You are on page 1of 42

OCT

16

makalah tentang partikel debu


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memerlukan udara untuk bernapas dan melaksanakan matabolisme dalam tubuh yang nantinya menghasilkan energi yang digunakan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dalam udara yang kita hirup, tidak selamanya bersih. Kadang kala udara tersebut terkandung partikel pencemar yang disebut polutan. Salah satu polutan tersebut ialah berupa butiran debu yang banyak ditemukan pada industri. Dewasa ini, keberadaan sektor industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri maka terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga berkembang dalam bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang lain. Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah terhadap paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah perindustrian. Hal ini disebabkan pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri tersebut. Berbagai zat dapat mencemari udara seperti debu batubara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, dan lain-lain. Selain itu pula, pada lingkungan tersebut banyak melibatkan proses mekanis. Tergantung dari jenis paparan yang terhisap, berbagai penyakit paru dapat timbul pada para pekerja. Pengetahuan yang cukup tentang dampak debu terhadap paru diperlukan untuk dapat mengenali kelainan yang terjadi dan melakukan usaha pencegahan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang coba dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut 1. Bagaimana reaksi paru terhadap debu? 2. Penyakit apa saja yang ditimbulkan dari debu

C. Tujuan Selain sebagai tugas, tujuan penyusunan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui sifat dan karakteristik partikel debu 2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh debu 3. Untuk mengetahui penyakit yang ditimbulkan oleh debu serta 4. Bagaimana cara pengendalian dan penanggulangannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Debu 1. Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. 2. debu adalah partikel-partikelzat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, arang batu, bijih logam dan sebagainya 3. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron.

B. Sumber Dan Distribusi Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik. Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor.

C. Macam-Macam Dan Karakteristik Debu 1. Macam-Macam Secara garis besar debu dapat dibagi atas 3 macam yaitu: a. Debu organik Debu organic adalah debu yang berasal dari makhluk hidup seperti debu kapur, debu daundaunan dan sebagainya. b. Debu biologis (virus, bakteri) c. d. Debu mineral Merupakan senyawa komplek seperti arang batu, SiO2, SiO3 e. Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan Arsen), 2. Sifat dan karakteristik debu Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda antara lain: debu fisik (debu tanah, batu, dan mineral), debu kimia (debu organic dan anorganik), debu biologis (virus, bakteri, kista), debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (Uranium, Tutonium), Debu Inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain)

D. Dampak Debu Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut: Gangguan aestetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya photo sintesis. Merubah iklim global regional maupun internasional Menganggu perhubungan/ penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosial ekonomi di masyarakat. Menganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru. Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada: Solubity (mudah larut), Komposisi Kimia, Konsentrasi Debu, dan Ukuran partikel debu

1) 2) 3) 4) 5)

E. Pengendalian Dan Penanggulangan Debu Pengendalian debu dapat berdasarkan empat simpul yaitu: 1. Simpul I Yaitu pencegahan terhadap sumbernya antara lain: Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruang kerja dengan Local Exhauster atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap. Substitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu 2. Simpul II Yaitu pencegahan dilakukan terhadap media Transmisi dan udara ambien Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling). Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum. Penanaman pohon atau reboisasi 3. Simpul III Yaitu Pencegahan Terhadap Tenaga Kerja yang terpapar Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker. 4. Simpul IV Yaitu pencagahan terhadap penderita atau orang sakit akibat terpapar partikel debu antara lain melalui pemeriksaan dan pengobatan serta rehabilitasi terhadap korban atau orang sakit. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk mengetahui kelainan akibat debu. Rehabilitasi dilakukan terhadap korban yang mengalami cacat organ akibat terpapar partikel debu dalam jangka waktu lama.

BAB III PEMBAHASAN A. Reaksi Paru Terhadap Debu Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat debu. Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, lama paparan. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran napas dan faktor imunologis. Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas . Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat. Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis, keadaan ini terjadi berulangulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan pengembangan paru yalta kelainan fungsi paru yang restriktif. Penyakit paru yang dapat timbul karena debu selain tergantung pada sifat-sifat debu, juga tergantung pada jenis debu, lama paparan dan kepekaan individual. Pneumokoniosis biasanya timbul setclah paparan bertahun-tahun. Apabila kadar debu tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat terjadi silikosis akut yang bermanifestasi setelah paparan 6 bulan. Dalam masa paparan yang sama seseorang tepat mengalami kelainan yang berat sedangkan yang lain kelainnya ringan akibat adanya kepekaan individual. Penyakit akibat debu antara lain adalah asma kerja, bronkitis industri, pneumokoniosis batubara, siikosis, asbestosis dan kanker paru. 1. Diagnosis Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit paru lain yang udak disebabkan oleh debu d tempat kerja. Untuk menegakkan diagnosis perlu

dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan, dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit biasanya baru timbul setelah paparan yang cukup lama. Anamnesis mengenal riwayat pkerjaan yang akurat dan rinci sangat diperlukan, apalagi bila penderita sering berganti tempat kerja. Riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan paparan debu dan lama paparan hendaklah diketahui secara lengkap. 2. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan foto toraks sangat berguna untuk melihat kelainan yang ditimbulkan oleh debu pada pneumokoniosis. Klasifikasi standar menunit ILO dipakai untuk menilai kelainanyang timbul. Pembacaan foto toraks pneumokoniosis perlu dibandingkan dengan foto standar untuk menentukan klasifikasi kelainan. Perselubungan yang timbul dibagi atas perselubungan halus dan kasar. Pemeriksaan faal paru lain yang lebih sensitif untuk mendeteksi kelainan di saluran napas kecil adalah pemeriksaan Flow Volume Curve dan Volume of Isoflow. Pengukuran kapasitas difusi paru (DLCO) sangat sensitif untuk mendeteksi kelainan di interstisial; tetapi pemeriksaan ini rumit dan memerlukan peralatan yang lebih canggih, dan tidak di anjurkan digunakan secara rutin. Pekerja yang pada pemeriksaan awal tidak menunjuickan kelainan, kemudian menderita kelainan setelah bekerja dan penyakitnya terus berlanjut, dianjurkan untuk menukar pekerjaannya.

B. Penyakit yang Ditimbulkan dari Debu 1. Pneumokoniosis Pekerja Tambang Batubara Penyakit terjadi akibat penumpukan debu batubara di paru dan menimbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini terjadi bila paparan cukup lama, biasanya setelah pekerja terpapar lebih daii 10 tahun. Berdasarkan gambaran foto toraks dibedakan atas bentuk simple dan complicated. Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP) terjadi karena inhalasi debu batubara saja. Gejalanya hampir tidak ada; bila paparan tidak berlanjut maka penyakti ini tidak akan memburuk. Penyakit ini dapat berkembang menjadi bentuk complicated. Kelainan foto toraks pada simple CWP berupa perselubungan halus bentuk lingkar, perselubungan clapat terjadi di bagian mana saja pada lapangan paru, yang paling sering di lobus atas. Senng ditemukan perselubungan bentuk p dan q. Pemeriksaan faal paru biasanya tidak menunjukkan kelainan. Nilai VEP1dapat sedikit menurun sedangkan kapasitas difusi biasanya normal.

a) b) c) d)

2.

a) b) c) d) e) f) g) h)

Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau Fibrosis Masif Progresif (PMF) ditandai oleh terjadinya daerah fibrosis yang luas hampir selalu terdapat di lobus atas. Fibrosis biasanya terjadi karena saw atau lebih faktor berikut: Terdapat silika bebas dalam debu batubara. Konsentrasi debu yang sangat tinggi. Infeksi Mycobacterium tubeivulosis atau atipik. Imunologi penderita buruk. Pada daerah fibrosis tepat timbul kavitas dan ini bisa menyebabkan penumotoraks; foto toraks pada PMF sering miriptberkulosis, tetapi senng ditemukan bentuk campuran karena terjadi emfisema. Tidak ada korelasi antara kelainan faal paru dan luasnya lesi pada foto toraks. Gelaja awal biasanya tidak khas. Batuk dan sputum menjadi lebih sering, Dahak berwarna hitam (melanoptisis). Kenisakan yang luas menimbuikan sesak napas yang makin bertambah, pada stadium lanjut terjadi kor hipertensi pulmonal, gagal ventrikel kanan dan gagal napas. Penelitian pada pekerja tambang batubara di Tanjung Enim lahun 1988 menemukan bahwa dari 1735 pekerja ditemukan 20 orang atau 1,15% yang foto toraksnya menunjukkan gambaran pneumokoniosis. Silikosis Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin silikon dioksida atau silika bebas (S1S2). Pada berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, seperti pada pekerja Pekerja tambang logam dan batubara Penggali terowongan untuk membuat jalan Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan Pembuat keramik dan batubara Penuangan besi dan baja Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas. Pembuat gigi enamel Pabrik semen Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis insidens tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum. Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis, yaitu silikosis akut, silikosis kronik dan silikosis terakselerasi. Silikosis Akut Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesaic napas yang progesif, demam, batuk dan penurunan berat badan se- telah paparan silika konsentrasi tingi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan berkisar antara beberapa minggu sampai 4 atau 5

tahun. Kelainan faal paru yang timbul adalah restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di fusi. Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemuclian berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk djffuse ground glass appearance mirip edema paru. Silikosis Kronik Kelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang batubara, yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. Pada stadium simple, nodul di paru biasanya kecil dan tanpa gejala atau minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, kelainan paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif. Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan nodul terutama di lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk lanjut tertepat masa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel's wing). Sering terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification. Jika fibrosis masif progresif terjadi, volume paru berkurang dan bronkus mengalami distorsi. Faal paw menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau campuran. Kapasitas difusi dan komplians menurun. Timbul gejala sesak napas, biasa disertai batuk dan produksi sputum. Sesak pada awalnya terjadi pada saat aktivitas, kemudian pada waktu istirahat dan akhirya timbul gagal kardiorespirasi. Di pabrik semen di daerah Cibinong (1987) dan 176 pekerja yang diteliti ditemukan silikosis sebanyak 1,13% dan diduga silikosis 1 ,7% Pada tahun 1991 penelitian pada 200 pekerja pabrik semen ditemukan dugaan silikosis sebanyak 7%. Perbedaan angka yang didapat diduga karena perbedaan kualitas foto toraks, dan kadar silika bebas dalam debu yang memapari pekerja. Silikosis Terakselerasi Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan penyakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Setelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas.

3. Asbestosis Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di therah industri dan tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik atau tambang yang udaranya terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis adalah yang bekerja di t ambang, penggilingan, transportasi, pedagang, pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes.

Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto toraks menunjukkan gambaran asbestosis atau penebalan pleura. Gelaja utama adalah sesak napas yang pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum adalah sesak pada saat istirahat, batuk dan penurunan berat badan. Sesak napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes; 15 tahun sesudah awal penyakit biasanya terjadi korpulmonal dan kematian. Penderita sering mengalami infeksi saluran napas; keganasan pada brunkus, gastrointestinal dan pleura sering menjadi penyebab kematian. Pada stadium awal pemeriksaan fisis tidak banyak menunjukkan kelainan, akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis akibat distorsi paw yang luas karena flbrosis. Jan tabuh ((clubbing) senng ditemukan pada asbestosis. Perubahan pada foto toraks lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paw, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik yang patht, bayangan jantung sering menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut karena paw mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di daerah tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau mesotelioma. Berbeda dengan penumokoniosis batubara dan silikosis yang penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan foto toraks. Pemeriksaan faal paru menunjukkan kelainan restriksi meskipun tidak ada gejala pada sebagian penderita terdapat kelainan obsiruksi. Kapasitas difusi dan komplians paru menurun, pada tahap lanjut terjadi hipoksemia. Biopsi paru mungkin perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis. Biopsi paru transbronkial hendaklah dilakukan untuk mendapakatan jaringan paru. Pemeriksaan bronkoskopi juga berguna menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya karsinoma bronkus yang terdapat bersamaan. 4. Bronkitis Industri Berbagai debu industri seperti debu yang berasal dari pembakaran arang batu, semen, keramik, besi, penghancuran logam dan batu, asbes dan silika dengan ukuran 3-10 mikron akan ditimbun di paru. Efek yang lama dali paparan ini menyebabkan paralisis silia, hipersekresi dan hipertrofi kelenjar mukus. Keadaan ini meyebabkan saluran napas rentan terhadap infeksi dan timbul gejala-gejala batuk menahun yang produktif. Pada pekerja tambang batubara bila paparan menghilang, gejal klinis dapat hilang. Pada pekerja yang berhubungan dengan tepung keadaanya Iebih kompleks. Berbagai komponen debu padi-padian (antigen padi-padian, jamur kumbang padi, tungau, endotoksin bakteri, antigen binatang, dan debu inert) berperan menimbulkan bronkitis. Berbagai zat telah dipastikan sebagai penyebab terjadinya bronkitis industri sedangkan zatzat lain kemungkinan besar atau diduga sebagai penyebab. Pada bronkitis industri atau

bronkitis kronik foto toraks dapat normal, atau menunjukkan peningkat.an corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah. Pada awal penyakit pemeriksaan faal paru tidak menunjukkan kelainan. Karena meningkatnya resistensi pemapasan, pada stadium lanjut terjadi obsiruksi saluran napas yang tepat menjadi ireversibel. Apabila telah timbul obstruksi yang ireversibel, penyakit akan berjalan secara lambat dan progresif Pemeriksan faal paru berguna untuk menentukan tahap perjalanan penyakit, manfaat bronkodilator, perburtikan fungsi paru dan menentukan prognosis. Pada penduduk yang tinggal di sekitar pabnk semen kekerapan bronkitis kronik jauh lebih tinggi dali penduduk yang tinggalnya jauh. Pada penduduk yang tinggalnya 25 km dari pabrik semen, terdapat kekerapan bronkitis kronik 14,66% pada laki-laki dan 23,46% pada perempuan. Pada daerah yang terletak 5 km dari pabrik didapatkan angka kekerapan penyakit ini 33,33% pada laki-laki dan 22,35% pada perempuan. Penelitian pada pekerja pabrik semen di daerah Cibinong pada tahun 1987 tidak menemukan penyakit bronkitis kronik Penelilian yang dilakukan pada tahun 1991 menemukan kekerapan bronkitis kronik yang sangat rendah yaitu 0,5%; prevelensi bronkitis kronik pada para pekerja tersebut rendah bila dibandingkan dengan prevalensi di kalangan penduduk yang tinggal di sekitar pabrik semen 5. Asma Kerja Asma kerja adalah penyakit yang ditandai oleh kepekaan saluran napas terhadap paparan zat di tempat kerja dengan manifestasi obstruksi saluran napas yang bersifat reversibel. Penyakit mm hanya mengenal sebagian pekerja yang terpapar, dan muncul setelah masa bebas gejala yang berlangsung antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada tiap individu masa bebas gejal dan berat ringannya penyakit sangat bervariasi. Berbagai debu dan zat di tempat kerja tepat menimbulkan asma kerja. Zat itu tepat berasal dali tumbuh-tumbuhan seperti tepung gandum, debu kayu, kopi, buah jarak, colophony, binatang seperti binatang pengerat, anjing, kucing, kutu ganchim, ulat sutra, kerang; zat kimia seperti isosionat, garam platina, khrom, enzmm seperti iripsin dan papain. Dapat juga berasal dali obat-obatan seperti pada pmduksi piperazin, tetrasiklin, spinamisin dan penisilin sintetik. Pada individu atopik keluhan asma timbul setelah bekerja 4 atau 5 tahun, sedangkan pada individu yang notatopik keluhan ini muncul beberapa tahun Iebih lama. Pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti isosionat dan colophony gejala dapat timbul lebih awal bahkan kadang-kadang beberapa minggu setelah mulai bekerja. Keluhan asma yang khas adalah mengi yang berhubungan dengan pekerjaan.

Gejala pada tiap individu bervariasi, kebanyakanmembaik pada akhir pekan dan waktu libur. Ananinesis riwayat penyakit yang rinci penting untuk menegakkan diagnosis. Ada individu yang terserang setelah paparan beberapa menit, pada individu lain sering timbul beberapa jam sesudah paparan dengan gejala yang mengganggu pada malam berikutnya.

Pemeriksaan faal paru di luar serangan dapat normal. Pada waktu serangan terlihat tanda obstruksi. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi menunjukkan penurunan lebih dari 15% pada waktu serangan. Bilafaal paru normal dan pasien dicurigai menderita asma, pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan pemeriksaan yang menunjang. Indikasi utama uji provokasi bronkus adalah. a) Bila pekerja diduga menderita asma kerja tapi tidak diketahui zat yang menyebabkannya. b) Bila pekerja terpapar oleh lebih dari satu zat yang dapat menyebabkan asma kerja. c) Bila konfirmasi mutiak untuk diagnosis penyakit di perlukan, misalnya sebelum menyuruh penderita berhenti bekerja. 6. Kanker Paru Mekanisme terjadinya kanker akibat paparan zat belum diketahui secara tuntas. Para ahli sepakat paling kurang ada 2 stadium terjadinya kanker karena bahan karsinogen. Pertama adalab induksi DNA sel target oleh bahan karsinogen sehingga menimbulkan mutasi sel, kemudian terjadi peningkatan multiplikasi sel yang merupakan manifestasi penyakit. Zat yang bersifat karsinogen dan dapat menimbulkan kanker paru antara lain adalah asbes, uranium, gas mustard, arsen, nikel, khrom, khlor metil eter, pembakaran arang, kalsium kiorida dan zat radioaktif serta tar batubara. Pekerja yang berhubungan dengan zat-zat tersebut dapat mendenta kanker paru setelah paparan yang lama, yaitu antara 15 sampai 25 tahun. Pekerja yang terkena adalah mereka yang bekerja di tambang, pabrik, tempat penyulingan dan industri kimia. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Debu industri di tempat kerja dapat menimbulkan kelainan dan penyakit paru. Berbagai faktor berperan pada mekanisme timbulnya penyakit, diantaranya adalah jenis, konsentrasi, sifat kimia debu, lama paparan dan faktor individu pekerja. Untuk menegakkan diagnosis penyakit paru akibat debu industri perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai riwayat pekerjaan, identifikasi debu di tempat kerja, dan pemeriksaan penunjang seperti uji faal paru dan pemeriksaan radiologis. Diagnosis kadang-kadang sukar ditegakkan oleh karena sering butuh waktu yang lama antara terjadinya paparan dan timbulnya penyakit Di samping itu penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala yang sama dengan penyakit paru yang tidak disebabkan oleh debu. Pengobatan penyakit paru akibat debu industri bersifat simptomatis dan suportif. Usaha pencegahan merupakan langka pelaksanaan yang penting. Tindakan pencegahan meliputi pengurangan kadar debu, memakai pelindung diri, deteksi dini kelainan dan pemeriksaan sebelum .penerimaan pegawai. Pemeriksaan faal paru dan radiologis secara berkala perlu pada jenis kerja tertentu. Pekerja yang telah terkena penyakit akibat debu hendaklah dihindani dani paparan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Trisna. A.S, 2000, Pencemaran Lingkungan, Renika Cipta, Jakarta. 2. Sunu. P, 2001, Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001, Grasindo, Jakarta 3. Pudjiastuti, Wiwiek. 2002. Debu Sebagai Bahan Pencemar yang Membahayakan Kesehatan kerja. 4. Yunus, Faisal. 2006. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan Pengendaliannya. 5. http://id.wikipedia.org/wiki/Debu 6. http://latar.blog.esaunggul.ac.id/2012/05/03/lingkungan-kerja-faktor-kimia-debu-di-lingkungantempat-kerja/ 7. http://green.kompasiana.com/polusi/2010/11/03/bahaya-debu-bagi-kesehatan-pernapasan/

Posted 16th October 2012 by ferry ngongo

Add a comment

ferryngongo

Classic

Flipcard

Magazine

Mosaic

Sidebar

Snapshot

Timeslide

1.
OCT

16

PENGAWETAN MAKANAN
PENGAWETAN MAKANAN A. PENGAWETAN SECARA ALAMI Proses pengawetan secara alami meliputi pemanasan (pengeringan & pengasapan),pendinginan dan penggaraman. 1. Pendinginan Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem pendinginan adalah memasukkan makanan pada

tempat atau ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di wadah yang berisi es. Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan lemari es untuk mengawetkan sayur, buah, daging, sosis, telur, dan lain sebagainya. Suhu untuk mendinginkan makanan biasa biasanya bersuhu 15 derajat celsius. Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0 sampai -4 derajat selsius. 2. Pengasapan Cara pengasapan adalah dengan menaruh makanan dalam kotak yang kemudian diasapi dari bawah.Teknik pengasapan sebenarnya tidak membuat makanan menjadi awet dalam jangka waktu yang lama, karena diperlukan perpaduan dengan teknik pengasinan dan pengeringan. 3. Pengalengan, Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Bahan yang dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi macamnya. Tehnik pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara. 4. Pengeringan Mikro organisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan makanan. 5. Pemanisan Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan. Contoh makanan yang dimaniskan adalah seperti manisan buah, susu, jeli, agar-agar, dan lain sebagainya. 6. Pengasinan Cara yang terakhir ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan. Tehnik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan. B. PENGAWETAN SECARA BIOLOGIS Proses pengawetan secara biologis misalnya dengan peragian (fermentasi). 1. Peragian (Fermentasi)

Merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses peragian tergantung dari bahan yang akan diragikan. 2. Enzim Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan makanan seperti daging, ikan susu, buah-buahan dan biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif bekerja di dalam bahan tersebut. Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan pangan. Perubahan itu dapat menguntungkan ini dapat dikembangkan semaksimal mungkin, tetapi yang merugikan harus dicegah. Perubahan yang terjadi dapat berupa rasa, warna, bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya. Beberapa enzim yang penting dalam pengolahan daging adalah bromelin dari nenas dan papain dari getah buah atau daun pepaya. 3. Enzim Bromalin Didapat dari buah nenas(air 90%, Kalium, Kalsium, lodium, Sulfur, Khlor, Asam, Biotin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim Bromelin). digunakan untuk mengempukkan daging. Aktifitasnya dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi pemakaian, dan waktu penggunaan. Untuk memperoleh hasil yang maksimum sebaiknya digunakan buah yang muda. Semakin banyak nenas yang digunakan, semakin cepat proses bekerjanya. 4. Enzim Papain Berupa getah pepaya, disadap dari buahnya yang berumur 2,5-3 bulan. Dapat digunakan untuk mengepukan daging, bahan penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri pharmasi dan alat-alat kecantikan (kosmetik) dan lain-lain. Enzim papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan, halus, dan kadar airnya 8%. Enzim ini harus disimpan dibawah suhu 60o C. Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan menghasilkan + 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan jalan menggoreskan buah tersebut dengan pisau.

C. PENGAWETAN SECARA KIMIA Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lian. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi. 1. Asam propionat (natrium propionat atau kalsium propionat) Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang digunakan adalah 0,32 % atau 3,2 gram/kg bahan; sedngkan untuk bahan dari keju, dosis maksimum sebesar 0,3 % atau 3 gram/kg bahan. 2. Asam Sitrat (citric acid)

Merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Asam sitrat ini maudah larut dalam air, spriritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti nenas, jeruk, lemon, markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah proses kristalisasi dalam madu, gulagula (termasuk fondant), dan juga untuk mencegah pemucatan berbagai makanan, misalnya buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer dapat digunakan untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan maksimum dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah. 3. Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid) Benzoat biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoat, dengan cirri-ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi akan meleleh lalu terbakar\ 4. Bleng Merupakan larutan garam fosfat, berbentuk kristal, dan berwarna kekuning-kuningan. Bleng banyak mengandung unsur boron dan beberapa mineral lainnya. Penambahan bleng selain sebagai pengawet pada pengolahan bahan pangan terutama kerupuk, juga untuk mengembangkan dan mengenyalkan bahan, serta memberi aroma dan rasa yang khas. Penggunaannya sebagai pengawet maksimal sebanyak 20 gram per 25 kg bahan. Bleng dapat dicampur langsung dalam adonan setelah dilarutkan dalam air atau diendapkan terlebih dahulu kemudian cairannya dicampurkan dalam adonan. 5. Garam dapur (natrium klorida) Garam dapur dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi kadang-kadang berwarna kuning kecoklatan yang berasal dari kotoran-kotoran yang ada didalamnya. Air laut mengandung + 3 % garam dapur. Garam dapur sebagai penghambat pertumbuhan mikroba, sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan juga bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai pengawet minimal sebanyak 20 % atau 2 ons/kg bahan. 6. Garam sulfat Digunakan dalam makanan untuk mencegah timbulnya ragi, bakteri dan warna kecoklatan pada waktu pemasakan. 7. Gula pasir Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. 8. Kaporit (Calsium hypochlorit atau hypochloris calsiucus atau chlor kalk atau kapur klor) Merupakan campuran dari calsium hypochlorit, -chlorida da -oksida, berupa serbuk putih yang sering menggumpal hingga membentuk butiran. Biasanya mengandung 25~70 % chlor aktif dan baunya sangat khas. Kaporit yang mengandung klor ini digunakan untuk mensterilkan air minum dan kolam renang, serta mencuci ikan.

9. Natrium Metabisulfit Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal. Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap menarik. Natrium metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan. Prinsip pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke dalam bahan sebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama + 15 menit. Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium metabisulfit yang berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan. 10. Nitrit dan Nitrat Terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Natrium nitrit berbentuk butiran berwarna putih, sedangkan kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada danging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah daging. Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1 % atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg bahan. Apabila lebih dari jumlah tersebut akan menyebabkan keracunan, oleh sebab itu pemakaian nitrit dan nitrat diatur dalam undang-undang. Untuk mengatasi keracunan tersebut maka pemakaian nitrit biasanya dicampur dengan nitrat dalam jumlah yang sama. Nitrat tersebut akan diubah menjadi nitrit sedikit demi sedikit sehingga jumlah nitrit di dalam daging tidak berlebihan.

11. Sendawa Merupakan senyawa organik yang berbentuk kristal putih atau tak berwarna, rasanya asin dan sejuk. Sendawa mudah larut dalamair dan meleleh pada suhu 377oC. Ada tiga bentuk sendawa, yaitu kalium nitrat, kalsium nitrat dan natrium nitrat. Sendawa dapat dibuat dengan mereaksikan kalium khloridadengan asam nitrat atau natrium nitrat. Dalam industri biasa digunakan untuk membuat korek api, bahan peledak, pupuk, dan juga untuk pengawet bahan pangan. Penggunaannya maksimum sebanyak 0,1 % atau 1 gram/kg bahan. 12. Zat Pewarna Zat pewarna ditambahkan ke dalam bahan makanan seperti daging, sayuran, buah-buahan dan lain-lainnya untuk menarik selera dankeinginan konsumen. Bahan pewarna alam yang sering digunakan adalah kunyit, karamel dan pandan. Dibandingkan dengan pewarna alami, maka bahan pewarna sintetis mempunyai banyak kelebihan dalam hal keanekaragaman warnanya, baik keseragaman maupun kestabilan, serta penyimpanannya lebih mudah dan tahan lama. Misalnya carbon black yang sering digunakan untuk memberikan warna hitam, titanium oksida untuk memutihkan, dan lainlain. Bahan pewarna alami warnanya jarang yang sesuai dengan yang dinginkan.

Mekanisme pengalengan makanan

1. Penanganan Bahan Kemasan Standar pengalengan makanan secara komersial sangat tinggi. Namun apabila terjadi kecerobohan serta kesalahan dalam penanganan kaleng/kemasan selama pengolahan atau penyimpanan, maka akan menyebabkan kebocoran baik yang terjadi selama pemanasan atau sesudahnya. 2. Penanganan Kaleng Kosong Penanganan kemasan kaleng sebelum pengolahan meliputi penanganan kaleng kosong. Penanganan kaleng yang kasar dapat menyebabkan kebocoran kaleng. Kesempurnaan bentuk kaleng perlu mendapat perhatian, karena tonjolan bagian permukaan/mulut kaleng yang berhubungan dengan tutup dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan proses penutupan dan dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran. 3. Penanganan Selama Penutupan Kaleng (double seam) Hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal penanganan kaleng adalah bahwa selalu ada kemungkinan bakteri akan masuk kembali dan mencemari produk yang telah disterilisasi. Oleh karena itu integritas sambungan dan penutupan kaleng (double seam) merupakan faktor penting. 4. Penanganan Selama Proses Termal Pemeriksaan alat pengangkutan kaleng menuju retort harus diperiksa secara periodik untuk meyakinkan kelancaran proses dan tidak merusakkan kemasan kaleng. 5. Penanganan Selama Pendinginan/Cooling Prosedur pendinginan perlu dibakukan, terutama untuk mengontrol perubahan/perbedaan tekanan yang terjadi karena proses pendinginan yang terlalu tiba-tiba. 6. Penanganan Kaleng Setelah Pendinginan Setelah pendinginan, kaleng dalam keranjang retort dikeluarkan dari retort. Pada tahap selanjutnya, kebersihan atau sanitasi peralatan yang kontak dengan kemasan kaleng menjadi sangat penting.

Keuntungan dan kerugian metode pengalengan


Keuntungan: Dapat memformulasi dan mengalengkan berbagai jenis makanan Mutunya baik dan stabil ( tetap ) baik pada skala besar dan kecil Kemasan kaleng melindungi isi dari segala bentuk benturan fisik sehingga bentuk isi tetap utuh Daya awet makanan menjadi lebih lama Dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana saja (cocok untuk makanan siap saji) Kerugian: Hydrogen Swell : Hydrogen swell terjadi karena adanya tekanan gas hidrogen yang dihasilkan dari reaksi antara asam pada makanan dengan logam pada kaleng kemasan. Interaksi antara bahan dasar kaleng dengan makanan. Kerusakan makanan kaleng akibat interaksi antara logam pembuat kaleng dengan makanan kehilangan zat gizi yang menyebabkan tercampurnya zat tersebut dengan makanan Kerusakan biologis Botulisme (kontaminasi oleh spora C. botulinum)

Posted 16th October 2012 by ferry ngongo

Add a comment

2.
OCT

16

dampak sampah terhadap kesehatan


DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut: 1. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. 2. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit). 3. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah. 4. Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

SAMPAH SEBAGAI BAHAN PENCEMAR LINGKUNGAN Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi penyebab gangguan dan ketidak seimbangan lingkungan. Sampah padat yang menumpuk ataupun yang berserakan menimbulkan kesan kotor dan kumuh. sehingga nilai estetika pemukiman dan kawasan di sekitar sampah terlihat sangat rendah. Bila di musim hujan, sampah padat dapat

memicu banjir; maka di saat kemarau sampah akan mudah terbakar. Kebakaran sampah, selain menyebabkan pencemaran udara juga menjadi ancaman bagi pemukiman. 1. Pencemaran udara Sampah (organik dan padat) yang membusuk umumnya mengeluarkan gas seperti methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta senyawa lainnya. Secara global, gas-gas ini merupakan salah satu penyebab menurunnya kualitas lingkungan (udara) karena mempunyai efek rumah kaca (green house effect) yang menyebabkan peningkatan suhu, dan menyebabkan hujan asam. Sedangkan secara lokal, senyawa-senyawa ini, selain berbau tidak sedap / bau busuk, juga dapat mengganggu kesehatan manusia. Sampah yang dibuang di TPA pun masih tetap berisiko; karena bila TPA ditutup atau ditimbun terutama dengan bangunan akan mengakibatkan gas methan tidak dapat keluar ke udara. Gas methan yang terkurung, lama kelamaan akan semakin banyak sehingga berpotensi menimbulkan ledakan. Hal seperti ini telah terjadi di sebuah TPA di Bandung, sehingga menimbulkan korban kematian. 2. Pencemaran air Proses pencucian sampah padat oleh air terutama oleh air hujan merupakan sumber timbulnya pencemaran air, baik air permukaan maupun air tanah. Akibatnya, berbagai sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari (sumur) di daerah pemukiman telah terkontaminasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat kesehatan manusia / penduduk. Pencemaran air tidak hanya akibat proses pencucian sampah padat, tetapi pencemar terbesar justru berasal dari limbah cair yang masih mengandung zat-zat kimia dari berbagai jenis pabrik dan jenis industri lainnya. Air yang tercemar tidak hanya air permukaan saja, tetapi juga air tanah; sehingga sangat mengganggu dan berbahaya bagi manusia.

3. Penyebab banjir Fisik sampah (sampah padat), baik yang masih segar maupun yang sudah membusuk; yang terbawa masuk ke got / selokan dan sungai akan menghambat aliran air dan memperdangkal sungai. Pendangkalan mengakibatkan kapasitas sungai akan berkurang, sehingga air menjadi tergenang dan meluap menyebabkan banjir. Banjir tentunya akan mengakibatkan kerugian secara fisik dan mengancam kehidupan manusia (hanyut / tergenang air). Tetapi yang paling meresahkan adalah akibat lanjutan dari banjir yang selalu membawa penyakit. 4. Sampah sebagai sumber penyakit Sampah merupakan sumber penyakit, baik secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung sampah merupakan tempat berkembangnya berbagai parasit, bakteri dan patogen; sedangkan secara tak langsung sampah merupakan sarang berbagai vektor (pembawa

penyakit) seperti tikus, kecoa, lalat dan nyamuk. Sampah yang membusuk; maupun kaleng, botol, plastik; merupakan sarang patogen dan vektor penyakit. Berbagai penyakit yang dapat muncul karena sampah yang tidak dikelola antara lain adalah, diare, disentri, cacingan, malaria, kaki gajah (elephantiasis) dan demam berdarah. Penyakit-penyakit ini merupakan ancaman bagi manusia, yang dapat menimbulkan kematian.

http://ardansirodjuddin.wordpress.com/2008/08/05/efek-sampah-terhadap-manusia-danlingkungan/ Posted 16th October 2012 by ferry ngongo


0

Add a comment

3.
OCT

16

makalah tentang partikel debu


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memerlukan udara untuk bernapas dan melaksanakan matabolisme dalam tubuh yang nantinya menghasilkan energi yang digunakan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dalam udara yang kita hirup, tidak selamanya bersih. Kadang kala udara tersebut terkandung partikel pencemar yang disebut polutan. Salah satu polutan tersebut ialah berupa butiran debu yang banyak ditemukan pada industri. Dewasa ini, keberadaan sektor industri di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri maka terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga berkembang dalam bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang lain. Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah

terhadap paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah perindustrian. Hal ini disebabkan pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri tersebut. Berbagai zat dapat mencemari udara seperti debu batubara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, dan lain-lain. Selain itu pula, pada lingkungan tersebut banyak melibatkan proses mekanis. Tergantung dari jenis paparan yang terhisap, berbagai penyakit paru dapat timbul pada para pekerja. Pengetahuan yang cukup tentang dampak debu terhadap paru diperlukan untuk dapat mengenali kelainan yang terjadi dan melakukan usaha pencegahan.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang coba dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut 1. Bagaimana reaksi paru terhadap debu? 2. Penyakit apa saja yang ditimbulkan dari debu

C. Tujuan Selain sebagai tugas, tujuan penyusunan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui sifat dan karakteristik partikel debu 2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh debu 3. Untuk mengetahui penyakit yang ditimbulkan oleh debu serta 4. Bagaimana cara pengendalian dan penanggulangannya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Debu 1. Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. 2. debu adalah partikel-partikelzat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, arang batu, bijih logam dan sebagainya 3. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. B. Sumber Dan Distribusi Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik. Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor.

C. Macam-Macam Dan Karakteristik Debu 1. Macam-Macam Secara garis besar debu dapat dibagi atas 3 macam yaitu: a. Debu organik Debu organic adalah debu yang berasal dari makhluk hidup seperti debu kapur, debu daundaunan dan sebagainya. b. Debu biologis (virus, bakteri) c. d. Debu mineral Merupakan senyawa komplek seperti arang batu, SiO2, SiO3

e. Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan Arsen), 2. Sifat dan karakteristik debu Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda antara lain: debu fisik (debu tanah, batu, dan mineral), debu kimia (debu organic dan anorganik), debu biologis (virus, bakteri, kista), debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (Uranium, Tutonium), Debu Inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain)

D. Dampak Debu Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut: 1) Gangguan aestetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran. 2) Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya photo sintesis. 3) Merubah iklim global regional maupun internasional 4) Menganggu perhubungan/ penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosial ekonomi di masyarakat. 5) Menganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru. Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada: Solubity (mudah larut), Komposisi Kimia, Konsentrasi Debu, dan Ukuran partikel debu E. Pengendalian Dan Penanggulangan Debu Pengendalian debu dapat berdasarkan empat simpul yaitu: 1. Simpul I Yaitu pencegahan terhadap sumbernya antara lain: Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruang kerja dengan Local Exhauster atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap. Substitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu 2. Simpul II Yaitu pencegahan dilakukan terhadap media Transmisi dan udara ambien Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling). Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum. Penanaman pohon atau reboisasi

3. Simpul III Yaitu Pencegahan Terhadap Tenaga Kerja yang terpapar Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker. 4. Simpul IV Yaitu pencagahan terhadap penderita atau orang sakit akibat terpapar partikel debu antara lain melalui pemeriksaan dan pengobatan serta rehabilitasi terhadap korban atau orang sakit. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk mengetahui kelainan akibat debu. Rehabilitasi dilakukan terhadap korban yang mengalami cacat organ akibat terpapar partikel debu dalam jangka waktu lama.

BAB III PEMBAHASAN A. Reaksi Paru Terhadap Debu Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat debu. Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, lama paparan. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran napas dan faktor imunologis. Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas . Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat. Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis, keadaan ini terjadi berulangulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan pengembangan paru yalta kelainan fungsi paru yang restriktif. Penyakit paru yang dapat timbul karena debu selain tergantung pada sifat-sifat debu, juga tergantung pada jenis debu, lama paparan dan kepekaan individual. Pneumokoniosis biasanya

timbul setclah paparan bertahun-tahun. Apabila kadar debu tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat terjadi silikosis akut yang bermanifestasi setelah paparan 6 bulan. Dalam masa paparan yang sama seseorang tepat mengalami kelainan yang berat sedangkan yang lain kelainnya ringan akibat adanya kepekaan individual. Penyakit akibat debu antara lain adalah asma kerja, bronkitis industri, pneumokoniosis batubara, siikosis, asbestosis dan kanker paru. 1. Diagnosis Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit paru lain yang udak disebabkan oleh debu d tempat kerja. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan, dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit biasanya baru timbul setelah paparan yang cukup lama. Anamnesis mengenal riwayat pkerjaan yang akurat dan rinci sangat diperlukan, apalagi bila penderita sering berganti tempat kerja. Riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan paparan debu dan lama paparan hendaklah diketahui secara lengkap. 2. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan foto toraks sangat berguna untuk melihat kelainan yang ditimbulkan oleh debu pada pneumokoniosis. Klasifikasi standar menunit ILO dipakai untuk menilai kelainanyang timbul. Pembacaan foto toraks pneumokoniosis perlu dibandingkan dengan foto standar untuk menentukan klasifikasi kelainan. Perselubungan yang timbul dibagi atas perselubungan halus dan kasar. Pemeriksaan faal paru lain yang lebih sensitif untuk mendeteksi kelainan di saluran napas kecil adalah pemeriksaan Flow Volume Curve dan Volume of Isoflow. Pengukuran kapasitas difusi paru (DLCO) sangat sensitif untuk mendeteksi kelainan di interstisial; tetapi pemeriksaan ini rumit dan memerlukan peralatan yang lebih canggih, dan tidak di anjurkan digunakan secara rutin. Pekerja yang pada pemeriksaan awal tidak menunjuickan kelainan, kemudian menderita kelainan setelah bekerja dan penyakitnya terus berlanjut, dianjurkan untuk menukar pekerjaannya.

B. Penyakit yang Ditimbulkan dari Debu

1. Pneumokoniosis Pekerja Tambang Batubara Penyakit terjadi akibat penumpukan debu batubara di paru dan menimbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Penyakit ini terjadi bila paparan cukup lama, biasanya setelah pekerja terpapar lebih daii 10 tahun. Berdasarkan gambaran foto toraks dibedakan atas bentuk simple dan complicated. Simple Coal Workers Pneumoconiosis (Simple CWP) terjadi karena inhalasi debu batubara saja. Gejalanya hampir tidak ada; bila paparan tidak berlanjut maka penyakti ini tidak akan memburuk. Penyakit ini dapat berkembang menjadi bentuk complicated. Kelainan foto toraks pada simple CWP berupa perselubungan halus bentuk lingkar, perselubungan clapat terjadi di bagian mana saja pada lapangan paru, yang paling sering di lobus atas. Senng ditemukan perselubungan bentuk p dan q. Pemeriksaan faal paru biasanya tidak menunjukkan kelainan. Nilai VEP1dapat sedikit menurun sedangkan kapasitas difusi biasanya normal. Complicated Coal Workers Pneumoconiosis atau Fibrosis Masif Progresif (PMF) ditandai oleh terjadinya daerah fibrosis yang luas hampir selalu terdapat di lobus atas. Fibrosis biasanya terjadi karena saw atau lebih faktor berikut: a) Terdapat silika bebas dalam debu batubara. b) Konsentrasi debu yang sangat tinggi. c) Infeksi Mycobacterium tubeivulosis atau atipik. d) Imunologi penderita buruk. Pada daerah fibrosis tepat timbul kavitas dan ini bisa menyebabkan penumotoraks; foto toraks pada PMF sering miriptberkulosis, tetapi senng ditemukan bentuk campuran karena terjadi emfisema. Tidak ada korelasi antara kelainan faal paru dan luasnya lesi pada foto toraks. Gelaja awal biasanya tidak khas. Batuk dan sputum menjadi lebih sering, Dahak berwarna hitam (melanoptisis). Kenisakan yang luas menimbuikan sesak napas yang makin bertambah, pada stadium lanjut terjadi kor hipertensi pulmonal, gagal ventrikel kanan dan gagal napas. Penelitian pada pekerja tambang batubara di Tanjung Enim lahun 1988 menemukan bahwa dari 1735 pekerja ditemukan 20 orang atau 1,15% yang foto toraksnya menunjukkan gambaran pneumokoniosis. 2. Silikosis Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin silikon dioksida atau silika bebas (S1S2). Pada berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, seperti pada pekerja Pekerja tambang logam dan batubara Penggali terowongan untuk membuat jalan Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan Pembuat keramik dan batubara Penuangan besi dan baja Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas.

a) b) c) d) e) f)

g) Pembuat gigi enamel h) Pabrik semen Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis insidens tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum. Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis, yaitu silikosis akut, silikosis kronik dan silikosis terakselerasi. Silikosis Akut Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesaic napas yang progesif, demam, batuk dan penurunan berat badan se- telah paparan silika konsentrasi tingi dalam waktu relatif singkat. Lama paparan berkisar antara beberapa minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang timbul adalah restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di fusi. Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemuclian berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk djffuse ground glass appearance mirip edema paru. Silikosis Kronik Kelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumokoniosis pekerja tambang batubara, yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. Pada stadium simple, nodul di paru biasanya kecil dan tanpa gejala atau minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, kelainan paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif. Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan nodul terutama di lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk lanjut tertepat masa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel's wing). Sering terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification. Jika fibrosis masif progresif terjadi, volume paru berkurang dan bronkus mengalami distorsi. Faal paw menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau campuran. Kapasitas difusi dan komplians menurun. Timbul gejala sesak napas, biasa disertai batuk dan produksi sputum. Sesak pada awalnya terjadi pada saat aktivitas, kemudian pada waktu istirahat dan akhirya timbul gagal kardiorespirasi. Di pabrik semen di daerah Cibinong (1987) dan 176 pekerja yang diteliti ditemukan silikosis sebanyak 1,13% dan diduga silikosis 1 ,7% Pada tahun 1991 penelitian pada 200 pekerja pabrik semen ditemukan dugaan silikosis sebanyak 7%. Perbedaan angka yang didapat diduga karena perbedaan kualitas foto toraks, dan kadar silika bebas dalam debu yang memapari pekerja. Silikosis Terakselerasi

Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan penyakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Setelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas.

3. Asbestosis Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di therah industri dan tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik atau tambang yang udaranya terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis adalah yang bekerja di t ambang, penggilingan, transportasi, pedagang, pekerja kapal dan pekerja penghancur asbes. Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto toraks menunjukkan gambaran asbestosis atau penebalan pleura. Gelaja utama adalah sesak napas yang pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum adalah sesak pada saat istirahat, batuk dan penurunan berat badan. Sesak napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes; 15 tahun sesudah awal penyakit biasanya terjadi korpulmonal dan kematian. Penderita sering mengalami infeksi saluran napas; keganasan pada brunkus, gastrointestinal dan pleura sering menjadi penyebab kematian. Pada stadium awal pemeriksaan fisis tidak banyak menunjukkan kelainan, akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis akibat distorsi paw yang luas karena flbrosis. Jan tabuh (( clubbing) senng ditemukan pada asbestosis. Perubahan pada foto toraks lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paw, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik yang patht, bayangan jantung sering menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut karena paw mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di daerah tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau mesotelioma. Berbeda dengan penumokoniosis batubara dan silikosis yang penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan foto toraks. Pemeriksaan faal paru menunjukkan kelainan restriksi meskipun tidak ada gejala pada sebagian penderita terdapat kelainan obsiruksi. Kapasitas difusi dan komplians paru menurun, pada tahap lanjut terjadi hipoksemia. Biopsi paru mungkin perlu pada kasus tertentu untuk menegakkan diagnosis. Biopsi paru transbronkial hendaklah dilakukan untuk mendapakatan jaringan paru. Pemeriksaan bronkoskopi juga berguna menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya karsinoma bronkus yang terdapat bersamaan.

4. Bronkitis Industri Berbagai debu industri seperti debu yang berasal dari pembakaran arang batu, semen, keramik, besi, penghancuran logam dan batu, asbes dan silika dengan ukuran 3-10 mikron akan ditimbun di paru. Efek yang lama dali paparan ini menyebabkan paralisis silia, hipersekresi dan hipertrofi kelenjar mukus. Keadaan ini meyebabkan saluran napas rentan terhadap infeksi dan timbul gejala-gejala batuk menahun yang produktif. Pada pekerja tambang batubara bila paparan menghilang, gejal klinis dapat hilang. Pada pekerja yang berhubungan dengan tepung keadaanya Iebih kompleks. Berbagai komponen debu padi-padian (antigen padi-padian, jamur kumbang padi, tungau, endotoksin bakteri, antigen binatang, dan debu inert) berperan menimbulkan bronkitis. Berbagai zat telah dipastikan sebagai penyebab terjadinya bronkitis industri sedangkan zatzat lain kemungkinan besar atau diduga sebagai penyebab. Pada bronkitis industri atau bronkitis kronik foto toraks dapat normal, atau menunjukkan peningkat.an corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah. Pada awal penyakit pemeriksaan faal paru tidak menunjukkan kelainan. Karena meningkatnya resistensi pemapasan, pada stadium lanjut terjadi obsiruksi saluran napas yang tepat menjadi ireversibel. Apabila telah timbul obstruksi yang ireversibel, penyakit akan berjalan secara lambat dan progresif Pemeriksan faal paru berguna untuk menentukan tahap perjalanan penyakit, manfaat bronkodilator, perburtikan fungsi paru dan menentukan prognosis. Pada penduduk yang tinggal di sekitar pabnk semen kekerapan bronkitis kronik jauh lebih tinggi dali penduduk yang tinggalnya jauh. Pada penduduk yang tinggalnya 25 km dari pabrik semen, terdapat kekerapan bronkitis kronik 14,66% pada laki-laki dan 23,46% pada perempuan. Pada daerah yang terletak 5 km dari pabrik didapatkan angka kekerapan penyakit ini 33,33% pada laki-laki dan 22,35% pada perempuan. Penelitian pada pekerja pabrik semen di daerah Cibinong pada tahun 1987 tidak menemukan penyakit bronkitis kronik Penelilian yang dilakukan pada tahun 1991 menemukan kekerapan bronkitis kronik yang sangat rendah yaitu 0,5%; prevelensi bronkitis kronik pada para pekerja tersebut rendah bila dibandingkan dengan prevalensi di kalangan penduduk yang tinggal di sekitar pabrik semen 5. Asma Kerja Asma kerja adalah penyakit yang ditandai oleh kepekaan saluran napas terhadap paparan zat di tempat kerja dengan manifestasi obstruksi saluran napas yang bersifat reversibel. Penyakit mm hanya mengenal sebagian pekerja yang terpapar, dan muncul setelah masa bebas gejala yang berlangsung antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada tiap individu masa bebas gejal dan berat ringannya penyakit sangat bervariasi.

Berbagai debu dan zat di tempat kerja tepat menimbulkan asma kerja. Zat itu tepat berasal dali tumbuh-tumbuhan seperti tepung gandum, debu kayu, kopi, buah jarak, colophony, binatang seperti binatang pengerat, anjing, kucing, kutu ganchim, ulat sutra, kerang; zat kimia seperti isosionat, garam platina, khrom, enzmm seperti iripsin dan papain. Dapat juga berasal dali obat-obatan seperti pada pmduksi piperazin, tetrasiklin, spinamisin dan penisilin sintetik. Pada individu atopik keluhan asma timbul setelah bekerja 4 atau 5 tahun, sedangkan pada individu yang notatopik keluhan ini muncul beberapa tahun Iebih lama. Pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti isosionat dan colophony gejala dapat timbul lebih awal bahkan kadang-kadang beberapa minggu setelah mulai bekerja. Keluhan asma yang khas adalah mengi yang berhubungan dengan pekerjaan. Gejala pada tiap individu bervariasi, kebanyakanmembaik pada akhir pekan dan waktu libur. Ananinesis riwayat penyakit yang rinci penting untuk menegakkan diagnosis. Ada individu yang terserang setelah paparan beberapa menit, pada individu lain sering timbul beberapa jam sesudah paparan dengan gejala yang mengganggu pada malam berikutnya.

Pemeriksaan faal paru di luar serangan dapat normal. Pada waktu serangan terlihat tanda obstruksi. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi menunjukkan penurunan lebih dari 15% pada waktu serangan. Bilafaal paru normal dan pasien dicurigai menderita asma, pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan pemeriksaan yang menunjang. Indikasi utama uji provokasi bronkus adalah. a) Bila pekerja diduga menderita asma kerja tapi tidak diketahui zat yang menyebabkannya. b) Bila pekerja terpapar oleh lebih dari satu zat yang dapat menyebabkan asma kerja. c) Bila konfirmasi mutiak untuk diagnosis penyakit di perlukan, misalnya sebelum menyuruh penderita berhenti bekerja. 6. Kanker Paru Mekanisme terjadinya kanker akibat paparan zat belum diketahui secara tuntas. Para ahli sepakat paling kurang ada 2 stadium terjadinya kanker karena bahan karsinogen. Pertama adalab induksi DNA sel target oleh bahan karsinogen sehingga menimbulkan mutasi sel, kemudian terjadi peningkatan multiplikasi sel yang merupakan manifestasi penyakit.

Zat yang bersifat karsinogen dan dapat menimbulkan kanker paru antara lain adalah asbes, uranium, gas mustard, arsen, nikel, khrom, khlor metil eter, pembakaran arang, kalsium kiorida dan zat radioaktif serta tar batubara. Pekerja yang berhubungan dengan zat-zat tersebut dapat mendenta kanker paru setelah paparan yang lama, yaitu antara 15 sampai 25 tahun. Pekerja yang terkena adalah mereka yang bekerja di tambang, pabrik, tempat penyulingan dan industri kimia. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Debu industri di tempat kerja dapat menimbulkan kelainan dan penyakit paru. Berbagai faktor berperan pada mekanisme timbulnya penyakit, diantaranya adalah jenis, konsentrasi, sifat kimia debu, lama paparan dan faktor individu pekerja. Untuk menegakkan diagnosis penyakit paru akibat debu industri perlu dilakukan anamnesis yang teliti mengenai riwayat pekerjaan, identifikasi debu di tempat kerja, dan pemeriksaan penunjang seperti uji faal paru dan pemeriksaan radiologis. Diagnosis kadang-kadang sukar ditegakkan oleh karena sering butuh waktu yang lama antara terjadinya paparan dan timbulnya penyakit Di samping itu penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala yang sama dengan penyakit paru yang tidak disebabkan oleh debu. Pengobatan penyakit paru akibat debu industri bersifat simptomatis dan suportif. Usaha pencegahan merupakan langka pelaksanaan yang penting. Tindakan pencegahan meliputi pengurangan kadar debu, memakai pelindung diri, deteksi dini kelainan dan pemeriksaan sebelum .penerimaan pegawai. Pemeriksaan faal paru dan radiologis secara berkala perlu pada jenis kerja tertentu. Pekerja yang telah terkena penyakit akibat debu hendaklah dihindani dani paparan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Trisna. A.S, 2000, Pencemaran Lingkungan, Renika Cipta, Jakarta. 2. Sunu. P, 2001, Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan Grasindo, Jakarta ISO 14001,

3. Pudjiastuti, Wiwiek. 2002. Debu Sebagai Bahan Membahayakan Kesehatan kerja. 4. Yunus, Faisal. 2006. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan

Pencemar

yang

Pengendaliannya.

5. http://id.wikipedia.org/wiki/Debu 6. http://latar.blog.esaunggul.ac.id/2012/05/03/lingkungan-kerja-faktor-kimia-debu-di-lingkungantempat-kerja/ 7. http://green.kompasiana.com/polusi/2010/11/03/bahaya-debu-bagi-kesehatan-pernapasan/

Posted 16th October 2012 by ferry ngongo


0

Add a comment

4.
OCT

15

makalah perbedaan gizi kurang dan gizi buruk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah amanah dari Allah yang tiada ternilai harganya. Amanah tersebut menuntut kita untuk menjadikan mereka sebagai anak yang sholih dan sholihah. Untuk mewujudkannya ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, di antaranya memberikan nutrisi yang cukup dan baik kepada anak sehingga bisa tumbuh dengan sempurna, sehat, dan cerdas. Dengan begitu, akan membuat mereka mudah dibina untuk mendalami ilmu-ilmu agama Alloh. Ketidak-acuhan kita terhadap nutrisi anak akan membuat keadaan gizi mereka menjadi buruk. Akhir-akhir ini, banyak balita yang mengalami keadaan gizi buruk di beberapa tempat. Bahkan, dijumpai ada kasus kematian balita gara-gara masalah gizi buruk kurang diperhatikan. Kondisi balita yang kekurangan gizi sungguh sangat disayangkan. Sebab, pertumbuhan dan perkembangan serta kecerdasannya dipengaruhi oleh gizi. Kondisi gizi buruk tidak mesti berkaitan dengan kemiskinan dan ketidaksediaan pangan, meski tidak bisa dipungkiri

kemiskinan dan kemalasan merupakan faktor yang sering menjadi penyebab gizi buruk pada anak. Selain itu, faktor pengasuhan anak juga menentukan. Anak yang diasuh oleh ibunya sendiri dengan penuh kasih sayang, kesadaran yang tinggi akan pentingnya nutrisi dan ASI, dan selalu memperhatikan kesehatanapalagi berpendidikan; maka anaknya tidak akan mengalami gizi yang buruk. Sedangkan fenomena yang ada saat ini, kebanyakan anak dipisahkan jauh dari ibunya dengan alasan kesibukannya yang padat. Kemudian mereka menyerahkan kepengasuhan anak kepada orang yang kurang memperhatikan nutrisi dan kesehatan anak. Jika seperti ini keadaannya, besar kemungkinan anak akan mengalami gizi yang buruk. Oleh karena itu, para orang tua, khususnya para ibu, hendaknya tetap memperhatikan nutrisi dan kesehatan anaknya di tengah kesibukan mereka melakukan aktivitas sehari-hari, di samping juga tarbiyah yang baik buat mereka.

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud KEP dan gizi ?\ 2. Apa perbedaan antara gizi kurang dan Gizi buruk ? 3. Faktor apa saja yang menjadi penyebab gizi kurang dan gizi buruk ? 4. Bagaimana cara mendeteksi balita yang gizi kurang dan gizi buruk ? 5. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat Gizi Buruk ? 6. Bagaimana cara mencegah terjadinya gizi kurang dan gizi buruk pada balita 7. Bagaimana cara pengobatan terhadap penderita gizi kurang dan gizi buruk pada balita 8. Bagaimana Strategi departemen kesehatan terhadap kasus gizi buruk ? C. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menetahui penyebab,dampak,cara mendeteksi,mencegah,dan pengobatan terhadap kasus gizi buruk.

BAB II

PEMBAHASAN A. PENGERTIAN KEP DAN GIZI Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG. Menurut Supariasa ( 2000) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Gizi merupakan bagian dari proses kehidupan dan proses tumbuh kembang seseorang, sehingga pemenuhan kebutuhan gizi secara adekuat turut menentukan kualitas tumbuh kembang sebagai sumber manusia di masa datang, (Soetjiningsih 2002). Gizi adalah suatu proses organisme mengunakan makanan yang di konsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat gizi yang tidak di gunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi, (Cipto Mangunkusumo 1992). Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.Gizi buruk adalah kondisi gizi kurang hingga tingkat yang berat dan di sebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama, (Khaidirmuhaj, 2009). Gizi buruk bila kondisi gizi kurang berlansung lama,maka akan berakibat semakin berat tingkat kekurangannya. Pada keadaan ini dapat menjadi kwashiorkor dan marasmus yang biasanya disertai penyakit lain seperti diare, infeksi, penyakit pencernaan, infeksi saluran pernapasan bagian atas, anemi, dan lainlain, (Monika 2004) Gizi buruk terjadi bila tubuh tidak mendapatkan zatzat gizi baik untuk pertumbuhan perkembangan dan juga mengalami kekurangan satu atau lebih zatzat gizi yang esensial, (Sunita, 2006). Gizi buruk adalah kekurangan kalori atau protein (KKP) atau di sebut juga protein energi malnutrien (PEM), (Cipto Mangunkusumo 1992

B. PERBEDAAN ANTARA GIZI KURANG DAN GIZI BURUK 1) Gizi Kurang Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak tersebut lebih

rendah dibanding anak seusianya. Rata-rata berat badannya hanya sekitar 60-80% dari berat ideal. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain: Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun. Ukuran lingkaran lengan atas menurun. Maturasi tulang terlambat. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang. 2) Gizi Buruk Adapun Tanda dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang mengalami defisiensi. Walaupun demikian, gejala umum dari gizi buruk adalah: Kelelahan dan kekurangan energy Pusing Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan infeksi Kulit yang kering dan bersisik Gusi bengkak dan berdarah Gigi yang membusuk Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat Berat badan kurang Pertumbuhan yang lambat Kelemahan pada otot Perut kembung Tulang yang mudah patah Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

C. FAKTOR

PENYEBAB

TERJADINYA

GIZI

KURANG

DAN

GIZI

BURUK

Secara umum masalah kekurangan energi-protein (KEP) disebabkan beberapa faktor. Yang paling dominan adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimanapun KEP tidak akan terjadi bila kesejahteraan rakyat terpenuhi. Berikut beberapa faktor penyebabnya: Faktor sosial; yang dimaksud di sini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan "sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin gizi.

Kemiskinan; sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan aling mendasar, yaitu pangan pun seringkali tak bisa terpenuhi. Laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini penyebab munculnya penyakit KEP. bertambahnya pun menjadi

Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit. Tindak pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor penyebabnya dapat dihindari. Misalnya ketersediaan pangan yang tercukupi, daya beli masyarakatuntuk dapat membeli bahan pangan, serta pentingnya sosialisasi makanan bergizibagi balita.

D. CARA

MENDETEKSI

BALITA

YANG

MENGALAMI

GIZI

BURUK

Ada 3 macam tipe Gizi buruk, yaitu : 1) Tipe Kwashiorkor, dengan tanda-tanda dan gejala adalah sebagai berikut: Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Perubahan Status mental Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok Wajah membulat dan sembab Pandangan mata sayu Pembesaran hati Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas 2) Tipe Marasmus, dengan tanda-tanda dan gejala sebagai berikut: badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit wajah seperti orang tua

mudah menangis/cengeng dan rewel kulit menjadi keriput jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar) perut cekung, dan iga gambang seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) 3) Tipe, Marasmik-Kwashiorkor Merupakan gabungan beberapa gejala klinik Kwashiorkor Marasmus

E. DAMPAK YANG DITIMBULKAN AKIBAT GIZI BURUK Berbagai masalah yang timbul akibat Gizi buruk antara lain tingginya angka kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR). Hal ini disebabkan, jika Ibu hamil menderita kurang Energi Protein akan berpengaruh pada gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, dan juga meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang zat besi dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak.Secara umum gizi buruk pada bayi, balita dan ibu hamil dapat menciptakan generasi yang secara fisik dan mental lemah. Dilain pihak anak gizi buruk rentan terhadap penyakit karena menurunnya daya tahan tubuh. Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat-zat gizi yang kurang. Kekurangan gizi ini secara umum menyebabkan gangguan pada : 1. Pertumbuhan anak menjadi terganggu karena protein yang ada digunakan sebagai zat pembakar sehingga otot-otot menjadi lunak dan rambut menjadi rontok 2. Produksi tenaga Kekurangan energi yang berasal dari makanan mengakibatkan anak kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan aktivitas. Anak menjadi malas, dan merasa lemas 3. Pertahanan tubuh Sistem imunitas dan antibodi menurun sehingga anak mudah terserang infeksi seperti batuk, pilek dan diare

4. Struktur dan fungsi otak Kurang gizi pada anak adapt berpengaruh terhadap perkembangan mental. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen seperti perkembangan IQ dan motorik yang terhambat 5. Perilaku Anak yang mengalami gizi kurang menunjukkan perilaku yang tidak tenang, cengeng dan apatis.

F. CARA MENCEGAH TERJADINYA GIZI KURANG DAN GIZI BURUK\ Lingkungan harus disehatkan misalnya dengan mengupayakan pekarangan rumah menjadi taman gizi Perilaku harus diubah sehingga menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS Bidang Gizi yang harus diperhatikan adalah: Makan dengan Gizi seimbang Minum tablet besi selama hamil Memberi bayi ASI eksklusif Mengkonsumsi garam beryodium Memberi bayi dan balita kapsul vitamin A. G. CARA MENGOBATI PENDERITA GIZI KURANG DAN GIZI BURUK Pengobatan pada penderita KEP tentu saja harus disesuaikan dengan tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal. Sedangkan pengobatan KEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh. Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh. H. STRATEGI DEPARTEMEN KESEHATAN TERHADAP KASUS GIZI BURUK Strategi Departemen Kesehatan untuk penanganan Gizi Buruk Menggerakan dan memberdayakan Masyarakat untuk hidup Sehat Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan Meningkatkan pembiayaan kesehatan

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Gizi merupakan bagian dari proses kehidupan dan proses tumbuh kembang seseorang, sehingga pemenuhan kebutuhan gizi secara adekuat turut menentukan kualitas tumbuh kembang sebagai sumber manusia di masa datang. Gizi buruk adalah kondisi gizi kurang hingga tingkat yang berat dan di sebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan seharihari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan.Adapun penyebab dari terjadinya gizi kurang dan gizi buruk adalah karena faktor sosial, kemiskinan, laju pertambahan penduduk,dan infeksi.Resiko dari kurang Energi Protein akan berpengaruh pada kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR),gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, dan juga meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi.Pendeteksian gejala penyakit ini tergantung pada tanda-tanda yang ada.Adapun untuk mencegah gizi kurang dan gizi buruk adalah dengan PHBS dan peningkatan konsumsi gizi. Pengobatan tergantung pada jenis gizi kurang dan gizi buruk yang diderita.

B. Saran 1. Mohon perhatian Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menindaklanjuti masalah-masalah Gizi buruk dilapangan. 2. Perlunya peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai gizi buruk serta tindak lanjut terhadap faktor-faktor penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010.Status Gizi dan Faktor yang Mempengaruhi.Diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 : http://askep-askeb.cz.cc. Asyatindo.2010. Perbedaan Kurang Gizi dan Gizi Buruk dan istilah lainnya.Diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4921977 Madoa,Laila.2009.Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Gizi Buruk Pada Balita di Dusun Wawasa Kecamatan Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur Tahun 2009.Maluku Midwifery.2007.Kekurangan Energi Protein ( KEP ).diakses pada tanggal 19 Oktober 2010 Nursasi,Astuti Yuni. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Kurang Gizi.Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010 : http://inna-ppni.or.id/index.php Panji,Marfuah.2007.Beda Kurang Gizi dan Gizi Buruk.Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010 : Bayi-kita@yahoo.groups Rezeki,Kiki sri.2007.Upaya Mengatasi Masalah Kelaparan dan Kurang Gizi.Diakses pada tanggal 9 Oktober 2010: Gizi.net. Rumiasih.2003. BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BURUK PADA ANAK BALITA DI KABUPATEN MAGELANG.Diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 : Pusat data jurnal dan skripsi. Sarmin, dan Fitri Rachmayanti.2007.Cara Mendeteksi Gizi Buruk Pada Balita.Diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 : http://almawaddah.wordpress.com/2009/02/07/cara-mendeteksi-giziburuk-pada-balita/ Vivi Melva Diana.2004.Hubungan Pola Asuh Dengan Status gizi anak Balita di Kecamatan Kelurahan Pasar Ambacang kota padang tahun 2004. http://issuu.com/psikmunand/docs/jurnal_1 Yustisia,Wina Sofie.2006.Analisi Faktor Untuk Angka Gizi Buruk Pada Balita di Kabupaten Langkat.Diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14021/1/09E00372.pdf

Posted 15th October 2012 by ferry ngongo


0

Add a comment

Loading
Send feedback

You might also like