Professional Documents
Culture Documents
ASCARIS LUMBRICUIDES
1. Ascaris lumbricoides :
Cacing betina ukurannya lebih besar daripada cacing jantan dan dinding posterior cacing
jantan terdapat kait yang digunakan untuk reproduksi seksual. Tubuhnya licin karena
terselubungi lapisan kutikula yang terbuat dari protein.
Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang disebut Askariasis. Mereka hidup di
rongga usus halus manusia. Berukuran 10-30 cm untuk cacing jantan dan 22-35 cm
untuk cacing betina. Satu cacing betina Ascaris lumbricoides dapat berkembang biak
dengan menghasilkan 200.000 telur setiap harinya. Telur cacing ini dapat termakan oleh
manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Telur ini akan menetas di usus,
kemudian berkembang jadi larva menembus dinding usus, lalu masuk ke dalam paru-
paru. Masuknya larva ke paru-paru manusia disebut terinfeksi sindroma loeffler. Setelah
dewasa, Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerap makanan
disana, disamping tumbuh dan berkembang biak.
Inilah yang menyebabkan seseorang menderita kurang gizi karena makanan yang masuk
diserap terus oleh Ascaris lumbricoides. Di Indonesia, penderita Askariasis didominasi
oleh anak-anak. Penyebab penyakit ini bisa karena kurangnya pemakaian jamban
keluarga dan kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.
2. Ascarismegalocephala
Persis sepeti Ascaris lumbricoides namun hospes tetapnya adalah hewan kuda di dalam
ususnya.
3. AscarissuilaeAscarissuum
Persis seperti Ascaris lumbricoides namun hospes tetapnya adalah hewan babi di dalam
ususnya
4. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
Merupakan cacing tambang Hidup di dalam Duodenum manusia menyebabkan
Ancylostomiasis.Cacing ini memiliki dua jenis yaitu Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale. Disebut cacing tambang karena dahulunya banyak ditemukan pada buruh
tambang di eropa. Necator americanus menyebabkan penyakit nekatoriasis dan
Ancylostoma duodenale menyebabkan penyakit ankilostomiasis. Kedua jenis cacing ini
banyak menginfeksi orang-orang di sekitar pertambangan dan perkebunan. N.
americanus dan A. duodenale hidup di rongga usus halus dengan mulut melekat pada
daging dinding usus.
Tubuh Necator americanus mirip huruf S. Panjang cacing betina kurang lebih 1 cm.
Setiap satu cacing dapat bertelur 9000 ekor per hari. Sementara itu panjang cacing
jantan kurang lebih 0,8 cm. Ancylostoma duodenale lebih mirip dengan huruf C. Setiap
ekor Ancylostoma duodenale dapat menghasilkan 28.000 telur per hari.
Telur cacing tambang keluar bersamaan dengan feces. Dalam waktu 1-1,5 hari, telur
akan menetas menjadi larva, yang disebut larva rhabditiform. Tiga hari kemudian larva
berubah lagi menjadi larva filarifom dimana larva ini dapat menembus kulit kaki dan
masuk ke dalam tubuh manusia. Di tubuh manusia, cacing tambang bergerak mengikuti
aliran darah, menuju jantung, paru-paru, tenggorokan, kemudian tertelan dan masuk ke
dalam usus.
Di dalam usus, larva menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah. Setiap ekor
cacing N. americanus akan menghilangkan 0,005-1 cc darah per hari sedangkan setiap
ekor cacing A. duodenale akan menyebabkan manusia kehilangan 0,08-0,34 cc per hari.
Oleh karena itulah, cacing tambang menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan
anemia pada manusia.
Di Indonesia, insiden akibat cacing tambang tinggi pada daerah pedesaan, terutama
perkebunan. Infeksi cacing ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat desa yang BAB di
tanah dan pemakaian feces sebagai pupuk. Selain lewat kaki, cacing tambang juga bisa
masuk ke tubuh manusia melalui makanan yang masuk ke mulut.
Cacing Cambuk. Dalam bahasa latin cacing cambuk disebut Trichuris trichiura. Nama
penyakit yang ditimbulkannya disebut trikuriasis. Cacing cambuk betina berukuran
panjang 5 cm dengan ujung ekor membulat dan cacing cambuk jantan memiliki panjang
4 cm dengan ujung ekor melingkar. Cacing ini hidup di usus besar manusia bagian atas.
Telur cacing cambuk berukuran 50-54 mikron. Seseorang akan terinfeksi trikuriasis
apabila tertelan telurnya. Pada anak-anak, cacing-cacing cambuk dapat ditemukan di
seluruh permukaan usus besar dan rectum. Cacing ini juga yang menyebabkan seseorang
terkena disentri dan anemia.
Trichinella spiralis. Cacing ini menyerang usus halus manusia. Bagi orang
yang suka mengonsumsi daging babi yang mentah atau kurang matang,
kemungkinan untuk menderita penyakit trikiniasis lebih besar. Oleh karena
daging babi sebagai pembawanya, trikiniasis jarang mengonfeksi masyarakat
dengan penduduk mayoritas muslim. Trichinella spiralis dewasa berbentuk
halus seperti rambut. Mereka hidup di dalam usus halus dengan panjang 3-4
mm untuk cacing betina dan 1,5 mm untuk cacing jantan. Larva cacing ini
dapat menginfeksi otot sehingga terjadi nyeri otot dan radang otot. Infeksi
berat larva Trichinella spiralis, yaitu mengandung lebih dari 5.000 larva per
kg bb, dapat menimbulkan kematian dalam jangka waktu 2-3 minggu.
10. Strongyloides stercoralis, hidup di usus halus menyebabkan Strongyloidiasis
Strongyloides stercoralis. Jenis cacing ini membahayakan bagi bayi karena dapat
ditularkan melalui ASI. Strongyloides stercoralis hidup pada daerah beriklim tropis dan
subtropis. Hanya cacing betina dari jenis cacing ini yang hidup sebagai parasit di usus
manusia, terutama di duodenum dan yeyunum. Telurnya menetas di kelenjar usus,
kemudian keluar bersama feces dalam bentuk larva rhabditiform. Larva ini akan berubah
menjadi larva filariform apabila sudah berada di tanah. Namun demikian, larva filariform
bisa juga terbentuk di dalam usus sehingga terjadi infeksi yang disebut autoinfeksi
interna. Ada tiga tipe strongiloiddiasis (nama penyakit yang disebabkan Strongyloides
stercoralis,-red) yaitu tipe ringan, tipe sedang, dan tipe berat. Tipe ringan tidak
memberikan gejala apa-apa. Pada tipe sedang, dapat menyebabkan gangguan pada
saluran pencernaan, umumnya gejala di usus. Jika sudah pada tipe atau infeksi berat,
penderita mengalami gangguan hampir di seluruh sistem tubuh sehingga dapat
menyebabkan kematian.
Penyakit akibat cacing kremi dikenal dengan Enterobiasis sebagaimana nama latin cacing
kremi yaitu Enterobious vermicularis. Penyebaran cacing kremi lebih banyak terjadi pada
daerah dengan hawa dingin. Cacing kremi betina berukuran 8-13 mm x 0,44 mm dengan
ekor panjang dan runcing sedangkan cacing kremi jantan berukuran 2-5 mm dengan
ekor melingkar. Daur hidup cacing ini bekisar antara 2 minggu sampai 2 bulan. Penularan
cacing kremi terjadi antar keluarga dan kelompok dalam suatu lingkungan yang sama.
Penularannya dipengaruhi oleh debu dan penularan dari mulut ke tangan.
Ascaris Lumbricoides
Morfologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing
jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior).
Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang
kopulasi.
Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar
200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan
telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah
dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia.
Siklus Hidup
Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang bertelur dalam
usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga tahap ini disebut juga
dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan. Kemudian telur yang keluar
bersama tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi dikeluarkan (2) dan mengalami
pematangan (3). Selanjutnya setelah telur matang di sebut fase infektif, yaitu tahap dimana
telur mudah tertelan (4). Telur yang tertelan akan menetas di usus halus (5). Setelah
menetas, larva akan berpindah ke dinding usus halus dan dibawa oleh pembuluh getah
bening serta aliran darah ke paru-paru (6). Di dalam paru-paru, larva masuk ke dalam
kantung udara (alveoli), naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan (7). Di usus halus
larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi
cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan (lihat gambar dibawah ini )
ASKARIASIS
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang
disebabkannya disebut askarias.
Definisi
Askariasis adalah suatu infeksi di usus halus yang disebabkan oleh parasit cacing gelang
"Ascaris Lumbricoides". Kecacingan ini terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara
berkembang termasuk Indonesia. Apalagi di daerah pedesaan atau daerah perkotaan yang
sangat padat dan kumuh mudah sekali untuk terkena infeksi cacing.
Penyebab
Kira-kira dua bulan setelah terkena askariasis, cacing dewasa mulai bertelur didalam usus,
kemudian tetur-telur mikroskopik ini berjalan di sepanjang saluran pencernaan dan
dikeluarkan melalui tinja. Telur-telur tadi membutuhkan waktu 10-14 hari di dalam tanah
dengan temperature yang hangat untuk dapat menginfeksi tuan rumah baru (hospes baru),
dan telur-telur tadi juga dapat hidup di tanah sampai jangka waktu 6 tahun. Ketika telur-
telur tadi dicerna, maka daur hidupnya akan dimulai kembali. Cacing dewasa dapat hidup
hingga 2 tahun dan cacing betina dapat bertelur 200.000 tiap harinya.
Parasit dapat dipindahkan ketika tinja manusia yang terinfeksi bercampur dengan tanah. Di
Negara-negara berkembang, tinja manusia digunakan sebagai pupuk atau fasilitas-fasilitas
yang mempunyai sanitasi yang rendah mengijinkan barang-barang sisa untuk bercampur
dengan tanah disekitar parit atau lading mereka. Telur-telur cacing dapat bertahan hidup di
dalam tanah bertahun-tahun lamanya karena untuk menginfeksi manusia kembali. Dan
manusia dapat terinfeksi oleh telur-telur cacing melalui buah dan sayuran yang mereka
makan tumbuh di lahan yang tercemar tadi.
Distribusi
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar di seluruh dunia, lebih banyak
ditemukan di daerah yang beriklim panas dan lembab. Survey yang dilakukan di Indonesia
antara tahun 1970-1980 menunjukkan pada umumnya merata hingga 70% atau lebih. Angka
pemerataan tinggi sebesar 78.5% dan 72.6% masih ditemukan pada tahun 1998 pada
sejumlah murid dua sekolah dasar di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan
secara sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di sekolah-
sekolah dasar. Angka pemerataan Ascaris sebesar 16.8% di beberapa sekolah di Jakarta
Timur pada tahun 1994 turun menjadi 4.9% pada tahun 2000.
Morfologi
Cacing dewasa bentuknya silindris, dengan ujung bagian depan meruncing (gambar 1).
Merupakan cacing nematode terbesar yang menginfeksi manusia. Cacing betina berukuran
panjang 20-35 cm dan yang jantan 15-31 cm, dengan ujung bagian belakang melengkung.
Cacing ini berwarna putih kemerah-merahan. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada bagian
depan dan mempunyai gigi-gigi kecil pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup dan
dipanjangkan untuk memasukkan makanan.
Telur yang dibuahi berbentuk oval melebar dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron (gambar 2).
Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi oleh suatu
membran(lapisan) vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut
terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di
sekitar lapisan ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi oleh lapisan albuminoid (protein
dalam darah) yang permukaannya tidak teratur. Di dalam rongga usus, telur memperoleh
warna kecoklatan dari pigmen empedu. Sedangkan telur yang tidak dibuahi berada dalam
tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, mempunyai
dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan
isinya tidak teratur.
Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat
mengandung telur askariasis yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari.
bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak
mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris.
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan
menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem
peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru.
Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea,
kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva
akan menjadi cacing dewasa.
Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya
akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini
membuang tinjanya tidak pada tempatnya.
Patologi klinik
Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan
menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti
demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan
hilang selama 3 minggu.
Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti
tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke
saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian
masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut
abdomen.
Gejala bisa timbul sebagai akibat berpindahnya lara melalui paru-paru dan akibat adanya
cacing dewasa di dalam usus. Perpindahan larva melalui paru-paru bisa menyebabkan
demam, batuk dan bunyi nafas mengi (bengek).
Infeksi usus yang berat bisa menyebabkan kram perut dan kadang penyumbatan usus.
Penyerapan zat makanan yang buruk bisa terjadi akibat banyaknya cacing di dalam usus.
Cacing dewasa kadang menyumbat usus buntu, saluran empedu atau saluran pankreas.
Diagnosis
Infeksi oleh cacing dewasa biasanya didiagnosis berdasarkan adanya telur didalam contoh
tinja. Kadang di dalam tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing dewasa dan di
dalam dahak ditemukan larva. Jumlah eosinofil di dalam darah bisa meningkat. Tanda-tanda
adanya perpindahan parasit bisa terlihat pada foto rontgen dada.
Pengobatan tradisional
Beberapa hasil studi terbaru dalam literature medis yang mengusulkan benih
semangka dan papaya yang dijemur dibawah terik matahari dapat mengurangi
infeksi cacing. Pada orang dewasa diberikan dosis satu sendok makan benih yang
dicampur dengan gula dalam satu gelas air satu kali seminggu selama dua
minggu. Gula memberikan rasa pahit yang bertindak sebagai obat pencuci perut.
Prognosis
Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai
70 hingga 99%.
Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Penyakit ini dapat
dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban
keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.
Pada umumnya frekuensi tertinggi penyakit ini diderita pada anak-anak, jika dibandingkan
dengan orang dewasa frekuensinya lebih rendah. Hal ini disebabkan karena kesadaran akan
kebersihan dan kesehatan pada anak-anak masih rendah atau mereka belum memikirkan
sampai sejauh itu. Sehingga anak-anak
lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi
melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris
lumbricoides. Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai
sumber infeksi
dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing,
selain itu,manusia justru akan menambah polusi lingkungan sekitarnya.
Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya sistem
sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi
sehingga larvacacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang
memiliki tingkat sosial
ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah,
yangkemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing
yangseterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik (Brown
dan Harold,1983).
Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal
adalah 23 o C sampai 30o C. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk
perkembangantelur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif
Pencegahan
Pencegahan dan Upaya Penanggulangan berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur
cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapatdilakukan langkah sebagai berikut :•
Penyuluhan kesehatanPenyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna,
Hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti :
Khusus pada daerah endemik atau rentan, Karena telur cacing Ascaris dapat hidup
dalam tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah
endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun
daerah yang rawanterhadap penyakit askariasis.
2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup
cacing misalnyamemakai jamban/WC.
4. Makan makanan yang dimasak saja.
5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan
tinja sebagai pupuk.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kidshealth.org/parent/infections/stomach/ascariasis.html
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah.pdf
http://www.medicastore.com/
http://www.mayoclinic.com/health/ascariasis/DS00688/DSECTION=6