You are on page 1of 33

POTENSI ENERGI LISTRIK BATU BARA (NAGAN RAYA, NAD)

DISUSUN OLEH: NAMA NIM : LIA FITRIA RAHMATILLAH : 1104107010008

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH 2012

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Potensi Energi Listrik Batubara (Nagan Raya, NAD). Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, yaitu Bapak Asrillah, M.Sc dan tak lupa pula terima kasih kepada teman-teman serta keluarga yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Apabila didapatkan kesalahan dalam tulisan ini, maka kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan.

Banda Aceh, 20 Juni 2012 Penulis

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Sistematika Penulisan BAB II BATUBARA DAN TEKNIK EKSPLORASI 2.1 Pengertian Batubara 2.2 Jenis dan Proses Terbentuknya Batubara 2.3 Keterdapatan Batubara di Nagan 2.4 Teknik Eksplorasi BAB III PEMANFAATAN 3.1 Pengkonversian Batubara Menjadi Energi Listrik di Nagan, NAD BAB IV PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara adalah salah satu sumber energy yang penting bagi dunia yang digunakan sebagai pembangkit listrik hampir 40 % diseluruh dunia. Batubara telah memberikan perannya selama berabad-abad, tidak hanya membangkitkan listrik, namun juga merupakan bahan bakar utama bagi produksi baja dan semen, serta kegiatan industry lainnya. Nanggroe Aceh Darussalam terutama kawasan Nagan Raya telah memanfaatkan sumber daya alam batubara sebagai energy listrik. Keterdapatan batubara dikawasan ini didukung oleh letak geografis dan informasi geologis yang ditemukan di Nagan Raya. 1.2 Tujuan Adapun tujuan utama dalam membuat karya ilmiah ini adalah tugas tambahan sebagai pengganti mid-term, namun adapun tujuan lainnya yaitu: Memahami proses pembentukan batubara Menngetahui proses konversi batubara menjadi energy listrik

1.3 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Bab II Batu Bara dan Teknik Eksplorasi Bab III Pemanfaatan Bab IV Penutup

BAB II BATUBARA DAN TEKNIK EKSPLORASI 2.1 Pengertian Batubara Batu bara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organic (sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang telah berubah bentuk yang awalnya berakululasi di rawa dan lahan gambut) dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Batu bara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun, sehingga membentuk lapisan batu bara. Unsur utamanya terdiri dari oksigen, hydrogen, dan carbon. Batubara dapat diklasifikasikan menurut tingkatan, yaitu: lignit, sub-bituminus, bituminous, dan antrasit. 2.2 Jenis dan Proses Terbentuknya Batubara Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut hingga ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan akan terkena suhu dan tekanan yang tinggi yang menyebabkan tumbuhan mengalami proses fisika dan kimiawi yang lama-kelamaan menghasilkan batubara.

Gambar 1. Proses pembentukan batubara

Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (periode pembentukan carbon) yang berlangsung antara 290-360 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda atau brown coal), ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organic rendah. Batu bara muda sedikit lembut dan warnanya bervariasi dari kecoklat-coklatan hingga hitam pekat. Batubara muda yang mendapat pengaruh suhu dan tekanan secara terus menerus akan mengalami perubahan secara bertahap yang menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bitumen. Perubahan secara kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk bitumen. Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organic semakin tinggi dan terus berlangsung hingga membentuk antrasit. Tingkat perubahan yang dialami batubara dari gambut menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan yang memeiliki hubungan penting yang disebut tingkat mutu batubara. Batubara dengan tingkat mutu yang rendah, seperti batubara muda dan sub-bitumen biasanya lebih lembut dengan materi yang lebih rapuh dan berwarna suram seperti tanah. Batubara muda memiliki tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah sehingga mengahasilkan kandungan energy yang rendah pula.

Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat, serta memiliki warna hitam cemerlang. Batubara yang memiliki mutu yang lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembabannya lebih rendah dan menghasilkan energy yang lebih banyak. Antrasit adalah batubara dengan mutu paling baik yang memiliki kandungan karbon dan energy lebih tinggi serta tingkat kelembaban lebih rendah.

Gambar 2. Jenis-jenis batubara dari gambut hingga antrasit Menurut Diessel, materi pembentuk batubara terdiri dari: Alga Alga merupakan tumbuhan bersel satu dan hidup pada zaman pre-kambrium hingga ordovisium. Hasil endapan batubara pada zaman ini sangat sedikit. Silofita Silofita merupakan tumbuhan turunan dari alga yang hidup pada zaman silur hingga devon tengah. Endapan batubara sedikit ditemukan pada zaman ini.

Pteridofita Pteridofita merupakan tumbuhan tanpa bungan dan biji yang terdapat pada zaman defon atas hingga karbon atas.

Gimnospermae Gimnospermae merupakan tumbuhan heteroseksual yang hidup pada zaman Permian hingga kapur tengah.

Angiospermae Angiospermae merupakan jenis tumbuhan modern. Buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga. Tumbuhan ini hidup dari zaman kapur atas hingga kini. Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal dua macam

teori, yaitu: Teori Insitu Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisna batubara terbentuk ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian, maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengetahui proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil. Teori Drift Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan

berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang sudah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu tempat yang tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran ayng tidak luas, tetapi dijumpai dibeberapa tempat. Kualitasnya kurang baik, karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Factor yang mempengaruhi pembentukan batubara adalah: Posisi geotektonik Posisi geotektonik adalah suatu tempat yang keberadaannya

dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi geotektonik merupakan factor yang dominan. Posisi ini akan mempengaruhi iklim local dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geotektonik mempengaruhi proses metamorfosa organic dan struktur dari lapangan batubara melalui masa sejarah setelah pengendapan akhir. Topografi (morfologi) Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk. Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya bergantung pada posisi geotektonik.

Iklim Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara

dan merupakan factor pengontrol pertumbuhan flaura. Iklim tergantung pada posisi geografi dan geotektonik. Penurunan Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan betubara yang tebal. Pergantian transgresi dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flaura dan pengendapannya. Hal ini menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineral yang mempengarhui mutu dari batubara yang terbentuk. Umur geologi Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organic. Semakin tua umur batuan, maka semakin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi yang lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur pelipatan atau patahan pada lapisan batubara. Disamping itu, factor erosi akan merusak semua bagian dari endapan batubara. Tumbuhan Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisografi dengan iklim dan

topografi tertentu. Flora merupakan factor penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. Evolusi dari kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi. Mulai dari Paleozoic hingga Devon pertama sekali terbentuk lapisan batubara di daerah lagon yang dangkal. Periode ini merupakan titik awal dari pertumbuhan flora secara besar-besaran dalam waktu singkat pada setiap kontinen. Hutan tumbuh dengan subur selama masa Karbon. Pada masa tersier merupakan perkembangan yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman. Dekomposisi Dekomposisi flora yang merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organic merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan secara fisik dan kimiawi. Setelah tumbuhan mati, proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Kecepatan pertumbuhan gambut bergantung pada kecepatan

perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terhindar oleh proses pembusukan, tetapi terjadi proses desintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembusukan gambut akan berkurang sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan penguraian oleh mikribiologi.

Sejarah sesudah pengendapan Searah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi

geotektonik yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organic setelah pengendapan gambut. Di samping itu sejarah geologi endapan batubara bertanggung jawab terhadap terbentuknya struktur cekungan batubara, berupa perlipatan, persesaran, intrusi magmatic dan sebagainya. Struktur cekungan batubara Terbentuknya batubara pada cekungan, umumnya mengalami

deformasi oleh gaya tektonik yang menghasilkan lapisan batubara dengan bentukbentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang intensif menyebabkan bantuk lapisan batubara tidak menerus. Metamorfosa organic Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau pengaburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadninya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang serta bertambahnya prosentas karbon pada, belerang dan kandungan abu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik.

Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organic. Proses ini akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia, fisik, dan optiknya. Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah proses pembentukan batubara akan menentukan bentuk lapisan batubara. Mengetahui bentuk lapisan batubara sangat menentukan dalam menghitung cadangan dan merencanakan cara penambangannya. Beberapa bentuk lapisan batubara, yaitu: Bentuk Horse Back Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutup melengkung kearah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan kearah lateral lapisan batubara kemungkinan sama ataupun menjadi lebih kecil atau menipis. Bentuk Pinch Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian tengah. Pada umumnya dasar dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis, misalnya batu lempung, sedangkan di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur. Bentuk Clay Vein Bentuk itu terjadi apabila di antara dua bagian deposit batubara terdapat urat lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung ataupun pasir.

Bentuk Burriedd Hill Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula terbentuk

terdapat suatu kulminasi sehingga lapisan batubara seperti terintrusi. Bentuk Fault Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami beberapa seri patahan. Keadaan ini akan mengacaukan di dalam perhitungan cadangan, akibat adanya perpindahan perlapisan akibat pergeseran kearah vertical. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak gejala patahan harus dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Bentuk Fold Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan akan makin komplek. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah tersebut juga terjadi patahan harus dilakukan dengan tingkat ketilitian yang tinggi. 2.3 Keterdapatan Batubara di Nagan, NAD 2.3.1 Ditinjau dari Posisi Geografis Kabupaten Nagan Raya (seunagan) ibu kotanya adalah Suka Makmue. Secara geografis, kabupaten Nagan Raya terletak pada posisi koordinat 030 40 - 040 38 Lintang Utara dan 960 11 - 960 48 Bujur Timur dengan luas wilayah 3.363,72 km2 (336.372 hektar).

2.3.2 Ditinjau dari Informasi Geologi Secara geologi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak pada pertemuan dua lempeng, yaitu lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang dilalui oleh system sesar Sumatera dengan struktur-struktur aktif. Keadaan ini mengakibatkan munculnya zona-zona mineralisasi disepanjang system sesar sumatera. Berdasarkan informasi didapatkan bahwa kabupaten Nagan Raya mempunyai lahan gambut yang menghasilkan cadangan batubara sebesar

100.794.317 ton, namun kurangnya informasi yang didapat untuk tinjauan informasi geologi ini dibutuhkan kajian ulang terhadap lokasi tersebut.

Gambar 3. Peta Lokasi Asumsi yang dapat dijelaskan adalah di lokasi tempat adanya batubara (resevoir) terjadi proses geotektonik hingga proses metamorfosa organic dan ditemukan lahan gambut dan rawa-rawa yang mendukung pembentukan batubara serta terjadi proses pembatubaraan. 2.4 Teknik Eksplorasi Batubara Dalam eksplorasi endapan batubara, metode geofisika sangat membantu dalam menentukan batas-batas suatu cekungan sedimentasi yang berkaitan dengan pengendapan batubara, struktur geologi yang mempengaruhi terhadap kontinuitas penyebaran batubara dan instrusi batuan yang mempengaruhi terhadap kualitas batubara. Penyelidikan geofisika untuk eksplorasi batubara digunakan metode seismic refleksi. Hasil penyelidikan seismic menunjukkan adanya beberapa reflector sebagai pantulan dari kontak lapisan batuan. Perlipatan lapisan batuan dapat Nampak jelas dengan kemiringan tertentu. Struktur patahan dicirikan oleh adanya diskontinuiti

reflector atau offset lapisan batuan. System pengendapan atau lingkungan pengendapan dapat diperkirakan dari pola reflector yang dihasilkan. Untuk melokalisir daerah atau lokasi intrusi yang berkaitan dengan penyebaran antrasit dapat dilakukan dengan metode magnet. Metode geomagnet digunakan untuk menyelidiki kondisi permukaan bumi dengan memanfaatkan sifat kemagnetan bumi. Hasil dari metode ini diperoleh kontur yang menggambarkan distribusi susceptibility batuan dibawah permukaan pada arah horizontal. Untuk memperoleh informasi tentang ketebalan maka digunakan metode resistivity. Eksplorasi batu bara umumnya dilaksanakan melalui empat tahap yaitu: survei tinjau, prospeksi, eksplorasi pendahuluan dan eksplorasi rinci. Tujuan penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi keterdapatan, keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas suatu endapan batu bara sebagai dasar analisis atau kajian kemungkinan dilakukannya investasi. Tahap penyelidikan tersebut menentukan tingkat keyakinan geologi dan kelas sumber daya batubara yang dihasilkan. 1. Survei Tinjau (Reconnaissance) Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi batu bara yang paling awal dengan tujuan mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung endapan batubara yang berpotensi untuk diselidiki lebih lanjut serta mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tata guna lahan, dan kesampaian daerah. Kegiatannya, antara lain, studi geologi regional, penafsiran penginderaan jauh, metode tidak langsung lainnya, serta inspeksi lapangan pendahuluan yang menggunakan peta dasar dengan skala sekurang-kurangnya 1 : 100.000.

Pada tahap survei awal, pertama dilakukan survei formasi cool-bearing yang terbuka secara alami dan beberapa pengeboran untuk mengetahui kedalaman dari lapisan batubara kearah kemiringan dengan maksud memastikan deposit batubara yang potensial. Kemudian akan berlanjut kepada teknik eksplorasi yang lebih tinggi menggunakan mesin dan peralatan yang spesifik. 2. Prospeksi (Prospecting) Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran endapan yang akan menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, di antaranya, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:50.000, pengukuran penampang stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran, pemboran uji (scout drilling), pencontohan dan analisis. Metode tidak langsung, seperti penyelidikan geofisika, dapat dilaksanakan apabila dianggap perlu. Logging geofisik berkembang dalam ekplorasi minyak bumi untuk analisa kondisi geologi dan reservior minyak. Logging geofisik untuk eksplorasi batubara dirancang tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisn batubara, dan sifat geomekanik batuan yang menyertai penambahan batubara. Hal ini juga mengkompensasi berbagai masalah yang tidak terhindar apabila hanya dilakukan pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan penting, terutama lapisan batubara atau sequence rinci dari lapisan batubara termasuk parting dan lain lain.

3. Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration) Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas serta gambaran awal bentuk tiga-dimensi endapan batu bara. Kegiatan yang dilakukan antara lain, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:10.000, pemetaan topografi, pemboran dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penarnpangan (logging) geofisika, pembuatan sumuran/paritan uji, dan pencontohan yang andal. Pengkajian awal geoteknik dan geohidrologi mulai dapat dilakukan. 4. Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration) Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas clan kualitas serta bentuk tiga-dimensi endapan batu bara. Kegiatan yang harus dilakukan adalah pemetaan geologi dan topografi dengan skala minimal 1:2.000, pemboran, dan pencontohan yang dilakukan dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penampangan (logging) geofisika, pengkajian geohidrologi, dan geoteknik. Pada tahap ini perlu dilakukan pencontohan batuan, batubara dan lainnya yang dipandang perlu sebagai bahan pengkajian lingkungan yang berkaitan denqan rencana kegiatan penambangan. METODE GEOFISIKA BATUBARA Seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka hadirlah survey geofisika tahanan jenis yang merupakan suatu metode yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan batuan dengan mengukur sifat kelistrikan batuan. Loke (1999) mengungkapkan bahwa survey geofisika tahanan jenis dapat menghasilkan informasi perubahan variasi harga resistivitas baik arah lateral maupun arah vertical.

Metode ini memberikan injeksi listrik kedalam bumi, dari injeksi tersebut maka akan mengakibatkan medan potensial sehingga yang terukur adalah besarnya kuat arus (I) dan potensial (V), dengan menggunakan survey ini maka dapat memudahkan para geologist dalam melakukan interpretasi keberadaan cebakancebakan batubara dengan biaya eksplorasi yang relatif murah. LOGGING GEOFISIK (GEOPHYSICAL WELL LOGGING) Logging geofisik berkembang dalam ekplorasi minyak bumi untuk analisa kondisi geologi dan reservior minyak. Logging geofisik untuk eksplorasi batubara dirancang tidak hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisn batubara, dan sifat geomekanik batuan yang menyrtai penambahan batubara. Dari sekian banyak prinsip logging yang ada, yang paling sering digunakan adalah resistansi listrik, kecepatan gelombang elastis dan radioaktif. Untuk eksplorasi batubara, logging densitas adalah yang paling efektif dan kombinasi logging densitas dan sinar gama adalah yang direkomendasi untuk menentukan sifat geologi sekitar lapisan batubara. Setiap logging mempunyai keistimewaannya masing-masing, oleh karena itu lebih baik melakukan kombinasi logging untuk analisa menyeluruh. METODE PENAMBANGAN BATUBARA Metode Room And Pillar Ini adalah metode penambangan batubara yang menetapkan suatu panel atau blok penambangan tertentu, kemudian menggali maju dua sistem (jalur) terowongan, masing-masing melintang dan memanjang, untuk melakukan

penambangan batubara dengan pembagian pilar batubara. Metode penambangan ini terdiri dari metode penambangan batubara yang hanya melalui penggalian maju terowongan, dan metode penambangan secara berurutan terhadap pilar batubara yang diblok mulai dari yang terdalam. apabila jaringan terowongan yang digali tersebut telah mencapai batas maksimum blok penambangan. Kondisi yang menghasilkan efisiensi tinggi metode ini telah dijelaskan. Keunggulan metode penambangan batubara sistem room dan pilar : 1. Lingkup penyesuaian terhadap kondisi alam penambangan lebih luas dibanding dengan sistem lorong panjang yang dimekanisasi. 2. Hingga batas-batas tertentu, dapat menyesuaikan terhadap variasi kemiringan (kecuali lapisan yang sangat curam), tebal tipisnya lapisan batubara, keberadaan patahan serta sifat dan kondisi lantai dan atap. 3. Mampu menambang blok yang tersisa oleh penambang sistem lorong panjang, misalnya karena adanya patahan. 4. Dapat melakukan penambangan suatu blok yang berkaitan dengan perlindungan permukaan (seperti perlindungan bangunan terhadap penurunan permukaan tanah). 5. Selain itu, cukup efektif unyuk menaikkan recovery sedapatnya, pada blok yang tidak cocok ditambang semua, misalnya penambangan bagian dangkal di bawah dasar laut.

Kelemahan metode penambangan batubara sistem ruang dan pilar : 1. Recovery penambangan batubara yang sangat buruk. (sekitar enam puluh sampai tujuh puluh persen). 2. Bila dibandingkan dengan metode penambangan batubara sistem lorong panjang, banyak terjadi kecelakaan, seperti atap ambruk. 3. Ada batas maksimum penambangan bagian dalam, yang antara lain disebabkan oleh peningkatan tekanan bumi (batasnya sekitar lima ratus meter di bawah permukaan bumi). 4. Karena banyak batubara yang disisakan, akan meninggalkan masalah dari segi keamanan untuk penerapan di lapisan batubara yang mudah mengalami terbakar. Metode Longwall Metode penambangan ini adalah metode penambangan batubara yang digunakan secara luas pada penambangan bawah tanah. Ciri-ciri metode penambangan batubara sistem longwall: 1. Recoverynya tinggi, karena menambang sebagian besar batubara. 2. Permukaan kerja dapat dipusatkan, karena dapat berproduksi besar di satu permuka kerja. 3. Pada umumnya, apabila kemiringan landai, mekanisasi penambangan, transportasi dan penyanggaan menjadi mudah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi penambangan batubara. 4. Karena dapat memusatkan permuka kerja, panjang terowongan yang dirawat terhadap jumlah produksi batubara menjadi pendek.

5. Menguntungkan dari segi keamanan, karena ventilasinya mudah dan swabakar yang timbul juga sedikit. 6. Karena dapat memanfaatkan tekanan bumi, pemotongan batubara menjadi mudah. 7. Apabila terjadi hal-hal seperti keruntuhan permuka kerja dan kerusakan mesin, penurunan produksi batubaranya besar. Tambang longwall harus dilakukan dengan membuat perencanaan yang hati-hati untuk memastikan adanya geologi yang mendukung sebelum dimulai kegiatan penambangan. Kedalaman permukaan batu bara bervariasi di kedalaman 100-350m. Penyangga yang dapat bergerak maju secara otomatis dan digerakkan secara hidrolik sementara menyangga atap tambang selama pengambilan batu bara. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang dibiarkan ambruk. Lebih dari 75% endapan batu bara dapat diambil dari panil batu bara yang dapat memanjang sejauh 3 km pada lapisan batu bara. Keuntungan utama dari tambang room and pillar daripada tambang longwall adalah, tambang room and pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan peralatan bergerak dengan biaya kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar). Pemilihan teknik penambangan ditentukan oleh kondisi tapaknya namun selalu didasari oleh pertimbangan ekonomisnya; perbedaan-perbedaan yang ada bahkan dalam satu tambang dapat mengarah pada digunakannya kedua metode penambangan tersebut.

Metode Shortwall Metode ini merupakan penggabungan dari metode room and pillar dan metode longwall. Proses Pencucian Batubara Alat alat yang dipakai dalam pencucian batubara antara lain : ayakan, mejagoyang, baum jig, dan flotasi. Sedangkan proses pencucian batubara secara fisik yaitu : Jigging : Pulsasi air menyebabkan batubara membentuk stratigrafi (batubara bersih akan berada diatas). Ukuran 3,4mm 7,6mm. Meja Goyang : Partikel yang ringan akan jatuh kebawah, sedangkan yang berat dialirkan kesamping. Ukuran partikel 0,15mm 6,4mm. Hidrosiklon : Pemisahan pada alat yang berbentuk kerucut. Material dipengaruhialiran air keatas dan gaya sentrifugal. Ukuran partikel 0,6mm kebawah. Humphrey Spiral : Alatnya berbentuk spiral. Ukuran partikel 3mm kebawah. Washer : Batubara kotor dialirkan dalam suatu aliran air dalam lounder, partikel berat (pengotor) akan mengendap sedang batubara akan mengapung dan terbawa aliran air. Partikel berukuran 7,5mm. Flotasi : Dengan bantuan Collector, frother, Modifier dengan adanya gelembung udara batubara dapat dipisahkan dari pengotornya. Dapat mengurangi jumlah pirit dan batubara halus dapat juga terambil.

Dalam pencucian Batubara ukuran memegang peranan penting, ada keterkaitan antara ukuran dan metode pencucian. Apabila ukuran tidak sesuai maka proses pencucian tidak akan optimal.

BAB III PEMANFAATAN

Pemanfaatan batubara yang ditinjau dalam bab ini merupakan pemanfaatan dalam bentuk energy. Batu bara ketel uap (batubara termal), digunakan dipembangkit listrik untuk mengalirkan listrik. Pembangkit listrik konvensional yang pertama menggunakan batubara bongkahan yang dibakar diatas rangka bakar dalam ketel untuk menghasilkan uap. Kini, batubara digiling terlebih dahulu menjadi bubuk halus yang dapat meningkatkan area permukaan dan memungkinkan untuk terbakar secara lebih cepat. Dalam system pulverized coal combustion (PCC) pembakaran serbuk batubara ini, serbuk batubara ditiup kan kedalam ruang bakar ketel dan serbuk batubara tersebut dibakar pada suhu yang tinggi. Gas panas dan energy panas yang dihasilkan mengubah air dalam tabung ketel menjadi uap. Uap yang bertekanan tinggi disalurkan kedalam suatu turbin yang memiliki ribuan bilah baling-baling. Uap mendorong bilah-bilah tersebut sehingga poros turbin berputar dengan kecepatan yang tinggi. Satu pembangkit listrik terpasang disalah satu ujung poros turbin dan terdiri dari kumparan kabel terbuka. Listrik dihasilkan pada saat kumparan tersebut berputar dengan cepat dalam suatu medan magnetic yang kuat. Setelah melewati turbin, uap menjadi terkondensasi dan kembali ke ketel untuk dipanaskan sekali lagi.

Gambar 4. Proses mengubah batubara menjadi energy listrik 3.1 Pengkonversian Batubara Menjadi Energi Listrik di Kabupaten Nagan Raya, NAD Sampai saat ini, krisis listrik yang dialami masyarakat Aceh masih belum teratasi. Ketergantungan terhadap listrik memang sangat besar.

Ketergantungan inilah yang menyebabkan energy listrik menjadi salah satu penentu utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi, karena krisis lilstrik seperti yang dialami Aceh saat ini menyebabkan produktivitas masyarakatnya dalam

memproduksi barang dan jasa menjadi terhambat. Kondisi semacam ini tentu saja akan menghambat investasi di Aceh. Sebab bagaimana mungkin industry dapat tumbuh, tanpa tersedianya tenaga listrik. Saat ini, kebutuhan energy listrik di Aceh mencapai 225 MW dan akan menjadi 255 untuk 10 tahun mendatang. Saat ini sedang dilaksanakn megaproyek yaitu pembangunan PLTU dengan kapasitas 2x110 MW di pantai Barat Aceh, tepatnya kabupaten Nagan Raya yang merupakan bagian dari proyek pembangunan 10.000 MW dari PLN dan dibangun oleh Synohydro Coorporation Ltd.

Hingga kini proyek yang sedang dibangun di lahan seluas 67 Ha dan dengan biaya 800 milyar rupiah tersebut terus digenjot agar selesai sesuai target. PLTU atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap ini nantinya akan menggunakan batubara sebagi bahan bakarnya. Pada PLTU, batubara dibakar di boiler menghasilkan panas yang digunakan untuk mengubah air dalam pipa yang dilewatkan di boiler tersebut menjadi uap yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin dan memut ar generator. Kinerja pembangkitan listrik pada PLTU sangat ditentukan oleh efisiensi panas pada proses pembakaran batubara tersbut, karena selain berpengaruh pada efisiensi pembangkitan, juga dapat menurunkan biaya pembangkitan. Secara umum boiler PLTU ada dua tipe yaitu PC (pulverized Combustion) dan boiler CFB (circulating fluidized bed) untuk PLTU dengan boiler PC akan lebih sensitive terhadap pemilihan batubara, sehingga desain PLTU sebisa mungkin sesuia dengan spesifikasi batubara yang akan digunakan. Sedangkan untuk PLTU boiler CFB lebih fleksibel dengan macam-macam batubara yang digunakan. Untuk PLTU Nagan Raya, boiler yang digunakan adalah tipe CFB dimana batubara dihancurkan terlebih dahulu. Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang memiliki p otensi batubara yang cukup besar, memiliki lebih dari 400 juta ton cadangan terukur (measure resources).

Potensi batubara tersebut terdapat di Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya. Saat ini terdapat beberapa perusahaan pemegang IUP opersai produksi dan IUP eksplorasi batubara yang beroperasi di Aceh. Secara kualitas batubara Aceh memang termasuk dalam batu bara peringkat rendah. Tapi tentunya hal ini akan sangat potensial jika potensi batubara tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembangunan PLTU mulut tambang. Permasalahannya adalah desain boiler yang rencanany akan digunakan PLTU Nagan Raya menggunakan spesifikasi batubara yang tidak sesuai dengan spesifikai batubara Aceh. Boiler didesain untuk batubara dengan nilai kalori 4200 kcal/kg (gar), sementara batubar a Aceh memiliki nilai kalori yang lebih rendah yaitu rata -rata 3300 kcal/kg (gar). Selain itu juga pada nilai HGI (Handgrove Grindability Index). Artinya, dengan kondisi sekarang, PLTU yang sedang dibangun bukanlah PLTU mulut tambang, karena secara otomati s nantinya tidak akan menggunakan batubara Aceh atau akan didatangkan dari luar aceh. Menurut pengamat (M.Yasir surya, Sekjen LPSIPA), kebijakan ini kurang tepat, seharusnya PLN terlebih dahulu melakukan uji tuntas mengenai sumber daya yang ada disekitar pembangkit yang membutuhkan batubara, sehingga dapat dilakukan penyesuaian desain boiler pada PLTU Nagan Raya agar potensi batubara Aceh yang tergolong peringkat rendah dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai tambah.

Secara kuantitas, cadangan batubara Aceh tidak menjadi kendala, karena kebutuhan batubara dengan kapasitas PLTU 2x110 MW adalah lebih kurang 1,26 juta ton/tahun, artinya kalau dimanfaatkan cadangan batubara Aceh dapat mencukupi ratusan tahun. Dalam hal ini banyak kerugian yang timbul dari kebijakan yang kurang tepat ini baik dari segi teknis, ekonomis dan juga sosial kemasyarakatan. Jika PLN memanfaatkan batubara disekitar pembangkit maka akan ada efesiensi biaya karena harga batubara akan lebih murah dibandingkan apabila didatangkan dari luar, managemen stockfile yang lebih mudah dan Aceh sendiri tentunya akan mendapatkan penambahan pendapatan asli daerah yang berasal dari royalti serta multiplayer efek dari aktifitas penambangan batubara tersebut. Tentunya kita tidak menginginkan kebijakan kurang tepat yang telah dilakukan dalam pemanfaatan gas dipantai Timur Aceh akan terulang kembali di pantai Barat Aceh karena perencanaan yang tidak berpihak kepada Rakyat Aceh. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini PLN jika memang ingin memperbaiki perencanaan yang ada dan mau memanfaatkan batubara Aceh : 1. Memodifikasi dan mendasain ulang boiler yang akan digunakan atau dipakai pada PLTU Nagan Raya sehingga sesuai dengan spesifikasi batubara Aceh. 2. Melakukan penanganan khusus untuk batubara Aceh sehingga spesifikasinya sesuia dengan boiler yang didesain sebelumnya. Dalam hal ini dapat dilakukan

dengan mengupgrade atau meningkatkan kualitas batubara sehingga kadar air dan nilai kalori batubara Aceh akan meningkatkan sebelum digunakan di PLTU. 3. Dengan proses blending, batubara Aceh akan dicampur dengan batubara dari luar Aceh yang kualitasnya baik sehingga spesifikasinya sesuai. Tetapi apabila hal ini dilakukan, artinya hanya sedikit jumlah batubara Aceh yang digunakan.

BAB IV PENUTUP

Berdasarkan uraian materi dalam bab-bab diatas, maka dapat disimpulkan bahwa: Batubara terdapat pada lokasi yang mengalami geotektonik, keadaan lokasi yang berawa-rawa dan gambut, serta mengalami proses pembatubaraan. Proses pengkonversian batubara menjadi energy listrik dilakukan dengan cara memanaskan batubara sehingga menghasilkan uap yang menggerakkan turbin. Berdasarkan informasi, jenis batubara yang terdapat di Nagan Raya, NAD berkualitas rendah, namun cukup untuk kebutuhan energy listrik Aceh.

DAFTAR PUSTAKA Coal_Resource_overview_coal_indonesia (03_06_2009).pdf www.Galih 81.wordpress.com Geofisik.pdf www.Harizonaauliarahman.blogspot.com www.scribd.com/doc/494604404/PLTU_Dan_Batubara_Aceh

You might also like