You are on page 1of 9

TUGASAN DECOMPENSATIO CORDIS

Preseptor : Emmy Praggono, dr., Sp.PD-KP, KIC

Oleh : Noor Izyan Mohamed 1301-1211-3537

DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR HASAN SADIKIN BANDUNG 2013

DECOMPENSATIO CORDIS Pendahuluan Gagal jantung (decompensatio cordis) adalah sindrom klinis yang ditandai dengan adanya abnormalitas struktur atau fungsi jantung, sehingga menyebabkan ketidakmampuan jantung untuk mensuplai darah untuk kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal jantung mayoritas disebabkan oleh gangguan kontraksi otot jantung yang dapat diakibatkan oleh cardiomyopathy atau viral myocarditis. Gagal jantung juga dapat disebabkan oleh aterosklerosis pembuluh coroner sehingga mengakibatkan myocard infark dan iskemik. Gagal jantung juga dapat terjadi pada congenital, valvular, dan hypertensive heart disease, di mana kerusakan myocardium disebabkan overload hemodinamik dalam jangka waktu yang lama. Etiologi Ischemic Heart Disease merupakan penyebab terjadinya gagal jantung pada 75% kasus, kemudian diikuti oleh cardiomyopathy sebagai penyebab tersering kedua, sedangkan congenital, valvular, dan hypertensive heart disease jarang menyebabkan terjadinya gagal jantung. Di samping faktor penyebab, terdapat pula faktor presipitasi untuk mencetuskan terjadinya gagal jantung, yaitu: 1. Infeksi, pasien dengan kongesti vaskular pulmonal akibat gagal jantung kiri, sangat rentan terhadap infeksi pulmonal daripada orang normal. Infeksi dapat menyebabkan demam, takikardia, hipoksemia, dan peningkatan kebutuhan metabolik jaringan. 2. Aritmia, merupakan faktor presipitasi yang paling sering mencetuskan terjadinya gagal jantung. Aritmia dapat mempengaruhi fungsi jantung melalui bebrapa mekanisme: a. Takiaritmia dapat mengurangi waktu pengisian ventrikel jantung, sehingga dapat menyebabkan diastolic HF dan juga dapat menyebabkan disfungsi miokardial pada pasien ischemic heart disease. b. c. Disosiasi antara kontraksi atrium dan ventrikel, ditandai dengan bradi dan takiaritmia Kerusakan fungsi jantung lebih lanjut akibat kontraksi ventrikel yang tidak sinkron pada aritmia dengan konduksi intraventrikular yang abnormal.

d.

Memperlambat heart rate, terjadi pada blok atrioventrikular yang komplit atau pada bradiaritmia berat, sehingga dapat mengurangi cardiac output.

3. Faktor fisik, diet, cairan, lingkungan, dan emosi . Intake natrium yang tinggi, ketidakpatuhan dalam mengkonsumsi obat-obatan, transfusi darah, aktivitas fisik berlebih, cuaca panas berlebih, dan krisis emosional dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung. 4. Infark miokard, pada pasien dengan compensated ischemic heart disease yang kronis, infark miokard kadang dapat menyebabkan gangguan fungsi ventrikel, sehingga dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung. 5. Emboli pulmonal, pada pasien dengan aktivitas fisik yang ringan dengan cardiac output yang rendah, sangat beresiko untuk terjadinya trombus pada pembuluh vena di daerah ekstremitas bawah atau pelvis. Emboli pulmonal dapat dihasilkan dari peningkatan tekanan arteri pulmonalis, sehingga dapat menghasilkan gangguan fungsi ventrikel. 6. Anemia, pada anemia, kebutuhan oksigen di jaringan hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan cardiac output. 7. Tirotoksikosis dan kehamilan, sama seperti pada anemia dan demam, pada pasien tirotoksikosis dan wanita hamil, terdapat peningkatan cardiac output. 8. Hipertensi agresif, peningkatan tekanan arterial yang mendadak, pada renal hypertension atau pada penghentian obat hipertensi yang tiba-tiba dapat menyebabkan cardiac decompensation 9. Rheumatic, viral, dan bentuk lain myocarditis , demam rematik akut dan berbagai proses inflamasi dan infeksi yang mempengaruhi miokardium dapat mencetuskan terjadinya gagal jantung 10. Infective endocarditis, biasanya menyertai kelainan valvular, anemia, demam, dan myocarditis Klasifikasi Menurut New York Heart Association, gagal jantung diklasifikasikan sebagai berikut: Class I Class II tidak terdapat keterbatasan dalam beraktivitas gejala ringan, dengan keterbatasan yang minimal dalam aktivitas seharihari

Class III Class IV Patofisiologi

terdapat gejala-gejala yang jelas, seperti lemah badan, sesak, palpitasi, atau nyeri dada, dengan aktivitas yang terbatas gejala muncul saat istirahat dan meningkat saat beraktivitas

Terdapat dua konsep dari mekanisme gagal jantung: 1. Konsep backward HF, disfungsi sistolik atau diastolik dari ventrikel dapat menyebabkan tekanan dalam atrium dan sistem vena di belakang ventrikel yang mengalami disfungsi meningkat. Retensi garam dan air sebagai konsekuensi dari meningkatnya tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler. Akibatnya terjadi transudasi cairan ke dalam ruang interstitial. 2. Konsep forward HF, manifestasi klinis gagal jantung timbul secara langsung akibat tidak cukupnya pengeluaran darah ke dalam sistem arteri. Retensi garam dan air merupakan konsekuensi dari penurunan perfusi ginjal dan reabsorpsi natrium pada tubulus proksimal dan distal yang berlebihan akibat aktivasi RAAS. Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard mengalami gangguan, sehingga isi sekuncup berkurang dan volume akhir sistolik meningkat. Akibat dari peningkatan volume akhir sistolik, sewaktu darah dari vena pulmonalis kembali ke jantung yang payah, volume ruangan jantung pada diastol meningkat. Akibatnya tekanan dan volume akhir diastolik akan tebih tinggi dari normal. Pada disfungsi diastolik, bisa terjadi karena gangguan relaksasi diastolik dini atau peningkatan kekakuan dinding ventrikel, atau karena kedua-duanya. Terjadi peningkatan tekanan diastolik yang akan diteruskan ke vena pulmonalis atau vena sistemik. Manifestasi klinis Anamnesis Gagal Jantung Kiri: 1. Dispnea on effort, adalah sesak napas yang timbul berhubungan dengan aktivitas fisik. Bendungan pembuluh paru dan edema paru interstitialis akan mengurangi kelenturan paru, sehingga meningkatkan kerja otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru. 2. Orthopnea, adalah sesak napas yang terjadi dalam posisi berbaring. Terjadi karena redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas bawah ke dalam dada, menyebabkan peningkatan diafragma. Sensasi sesak napas biasanya hilang

dengan duduk tegak, karena posisi ini mengurangi aliran balik tekanan vena dan tekanan kapiler paru. 3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea, serangan sesak napas yang berat dan batuk yang umumnya terjadi pada malam hari, seringkali membangunkan pasien dari tidurnya. Depresi pusat pernapasan selama tidur mengurangi ventilasi, yang cukup untuk menurunkan tekanan oksigen arteri, terutama pada pasien dengan edema paru interstitial dan berkurangnya kelenturan paru. Berkurangnya rangsang adrenergik pada miokard di malam hari, juga dapat mengganggu fungsi jantung. 4. Pernapasan Cheyne Stokes, merupakan pernapasan periodik atau siklik, ditantai karena berkurangnya sensitivitas pusat pernapasan terhadap PCO2. Memanjangnya waktu sirkulasi dari paru ke otak pada pasien gagal jantung, terutama pada pasien hipertensi dan penyakit arteri koroner dan penyakit vaskuler serebral yang berkaitan, akan mencetuskan pernapasan ini. 5. Batuk dan hemoptisis Gagal Jantung Kanan: 1. Keluhan sesak tidak terlalu menonjol. 2. Kelelahan, kelemahan, dan berkurangnya kapasitas exercise, berkaitan dengan keterbatasan kemampuan jantung yang gagal untuk meningkatkan curahnya dan mengantarkan oksigen ke otot yang sedang exercise. 3. Nyeri regio RUQ, berkaitan dengan adanya hepatomegali kongestif. 4. Anoreksia berhubungan dengan nyeri perut regio RUQ akibat hepatomegali kongestif. Pemeriksaan Fisik Gagal Jantung Kiri 1. Edema Paru, disebabkan peningkatan tekanan darah di pembuluh kapiler paru yang menyebabkan tekanan hidrostatik kapiler paru akan meningkat hingga melebihi 18 mmHg. 2. Ronkhi yang terdengar di seluruh lapangan paru, kasar, dan mungkin disertai ddengan adanya wheezing saat ekspirasi. Dapat pula ditemukan bunyi pekak pada perkusi di daerah basal paru. Hal ini terjadi akibat adanya edema paru. 3. Sianosis perifer, biasanya terlihat di daerah bibir dan bantalan kuku. Terjadi akibat perfusi jaringan yang kurang adekuat.

4. S3 dan S4 yang mungkin dapat terdengar, namun bukan merupakan gejala yang khas untuk gagal jantung. Gagal Jantung Kanan 1. Peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure), terjadi akibat adanya bendungan darah di cava superior yang mengikuti peningkatan tekanan di atrium kanan. Juga didapatkan refluks hepatojugular yang positif. 2. Hepatomegali kongestif, akibat adanya portal hipertensi akibat bendungan di vena hepatika. Hal ini dapat diikuti oleh adanya splenomegali kongestif akibat bendungan di vena lienalis. 3. Edema perifer, akibat bendungan yang terjadi di vena-vena perifer yang mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik di pembuluh kapiler yang melebihi tekanan koloid osmotik. 4. Asites, sebagai konsekuensi dari transudasi cairan akibat peningkatan tekanan vena hepatika. 5. Ikterus, dapat ditemukan pada gagal jantung yang lanjut, berkaitan dengan peningkatan bilirubin direk maupun indirek. Timbul akibat gangguan fungsi hati sekunder terhadap kongesti paru. Pemeriksaan Penunjang 1. EKG 2. Foto Thorax PA: untuk melihat adanya kardiomegali atau bendungan paru 3. Laboratorim: Hb, Leukosit, Trombosit, Hematokrit, Diff. Count, LED 4. AGD 5. Elektrolit: Natrium, Kalium 6. Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT 7. CKMB, Troponin T 8. Ekokardiografi Penatalaksanaan Tujuan dari penatalaksanaan gagal jantung adalah: Meringankan gejala Mencegah komplikasi Meningkatkan angka harapan hidup

Untuk meringankan gejala, dapat diberikan diet rendah garam 3-4 mg/hari, hindari rokok dan alkohol. ACE Inhibitor merupakan obat pilihan pertama untuk disfungsi sistolik ventrikel kiri. Obat ini akan mengurangi afterload ventrikel kiri. Diperlukan monitor kadar kreatinin dan kalium yang mungkin meningkat pada penggunaan obat ini. Efek samping dari ACE Inhibitor adalah hipotensi, memperburuk fungsi ginjal, hiperkalemia, batuk, rash. Diuretik digunakan pada pasien dengan retensi natrium dan air. Pemberian diuretik dimulai jika ACE Inhibitor dosis tunggal tidak mampu mengatasi overload cairan. Monitor kadar kalium diperlukan karena terdapat kemungkinan terjadinya hipokalemia. Jika terjadi hipokalemia bisa digunakan Spironolakton. -blocker bekerja dengan menurunkan kerja jantung. Digunakan terutama pada pasien pasca miokard infark. Digoksin digunakan pada pasien dengan atrial fibrilasi dan gagal jantung kongestif. Obat ini dapat meningkatkan toleransi exercise dan memperbaiki functional class. Toksisitas digoksin dapat mengakibatkan aritmia, confusion, gangguan penglihatan, anoreksia, nausea, vomitting. Pada disfungsi diastolik, -blocker dan Ca-channel blocker merupakan obat pilihan pertama, sedangkan ACE Inhibitor merupakan pilihan keduanya. Obat-obat ini bekerja denga meningkatkan cardiac output dengan memperpanjang waktu pengisian jantung (diastolik) Transplantasi jantung dapat dilakukan pada pasien yang tidak responsif terhadap semua kombinasi terapi.

Prognosa Prognosa pada pasien gagal jantung tergnatung dari penyebab primernya serta faktor presipitasinya. Pasien yang kongestinya dapat teratasi, angka harapan hidup dalam 2 tahun sebesar 80%. Namun, angka harapan hidup dapat menurun menjadi hanya 6 bulan pada 50% pasien dengan gejala yang refrakter.

DAFTAR PUSTAKA
1. Braunwald, Jameson, Longo, Hauser, Fauci, Kasper. Harrisons Principle of Internal Medicine, Vol 2. 16th Edition. McGraw-Hill Companies, inc. USA, 2005. 2. Douglas S.Paauw, Lisanne R. Burkholder, Mary B. Migeon. Internal Medicine Clerkship Guide. Mosby Inc. Misouri, United States of America, 2003 3. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2004

You might also like