsir boleh saja pergi namun perjuangan dawahnya harus tetap hidup. Hambari Nursalam; Mahasiswa di International Islamic University Malaysia,IIUM; Alamat: International Islamic University Malaysia,Jalan Gombak 53100 Kuala Lumpur Malaysia. Kontak:+60132229826 Email:kangbari@yahoo.com.

BAPAK MOHAMAD NATSIR (1908 1993): APRESIASI GENERASI KEDUA AKTIVIS ISLAM MALAYSIA
Resensi Buku

** Artikel yang termuat dalam buku "MOHAMMAD NATSIR BERDAKWAH DIJALUR POLITIK BERPOLITIK DI JALUR DAKWAH" yang diterbitkan sempena Seminar Serantau Memperingati 100 Tahun Pahlawan Nasional Bapak Mohammad Natsir di KUIS pada 10 Januari yang lalu. Seminar adalah anjuran bersama WADAH dan KUIS Ada tiga insiden yang benar-benar saya ingat, apabila memperkatakan mengenai Pak Natsir, seorang negarawan, pendakwah, intelektual, politikus di Alam Melayu dan Dunia Islam yang sangat saya hormati dan sanjungi. Rasanya, hampir seluruh warga ABIM yang pernah bersua dengannya atau pernah membaca karyanya mempunyai apresiasi yang sama dengan saya. Ya, seorang tokoh yang amat susah untuk ditandingi. Seorang pendakwah yang amat merendah diri, sopan santun tetapi gigih berdakwah hingga ke hujung hayatnya. Seorang politikus yang Islami yang baginya politik itu untuk tujuan dakwah, bukan untuk mengejar pangkat dan kedudukan. Seorang intelektual yang luas jangkauan ilmunya yang banyak menyiapkan landasan intelektual di dalam pembinaan negara dan bangsa di awal kemerdekaan. Seorang negarawan yang sentiasa sanggup mengorbankan kepentingan peribadi demi kesejahteraan bangsa dan negara. Juga seorang tokoh Islam yang disanjungi Dunia kerana peranan aktifnya memperjuangkan keadilan sejagat tanpa mengira bangsa, negara dan agama. Begitulah sosok peribadi yang amat payah dicari ganti. Menghargai akan pengorbanan dan perjuangannya, bukan tujuan untuk mengagung-agungkannya. Kalau itu nawaitunya, saya yakin seandai beliau boleh berkata-kata, pasti akan dibantah sekeras-kerasnya. Kita menghargai dan memperingatinya kerana kita amat merindukan akan lahir Natsir-Natsir baru yang bakal meneruskan jejak langkah perjuangannya bagi menebus maruah umat yang telah dirobek-robek

ketika ini. Ya, umat amat memerlukan tokoh-tokoh seperti Pak Natsir. Bukan seorang atau dua. Tapi kalau boleh berpuluh malah beratus Natsir Natsir baru. INSIDEN PERTAMA BERTAMU DI RUMAHNYA Sebagai generasi kedua ABIM, saya memang kerap mendengar nama Pak Natsir dan Dewan Dakwah Islamiyyah disebut di dalam siri perbincangan ABIM terutama ketika menyentuh persoalan dakwah di Indonesia. Bukunya Fiqhud Dawah sentiasa menjadi rujukan Usrah. Tetapi, orangnya belum pernah ditemui. Gambaran saya mengenai Pak Natsir adalah saperti tokoh-tokoh dakwah antarabangsa yang kerap berkunjung ke Malaysia. Petah berbicara, penampilan yang dominant dan agresif. Tanpa diduga, kesempatan untuk bertemu dengan orang yang selalu disebut-sebut di dalam Usrah akhirnya menjadi realiti. Pada 12 -15 Februari 1989, World Assembly of Muslim Youth (WAMY) menganjurkan Regional Islamic Science Conference for Asia Pacific di Hotel Horison, Jakarta. Ketika itu saya bekerja dengan Sdr Kamaruddin Md.Nor yang merupakan wakil WAMY untuk Asia Pasifik, penganjur bersama Persidangan tersebut. Persidangan yang dirasmikan oleh B.J.Habibie, Menteri Riset dan Teknologi ketika itu mengumpulkan para saintis Muslim di Asia Pasifik untuk membincangkan mengenai peranan mereka dalam pembangunan umat Islam. Memandangkan ramai para saintis dari Malaysia adalah pimpinan ABIM, maka diatur satu pertemuan dengan Pak Natsir di rumahnya di Jalan Cokroaminoto, Jakarta. Almarhum Bang Hussein Umar dan Mazni Yunus dari Dewan Dakwah mengatur pertemuan tersebut setelah usai persidangan. Saya memang begitu gembira sekali kerana inilah pertemuan yang memang saya nanti-nantikan. Bertemu dengan tokoh dakwah Indonesia yang sentiasa dianggap sebagai orang tua ABIM didalam kerja-kerja dakwah. Seramai 20 orang para Saintis dari Malaysia yang kebanyakannya ahli ABIM bertamu ke rumah Pak Natsir pada waktu yang telah ditetapkan. Saya kaget kerana rumahnya amat sederhana sekali dan apabila Pak Natsir muncul, ketika itu beliau sudah berumur 81 tahun, menyambut kami, ternyata gambaran saya mengenai beliau amat meleset sekali. Orangnya amat mudah melempar senyuman, berkata dengan lemah lembut tapi teratur, penampilannya begitu sederhana dan bersahaja. Begitu terasa akan keramahan dan kesantunannya. Walaupun sudah berumur 81 tahun, fikirannya tetap bernas dan tajam. Ketokohannya begitu menyerlah. Setelah bertanya khabar masing-masing, kami terus memulai perbincangan mengenai perkembangan politik dan dakwah di Malaysia, Indonesia dan Dunia Islam amnya. Banyak isu yang disentuh untuk mendapatkan pandangan dan nasihat darinya. Beliau agak optimis dengan perkembangan dakwah diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Cabaran itu tetap ada disepanjang

zaman, katanya. Ini semua adalah lumrah kepada setiap sosok peribadi yang ingin terjun sebagai pendakwah. Ianya adalah sebagai ujian yang mesti ditempuhi, samada suka atau tidak. Pertemuan mesra tersebut berakhir dengan makan tengahari. Bagi saya pertemuan tersebut amat penting dan bersejarah bagi hidup saya. Bertemu seorang tokoh besar yang mengabdikan diri seluruhnya di jalan Allah s.w.t. Beliau tidak pernah meminta supaya jasanya dibalas oleh sesiapa. Cukup baginya dengan mardhatiLlah semata. INSIDEN KEDUA SEMPAT SOLAT JENAZAH PAK NATSIR Insiden kedua yang masih segar dalam ingatan ialah apabila menerima berita Pak Natsir meninggal dunia. Ketika menerima berita dari Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia yang memaklumkan bahawa Pak Natsir telah kembali ke RahmatuLlah pada 6 Februari 1993, kami di Sekretariat ABIM terkejut dan tergamam. Walaupun Pak Natsir jauh di Indonesia, kami di ABIM sentiasa menganggap beliau sebagai orang tua yang sentiasa dirujuk dan dihormati. Bila berkunjung saja ke Jakarta, antara acara wajib ialah ke kantor Dewan Dakwah untuk mendapatkan nasihat dari Pak Natsir. ABIM segera memutuskan agar Presiden ketika itu, Dr.Muhammad Nur Manuty harus mewakili ABIM menghadiri upacara pengkebumian Pak Natsir. Saya ketika itu sebagai Penolong Setiausaha Agung di minta untuk menguruskan penerbangan ke Jakarta dan mengiringi sdr Presiden. Ketika kami sampai di Dewan Dakwah, ternyata begitu ramai rakan-taulan, sahabat handai, kenalan jauh dan dekat yang telah pun sampai untuk sama-sama menyempurnakan solat jenazah untuk tokoh yang banyak berjasa kepada nusa dan bangsa ini. Keadaan benar-benar macet (istilah di Indonesia bagi menggambarkan kesesakan lalu-lintas) di Jalan Kramat Raya tersebut. Hujan pula turun seolah-olah turut bersedih di atas pemergian Pak Natsir. Suasana di Dewan Dakwah terasa begitu sayu sekali. Masing-masing mungkin menghimbau kenangan manis bersama Pak Natsir. Sebaik sampai di perkarangan Dewan Dakwah, kami segera ke Musolla di tingkat tiga yang telah pun penuh dengan jemaah yang telah bersedia untuk memulakan solat. Alhamdulillah, kami sempat menyelit di antara saf yang begitu rapat untuk sama-sama solat jenazah. Seusai solat, kami pun bersilaturrahmi dengan para pemimpin Dewan Dakwah yang sempat ditemui seperti Pak Anwar Haryono, Bang Hussein Umar dan lain-lain menyampaikan ucapan takziah bagi pihak ABIM yang turut merasai kehilangan orang tua. Pak Natsir sesungguhnya telah mewariskan kepada generasi pelanjut perjuangan dakwah ini sejumlah khazanah pengalaman selama selama 85 tahun kehidupannya yang sarat dengan pengorbanan yang amat sukar untuk ditandingi. Beliau adalah seorang mujahid ,sebenar-benar mujahid. Janganlah kamu mengira bahawa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati: bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan kurnia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. Bahawa tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (Ali Imran 3:169-170)

INSIDEN KETIGA MENUNAI WASIAT PAK NATSIR Adapun insiden ketiga ialah pada awal tahun 2000, iaitu setelah 7 tahun Pak Natsir kembali bertemu Sang Penciptanya, saya dikunjungi oleh Pak Basyir Gani, pimpinan Pesantren Buya HAMKA di Danau Maninjau, PADANG. Pak Basyir adalah orang kuat Pak Natsir di Danau Maninjau. Pak Basyir menyatakan kepada saya bahawa beliau sedang mengusahakan sebuah pesantren di Danau Maninjau yang bertujuan untuk memperingati Buya HAMKA. Danau Maninjau adalah tempat kelahiran Buya HAMKA. Katanya, Pak Natsir pernah mewasiatkan kepada beliau bahawa banyak Pesantren yang menggunakan nama HAMKA, tetapi tidak di tempat kelahiran beliau sendiri di Danau Maninjau. Mengapa tidak diusahakan sebuah Pesantren di Danau Maninjau bagi melahirkan HAMKA-HAMKA baru untuk abad mendatang? Jadi, kedatangan Pak Basyir Gani ke Pejabat ABIM adalah untuk mengajak ABIM sama-sama merealisasikan wasiat Pak Natsir ini. Mendengar wasiat tersebut dari Pak Basyir, saya lantas bersetuju dan berjanji akan membantu sedaya yang mungkin, walaupun tahu diri bahawa ABIM sendiri sentiasa tidak mempunyai dana yang mencukupi untuk melaksanakan kerja dakwah yang begitu banyak, di dalam maupun di luar negara. Sejak perjumpaan tersebut, setiap menjelang 24 Julai setiap tahun (tahun Buya HAMKA meninggal dunia), rombongan ABIM melawat Danau Maninjau untuk memperingati HAMKA di bawah program Jejak Ulama dan juga beramah mesra dengan pimpinan Pesantren dan juga para pelajarnya. Setiap ahli rombongan dimaklumkan mengenai wasiat Pak Natsir tersebut, dan masing-masing menghulur dana yang termampu bagi menambah kemudahan asrama yang tidak mencukupi. Pada tahun 2003, hasil dari sumbangan ahli rombongan, sebuah asrama menelan belanja RM50,000 telah berjaya dibina. Kemudian, Yayasan Takmir Pendidikan ABIM menghantar guru-guru pakar ke sana secara berkala untuk meningkatkan kualiti pengajaran guru di Pesantren. Bagi saya, adalah menjadi suatu kewajipan untuk menunaikan wasiat seseorang. Apalagi wasiat seorang tokoh yang sangat disanjung dan di hormati saperti Pak Natsir. APRESIASI AKTIVIS ISLAM MALAYSIA Bagi saya Pak Natsir adalah tokoh besar yang mendahului zamannya. Kekuatan inteleknya, memungkinkan banyak isu-isu yang melatari perjuangannya ditangani dengan sentuhan intelektualisme yang tinggi. Isu-isu yang menjadi polemik di Malaysia ketika ini seperti demokrasi, negara Islam, sekularisme, perkauman, Islamophobia dan xenophobia telah beliau bahas dengan mendalam ketika Indonesia masih di dalam pembentukan sebagai sebuah negara yang merdeka. Bagi saya, di dalam suasana politik negara yang sedang mengalami proses rethinking dan reconstructing, setelah Pilihanraya ke 12 yang lalu, pemikiran Pak Natsir amatlah relevan untuk ditelaah dan dikaji oleh setiap ahli politik di Malaysia. Buku beliau Agama dan Negara Dalam Perspektif Islam yang merupakan koleksi tulisan beliau sejak tahun 1931 sehingga 1987 adalah merupakan suatu khazanah intektual yang sangat penting untuk pembangunan sebuah negara-

bangsa. Berkaitan dengan itu, polemik Negara Islam dan Perlaksanaan Hukum Hudud yang sentiasa hangat diperdebatkan di kalangan Parti-Parti Politik Malaysia sehingga hari ini, harus belajar memanfaatkan pemikiran Pak Natsir keseluruhannya. Kita tidak perlu pergi terlalu jauh ke negara Barat untuk mencari jalan penyelesaian. Pengalaman politik membangun negara bangsa di Indonesia ternyata jauh lebih realistik untuk kita pelajari di Malaysia. Seeloknya, buku Agama dan Negara Dalam Perspektif Islam harus menjadi bahan bacaan wajib dan diwacanakan oleh sesiapa juga yang terlibat di dalam proses pembinaan negara-bangsa yang semakin banyak dipolemikkan di Malaysia ketika ini. Meneliti sejarah hidup Pak Natsir, saya boleh merumuskan bahawa keseluruhan hidupnya adalah berpaksikan ummah ummah-centric. Beliau memperhambakan dirinya demi ummah yang tercinta. Beliau menolak tawaran biasiswa Belanda untuk meneruskan pendidikan di dalam sistem pendidikan Belanda yang menjanjikan pendapatan lumayan dan status yang tinggi, kerana ingin mengangkat martabat umat melalui pendidikan. Beliau mendirikan Institusi Pendidikan Islam (PENDIS) di Bandung pada tahun 1932 dengan tujuan melahirkan generasi yang berpendidikan moden, tetapi mengakar kefahaman dan penghayatan agamanya. Pengorbanan sebegini sememangnya amat diperlukan terutama bagi mereka yang telah membabitkan diri didalam gelanggang dakwah. Seringkali berlaku, para pendakwah terpaksa membuat pilihan samada memilih kepentingan peribadi atau umat, atau korbankan kepentingan peribadi demi umat tercinta. Pak Natsir memilih jalan mengorbankan cita-cita peribadi demi umat tercinta. Beliau memang tidak kaya di segi material atau kemewahan dunia,tetapi kaya di segi perjuangan dan pengorbanan. Inilah peribadi tauladan yang sekiranya dapat diikuti oleh generasi muda, maka akan ramailah Natsir-Natsir baru yang akan lahir. Satu hal yang menarik perhatian saya mengenai Pak Natsir ialah beliau tidak mendapat pendidikan formal agama dalam pengertian meraih sarjana dalam bidang pengajian Islam, tetapi kupasannya mengenai agama begitu mendalam . Malah dalam banyak hal, kefahamannya mengenai agama terutama di dalam konteks perubahan sosial dan manhaj dawah jauh lebih baik dari kupasan mereka yang mendapat pendidikan Islam secara formal. Bacalah bukunya Fiqhud Dawah, nanti anda akan mengerti maksud saya. Menyedari bahawa kekuatan umat amat bergantung kepada kekentalan kesatuan ulama dan intelektual di dalam menangani permasalahan umat, Pak Natsir sentiasa menekankan peri pentingnya kedua golongan ini saling memahami akan kekuatan masing-masing agar persefahaman bertambah mantap dan padu. Oleh kerana itulah agaknya maka slogan Mengulamakkan Intelektual, Mengintelektualkan Ulama menjadi dasar penting di dalam Gerakan Dakwah. Malah ABIM mendapat banyak menafaat dari slogan ini sehinggakan kekuatan ABIM sebagai sebuah Gerakan Dakwah yang berpengaruh di Malaysia ialah kerana gabungan kedua kekuatan ini. Bagi saya terlalu banyak yang boleh diperkatakan mengenai Pak Natsir sebagai apresiasi generasi kedua aktivis Islam di Malaysia. Banyak yang boleh dipelajari dan dicontohi. Walaupun hanya sempat seketika dengan beliau dalam waktu yang sangat terhad, tetapi saya merasakan ketokohan yang Allah taala anugerahkan kepada beliau dapat dirasai oleh generasi mend atang. Buku-bukunya walau ditulis di dalam konteks dan sikon yang berbeza, tetapi banyak ilmu yang dapat digali bagi yang serius ingin mengkaji dan belajar darinya. Pastinya saya akan terus

mengkaji dan belajar darinya di setiap kesempatan yang ada. Mudah-mudahan Allah taala menerima kesemua amalannya dan diberi ganjaran syurga yang dijanjikan. Aamin. Sumber: Tuan Haji Ahmad Azam http://ahmadazam.blogspot.com/2009/01/bapak-mohamad-natsir-1908-1993_15.html
Sasudah ambo kirimkan daftar buku-buku tulisan Mr. Sjafruddin Prawiranegara (24) ambo caliak pulo tulisan Pak M. Matsir. Ado 40 buku buah tangan baliau nan tadaftar di berbagai Kampuih University of California. Itupun berarti buku-buku baliaupun ado di Kampuih-kampuih nan tamusahua di pelosok bumi ko. Nak duo bibilography sairiang, sarago awak dalam mamparatikan bibliography ko, di bawah ko ambo salinkan pulo daftar buku-buku tulisan Pak M. Natsir. Ideologisasi gerakan dakwah : episod kehidupan / M. Natsir dan Azhar Basyir ; [disusun oleh] Abdul Munir Mulkan. Cet. 1. Yogyakarta : Sipress, 1996. UCB Main BP170.85 .I34 1996 1. Hardjadinata, Moh. S. (Mohammad Sanusi), 1914Selamatkan demokrasi berdasarkan jiwa proklamasi dan UUD 1945 / oleh Moh. Sanusi Hardjadinata, Mohammad Natsir, A.H. Nasution. [Jakarta : s.n., 1984]. UCB S-S/EAsia JQ768 .H28 1984 REF 2. Ideologisasi gerakan dakwah : episod kehidupan / M. Natsir dan Azhar Basyir ; [disusun oleh] Abdul Munir Mulkan. Cet. 1. Yogyakarta : Sipress, 1996. UCB Main BP170.85 .I34 1996 3. Mangkusasmito, Prawoto. Sjukur ni'mah; tasjakkur di Mesdjid Agung. Pidato -pidato 14 Agustus 1966: Prawoto Mangkusasmito [dan] M. Natsir. Djakarta, ''Bulan Bintang, 1966. NRLF $B 190 529 Type EXP NRLF for loan details. 4. Mencari modus vivendi antar ummat beragama. Jakarta : Media Dakwah, 1980. NRLF B 3 193 389 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 81-941437 Type EXPLAIN CRL for loan details. 5. Mohammad Natsir pemandu ummat : pesan dan kesan tasyakkur 80 tahun Mohammad Natsir, 17 Juli 1988 / disunting oleh Moch. Lukman Fatahullah Rais, Mohammad Syah Agusdin, Nasmay Lofita Anas. Cet. 1. Jakarta : Bulan Bintang, 1989. UCB Main DS644.1.N33 M64 1989 6. Natsir, M., 1908-1993. Dari masa ke masa / M. Natsir. Jakarta : Fajar NRLF B 3 200 591 Type EXP NRLF for NRLF B 3 201 257 Type EXP NRLF for NRLF B 3 201 256 Type EXP NRLF for NRLF B 3 200 601 Type EXP NRLF for Shadiq, 1974-1975. loan details. loan details. loan details. loan details.

CRL

GenCollec 79-941756 Type EXPLAIN CRL for loan details.

7. Natsir, M., 1908-1993. Dibawah naungan risalah / [oleh] M. Natsir. [Tjet. 1. Djakarta] : Sinar Hudaya-Documenta, 1971. Series title: Seri pahlawan Islam no. 9. CRL GenCollec 75-943642 Type EXPLAIN CRL for loan details. 8. Natsir, M., 1908-1993. Dunia Islam dari masa ke masa / M. Natsir. Cet. 1. [Jakarta] : Panji Masyarakat, 1982. NRLF B 3 940 452 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 82-941234 Type EXPLAIN CRL for loan details. 9. Natsir, M., 1908-1993. Ikhtaru ihda al-sabilayn, al-din aw al-la-diniyah / Muhammad Nasir. Tab'ah 4. Jiddah : al-Dar al-Sa'udiyah lil-Nashr wa-al-Tawzi', 1983. NRLF B 3 653 532 Type EXP NRLF for loan details. al-

10. Natsir, M., 1908-1993. Iman, sumber kekuatan lahir dan batin : khutbah nikah : disertai dengan Undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan dan penjelasan2-nya / oleh M. Natsir. Jakarta : Fajar-Shadiq, [pengantar 1974]. CRL GenCollec 79-941759 Type EXPLAIN CRL for loan details. 11. Natsir, M., 1908-1993. Islam dan akal merdeka / M. Natsir. Cet. 4. 1988. Series title: Seri media da'wah ; 69. UCB Main DS625 .N377 1988 Jakarta : Media Da'wah,

12. Natsir, M., 1908-1993. Islam dan Kristen di Indonesia / M. Natsir. [Dihimpun dan disusun oleh Saifuddin Anshari. Tjet. 1]. Bandung : Penerbit Peladjar, 1969. NRLF B 4 069 868 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 76-941080 Type EXPLAIN CRL for loan details. 13. Natsir, M., 1908-1993. Kebudayaan Islam dalam perspektif sejarah : kumpulan karangan / M. Natsir ; disunting oleh Endang Saifuddin Anshari ; pendahuluan oleh Ajip Rosidi. Cet. 1. Jakarta : Girimukti Pasaka, 1988. UCB Main BP25 .N35 1988 14. Natsir, M., 1908-1993. Kegelisahan ruhani di Barat : peranan dan tanggung djawab civitas academica dan perguruan tinggi / [oleh] M. Natsir. Disusun oleh S.U. Bajasut. Surabaja : DDII Perwakilan Djatim, [1969]. NRLF B 4 187 584 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 77-940918 Type EXPLAIN CRL for loan details. 15. Natsir, M., 1908-1993. Kumpulan khutbah hari-raya / oleh M. Natsir. Cet. 1. Media Da'wah, Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, 1975. [Jakarta] :

CRL

GenCollec 76-941285 Type EXPLAIN CRL for loan details.

16. Natsir, M., 1908-1993. Masalah Palestina / M. Natsir. Tjet. 1. Djakarta : Hudava, 1970 i.e. 1971. UCB Main DS119.7 .N3751 CRL GenCollec 73-942386 Type EXPLAIN CRL for loan details. 17. Natsir, M., 1908-1993. Pesan perjuangan seorang bapak : percakapan antar generasi / [M. Natsir] ; penyunting, A.W. Pratiknya. Ed. ulang. Jakarta : Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia : Laboratorium Dakwah, 1989. UCB Main BP63.I5 N35 1989 18. Natsir, M., 1908-1993. Tugas dan peranan Ulama / M. Natsir. [Jakarta] : Dewan Da'wah Islamijah Indonesia, [1972?]. CRL GenCollec 72-942386 Type EXPLAIN CRL for loan details. 19. Natsir, M., 1908-1993. World of Islam Festival dalam perspektif sejarah : ceramah pada tanggal 19 Juni 1976 di Gedung Kebangkitan Nasional Jakarta / Mohammad Natsir. Jakarta : Yayasan Idayu, 1976. NRLF B 3 188 356 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 77-941419 Type EXPLAIN CRL for loan details. 20. Natsir, M. (Mohammad), 1908Capita selecta. [Dihimpunkan oleh: D. P. Sati Alimin]. Bandung, W. van Hoeve [1954?-1957?]. NRLF $B 444 324 Type EXP NRLF for loan details. 21. Natsir, M. (Mohammad), 1908Capita selecta / M. Natsir. Tjetakan ketiga. Butan Bintang, 1973. UCLA URL BP 25 N214c 1973 Djakarta : Penerbit

22. Natsir, M. (Mohammad), 1908Dapatkah dipisahkan politik dari agama? Dr. Mohammad Iqbal. Djakarta, Toko Buku & Penerbit Mutiara [1953?]. NRLF B 4 226 871 Type EXP NRLF for loan details. 23. Natsir, M. (Mohammad), 1908Fiqhud-da'wah; djedjak risalah dan dasar-dasar dawah [oleh] M. Natsir, disusun oleh S. U. Bajasut. [Tjet, 1. Surabaja, Jajasan Da'wah Islamijah, 19-NRLF $C 74 303 Type EXP NRLF for loan details. 24. Natsir, M. (Mohammad), 1908Hendak kemana Masjumi? : Kepada seluruh keluarga Masjumi, Pimpinan Partai menjampaikan amanat ini pada tgl. 7 Nopember 1953 / [Moh. Natsir].

[Djakarta : Penerangan Pimpinan Partai Masjumi], [1953]. NRLF $B 583 953 Type EXP NRLF for loan details. 25. Natsir, M. (Mohammad), 1908Hidup bahagia / oleh M. Natsir [dan] Nasroen A. S. Bandung : VorkinkVan Hoeve, 1954. NRLF B 4 136 992 Type EXP NRLF for loan details. 26. Natsir, M. (Mohammad), 1908Islam dan akal merdeka / oleh Mohd. Natsir. Tasikmalaja : Persatoean Islam bg. Penjiaran, [1947?]. NRLF $B 376 934 Type EXP NRLF for loan details. 27. Natsir, M. (Mohammad), 1908Islam sebagai dasar negara : pidato dalam sidang pleno Konstituante pada tanggal 12 Nopember 1957 / Moh. Natsir. Bandung : Pimpinan Fraksi Masjumi dalam Konstituante, 1957. NRLF B 3 643 264 Type EXP NRLF for loan details. 28. Natsir, M. (Mohammad), 1908Islam sebagai ideologie. Cet. 2. UCB Main BP161 .N27 1950 Djakarta : Pustaka Aida, [1950].

29. Natsir, M. (Mohammad), 1908Kubu pertahanan mental dari abad keabad / [oleh] M. Natsir. Surabaja, DDII Perwakilan Djatim [1970]. NRLF $B 779 218 Type EXP NRLF for loan details. 30. Natsir, M. (Mohammad), 1908Membangun diantara tumpukan puing dan pertumbuhan : keterangan pemerintah diutjapkan dimuka sidang Dewan Perwakilan Rakjat Sementara di Djakarta pada tanggal 10 Oktober, 1950. [Djakarta] : Kementerian Penerangan, [1950?]. NRLF B 3 810 542 Type EXP NRLF for loan details. NRLF B 3 810 542 Type EXP NRLF for loan details. 31. Natsir, M. (Mohammad), 1908Oposisi membangun demokrasi : pemandangan umum babak II di Dewan Perwakilan Rakjat 6 September 1953 / oleh Mohammad Natsir. Djakarta : Penerangan Sekr. P. P. Masjumi, [1953]. NRLF $B 588 610 Type EXP NRLF for loan details. 32. Natsir, M. (Mohammad), 1908Persatuan agama dengan negara; M. Natsir versus Soekarno, oleh M. Natsir. Tjet. 2. Padang, Jajasan Pendidikan Islam, 1968. NRLF $B 8 284 Type EXP NRLF for loan details. 33. Natsir, M. (Mohammad), 1908Pidato ketua umum P.P. Masjumi Mohammad Natsir dalum pemandangan umum babak ke-I di Dewan Perwakilan Rakjat, 28 Agustus 1953. [Djakarta, Penerangan Sekr. P.P. Masjumi, 1953?]. UCB Main DS644 .N3531

34. Natsir, M. (Mohammad), 1908Revolusi Indonesia. Bandung : Pustaka Djihad, [1955]. UCB Main DS644 .N354 1955 35. Natsir, M. (Mohammad), 1908Some observations concerning the role of Islam in national and international affairs; an address originally made before the Pakistan Institute of World Affairs with subsequent elucidatory additions. Ithaca, Southeast Asia Program, Dept. of Far Eastern Studies, Cornell University, 1954. Series title: Data paper (Cornell University. Southeast Asia Program) ; no. 16. UCB Main BP173.6 .N3 UCB Moffitt BP173.6 .N3 UCLA URL DS 503 C81 no.16 UCR Rivera BP173.6 .N3 1976 36. Natsir, M. (Mohammad), 1908Tindjauan hidup / oleh M. Natsir. Djarta : Widjaya, 1957. NRLF B 3 885 180 Type EXP NRLF for loan details. 37. Natsir, M. (Muhammad) Some observations concerning the role of Islam in national and international affairs : an address originally made before the Pakistan Institute of World Affairs with subsequent elucidatory additions /... Ithaca, N.Y. : Southeast Asia Program, Dept. of Far Eastern Studies, Cornell University, 1954. Series title: Data paper (Cornell University. Southeast Asia Program) ; no. 16. UCSC McHenry DS503.4.C67D3 no.16 38. Nessa, M. Natsir. Studi pendahuluan terhadap sistem pertambakan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan / oleh M. Natsir Nessa. [Ujung Pandang] : Proyek Penelitian, Universitas Hasanuddin, 1981/1982 [i.e. 1982]. CRL GenCollec FICHE 86/81044 Type EXPLAIN CRL for loan details. 39. Wanita Islam Indonesia dalam kajian tekstual dan kontekstual : kumpulan makalah seminar / di bawah redaksi, Lies M. Marcoes-Natsir, Johan Hendrik Meuleman. Jakarta : INIS, 1993. Series title: Seri INIS ; 18. UCB Main HQ1170 .W36 1993 40. Natsir, M., 1908-1993. Basa Soenda ; panoengtoen pikeun neroeskeun diadjar basa Soenda [didamel koe] Moechlis [et al.]. Weltevreden Visser, 1921-26. Series title: Great Collections Microfilming Project. Phase I, John M. Echols Collection. CRL SE Asian MF-10289 SEAM reel 328 item 14 SEAM Type EXPLAIN CRL for

loan details. X____________________________ Sjamsir Sjarif Indonesian Translator and Cultural Consultant
The Law of Attraction; Memoar Hasan Al Banna; Menuju Jama'atul Muslimin; Fiqhud Dakwah; Photography; Computer; Agama; Dakwah; Videografi; Nasheed; Murottal; FREE PALESTINE!Fiqhud-dakwah. Ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan dakwah, sehingga para muballigh bukan saja paham tentang kebenaran Islam Sedikit-sedikit bid'ah, sedikit-sedikit sesat, Mengkafirkan umat Islam selain mereka, Hanya mengambil sikap keras Salaf dan melupakan kelemahlembutan mereka, Tidak tahu fiqhud dakwah dan berbagai macam tuduhan dusta lainnya. fiqhud dakwah 242 reads Dawah Trai ning Programme. Page 1 of 4. FORMS OF DAWAH by Dr. ZAKIR NAIK 1.a. PENGENALAN Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah di setiap masa. Apalagi pada zaman sekarang, umat Islam tengah menghadapi serangan ganas yang bertubi (Fiqhud Da'wah). Ramadhan yang dikenal juga dengan syahrul ibadah merupakan bulan untuk memperkuat hubungan dengan Wali dan Pelindung para da'i. karena seorang da'i sejati adalah seorang abid (seorang yang taat beribadah) kepada Allah, Fiqhud-dakwah Ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan dakwah, sehingga para muballigh bukan saja paham tentang kebenaran Islam akan tetapi mereka juga Buku-buku bacaan utama itu antara lain, Naar de Republiek Indonesia, Madilog, dan Massa Actie karya Tan Malaka, Alam Pikiran Yunani dan Demokrasi Kita karya Hatta, Fiqhud Dakwah dan Capita Selecta karya Natsir, serta Perjuangan Kita Kami kata Rasulullah diperintahakan supaya berbicara kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka masing-masing (M.Natsir : Fiqhud Dakwah, 1981:162). Sudah sa'atnya dijelaskan secara lugas, gamblang tentang bahaya rakus, tamak, http://www.eramuslim.com/berita/gerakan-dakwah/gul http://www.eramuslim.com/berita/dunia/perancis-denIzzatul

http://www.eramuslim.com/berita/gerakan-dakwah/gul

Islam; Arruhul Jadid; Partai Keadilan Sejahtera; Moslem Education; Sholat Subuh Berjamaah di Masjid; P2B PKS; Laa Tahzan; Fiqhud Dakwah; Sang Murabbi

Fiqhud Dakwah. From: bijan32. Reads: 75 di luar majlis Merasai pertolongan dan keperihatinan ahli Meningkat amalamal dakwah Selamat Datang Di Media Online Jurnal Dakwah STID Mohammad Natsir Jakarta, Sekertariat Salah satunya adalah apa yang ditulis oleh M. Natsir melalui bukunya Fiqhud Dawah

Rokhman, Saeful, Analisa Terhadap Buku Fiqhud Dakwah Karya M. Natsir, diunduh tanggal 17 Mei 2010. http://www.jurnalstidnatsir.co.cc/2009/06/analisa-terhadap-buku-fiqhud-dawah.html. Pendidikan Mohammad Tamam, Badru, Konsep Natsir.

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak

Maka, inspirasi besarnya adalah, mulai saat ini, seluruh kru dakwah segera meningkatkan kapasitas diri dengan

menghadirkan multikompetensi yang diperlukan bagi dakwah, seperti fiqhud dakwah, teknik komunikasi, leadership, dll. Perumusan fiqhud dakwah kampus amatlah penting. Hal ini berkaitan dengan kebijakan dan perilaku para rijalud dakwah di kampus. Kesalahan, kerancuan, kedangkalan, dan kesempitan pemahaman akan berakibat fatal pada wajah dakwah kampus. Fiqhud Dakwah) memaparkan beberapa kaidah-kaidah dakwah berdasarkan pada Ushul Fiqh. 1. Memberi keteladanan sebelum berdakwah 2. Mengikat hati sebelum menjelaskan 3. Mengenalkan sebelum memberi beban 4. Bertahap dalam pembebanan Harus dirumuskan sebuah paket standard dalam bentuk modul atau diktat yang menjadi tolak ukur bagi peningkatan sumber daya manusia para rijalud dakwah. Paket tersebut meliputi Manhaj Dakwah Kampus, tarbiyah ruhiyah, fiqhud dakwah, Fiqhud-dakwah. Ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan dakwah, sehingga para muballigh bukan saja paham tentang kebenaran Islam akan tetapi mereka juga didukung oleh kemampuan yang baik dalam menyampaikan

Muhammad Natsir, Mujahid Dakwah dan Politikus

Pilihlah salah satu dari dua jalan, Islam atau Atheis. adalah

kutipan

pidato Muhammad Natsir di Parlemen Indonesia di masa kemerdekaan. Muhammad Natsir adalah tokoh Islam kontemporer dunia Islam, mujahid dan politikus piawai. Mencurahkan segenap kemampuan untuk menjadikan Islam sebagai sistem pemerintahan Indonesia, dan melawan orang-orang yang menghalangi tegaknya Islam.Hingga riwayat hidupnya tercatat dalam buku Mereka yang telah pergi, Tokoh-tokoh Pembangunan Pergerakan Islam Kontemporer.

Muhammad Natsir lahir pada tanggal 16 Juli 1908 di Maninjau Sumatera Barat. Ia dibesarkan di keluarga agamis, ayahnya seorang ulama terkenal di Indonesia. Lingkungan seperti ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan sang putra. Ia belajar di sekolah agama dan negeri. Mendapat ijazah perguruan tinggi terbiyah

Bandung, Mendapat gelar Doktor Honoris Causal fari Universitas Islam Indonesia (dulu Sekolah Tinggi Islam), Yogyakarta. Pada masa pendudukan Belanda aktif pada dunia pendidikan di Bandung, menjadi pemimpin pada Direktorat Pendidikan di Jakarta.

Tahun 1945, Dr. Muhammad Hatta, wakil Presiden RI setelah kemerdekaan, memintanya membantu melawan penjajah. Kemudian ia menjadi anggota Majelis permusyawaratan Rakyat Sumatera. Tahun 1946, ia mendirikan partai MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Ia juga menjabat Menteri Penerangan Selama empat tahun.

Perjuangan

Muhammad

Natsir

Ketika

Belanda

hendak

menjadikan

Indonesia

negera

serikat,

Muhammad

Natsir

menentangnya dan mengajukan pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia. Usulan ini disetujui 90% anggota Masyumi. Tahun 1950, ia diminta membentuk kabinet sekaligus menjadi perdana Menterinya. Tapi belum genap setahun ia dipecat karena bersebrangan dengan presiden Soekarno. Ia tetap memimpin Masyumi

dan Pidatonya

menjadi

angota yang

parlemen

hingga berjudul

tahun

1957. :

Pilihlah

salah

satu

dari

dua

jalan,

Islam

atau

Atheis.

yang disampaikan di parlemen Indonesia dan dipublikasikan majalah Al Muslimin, punya pengaruh besar pada anggota parlemen dan masyaakat muslim Indonesia.

Saat menerjuni bidang politik, Muhammad Natsir adalah sorang politikus piawai. Saat menerjuni medan perang, ia menjadi panglima yang gagah berani, dan saat berdebat dengan musuh, ia tampil sebagai pakar ilmu dan dakwah. Muhammad Natsir menentang serangan mem**** buta yang dilancarkan para antek-antek penjajah dan para kaki tangan Barat maupun Timur, dengan menerbitkan majalah Pembela Islam. Ia juga menyerukan Islam sebagai titik tolak kemerdekaan dan kedaulatan, pada saat Soekarno dan antek-

anteknya menyerukan nasionalisme Indonesia sebagai titik tolak kemerdekaan. Saat itu

Soekarno bersekutu dengan Komunis yang terhimpun dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk melawan Muhammad Natsir dan Partai Masyumi. Pertarungan ini berlangsung hingga tahun 1961, Soekarno membubarkan Partai Masyumi dan menahan pemimpinnya, terutama Muhmmad Natsir.Namun perlawan kaum muslimin Indonesia tidak padam, terus berlanjut hingga terjadi revolusi militer yang berhasil menggulingkan Soekarno pada tahun 1965.

Manhaj

Dakwah

Muhammad

Natsir

Keluar dari penjara, Muhammad Natsir dan rekan-rekannya mendirikan Dewan Dakwah Islam Indonesia yang memusatkan aktivitasnya untuk membina masyarakat,

mengerahkan para pemuda, dan menyiapkan dai. Kemudian cabang-cabang DDI terbentuk di seluruh Indonesia, dan generasi muda dapat mengenyam fikrah Islam yang benar, memberi pengarahan kepada masyarakat, mendirikan pusat-pusat kegiatan Islam (Islamic Center) dan masjid, menyebarkan buku-buku Islam, membentuk ikatan-ikatan pelajar Islam, serta mendirikan beberapa asosiasi profesional: para insinyur, petani, pekerja dan lain-lain. Ia juga menjalin hubungan dengan gerakan-geraka Islam Internasional, untuk saling tukar pengalaman dan saling mengokohkan persatuan. tahun 1967, Muhammad Natsir dipilih menjadi Wakil Ketua Muktmaar Islam Internasiomal di Pakistan.

Kepedulian

Muhammad

Natsir

Muhammad Natsir sangat seius memperhatikan masalah Palestina. Ia temui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina, setelah kekelahan tahun 1967. Siang dan malam Muhammad Natsir berkunjung ke wilayah di Indonesia untuk urusan dakwah. Rakyat Indonesia mulai

mendekati dai untuk mengenal Islam yang benar. Kesadaran berislam pun merebak dikalangan mahasiswa dan pelajar, juga menyentuh para intelektual.

Ungkapan-ungkapan

Muhammad

Natsir

Islam tidak terbatas pada aktivitas ritual muslim yang sempit, tapi pedoman hidup bagi individu, masyarakat dan negara. Islam menentang kesewenang-wenangan manusia terhadap saudaranya. karena itu, kaum muslimin harus berjihad untuk mendapatkan kemerdekaan. Islam menyetujui prinsip-prinsip negara yang benar. Karena itu, kaum muslimin harus mengelola negara yang merdeka berdasarkan nilai-nilai Islam. Tujuan ini tidak terwujud jika kaum muslimin tidak punya keberanian berjihad untuk mendapatkan kemerdekaan, sesuai dengan nilai-nilai yang diserukan Islam. Mereka juga harus serius membentuk kader dari kalangan pemuda muslim yang terpelajar.

Saat diwawancarai dengan redaktur majalah Al -Wayul ISlami Kuwait di kediaman Muhammad Natsir pada tahun 1989, Muhammad Natsir berkata:

Saya tidak takut

masa depan, karena tidak ada bahaya. Masa depan milik Umat Islam, jika mereka tetap istiqomah, baik secara pribadi atau kolektif. Ketika redaktur bertanya tentnag tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam dirinya
dan mempengaruhi perjuangannya, Muhammad natsir menjawab: Haji Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna dan Imam Al-Hudhaibi.Sedangtokoh tokoh Indonesia adalah Syaikh Agus Salim dan Syaikh Ahmad Surkati.

Karya-Karya

Muhammad

Natsir

Banyak karya tulis yang ditinggalkan oleh Muhammad Natsir, baik yang terkait dengan dakwah atau pemikiran. Sebagian telah diterbitkan dalam bahasa Arab dengan jumlah lebih dari 35 buah buku, diantaranya adalah Fiqhud Dawah (Fikih Dakwa h) dan Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih salah satu dari dua jalan). Disamping itu masih banyak ceramah, riset, makalah Muhammad Natsir yang tersebar dan tidak dapat dihitung.

Akhir

Hidup

Hamba Allah Muhammad Natsir pulang kerahmatullah pada tanggal 5 Februari 1993 di Jakarta. Perjalanan hidupnya dalam menegakkan dawah Islam menjadi inspirasi bagi generasi penerus dakwah di Indonesia. :yihaa:

sumber: http://dunia.pelajar-islam.or.id/?p=1312

[hr]

Menyusuri

Jejak

Masa

Kecil

Natsir

http://www.padangkini.com/mozaik/?id=16

Sekilas

DR.

Muhammad 100th M

Natsir Natsir)

(mengenang

DR. Muhammad Natsir, atau pak Natsir begitu beliau biasa dipanggil, adalah sosok ulama

pejuang yang komplit. Begitu banyak kisah dan pelajaran yang bisa dituliskan tentang beliau (Beliau sendiri juga aktif menulis). Tetapi tentu saja kemampuan saya menuliskannya sangat terbatas. Tapi sayang, kini pak Natsir nyaris diabaikan dan terlupa.

Belakangan

pak

Natsir tetapi

diusulkan Natsir

jadi telah

pahlawan jadi

nasional, pahlawan

meskipun sebelum

tidak

jelas

kelanjutannya

diusulkan.

Baiklah untuk lekasnya, simak saja beberapa kiprah berikut jabatan strategis yang pernah diamanahkan kepadanya.

Diantaranya 1. 2. 3. Ketua Mendirikan dan

(tak Jong mengetuai

terurut Islamieten Yayasan Pendidikan

waktu) Bond, Islam di

: Bandung. Bandung. Bandung.

Direktur

Pendidikan

Islam,

4. Menerbitkan majalah Pembela Islam, dalam melawan propaganda antek-antek penjajah dan 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Kepala Memimpin Menjadi Sekretaris Anggota Badan Anggota Biro kaki Dewan Pendidikan Majelis pimpinan Sekolah Pekerja Al Kota Islam tangan Kabupaten Madya Ala (Bandung Indunisiya di (STI) Pusat asing. Bandung. Shiyakusho). (MIAI). Jakarta. Jakarta. (KNIP) MPRS.

Direktorat Tinggi Komite Anggota

Pendidikan, Islam Nasional

Indonesia

12. Pendiri dan pemimpin partai MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia). Dalam pemilu 1955, yang dianggap pemilu paling demokratis sepanjang sejarah bangsa, Masyumi meraih suara 21% (Masyumi memperoleh 58 kursi, sama besarnya dengan PNI. Sementara NU memperoleh 47 kursi dan PKI 39 kursi). Capaian suara Masyumi itu belum disamai, apalagi

terlampaui,

oleh

partai

Islam

setelahnya,

hingga

saat

ini.

13.

Menentang

pembentukan

Republik

Indonesia

Serikat

(RIS)

oleh

Belanda

dan

mengajukan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dikenal dengan Mosi Integrasi Natsir. Akhirnya RIS dibubarkan dan seluruh wilayah Nusantara kecuali Irian Barat kembali ke dalam NKRI dengan Muhammad Natsir menjadi Perdana Menteri-nya. Penyelamat NKRI, demikian presiden Soekarno menjuluki Natsir.

14.

Menteri

Penerangan

Republik

Indonesia.

15.

Perdana

Menteri

pertama

Republik

Indonesia.

16. Anggota Parlemen. Penentang utama sekulerisasi negara, pidatonya Pilih Salah Satu dari Dua Jalan; Islam atau Atheis di hadapan parlemen, memberi pengaruh yang besar bagi anggota parlemen dan masyarakat muslim Indonesia.

17.

Anggota

Konstituante.

18.

Menyatukan

kembali

Aceh

yang

saat

itu

ingin

berpisah

dari

NKRI.

19. Mendirikan dan memimpin Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), yang cabangcabangnya tersebar ke seluruh Indonesia.

20.

Wakil

Ketua

Muktamar

Islam

Internasional,

di

Pakistan.

21. Aktif menemui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina.

22. Anggota Dewan Pendiri Rabithah Alam Islami (World Moslem League), juga pernah menjadi sekjennya. Natsir adalah pemimpin dunia Islam yang amat dihormati Sekretaris Jenderal Rabitah Alam Islami meminta hadirin berdiri saat pak Natsir memasuki ruang sidang organisasi dunia Islam itu.

23.

Anggota

Majelis

Ala

Al-Alamy

lil

Masajid

(Dewan

Masjid

Sedunia).

24.

Presiden

The

Oxford

Centre

for

Islamic

Studies

London.

25. Pendiri UII (Universitas Islam Indonesia) bersama Moh. Hatta, Kahar Mudzakkir, Wahid Hasyim, dll. Juga enam perguruan tinggi Islam besar lainnya di Indonesia.

26. Ketika presiden Soeharto kesulitan menuntaskan konforontasi Indonesia-Malaysia (yang dimulai presiden Soekarno), berkat bantuan dan jasa hubungan baik Natsir dengan Perdana Menteri (PM) Tengku Abdul Rahman, Malaysia membuka diri menyelesaikan konfrontasi, dan Letjen TNI Ali Moertopo, Asisten Pribadi (Aspri) Presiden Soeharto, diterima/berunding pejabat Malaysia.

27. Berkat jasa hubungan baik Natsir dengan PM Fukuda juga, pemerintah Jepang bersedia membantu Indonesia setelah perekonomian negara ambruk di masa Orde Lama dan setelah pemberontakan G 30 S/PKI.

28. Karena jasa baik dan pengaruh ketokohan DR. Muuhammad Natsir pula, Presiden Soeharto diterima di negara-negara Timur Tengah dan Dunia Islam. Natsir adalah anak bangsa Indonesia yang pernah menjadi tokoh Dunia Islam yang begitu dihormati sepanjang sejarah Indonesiabahkan sampai sekarang.

Dan masih banyak lagi. Kiprahnya memang tak pernah selesai menjadi buah pembicaraan. Ketokohannya tidak hanya dikenal di Indonesia. Tapi juga di dunia Islam. Abdullah Al-Aqil dalam bukunya, Min Alami Al -Harakah wa Ad-Dawah Al-Islamiyah Al-Muashirah, menulis biografi singkat DR. Muhammad Natsir (satu-satunya dari Indonesia), beserta 70 tokoh dunia Islam lainnya dari dari berbagai negara. Diantara tokoh-tokoh itu ada Syaikh Umar Tilmisani, Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Abul Ala Al-maududi, Said Hawwa, Asy-Syahid Sayyid Quthb dan Abdullah Azam.

Sebuah majalah dari Kuwait pernah bertanya kepada pak Natsir tentang tokoh-tokoh yang berpengaruh pada diri dan perjuangannya. Jawabnya, Haji Syaikh Muhammad Amin Al Husaini, Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna dan Imam Hasan Al-Hudhaibi. Sedang tokohtokoh Indonesia adalah Syaikh Agus Salim dan Syaikh Ahmad Surkati.

Atas segala jasa dan kegiatannya pada tahun 1957 Natsir memperoleh bintang kehormatan dari Republik Tunisia untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika Utara. Tahun 1967 dia mendapat gelar Doktor HC dari Universitas Islam Libanon dalam bidang politik Islam, menerima Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 untuk pengabdiannya pada Islam dan Dr HC dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia pada tahun 1991 dalam bidang pemikiran Islam.

Natsir memang termasuk tokoh langka. Ini diakui salah satunya George McT Kahin, Guru Besar Cornell University. Saat pertama kali berjumpa dengannya di tahun 1948, pada waktu itu ia Menteri Penerangan RI, saya menjumpai sosok orang yang berpakaian paling camping (mended) di antara semua pejabat di Yogyakarta. Itulah satu-satunya pakaian yang dimilikinya, dan beberapa minggu kemudian staf yang bekerja di kantornya berpatungan membelikannya sehelai baju yang lebih pantas, mereka katakan pada saya, bahwa pemimpin mereka itu akan kelihatan seperti menteri betulan, kata Kahin

menceritakan

sosok

Natsir.

Muhammad Natsir, dalam tulisan lain ada yang menulisnya Mohammad Natsir/Mohd. Natsir/M. Natsir, adalah putra kelahiran Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 17, Juli 1908, dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Natsir adalah orang yang berbicara penuh sopan santun, rendah hati dan bersuara lembut meskipun terhadap lawan-lawan politiknya.

Ia juga sangat bersahaja dan kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang menjadi teman bicaranya. Mendapat ijazah perguruan tinggi dari Fakultas Tarbiyah Bandung. Mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Ia juga menerima gelar kehormatan akademik dari Universitas kebangsaan malaysia (UKM). Menjadi Perdana Menteri dalam usia 42 tahun, dan kembali ke haribaan Ilahi pada 6 Februari 1993 di Jakarta.

Demikian sekelumit catatan. Mudah-mudahan Anda tidak mencukupkan diri mengenal tokoh-tokoh Islam dari tulisan ini saja. Di tengah aktivitas online, kan Anda dapat menyisihkan sebagian waktu untuk berburu informasi tentang para pejuang Islam. Masih begitu banyak nama-nama besar dalam dakwah Islam di Indonesia saja. Belum dari belahan bumi lainnya. Betul?

sumber: http://qudrat.multiply.com/journal/item/54

PUISI

HAMKA

Untuk

NATSIR

http://myquran.org/forum/index.php/t...263.0/all.html

Sebuah Pemberontakan tanpa Drama Hidupnya tak terlalu berwarna. Apalagi penuh kejutan ala kisah Hollywood: perjuangan, petualangan, cinta, perselingkuhan, gaya yang flamboyan, dan akhir yang di luar dugaan, klimaks. Mohammad Natsir menarik karena ia santun, bersih, konsisten, toleran, tapi teguh berpendirian. Satu teladan yang jarang. DIA, Mohammad Natsir (17 Juli 19086 Februari 1993), orang yang puritan. Tapi kadang kala orang yang lurus bukan tak menarik. Hidupnya tak berwarna-warni seperti cerita tonil, tapi keteladanan orang yang sanggup menyatukan kata-kata dan perbuatan ini punya daya tarik sendiri. Karena Indonesia sekarang seakan-akan hidup di sebuah lingkaran setan yang tak terputus: regenerasi kepemim*pinan terjadi, tapi birokrasi dan politik yang bersih, kesejahteraan sosial yang lebih baik, terlalu jauh dari jangkauan. Natsir seolah-olah wakil sosok yang berada di luar lingkaran itu. Ia bersih, tajam, konsisten dengan sikap yang diambil, bersahaja. Dalam buku Natsir, 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, *Ge*orge McTurnan Kahin, Indonesianis asal Amerika yang bersimpati pada perjuangan bangsa Indonesia pada saat itu, bercerita tentang pertemuan pertama yang mengejutkan. Natsir, waktu itu Menteri Penerangan, berbicara apa adanya tentang negeri ini. Tapi yang membuat Kahin betul-betul tak bisa lupa adalah penampilan sang menteri. "Ia memakai kemeja bertambalan, sesuatu yang belum pernah saya lihat di antara para pegawai pemerintah mana pun," kata Kahin. Mungkin karena itulah sampai tahun iniseratus tahun setelah kelahirannya, 15 tahun setelah ia mangkattidak sedikit orang menyimpan keyakinan bahwa Mohammad Natsir merupakan sebagian dunia kontempo*rer kita. Masing-masing memaklumkan keakraban dirinya dengan tokoh ini. Di kalangan Islam garis keras, misalnya, banyak yang berusaha melupakan kedekatan pikirannya dengan demokrasi Barat, seraya menunjukkan betapa gerahnya Natsir menyaksikan agresivitas *misionaris Kristen di tanah air ini. Dan di kalangan Islam *moderat, dengan politik lupa-ingat yang sama, tidak sedikit yang melupakan periode ketika bekas perdana menteri dari Partai Masyumi* ini memimpin Dewan Dakwah* Islamiyah; seraya mengenang masa tatkala perbedaan pendapat tak mampu memecah-belah bangsa ini. Pluralisme, waktu itu, sesuatu yang biasa. Memang Mohammad Natsir hidup ketika persahabatan lintas ideologi bukan hal yang patut dicurigai, bukan suatu pengkhianatan. Natsir pada dasarnya antikomunis. Bahkan keterlibatannya kemudian dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), antara lain, disebabkan oleh kegusaran pada pemerintah Soekarno yang dinilainya semakin dekat dengan Partai Komunis Indonesia. Masyumi dan PKI, dua yang tidak mungkin bertemu. Tapi Natsir tahu politik identitas tidak di atas segalanya. Ia biasa minum kopi bersama D.N. Aidit di kantin gedung parlemen, meskipun Aidit menjabat Ketua Central Committee PKI ketika itu.

Perbedaan pendapat pula yang mempertemukan Bung Karno dan Mohammad Natsir, dan mengantar ke pertemuan-pertemuan lain yang lebih berarti. Waktu itu, pe*ngujung 1930-an, Soekarno yang menjagokan nasionalis*me- sekularisme dan Natsir yang mendukung Islam sebagai bentuk dasar negara terlibat dalam polemik yang panjang di majalah Pembela Islam. Satu polemik yang tampaknya tak berakhir dengan kesepakatan, melainkan saling mengagumi lawannya. Lebih dari satu dasawarsa berselang, keduanya "bertemu" lagi dalam keadaan yang sama sekali berbeda. Natsir menjabat menteri penerangan dan Soekarno presiden dari negeri yang tengah dilanda pertikaian partai politik. Puncak kedekatan Soekarno-Natsir terjadi ketika Natsir sebagai Ketua Fraksi Masyumi menyodorkan jalan keluar buat negeri yang terbelah-belah oleh model federasi. Langkah yang kemudian populer dengan sebutan Mosi Integral, kembali ke bentuk negara kesatuan, itu berguna untuk menghadang politik pecah-belah Belanda. Mohammad Natsir, sosok artikulatif yang selalu memelihara kehalusan tutur katanya dalam berpolitik, kita tahu, akhirnya tak bisa menghindar dari konflik keras dan berujung pada pembuktian tegas antara si pemenang dan si pecundang. Natsir bergabung dengan PRRI/Perjuang* an Rakyat Semesta, terkait dengan kekecewaannya terhadap Bung Karno yang terlalu memihak PKI dan kecenderungan kepemimpinan nasional yang semakin otoriter. Ia ditangkap, dijebloskan ke penjara bersama beberapa tokoh lain tanpa pengadilan. Dunianya seakan-akan berubah total ketika Soekarno, yang memerintah enam tahun dengan demokrasi terpimpinnya yang gegap-gempita, akhirnya digantikan Soeharto. Para pencinta demokrasi memang terpikat, menggantungkan banyak harapan kepada perwira tinggi pendiam itu. Soeharto membebaskan tahanan politik, termasuk Natsir dan kawan-kawannya. Tapi tidak cukup lama Soeharto memikat para pendukung awalnya. Pada 1980 ia memperlihatkan watak aslinya, seorang pemimpin yang cenderung otoriter. Dan Natsir yang konsisten itu tidak berubah, seperti di masa Soekarno dulu. Ia kembali menentang gelagat buruk Istana dan menandatangani Petisi 50 yang kemudian memberinya stempel "musuh utama" pemerintah Soeharto. Para tokohnya menjalani hidup yang sulit. Bisnis keluarga mereka pun kocar-kacir karena tak bisa mendapatkan kredit bank. Bahkan beredar kabar Soeharto ingin mengirim mereka ke Pulau Burupulau di Maluku yang menjadi gulag tahanan politik peng*ikut PKI. Soeharto tak memenjarakan Natsir, tapi dunianya dibuat sempit. Para penanda tangan Petisi 50 dicekal. Mohammad Natsir meninggalkan kita pada 1993. Dalam hidupnya yang cukup panjang, di balik kelemahlembut* annya, ada kegigihan seorang yang mempertahankan sikap. Ada keteladanan yang sampai sekarang membuat kita sadar bahwa bertahan dengan sikap yang bersih, konsisten, dan ber*sahaja itu bukan mustahil meskipun penuh tantang*an. Hari-hari belakangan ini kita merasa teladan hidup seperti itu begitu jauh, bahkan sangat jauh. Sebuah alasan yang pantas untuk menuliskan tokoh santun itu ke dalam banyak halaman laporan panjang edi*si ini.

__________________ Ke depan, tak boleh ada lagi pemimpin yang mengorbankan anak buahnya

Lonceng
http://republika.co.id/launcher/view...28/news_id/523

Natsir

Nama daerah itu makin terlupakan. Sama dengan sosok besar yang dilahirkan di dataran tinggi nan sejuk di Sumatra Barat ini. Lembah Gumanti kini lebih dikenal sebagai Alahan Panjang. Di situlah seratus tahun silam, tepatnya 17 Juli 1908, sang pengukir peradaban Islam itu berasal. Ia Mohammad Natsir.

Tak sedikit tokoh umat yang terinspirasi (atau merasa terinspirasi) oleh Natsir. Tokoh-tokoh yang pernah melejit sebagai 'intelektual muda Islam', hampir selalu pernah dianggap sebagai Natsir muda. Yusril Ihza Mahendra, misalnya. Juga Amien Rais. Anwar Ibrahim dari Malaysia pun tak luput dari masa dianggap sebagai Natsir muda. Tentu banyak nilai-nilai Natsir yang diserap para tokoh itu. Tapi, tak semua mampu mengikuti seluruh sisi Natsir. Ada yang gagal meneladani kesederhanaan dan kerendahatian Natsir. Ada yang kurang sesabar sosok ini.

Natsir juga bukan sosok yang selalu sabar. Sesekali ia juga masih tampak marah. Tetapi, dalam konteks membangun umat dan bangsa, ia seorang pendakwah sejati. Seorang yang selalu berpegang pada prinsip-prinsip kesantunan dan kesabaran dalam melangkah. Prinsip itu selalu dijaganya. Dengan kesantunan dan kesabaran ia jaga keutuhan bangsa dan umat ini. Baginya, bangsa dan umat bagai dua sisi berbeda dari keping mata uang yang sama. Langkah-langkahnya hampir selalu diperuntukkan bagi bangsa dan umat sekaligus.

Natsir sempat berpolemik panjang dengan Soekarno soal landasan bernegara. Tentu ia juga berseberangan aliran dengan Kasimo yang Katolik. Tapi, buat Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim ini, ia duduk dan berbagi pandang dengan mereka. Ketika bangsa ini terancam terbelah-belah, Natsir mengajukan 'mosi' yang mengukuhkan kesatuan Indonesia sebagai republik. Langkah yang sangat menguntungkan Soekarno dalam memimpin. Natsir pun tak risau ketika tak lama kemudian Soekarno seperti tak mengingat jasanya. Bahkan, menjebloskannya ke tahanan.

Hal serupa terjadi semasa Soeharto. Ia telah membantu Soeharto menata kembali negeri ini setelah carut-marut G30S/PKI. Setidaknya dialah yang menjadi kunci pembukaan hubungan kembali dengan Malaysia. Tapi, ia mendapat perlakuan yang tak semestinya ia dapatkan sebagai negarawan. Buat Natsir itu bukan soal. Ia berbuat dan berbuat semata untuk kebaikan bangsa dan negara. Bukan buat kegagahan, kekuasaan, dan harta sebagaimana kebanyakan kita. Ia, sekali lagi, seorang pendakwah sejati. Seorang yang mensyukuri setiap keadaan yang dihadapinya. Seberapa pun buruk keadaan itu. Ia akan antusias memperbaikinya. Ia seorang yang akan melihat gelas yang separuhnya berisi air sebagai 'setengah penuh'. Bukan 'setengah kosong'.

Dalam berpolitik untuk umat, Natsir telah mengukir karya yang hingga sekarang belum ada tandingannya. Baginya, keislaman akan selalu berjalan seiring dengan intelektualitas, profesionalitas. Partai Masyumi yang dibangunnya adalah representasi cara pandang itu. Baginya, berpartai bukan buat kedudukan dan harta. Berpartai adalah buat

memperjuangkan nilai-nilai kabangsaan dan keislaman yang mencakup intelektualitasprofesionalitas. Ini sisi lemah bangsa dan umat ini, hingga tertinggal dari bangsa lain. Banyak tokoh bangsa dan umat kita saat ini yang lemah dalam intelektualitas. Apalagi profesionalitas. Padahal, tak akan ada bangsa dan umat yang dapat maju tanpa itu.

Lima belas tahun silam sang pribadi itu meninggalkan hiruk-pikuk dunia ini untuk menghadap-Nya. Seabad kelahirannya sekarang seperti lonceng yang mengingatkan: tidakkah ini saat tepat buat merenung sejenak, belajar dari Natsir. __________________

http://hmasoed.wordpress.com/2008/04/16/amar-makrufnahi-munkar/ Amar Makruf Nahi Munkar


Posted April 16, 2008 by Buya Masoed Abidin in Buku Buya, Dakwah Komprehensif, Masyarakat Adat, Mohamad Natsir, Pesan Pesan Dakwah Mohamad Natsir.

Pesan Pesan Dakwah Mohamad Natsir

Amar Makruf Nahi Munkar Oleh : H Masoed Abidin Dewan Dakwah mengutamakan amar makruf nahi munkar berbentuk reaksi, sosial kontrol sering pula dengan kepeloporan. Ditujukan terhadap hal hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama, disikapi secara reaktif bil-hikmah. Artinya, Dewan Dakwah selalu mendukung pemikiran pemikiran baru jika bermanfaat dan tidak membingungkan umat, apalagi sampai menggoyang Aqidah. Maka wajar saja, jika di samping kegiatan sosial, Dewan Dakwah juga mengikuti perkembangan politik, terutama yang berkaitan dengan agama. Para pemimpin yang menggerakkan Dewan Dakwah sangat arif dalam membaca arus yang tengah berkembang. Baik arus politik maupun sosial budaya. Persepsi dan image buruk terhadap partai politik yang terbentuk pada zaman Orde Lama sebagai penyebab instabilitas semakin kental di zaman Orde Baru. Persepsi tersebut telah dijadikan senjata propaganda sistematis untuk meminggirkan peran partai dalam percaturan politik nasional. Sebagai gantinya penguasa dan meliter menjadikan Golkar sebagai mesin politik baru, yang sepanjang sejarah Orde Baru tidak mau menyebut dirinya partai. Upaya peminggiran partai ini diawali ketika Pemerintah mengajukan 3 Rancangan Undang-undang politik yaitu RUU tentang partai politik, RUU sistem Pemilu dan RUU politik dalam legislatif. Menyadari besarnya ancaman ketiga RUU itu terhadap eksistensi partai, anggota DPR waktu itu berusaha menggagalkan usaha pemerintah ini. Namun tanpa sepengetahuan mereka, pada bulan Juli 1967, Soeharto melakukan negosiasi politik dengan para pimpinan partai yang hasilnya dikemudian hari dikenal dengan konsesus nasional. Pertama, pemilihan akan dilaksanakan dengan sistem list (daftar) sebagaimana yang dikehendaki pimpinan partai. Kedua, keanggotaan DPR diperbesar dari 347 orang menjadi 460 orang. Ketiga, pemerintah berhak mengangkat 100 orang anggota DPR (75 mewakili kepentingan militer dan 25 mewakili kepentingan sipil non partai). Dan mengangkat sepertiga anggota MPR. Keempat, anggota ABRI melepaskan hak pilih mereka dalam pemilihan umum. Konsesus yang mengubah peta politik parle-menter Indonesia ini meski jelas merugikan partai. Sungguhpun begitu, tetap diterima oleh sebahagian para pimpinan partai karena mereka optimis akan memenangkan pemilihan umum.

Konsesus ini telah menimbulkan kemarahan banyak para politisi partai di DPR. Akibatnya, selama tahun 1967-1968 Soeharto mengeluarkan mereka dari legislatif dan menggantikannya dengan orang-orang-nya. Masih dalam rangka melumpuhkan partai, keluarlah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1970 yang intinya melarang pegawai negeri menjadi anggota partai politik. Dan menetapkan pegawai-pegawai negeri harus memiliki monoloyalitas (kesetiaan tunggal) kepada pemerintah. Dalam hal ini memilih Golkar. Mereka yang bersikeras menjadi anggota Partai Politik, apalagi menjadi pengurusnya, harus rela keluar sebagai pegawai negeri. Arus mencemaskan di bidang budaya berupa derasnya kebangkitan nativisme yakni kepercayaan dan anutan anutan yang dianggap dari nenek moyang yang dilestarikan secara turun temurun. Kebangkitan kepercayaan dan pelestarian anutan nenek-moyang ini, yang bila dilihat bertolak belakang dengan ketentuan ayat-1 dari pasal 29 UUD 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ternyata mempunyai korelasi dengan proses sekularisasi atau spatialisasi pada kehidupan kemasyarakatan. Proses modernisasi dibarengi dengan industrialisasi, urbanisasi, sekularisasi, secara besar besaran membawa perubahan sangat berarti dalam semua dampak sosio politiknya. Telah menyebabkan makin cairnya pandangan ideologis umat dan bangsa. Masyarakat industri, memang memiliki kecenderungan untuk mengalami sekularisasi. Suatu upaya, yang memisahkan sektor sektor sosial budaya dari dominasi agama. Sekularisasi yang berpangkal dari faham sekularisme materialisme berkembang lebih cepat pada masyarakat indusri. Sekularisme cenderung untuk meniadakan peranan agama. Sekalipun kemungkinan bahwa agama sekedar mempunyai tempat dan kotak, berupa spatialisai agama, hanya memerani bidang Rohaniah. Namun katanya sangat impoten sangat berperan dalam bidang kemasyarakatan yang lain. Suatu kekhawatiran terbesar umat Islam dan bangsa Indonesia masa kini dan mendatang, adalah timbulnya masyarakat yang dikotakkan kedalam kelas kelas, berdasar kepentingan dan penguasaan ekonomi yang berbeda. Dan, mungkin sekali saling bertentangan. Kecenderungan kearah pengkelasan dalam masyarakat terlihat semakin meningkat pada tiga dasawarsa terakhir. Berakibat kepada beban dakwah umat Islam menjadi semakin berat. Dakwah Islam tidak semata harus menghadapi pemudaran dan pendangkalan nilai nilai agama. Tetapi, dipaksa mesti juga berhadapan dengan fragmentasi sosial ke dalam kelas kelas ekonomi, pemilikan, dan materi. Kebijakan perjuangan Islam menjadi bersifat ganda. Di satu pihak, umat Islam mempunyai tugas nasional. Mencegah pengkelasan masyarakat yang diakibatkan oleh sistem politik yang pragmatis. Menerapkan secara aktual ekonomi berbasis kerakyatan. Di lain pihak, umat Islam ingin mencegah sekularisasi. Tugas ganda ini bertumpu pada keyakinan bahwa Islam sebagai agama dan pandangan hidup, harus mencegah pengkelasan masyarakat. Pengkelasan masyarakat secara pasti mengarah dan berdampak kepada sekularisasi kehidupan. Arus dari aliran spiritualisme nativisme sampai batas tertentu mempunyai ra ison detre. Berhubung masyarakat industri selalu mempunyai ke cenderungan alienasi, yang diduganya dapat di tolong oleh spiritualisme yang merupakan terapi psikologis. Spritualisme dianggap sampah masyarakat perasaan tidak aman warga masyarakat Industrial. Lahir pula masyarakat dengan ilmu yang banyak diatas alas keimanan yang tipis. Too much science, too little faith. Usaha yang perlu dijalankan untuk mengatasi gejala sekularisme dan nativisme dapat bersifat teoritik dan empirik. Menghadapi sekularisme, secara teoritik Islam sudah mempunyai khasanah pustaka yang cukup luas. Tinggal memasyarakatkannya, dan mengaktualisasikannya. Dengan demikian garis besar upaya mencegah sekularisme ialah pengintregasian ilmu ilmu secara teoritk dalam sistem keagamaan.

Secara empirik, penanggulangan sekularisme adalah pengintregasian sistem budaya dalam sistem sosial dengan ajaran agama. Tugas dakwah dalam menghadapi sekularisme menjadi sangat penting. Nativisme, dapat dihadapi dengan ketinggian spiritualisme Islam. Maka, secara teoritik sebenarnya, ajaran Islam dengan mudah dapat mengatasinya. Dalam menghadapi sekularisme dan nativisme, persoalan yang tersulit adalah masalah kelem bagaan. Senyatanya umat Islam cukup memiliki berbagai sumber daya, lembaga dan sumber ideologis bila mau berpedoman dari Risalah agama. Masalahnya kini adalah usaha berketerusan memanfaatkan dan mengarahkan dakwah di bidang sosial budaya. Guna menahan arus sekularisme. Pada dasarnya nativisme timbul dari kepercayaan terhadap warisan nenek moyang. Ditopang kesederhanaan berfikir. Sama sekali bukan dikarenakan sifat sifat tercela yang membuat mereka terjauh dari cahaya ilahi (Aqidah tauhid). Tidak semua warisan nenek moyang mesti ditinggalkan, ada yang masih bisa dipakai selama tidak bertentangan dengan aqidah Islamiyah. Warisan nenek moyang yang sesuai dengan Islam dapat dilestarikan. Bahkan dapat dikembangkan secara baik baik, mengharapkan kembali ruhul Islam. Persoalan sekularisme dan nativisme menjadi makin kompleks, karena adanya jalinan kerjasama antara dua kekuatan sosial budaya. Kerjasama ini terjadi karena mereka mempunyai kepentingan yang sama. Keuntungan politik yang diperoleh nativisme selama ini, mempunyai latar belakang sosial dan sejarah. Nativisme kebanyakan didukung oleh kebanyakan keturunan para priyayi (aristokrat), yang kemudian menjadi birokrat. Secara historis pernah dalam masa yang panjang telah mempunyai jarak dengan budaya Islam. Melalui dakwah yang intensif akan terpintal tali jarak sosial antara priyayi dan santri yang semakin dekat. Kondisi ini dapat diharapkan membawa perkembangan sejarah sendiri. Pada ujungnya akan cenderung untuk menyusutkan dukungan priyayi birokrat kepada nativisme. Proses yang natural ini, akan terjadi sesudah masa generasi yang sekarang berada dalam birokrasi itu, berakhir. Proses sejarah ini bisa dipercepat, dengan dakwah yang lebih intensif. Karena itu perlu di tumbuhkan potensi umat. Unsur-unsur yang ingin memojokkan umat Islam kini sedang bekerja keras. Kekuatan-kekuatan asingpun telah bermain. Kita harus memperhatikan berbagai kegiatan yang ingin memojokkan umat Islam dengan cermat dan teliti. Sehingga, maksud mereka yang sebenarnya jangan sempat terbuka lebar. Jangan sampai terulang peristiwa masa lalu yang menyakitkan. Mereka yang bermain, kita sama kita sesama antara umat Islam dengan penguasa menjadi jauh. Dan akhirnya bukan saja kehidupan berbangsa terganggu, bahkan integrasi bangsa pun terancam. Tanda-tanda disintegrasi bangsa sudah mulai ada yang melihatnya.

Mengawal Posisi Umat, Pesan Pesan Dakwah Mohamad Natsir


akwah Mohamad Natsir Mengawal Posisi Umat PEMBINAAN DAN PEMBELAAN Gerakan Dakwah sadar ada kewajiban untuk melanjutkan tugas risalah Islamiyah yang dibawa Rasulullah SAW. Melalui kewajiban dakwah dikandung tujuan mulia. Menciptakan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil alamin). Sudah menjadi tabiat pembawaan, setiap risalah pasti menghadapi tantangan.

Dalam menghadapi tantangan perlu kesiapan untuk bisa memberikan jawaban sewaktu-waktu. Karena itu tugas dakwah senantiasa mengandung dua sisi yang krusial dan pentin g, binaan wa difaan, membina dan mempertahankan. Membina yang sudah muslim sejak lahir, atau yang baru masuk Islam adalah tugas Dakwah Islamiyah. Membela Islam dan umatnya dari mereka yang tidak senang melihat kemajuan umat Islam atau yang melihat Islam sebagai rivalnya. Dakwah Islam berpedoman kepada Risalah Rasulullah menuntut adanya gerakan berkesinambungan. Pada gilirannya pula perlu pengorganisasian gerak. Suatu gagasan bisa diwujudkan secara nyata (aktual) hanyalah karena adanya nidzam yang terang dan teratur rapi. Nidzam ini merupakan perangkat utama dalam rangkaian harakah dakwah ilaa Allah. Mohamad Natsir mengingatkan, bila organisasi cara modern belum mampu diwujudkan, langkah pertama mesti dijaga adalah berupaya mengokohkan dan selalu meningkatkan persaudaraan. Kunci keberhasilan terletak pada upaya bersama, membulatkan persaudaraan itu. Usaha ini menjadi gerakan antisipatif terhadap arus globalisasi negatif di abad sekarang. Penyatuan gerak dan program terpadu wajib dibangun dengan koordinasi. Seiring perkembangan zaman, kajian-kajian terus menerus dan komprehensif mesti dihidupkan. Mencetak tenaga-tenaga muda yang cerdas, berkemauan kuat, ihklas dan trampil, mesti segera dilakukan dalam program kadernisasi. Menghidupkan gerakan masyarakat bersama (Social Movement) dalam bentuk Forum Kerjasama Umat menjadi sangat strategis. Dari sini dapat dicanangkan kesadaran menghapus kemaksiatan dan berlomba menjadikan negeri bersih melalui bimbingan dakwah agar umat berperangai mulia terpuji dan selalu memelihara nilai-nilai Islami. Pembinaan kerjasama dengan lembaga dakwah yang ada dalam memerangi kemiskinan, dan bahaya pemurtadan, menjadi salah satu tuntutan di zaman ini. Perlu ada pusat pengumpul dan penjaji informasi tentang bahaya dan perusakan nilai-nilai akidah dan budaya yang terjadi di daerah-daerah. Suatu kemestian membentuk Litbang Dakwah yang memberikan saran-saran positif mendukung gerakan mendidik umat bersatu mewujudkan kesepakatan dalam ; Pemantauan upaya-upaya permutadan. Antisipasi terhadap ajaran sesat. Mensosialisasikan hasil-hasil pertemuan. Mengukuhkan fatwa agama Islam kepada seluruh masyarakat dan pemerintah. Mempertegas hubungan mekanisme kerja lembaga-lembaga dakwah yang ada. Mendukung dan memberi saran untuk pembangunan kehidupan bernegara secara holistik dalam panduan syariat Islam. Menyiapkan konsep-konsep kotbah, sharing informasi pembangunan akhlak umat. Berupaya dengan semua pihak untuk menutup peluang tumbuhnya prilaku maksiat dalam bentuk apapun pada kehidupan generasi muda di tanah air. Di sini terletak kekuatan meraih kemenangan. Perlu diingat bahwa, kemenangan adalah kelanjutan dan buah dari jihad. Seperti beras menjadi buahnya batang padi. Tentu akan mustahil bila tiada orang menanam padi akan bisa saja ditemukan beras. Mustahil pula manusia yang tidak mau berjihad, akan mendapatkan saja kemenangan. Umat mesti digerakkan untuk menyingsingkan lengan baju. Bekerja sungguh-sungguh. Merampungkan sekian banyak bengkalai yang belum jadi. Permulaan jihad adalah menghapus enggan dan lalai.

Firman Allah memerintahkan untuk, Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong. (QS.22,Al-Hajj, 78 ) Dakwah bergerak dalam kerangka jihad fii-sabilillah dengan menghidupkan giat dan sabar untuk memikul tugas kewajiban. Dari sini lahir tuntutan perlunya berorganisasi agar dapat menyalakan semangat berjihad. Secara umum, institusi berjamaah dalam kalangan umat Islam Indonesia telah berkembang lama dalambentuk organisasi formal dan non formal. Organisasi formal jelas strukturnya. Eksistensi formal organisasi dan statusnya diakui oleh berbagai kalangan dalam dan di luar organisasi itu. Kegiatan utama himpunan anggotanya, dapat berciri vertikal atau horisontal, integral atau sektoral. Organisasi non formal, terlihat pada ikatan jamaah anggotanya yang bersifat tidak formal yang terbentuk karena kesatuan idea atau kesamaan kegiatan. Dok.HMA. PARA DUAT, IMAM KHATIB DAN PEMUKA MASYARAKAT TEKUN MENDENGAR TAUSHIYAH BAPAK MOHAMAD NATSIR DI ISLAMIC CENTER PADANG . Kepemimpinan lebih bersifat fungsional. Jamaah dan anggotanya bersifat terbuka, heterogen dan non afiliatif. Di antara anggotanya ada yang eksplisit sebagai jamaah masjid, jamaah kampus, jamaah pengajian, majlis talim. Walau tidak sebagai jamaah, kegiatannya masih Islami, seperti kegiatan sosial ekonomi, arisan, koperasi, paguyuban, budaya dan seni, yang tetap dijiwai ajaran Islam. Keadaan organisasi Islam non formal, seperti jamaah mesjid tersebut tumbuh dengan sifat amat heterogen. Tampak pada jamaahnya bercampur beragam dalam umur, tidak tua dan muda, tidak pula kepada tingkat pengetahuan. Berbaur antara awam dan intelektual. Hubungan-hubungan berdasar ikatan paternalistik yang sering menyebabkan ikatannya dirasakan longgar. Syarat utama menjadi muslim yang baik adalah bermanfaat terhadap orang lain. Seluruh makhluk hakikatnya adalah keluarga Allah, yang disayangi Allah adalah yang bermanfaat sesama. ( . ) Orang-orang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang, maka sayangilah penduduk bumi agar yang di langit ikut pula menyayangimu. (HR.Abu Daud). Perlu diingat, yang paling banyak diperhatikan umat hanya yang paling banyak memperhatikan kepentingan umatnya itu. Konsekwensinya, setiap dai harus siap untuk menerima segala cobaan dari Allah dalam menjaga umatnya. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang -orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya?. (QS.12,Yusuf:109). Masyarakat dan lingkungan adalah satunya lapangan operasinya para dai, tempat berdakwah s epanjang hidup. Pentingnya organisasi sebagai alat perjuangan terbukti dalam lintasan sejarah. Juga dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia secara sahih.

Perjuangan bangsa Indonesia diwarnai pergerakan organisasi kemasyarakatan. Baik itu di bidang politik dan non politik. (Tulisan ini bagian dari Pesan Pesan Dakwah Mohamad Natsir, Dakwah Komprehensif, dihimpun H.Masoed Abidin, bukubyha@masoedabidin.com)

Puisi ini ditulis Hamka di Ruang Sidang Konstituante pada 13 November 1957, setelah mendengar pidato Moh. Natsir di Majlis Konstituante:
Kutip

Natsir mengupas tuntas kelemahan sekularisme, yang dia katakan sebagai paham tanpa agama, atau la diiniyah. Sekularisme, kata Natsir, adalah suatu cara hidup yang mengandung paham, tujuan, dan sikap hanya di dalam batas keduniaan. Seorang sekularis tidak mengakui adanya wahyu sebagai salah satu sumber kepercayaan dan pengatahuan. Ia menganggap bahwa kepercayaan dan nilai-nilai itu ditimbulkan oleh sejarah ataupun oleh bekas-bekas kehewanan manusia semata-mata dan dipusatkan kepada kebahagiaan manusia dalam kehidupan sekarang ini belaka, ujar Natsir. Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar negara RI. Kata Natsir, Jika dibandingkan dengan sekularisme yang sebaik-baiknya pun, maka adalah agama masih lebih dalam dan lebih dapat diterima oleh akal . Setinggi-tinggi tujuan hidup bagi masyarakat dan perseorangan yang dapat diberikan oleh sekularisme, tidak melebihi konsep dari apa yang disebut humanity (perikemanusiaan). Yang menjadi soal adalah pertanyaan, Dimana sumber perikemanusiaan itu?

Puisi Hamka untuk NATSIR ...

Meskipun bersilang keris di leher

Berkilat pedang di hadapan matamu

Namun yang benar kau sebut juga benar

Cita Muhammad biarlah lahir

Bongkar apinya sampai bertemu

Hidangkan di atas persada nusa

Jibril berdiri sebelah kananmu

Mikail berdiri sebelah kiri

Lindungan Ilahi memberimu tenaga

Suka dan duka kita hadapi

Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu

Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi

Ini berjuta kawan sepaham

Hidup dan mati bersama-sama

Untuk menuntut Ridha Ilahi

Dan aku pun masukkan

Dalam daftarmu .......!

Mohammad Natsir : Berdakwah Di Jalur Politik, Berpolitik Di Jalur Dakwah


ISBN: Author: Publisher: Year: No of Pages: Product ID: 9789834442903 WADAH & KUIS WADAH & KUIS 2009 147 387

"Dia tidak bakal berpakaian seperti seorang menteri, namun demikian dia adalah seorang yang amat cekap dan penuh kejujuran; jadi kalau anda hendak memahami apa yang sedang terjadi dalam Republik, anda seharusnya berbicara dengannya." Haji Agus Salim "Saya merasakan pengkaji-pengkaji Islam kontemporer di barat tidak berlaku adil terhadap Natsir dan perjuangan umat Islam Indonesia, Sekiranya mereka mengkaji pemikiran Natsir dan Gerakan Masyumi serta sejarah "demokrasi konstitusional" di Indonesia sebelum dihancurkan oleh Orde Lama, persoalan compatibility atau kesejajaran Islam dan demokrasi itu tidak akan timbul." Anwar Ibrahim

"Izinkanlah kami anak-anak yang ingin belajar berjuang, untuk ikut menumpang berteduh di bawah naungan kepimpinan Bapak. Alangkah bahagianya, andainya kami, anak-anak yang mendambakan kasha sayang orang tua, juga diizinkan untuk ikut memiliki Bapak." Siddiq Fadzil

Price: MYR 35.00


EMINAR SERANTAU MEMPERINGATI 100 TAHUN PAHLAWAN NASIONAL BAPAK MOHAMAD NATSIR SABTU 10 JANUARI 2009 PKK, KUIS, BANGI, SELANGOR ANJURAN WADAH & KUIS Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH) (1947-05-7)No 8, Jalan Surada Satu, Taman Desa Surada43650 Bandar Baru BangiSelangor Darul Ehsan (Tel) 603-8925 2344(Fax) 6038922 2561Mel-e : wadahpusat@gmail.com Biografi Bapak Mohammad Natsir ; Menyuarakan Nurani Umat

Bumi Minangkabau, tepatnya Kampung Jambatan Baukia Alahan Panjang, negeri dingin di balik Gunung Talang Solok menjadi saksi kelahiran Pembawa Hati Nurani Ummat, tokoh yang kemudian mendunia, pemikir dan pemimpin politik.

Mohamad Natsir, pada 17 Juli 1908. Putra Sutan Sari Pado dan Khadijah yang kemudian menjadi tokoh nasional bahkan aset internasional dari berbagai segi: agama, politik, sosial budaya, ilmu pengetahuan, keteladanan, pemikiran, bahkan menjadi mata air kajian ilmiah dalam berbagai seminar, simposium, untuk skripsi, thesis serta disertasi para doktor berbagai disiplin ilmu . Masa kanak-kanak beliau lalui di tengah pergolakan pemikiran para tokoh besar pembaharu dari Ranah Minang. Belajar di pendidikan dasar Sekolah Belanda, Bapak Mohamad Natsir kecil dengan tekun mengikuti gebrakan para tokoh besar di negerinya. Dari usia delapan

tahun (1916) sampai 15 tahun (1923) Bapak Mohamad Natsir remaja menggali kekayaan para ulama itu di HIS Adabiyah Padang dan Madrasah Diniyah Solok. Bapak Mohamad Natsir aktif dalam Jong Islamiten Bond Padang sewaktu melanjutkan pendidikan ke MULO Padang tahun 1923. Masih dalam jalur pendidikan Belanda, beliau melanjutkan pendidikan ke AMS (A2) di Bandung. Kesempatan tersebut membawa beliau berkenalan dengan ustaz A. Hassan, tokoh PERSIS (Persatuan Islam) garis keras, yang membimbing beliau melakukan studi tentang Islam. Dengan ustaz ini beliau mengelola majalah "Pembela Islam" sampai tahun 1932. Bapak Mohamad Natsir secara formal mengikuti pendidikan barat di sekolah-sekolah Belanda. Beliau selesaikan pendidikan Al Gemene Middel School di Bandung dalam kajian Kesusastraan Barat Klasik. Sebenarnya beliau punya kesempatan memperoleh besiswa untuk melanjutkan sekolahnya ke Leiden pada pendidikan yang lebih tinggi. Namun beliau memilih mendalami kajian keagamaan melalui ustaz A. Hassan yang dikenal dengan ulama yang berpaham radikal dan jadi sesepuh organisasi sosial keagamaan. Beliaupun menolak tawaran bekerja sebagai pegawai negeri pemerintah Hindia Belanda dan lebih tertarik menekuni dunia pendidikan. Obsesi itu membuat ia mendirikan Yayasan Pendidikan Islam di Bandung sekaligus menjabat Direktur dari tahun 1932-1942. Keluasan wawasannya mencuat kepermukaan setelah dapat menguasai beberapa bahasa asing sebagai alat untuk menggali buku-buku tokoh kelas dunia. Bapak Mohamad Natsir mulai berkecimpung dalam dunia politik setelah beliau menjadi anggota PII (Partai Islam Indonesia) pada awal tahun 40 an, memimpin organisasi yang terkenal radikal untuk bumi pancasila. Majelis Al Islam A'la Indunisiya (MIAI) semakin berkiprah setelah kepemimpinannya. Bahkan dalam masa penjajahan Jepang ( 1942-1945) sesepuh dari berbagai kalangan ini masih sempat jadi kepala bagian di Pemerintahan Daerah Bandung sekaligus merangkap sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) Jakarta.

Di samping itu, saat Pemerintah Jepang berkuasa di negeri Ini, terbentuklah Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) di bawah kepemimpinannya. Kiprah politiknya semakin menanjak semenjak beliau tampil jadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tahun 1945-1946 dan menjabat anggota DPR Sementara di tahun 1948 menjabat sebagai Menteri Penerangan. Karier politiknya sampai ke puncak ketika ia dilantik menjadi Menteri Penerangan Republik Indonesia. Peranan beliau amat menentukan dalam

penyelamatan untuk tetap mempertahankan bentuk Republik sesuai dengan amana Proklamasi 1945, pada tahun 1950-an. Mosi Integrasinya adalah manuver politik yang mengantarkan dia menjadi Perdana Menteri pada usia 42 tahun. Kariernya sebagai politikus mengalami pasang surut setelah bergesekan dengan dinding kekuasaan Demokrasi Terpimpin, yang menjadikan angin segar bagi Komunis pada saat itu. Di tengah gelombang politik yang semakin menggelora, Moh. Natsir berada di "tengahtengah arus" oposan yang digalang oleh para Panglima militer di berbagai daerah dengan wujud PRRI ( Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). Dengan hadirnya beliau di barisan oposisi ini, konflik semakin merebak hingga agresi fisik dan bentrokan senjata tidak bisa dihindari. Dengan "dalih" tuduhan subversif, Bapak Mohamad Natsir terpaksa meringkuk di belakang terali besi selama 7 tahun, tanpa proses peradilan di Batu Malang Jawa Timur. Status sebagai tahanan politik berakhir tahun 1966 di Rumah Tahanan Militer (RTM), Jakarta. Bapak Mohamad Natsir menghirup udara kebebasan setelah Presiden Soekarno jatuh dari kursi kepresidenannya. Sebagai seorang panutan umat, ia selalu tampil untuk menyuarakan nurani umat, kendatipun kadang-kadang dengan mempergunakan nama samaran. Dengan menggunakan nama samaran Moechlis di majalah "Pembela Islam" awal tahun 1930an. Ia tampil meneriakkan berbagai masalah umat yang berkaitan dengan hubungan inter dan antara umat beragam, politik, kebudayaan, ekonomi dan berbagai dilema yang tersentuh oleh realitas yang kadang-kadang sempat menyentuh hal-hal sensitif sehingga ia harus berhadapan dengan pemegang kekuasaan.

Sejak tahun 1967, di samping sebagai Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) sampai akhir hayatnya, kepiawaiannya sebagai seorang pemikir dan aktivis dakwah tidak hanya bergema di negeri tercinta ini akan tetapi menjulang tinggi dalam harokah (pergerakan) Islam International. Aktif sebagai anggota Muslim League Makkah (1969-1993), berkiprah di Majlis A'la Al Alamy li Masjid di Makkah kemudian menjabat wakil presiden World Moeslim Congress (Muktamar Alam Islami) Karachi di Pakistan (1967-1993). Juga ikut membidani The International Islam Charitable Foundation, Kuwait dan Oxford Center For Islamic Studies di Inggris. Sebelum melambaikan tangan selamat tinggal pada 6 Februari 1993 di Jakarta, tokoh kawakan ini masih sempat meninggalkan jejak perjuangan berupa khazanah intlektual dan buku-buku yang bernuansa dakwah seperti Fiqhud Dakwah, Islam dan Akal Merdeka, Fungsi Dakwah Perjuangan, Tugas Ulama, Kapita Selecta dan masih banyak lainnya.

Mohamad Natsir memang punya peran khusus yang tidak bisa dilupakan oleh sejarah bangsa dan negara ini.

berdakwah di jalur politik, berpolitik di jalur dakwah

M. Natsir, Mohd Asri Abdul, Mohd Halimi Abdul Hamid, Rahmah Hashim, Wadah Pencerdasan Umat Malaysia, Kolej Universiti Islam Antarabangsa Selangor

Bersama Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH) [dan] Kolej Universiti Islam Antarabangsa Selangor (KUIS), 2009 - 122 pages Mohammad Natsir, an Indonesian Muslim scholar and former Prime Minister and his role in politics and Islamic propagation; festschrift in honor of his 100th anniversary.

100 years commemorating Bapak Muhammad Natsir

Jan 10, 2009


Muhammad Natsir was born on July 17, 1908 in Alahan Panjang, West Sumatra, Indonesia. His father worked as a Dutch Indies government employee and the grandfather was reknown ulama in his hometown. His parents

descended from Maninjau, part of Minangkabau ethnic group. At an early age, Natsir received two education system. Western system in HIS Solok and Islamic system in his secondary school in Pesantren that was lead by Haji Rasul followers. On 1923, Natsir received the scholarship from MULO, Padang, and completed his formal education in AMS, Bandung. Apart from that he has risen to be the Prime Minister of Indonesia from 5th September 1950 to April 26, 1951. There has never been any event commemorating 100 years of any personalities in Indonesia attended by so many participants as what happened in the Convention Centre of International College University Islam Selangor in Bangi on Jan 10, 2009. Mohamad Natsir as an Indonesia hero fighting independence and struggle for the enhancement of Indonesian people liberising their minds and provide the way for peaceful transition from the Dutch colonial masters. The opening speech was made by Tan Sri Khalid Ibrahim, the Chief Minister of Selangor and the Key Note Address was given by Dato Sri Anwar Ibrahim, representing the Malaysian people and was a personal friend of Bapak Muhammad Natsir. He then launch the book

BERDAKWAH DIJALUR POLITIK, BERPOLITIK DI JALUR DAKWAH


Among the attendees were his daughter Ibu Asma Faridah Saleh, Prof Dr Redzuan Othman as the moderator, Dato Dr. Siddik Fadhil with other speakers like Prof Dr Laode, M Kamaluddin, Chris Siner Key Timu, Prof Madya Muhammad Nur Manuti, Syuhada Bahari, Prof Dr Mohd Kamal Hassan, Dr, Gamal Abdul Nasir Hj Zakaria from Brunei.insanMaya Sdn Bhd contributed the Multimedia presentation for the launching after the book was launched. It reflects a 3-4 minutes multimedia clip depicting the history of Pak Natsir since his early ages running through a wall of time chart moving with a pure Indonesian traditional music as background

M. Natsir, dakwah dan pemikirannya [Unknown Binding]


Thohir Luth (Author)

thoughts of M. Natsir on politics and Islam in Indonesia.

Product Details

Unknown Binding: 164 pages Publisher: Gema Insani; Cet. 1 edition (1999)

You might also like