You are on page 1of 34

LAPORAN KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH Oleh: TRINYANASUNTARI MUNUSAMY LOGAPRAGASH KANDASAMY SUJITHA MUNAIDY VICKNESH CHANDRASHEKARAN SAI BANU SELVARAJAH 070100235 070100245 070100270 070100276 070100278

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RSU HAJI ADAM MALIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya sehinggga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Infeksi Saluran Kemih. Tugas makalah ini diberikan sebagai syarat kepanitraan klinik senior Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Makalah ini juga dibuat dengan tujuan agar para dokter muda yang membaca makalah ini dapat menambah pengetahuannya tentang infeksi saluran kemih melalui informasi dan makalah yang disajikan, sehingga lebih mudah untuk mengetahui bagaimana mendiagnosa serta member penatalaksanaan yang tepat kepada pasien. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Sesungguhnya tak ada gading yang tak pernah retak . Oleh karena itu kami dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat meningkatkan manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberi petunjuk dan bimbinganNya kepada kita semua.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................2 Daftar Isi...........................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4 1.1. Latar Belakang..........................................................................................4 1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................5 1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................5 1.4. Manfaat Penulisan.....................................................................................5 BAB II Tinjauan Pustaka.............................................................................. 6 2.1. Definisi .................................................................................................... 6 2.2 Epidemiologi ............................................................................................. 6 2.3 Etiologi ...................................................................................................... 6 2.4 Klasifikasi ...................................................................................................8 2.5 Patogenesis..................................................................................................8 2.6 Patofisiologi................................................................................................10 2.7 Gejala klinis ...............................................................................................11 2.8 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis......................................................12 2.9 Penatalaksanaan..........................................................................................15 2.10 Komplikasi................................................................................................20 2.11 Prognosis .......21 BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................22 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN........................................................33 4.1. Kesimpulan................................................................................................33 4.2. Saran..........................................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi tersering kedua setelah infeksi saluran nafas atas yang terjadi pada populasi dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65 tahun dan 2.5-11% pada pria di atas 65 tahun. Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial tersering yang mencapai kira-kira 40-60%. Sampai saat ini belum adanya klasifikasi dan standarisasi penatalaksanaan infeksi saluran kemih dan genitalia pria di Indonesia. Penatalaksanaan infeksi berkaitan dengan pemberian antibiotika. Penggunaan antibiotika yang rasional dibutuhkan untuk mengatasi masalah resistensi kuman. Oleh karena itu Ikatan Ahli Urologi Indonesia membuat suatu Panduan Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria. Panduan ini merujuk panduan yang sudah dibuat oleh EAU (European Association of Urology) dan IDSA (Infectious Disease Society of America). Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran kemih. Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering didapatkan bakteri di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang dimodifikasikan dari panduan EAU (European Association of Urology) dan IDSA (Infectious Disease Society of America)

1.2 Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang mengalami Infeksi Saluran Kemih dan bakteri? mengapa hasil kultur urin tidak menemukan pertumbuhan

1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis mengenai Infeksi Saluran Kemih. 2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus penyakit Infeksi saluran Kemih pada pasien secara langsung. 3. Untuk memahami perjalanan penyakit Infeksi Saluran Kemih.

1.4.

Manfaat Penulisan Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya : 1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit dalam, khususnya mengenai penyakit Infeksi Saluran Kemih. 2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topik-topik yang berkaitan dengan Infeksi Saluran Kemih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ISK adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin. Bakteriuria bermakna (significant bakteriuria): Bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bakteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis ISK dinamakn bakteriuria simptomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan presentasi klinis ISK tanpa bakteriuri bermakna. Banyak faktor yang menyebabkan negatif palsu pada pasien dengan presentasi klinis ISK (Enday Sukandar, 2007). a. Pasien telah mendapat terapi antimikroba b. Terapi diuretika c. Minum banyak d. Waktu pengambilan sampel tidak tepat e. Peranan bakteriofag 2.2 Epidemiologi Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan di praktik umum, walaupun pelbagai antibiotika sudah tersedia luas di pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK seumur hidupnya (Sukandar E, 2007). 2.3 Etiologi Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif tersebut,

7 ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian diikuti oleh Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan Pseudomonas sp.,Bermacam-macam mikro organisme dapat menyebabkan ISK, antara lain dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Persentase biakan mikroorganisme penyebab ISK No. Mikroorganisme Persentase biakan (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Escherichia coli Klebsiela sp. atau Enterobacter sp. Proteus sp. Pseudomonas aeroginosa Staphylococcus epidermidis Enterococci sp. Candida albicans Staphylococcus aureus 50-90 10-40 5-10 2-10 2-10 2-10 1-2 1-2

Jenis penyebab ISK non-bakterial adalah biasanya adenovirus yang dapat menyebabkan sistitis hemoragik. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia, actinomises, dan Mycobacterium tuberculosa . Candida sp merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin, pasien dengan penyakit imunnocompromised, dan pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas. Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah Candida albicans dan Candida tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara hematogen . Faktor predisposisi yang mempermudah untuk terjadinya ISK, yaitu : 1. Bendungan aliran urin, terdiri atas : a. Anomali kongenital b. Batu saluran kemih c. Oklusi ureter (sebagian atau total) 2. Refluks vesikoureter 3. Urin sisa dalam buli-buli karena :

8 a. Neurogenic bladder b. Striktura uretra 5.Hygienitas 6. Instrumentasi a. Kateter b. Dilatasi uretra c. Sitoskopi
(Om Zainuls Blog, 2010)

2.4 Klasifikasi Infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu: a. Infeksi saluran kemih atas 1. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri. 2. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik.

b. Infeksi saluran kemih bawah 1. Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna. 2. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril) (Sukandar E, 2007).

2.5 Patogenesis Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi simtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri(host) (Sukandar E, 2007).

Peranan Patogenisitas Bakteri Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga berkait dengan etiologi ISK. Penelitian melaporkan lebih daripada 170 serotipe O (antigen) E.coli yang patogen. Patogenisitas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotipe dari 170 srotipeO/E.coli yang terhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus. Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence determinalis. Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan presentasi klinis ISK tergantung juga dari faktor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor virulensi (Sukandar E, 2007). Peranan bakterial attachment of mukosa Penelitian membuktikan bahwa fimbriae (proteinaceous hair-like projection from the bacterial surface), merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P.fimbriae terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah Fimbriae dari strain E.coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar (Sukandar E, 2007). Peranan Faktor Virulensi Lain Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1), dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% -haemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. Faktor Virulensi Variasi Fase Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandungan kemih dan ginjal (Sukandar E, 2007).

10

Peranan faktor Tuan Rumah (host) Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih merupakan faktor resiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh bila sudah terdapat kelainan struktural anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses clearance normal dan sangat peka terhadap infeksi. Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari normal , diikuti refluks MO dari kandung kemih ke ginjal. Endotoksin dapat menghambat peristaltik ureter. Refleks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila dapat terapi antibiotika (Sukandar E, 2007). Status Imunologi Pasien (host response) Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status seketor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan kelompok sekretorik (Sukandar E, 2007). 2.6 Patofisiologi Pada individu normal, urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenis fastidious gram-positif dan gram negatif. Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refleks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjutan dari bakteriemia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemia atau endokarditis akibat stafilokokus aureus. Kelainan ginjal terkait dengan endokarditis dikenal dengan Nephritis Lohlein. Beberapa peneliti melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negatif (Sukandar E, 2007).

11

2.7 Gejala Klinis Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah : 1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih 2. Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis 3. Hematuria 4. Nyeri punggung dapat terjadi Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah : 5. Demam 6. Menggigil 7. Nyeri panggul dan pinggang 8. Nyeri ketika berkemih 9. Malaise 10. Pusing 11. Mual dan muntah (Suwitra K, 2007) Presentasi klinis ISK bawah: a) Sistitis - Adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna. Presentasi klinis sistitis adalah seperti sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria. b) SUA - Sindroma uretra akut adalah presentasi klinis sisititis tanpa ditemukan mikroorganisme(steril), sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini SUA disebabkan MO anaerobik. Presentasi klinisnya adalah piuria, disuria, sering kencing, leukosituria. Presentasi klinis ISK atas: a) PNA - Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Presentasi klinisnya adalah seperti panas tinggi (39.5-40.5), disertai menggigil dan sakit pinggang. Sering didahului sistitis.

12 b) PNK - Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjutan dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan vesikoureter refleks dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal (Sukandar E, 2007) . 2.8 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis 2.8.1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain : 2.8.1.1. Urinalisis Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil, spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica urinaria (Drdjebrut's Blog, 2009). Pada urinalisis, yang dinilai adalah sebagai berikut: a. Eritrosit Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih. b. Piuria Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin .

13 Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan : 1. infeksi tuberkulosis; 2. urin terkontaminasi dengan antiseptik; 3. urin terkontaminasi dengan leukosit vagina; 4. nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik); 5. nefrolitiasis; 6. tumor uroepitelial c. Silinder Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain: 1. silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal; 2. silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis; 3. silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut; 4. silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik. d. Kristal Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal. e. Bakteri Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi. 2.8.1.2. Bakteriologis a. Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. b. Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu:

14 Tabel 3. Kriteria untuk diagnosis bakteriuria bermakna Pengambilan spesimen Aspirasi supra pubik Kateter Urine bag atau urin porsi tengah Jumlah koloni bakteri per ml urin > 100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme patogen > 20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen > 100.000 cfu/ml

Dalam penelitian Zorc et al. menyatakan bahwa ISK pada anak-anak sudah dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri lebih besar dari 10.000 cfu per ml urin yang diambil melalui kateter. Namun, Hoberman et al.menyatakan bahwa ditemukannya jumlah koloni bakteri antara 10.000 hingga 49.000 cfu per ml urin masih diragukan, karena kemungkinan terjadi kontaminasi dari luar, sehingga masih diperlukan biakan ulang, terutama bila anak belum diobati atau tidak menunjukkan adanya gejala ISK. 2.8.1.3. Tes Kimiawi Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat. 2.8.1.4. Tes Plat Celup (Dip-Slide) Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui . 2.8.2. Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen, pielografi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan (Drdjebrut's Blog, 2009).

15

2.9 Penatalaksanaan Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi, namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan antibiotika. Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan tes kepekaan antibiotika. Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan untuk mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran kemih. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain: - pengobatan dosis tunggal - pengobatan jangka pendek (10-14 hari) - pengobatan jangka panjang (4-6 minggu) - pengobatan profilaksis dosis rendah - pengobatan supresif Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah : 1. eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai, dan 2. mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karena itu, pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya ( Naber
KG, 2001).

Pemilihan antibiotik sangat dipengaruhi oleh bentuk resistensi lokal suatu daerah. Amoksisilin secara tradisional merupakan antibiotik lini pertama untuk ISK pada anakanak. Namun, peningkatan angka resistensi E.coli terhadap antibiotik ini menjadikan angka kegagalan kesembuhan ISK yang diterapi dengan antibiotik ini menjadi tinggi 3. Uji sensitivitas antibiotik menjadi pilihan utama dalam penentuan antibiotik yang dipergunakan. Antibiotik yang sering dipergunakan untuk terapi ISK, yaitu:

16 1. Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri penyebab ISK resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat diberikan pada ISK dengan bakteri yang sensitif terhadapnya. 2. Kloramfenikol 50 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4, sedangkan untuk bayi premature adalah 25 mg/kg berat badan sehari dalam dosis terbagi 4. 3. Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2 dosis. Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan cotrimoxazole. Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih besar pada pengobatan dengan cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin. 4. Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin 1-2 gr dalam dosis tunggal atau dosis terbagi (2 kali sehari) untuk infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis) sehari. Cephalexin kira-kira sama efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan memiliki spectrum luas sehingga dapat mengganggu bakteri normal usus atau menyebabkan berkembangnya jamur (Candida sp.) pada anak perempuan. Obat-obatan seperti Asam nalidiksat atau Nitrofurantoin tidak digunakan pada anak-anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK. Selain itu nitrofurantoin juga lebih mahal dari Cotrimoxazole dan memiliki efek samping seperti mual dan muntah. Fluoroquinolon yang sering dipergunakan pada pasien dewasa tidak pernah dipergunakan pada anak-anak karena mengganggu perkembangan muskuloskeletal dan sendi . Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya masih menjadi kontroversi. Pada pasien dewasa, pemberian antibiotik selama 1-3 hari telah menunjukkan perbaikan berarti, namun dari berbagai penelitian, lamanya antibiotik diberikan pada anak adalah sebaiknya 7-14 hari. Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin harus kembali diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan umumnya tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan. pada sistem

17 Antibiotik profilaksis tidak dianjurkan diberikan pada anak penderita ISK. Dalam penelitiannya, Conway et al.menyatakan bahwa pemberian antibiotik profilaksis berkaitan erat dengan meningkatnya risiko terjadinya resistensi dan tidak adanya pengurangan dalam risiko terjadinya ISK berulang maupun renal scarring. Pada anak penderita refluks vesiko-urinaria, antibiotik profilaksis tidak memberikan efek berarti dalam pengurangan risiko terjadinya ISK berulang, sehingga pemberian antibiotik profilaksis tidaklah diperlukan. 2.7.1. Sulfonamide Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri gram positif dan gram negatif. Secara struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA). Biasanya diberikan per oral, dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi di hati dan di ekskresi di ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih dan bisa terjadi resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan produksi PABA berlebihan. Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas (demam, rash, fotosensitivitas), gangguan paruhnya : - Short acting - Intermediate acting - Long acting 2.7.2. Trimethoprim Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat pencernaan (nausea,vomiting, diare), Hematotoxicity (granulositopenia, (thrombositopenia, aplastik anemia) dan lain-lain. Mempunyai 3 jenis berdasarkan waktu

enzim dihydrofolate reductase yang mencegah pembentukan tetrahydro dalam bentuk aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi dengan baik dari usus dan ekskresi dalam urine, aktif melawan bakteri gram negatif kecuali Pseudomonas spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi saluran kemih. Trimethoprim dapat diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam) pada infeksi saluran kemih akut Efek samping : megaloblastik anemia, leukopenia, granulocytopenia. 2.7.3. Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX):

18 Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat, mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati infeksi pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. Karena Trimethoprim lebih bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Sulfamethoxazole. Dua tablet ukuran biasa (Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg) yang diberikan setiap 12 jam dapat efektif pada infeksi berulang pada saluran kemih bagian atas atau bawah. Dua tablet per hari mungkin cukup untuk menekan dalam waktu lama infeksi saluran kemih yang kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3 kali seminggu untuk berbulan-bulan sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang pada beberapa wanita. Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan demam, kemerahan, leukopenia dan diare. 2.7.4. Fluoroquinolones Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi batang dan gram replikasi negatif normal. (9) Fluoroquinolon menghambat bakteri

termasukenterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat. Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare. Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun. 2.7.5. Norfloxacin Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk infeksi saluran kemih. 2.7.6. Ciprofloxacin

19 Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang bagus dalam melawan bakteri gram negatif dan juga melawan gonococcus, mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae. 2.7.7. Levofloxacin Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif. 2.7.8. Nitrofurantoin Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7 hari setelah makan. Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama. Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. 2.7.9. Obat tepat digunakan untuk pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal Ginjal merupakan organ yang sangat berperan dalam eliminasi berbagai obat sehingga gangguan yang terjadi pada fungsi ginjal akan menyebabkan gangguan eliminasi dan mempermudah terjadinya akumulasi dan intoksikasi obat. Faktor penting dalam pemberian obat dengan kelainan fungsi ginjal adalah menentukan dosis obat agar dosis terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek toksik. Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat mudah terdialisis, sehingga diperlukan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik. Gagal ginjal akan menurunkan absorpsi dan menganggu kerja obat yang diberikan secara oral oleh karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan pH lambung, berkurangnya absorpsi usus dan gangguan metabolisme di hati. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan berbagai upaya antara lain dengan mengganti cara pemberian, memberikan obat yang merangsang motilitas lambung dan menghindari pemberian bersama dengan obat yang menggangu absorpsi dan motilitas.

20 Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat pada kelainan fungsi ginjal adalah : - penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat
-

pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, Amphotericine B,

Siklosporin. Pada pasien ISK yang terinfeksi bakteri gram negatif Escherichia coli dengan kelainan fungsi ginjal adalah dengan mencari antibiotik yang tidak dimetabolisme di ginjal. Beberapa jurnal dan text book dikatakan penggunaan Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX) mempunyai resiko yang paling kecil dalam hal gangguan fungsi ginjal. Hanya saja penggunaanya memerlukan dosis yang lebih kecil dan waktu yang lebih lama. Pada pasien dengan creatine clearance 15 hingga 30 ml/menit, dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg yang diberikan tiap 12 jam. Cara pemberiannya dapat dilakukan secara oral maupun intravena. Penghitungan creatine clearance: TKK = (140 umur) x berat badan 72 x kreatinin serum (Om Zainuls Blog, 2010)

2.10 Komplikasi 1. ISK sederhana. - ISK akut tipe sederhana(sistitis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama. 2. ISK tipe Berkomplikasi - ISK selama kehamilan. ISK selama kehamilan dari umur kehamilan. - ISK pada diabetes melitus. Penelitian epidemiologi klins melaporkan bakteriuria dan ISK lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM ((Sukandar E, 2007). 2.11 Prognosis

21 Prognosa Infeksi Saluran Kemih (ISK) menjadi lebih baik dan member pelung yang lebih cerah kepada pasien bila faktor pencetus dan penyebab yang menyumbang kepada terjadinya ISK dapat diatasi (Sukandar E, 2007).

BAB III LAPORAN KASUS


KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIK PASIEN

22 No.Reg. RS : 46.27.46 Nama Lengkap : Andra Tanggal Lahir : 4 Sept Umur : 19 tahun Jenis Kelamin : Laki-

1991 laki Alamat : Desa Nano Riam,Kec Pancurbatu,Kab Deli No. Telepon : Serdang Pekerjaan : Tamat SLTP Pendidikan : Tamat SLTP Status : Belum Kahwin Suku : Protestan Agama : Kristen Dokter Muda : Dokter : dr. Franky Tanggal Masuk : 19 Februari 2011 ANAMNESIS

Automentesis Heternomentesis

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama Deskripsi : Nyeri BAK : Susah BAK (+) sejak 1 minggu yang lalu, BAK warna kuning pekat, nyeri BAK (+),volume BAK 1000cc/24jam. - Riwayat BAK berdarah (+) 1x pada 3 hari yang lalu - Riwayat BAK berpasir/ berbatu (-) - Demam (+), sejak 3 hari yang lalu, demam tiba-tiba, demam tinggi (+), mengigil(-). - Mual (+).Muntah (+) sejak 3 hari yang lalu, frek.muntah 2x/hari,volume muntah 50-100cc, isi air > ampas - Batuk (-), sesak (-) - Sakit kepala (+). Nyeri seluruh tubuh (+) - BAB (+) - RPT : (-) - RPO : (-)

23 RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU Tanggal RIWAYAT KELUARGA Penyakit Tempat Perawatan Pengobatan dan Operasi -

RIWAYAT PRIBADI Riwayat Alergi Bahan/Obat Riwayat Imunisasi Tahun Jenis Imunisasi -

Tahun -

Gejala -

Hobi Olah Raga Kebiasaan Makanan Merokok Minum Alkohol Hubungan Seks

: Tidak ada yang khusus : Tidak ada yang khusus : Tidak ada yang khusus : (-) : (-) : (-)

24 ANAMNESIS UMUM (Review of System) Berilah Tanda Bila Abnormal dan Berikan Deskripsi Umum : Kompos Mentis Kulit : Dalam batas normal Kepala : Tidak ada keluhan Abdomen : Dalam batas normal Ginekologi : Dalam batas normal Alat kelamin : Susah BAK+

Leher : Tidak ada keluhan Nyeri BAK+ Mata : Konjuntiva pulpa Injeksi pucat Ginjal dan saluran kencing : BAK (-),Sclera Icterus (-) R/C : + Telinga : Tidak ada keluhan Hidung : Tidak ada keluhan warna kekuningan Hematologi : Dalam batas normal Endokrin/Metabolik : Dalam batas

normal Mulut dan Tenggorokan : Tidak ada Musculoskeletal : Nyeri sendi keluhan Pernafasan : Tidak ada keluhan Jantung : Tidak ada keluhan DESKRIPSI UMUM Kesan Sakit : Gizi BB : 52 kg Ringan TB : 165 cm Sisetem saraf : Tidak ada keluhan Emosi : terkontrol Vaskuler : Tidak ada keluhan

Sedang

Berat

IMT = 19.1 kg/m2, Kesan : Normal

TANDA VITAL Kesadaran Nadi HR Tekanan Darah Compos Mentis 84 x/I 84 x/i Berbaring : Lengan kanan : 100/70 mmHg Temperatur Pernafasan Lengan kiri : 100/70 mmHg Aksila : 37,5C 20 x/i Deskripsi : komunikasi baik, rasa awas terhadap lingkungan Reguler, t/v : cukup Duduk : Lengan kanan : 100/70 mmHg Lengan kiri : 100/70 mmHg Deskripsi : torakoabdominal

KULIT : dalam batas normal

25

KEPALA : Kepala simetris Rambut : hitam, dan tidak rontok LEHER : TVJ R-2 cmH20, Trakea medial, Pembesaran KGB (-), struma tidak membesar TELINGA dan HIDUNG : Dalam Batas Normal RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN : Dalam Batas Normal MATA : Conjuntiva palpebra inferior pucat (-), sclera ikterik (+) RC (+)/(+), Pupil isokor, ki = ka, 2mm THORAX Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Depan Belakang Simetris Fusiformis Simetris Fusiformis SF Ka = Ki, pada semua lap. SF Ka = Ki, kesan normal pada Paru Sonor kesan normal SP : vesikular ST : JANTUNG Batas Jantung Relatif : Atas Kiri : ICR III sinistra : 1 cm medial LMCS, ICR V Kanan : LSD Jantung : HR : 84 x/i, regular, M1 > M2, A2 > A1, P2 > P1, A2 > P2, desah (-) ABDOMEN Inspeksi Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri tekan (-) epigastrium. Inguinal : pembesaran KGB (-) Perkusi : Timpani, pekak hati (+), pekak beralih (-) Auskultasi : Peristaltik (+) N, double sound (-) : Simetris semua lap. Paru Sonor pada kedua lapangan paru SP : vesikular ST : -

26 PUNGGUNG ballotemen (-), tapping pain (-) EKSTREMITAS Superior Inferior : oedem : oedem -

ALAT KELAMIN : tidak ditemukan kelainan REKTUM Tidak ditemukan kelainan NEUROLOGI : Refleks Fisiologis (+), normal Refleks Patologis (-) BICARA Komunikasi baik

PEMERIKSAAN LAB (21/02/2011) Darah rutin : Hb 13,10 gr/dl; Leukosit 17,15/mm3, Ht : 39%; Trombosit 232.000/mm 3, MCV 90,10 fl; MCH 30,3 pg; MCHC 38,4 gr/dl RFT : Ureum 18,60 mg/dl ; Creatinin 0,53 mg/dl LFT : SGOT 10 IU/L, SGPT 10 IU/L Bilirubin total : 0.26 mg/dl Bilirubin direk : 0.10 mg/dl Fosfatase alkali : 94 u/L GT : 363 u/L

KGD adrandom Elektrolit: Natrium: 131mEq/L; Kalium: 4,1 mEq/L; Klorida: 104 mEq/L

Urinalisa Ruangan : Warna kuning pekat, Protein +, Reduksi -, Billirubin (-), Urobilinogen (+).

27 PEMERIKSAAN USG ABDOMEN DARI LUAR (22/02/2011) Hasil : - Kedua ginjal : renal parenchymal disease - DD :1. Pyleonephrits 2. Glomerulonefritis Kandung Kemih : Sistitis Kronis

RESUME DATA DASAR (Diisi dengan Temuan Positif) Oleh dokter : dr. Franky Jones No. RM :46.27.46

Nama Pasien : Andra

1. KELUHAN UTAMA : Nyeri BAK 2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Penyakit Keluarga, DLL) Hal ini dialami sejak 1 minggu.BAK tersendat (-).BAK keluar batu (-).Warna BAK kuning pekat (+).BAK berdarah (+).OS juga mengalami demam sejak 3 hari ini.OS mengalami sakit kepala (+),sakit sendi (+),mual (+) dan muntah (+), volume muntah 50-100cc. Pemeriksaan laboratorium : dijumpai leukositosis ,peningkatan dalam neutrofil, monosit, neutrofil absolute,dan monosit absolute.Pada pemeriksaan USG Ginjal dan Saluran Kemih dijumpai renal parenchymal disease pada ginjal dan sistitis kronis pada kandung kandung kemih.

28

RENCANA AWAL Nama Penderita: Andra No. RM

Rencana yang akan dilakukan masing-masing (meliputi rencana untuk diagnosis, penatalaksanaan dan edukasi) No. Masalah Rencana Diagnosis Rencana Terapi Rencana Monitoring Rencana Edukasi

29 1 Nyeri - D/U/F BAK,muntah rutin 1x UGP -kultur urine 1200 cc -RFT -Widal Test -USG Ginjal dan Saluran Kemih -Konsul ke Nefrologi - Aktivitas ringan -Diet MB -WFD NaCl 0,9 % 20gr/L -Ciprofloxacin 2 x 500 mg -Flurosemid 1x40mg -PCT 3x1 Klinis Laboratorium Menerangkan dan menjelaskan keadaan, penatalaksanaan dan komplikasi penyakit pada keluarga

Tanggal 20/2/2011

O Hasil Urinalisa : Leukosit : >100 Eritrosit : >50 Silinder :( +) Bakteri : (+) Epitel : <20 Cristal : (+), Amorfosfat

A Terapi

P Diagnostik

21/2/2011

Nyeri BAK, muntah 1x UGP 1200 cc

Vital Sign: Sens: CM TD : 90/70 mmHg Pols: 70x/I ; regular ; t/v cukup RR: 24/i Temp: 36,80C Pemeriksaan fisik: Mata: sclera ikterik (-) Konjuntiva pulp inj pucat (-) Leher: TVJ R-2 cmH2O, pembesaran KGB (-) Thorak: SP : vesikuler, ST: (-) Abdomen : Inspeksi: simetris normal Palpasi: , Nyeri tekan epigastrium(-) Perkusi: Tympani

ISK

- Tirah Baring - Diet MB - IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i makro - Ciprofloxac in 2x500mg - Furosemid 1x40mg - PCT 3x1

-kultur urin -USB ginjal -Test hati Imunoserolog i -konsul ke nefrologi

30 Auskultasi: peristaltik (+) normal. Hasil pemeriksaan lab: Hb: 13,10 gr/dL; Leukosit: 17.15 gr/dl Ht: 39 % Trombosit:232,000 mm MCV: 90,10fL MCHC: 30,30pg Neutrofil: 83,3 Limfosit:6,9 Monosit:9,2 Eosinofil:0,5 Basofil:0,100 Neutrofil absolut:14,28 Limfosit absolut:1,19 Monosit absolut:1,58 Eosinofil absolut:0,08 Basofil absolute:0,02 Bilirubin total: 0,26 mg/dl Bilirubin direk: 0,10 mg /dl AST/SGOT: 10 u/L ALT/SGPT: 10 u/L Imunoserologi Thyphoid Fever Typhi O (1/40) Typhi AO (1/40) Typhi BO (1/40) Typhi CO (1/40) Typhi H (1/40) Typhi AH (1/40) Typhi BH (1/40) Typhi CH (1/40) Jawaban konsul Nefrologi : DD: Infeksi Saluran Kemih,Batu Saluran Kemih

31 Anjuran : - Urinalisa - RFT - USG Saluran Kemih dan Ginjal Hasil Lab Mikrobiologi :Kultur Urine-tidak dijumpai pertumbuhan bakteri 22/02/2011 Hasil USG Ginjal dan Saluran Kemih : kedua ginjal mengalami renal parenchymal disease dan sistisitis kronis Vital Sign: Sens : CM ; TD : 100/80 mmHg Pols 80 x/I, regular, t/v cukup RR : 20 x/I ; Temp : 36-370C Vital Sign: Sens : CM ; TD : 100/80 mmHg Pols 66 x/I, regular, t/v cukup RR : 24 x/I ; Temp : 35,70C Pemeriksaan Fisik : Sama seperti sebelumnya Cystitis kronis -Aktivitas ringan -Diet MB -IVFD NaCL 0,9% 20 tetes/i/makro Ciprofloxacin 2x500mg -Furosemid 1x400mg

23/02/2011

Cystitis kronis

Aktivitas ringan -Diet MB -IVFD NaCL 0,9% 20 tetes/i/makro Ciprofloxacin 2x500mg -Furosemid 1x400mg

DAFTAR MASALAH Nama Penderita : Andra No. RM Masalah No. 1. Tanggal Ditemukan 19 Februari MASALAH Infeksi Saluran Selesai/Tanggal Terkontrol/Tanggal Tetap

32 2011

Kemih

Kesimpulan dan Prognosis Kesimpulan : Andra mengalami infeksi saluran kemih - Ad Vitam - Ad Functionam - Ad Sanactionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

VERIFIKASI Tanda tangan

Dokter Ruangan

Chief of Ward

Sie. Pendidikan

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Infeksi saluran kemih adalah istilah umum yang menunjukan kebereadaan mikrorganisme dalam urin. ISK tergantung banyak factor seperti usia, gender, prevalensi, bakteriuria dan

33 faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal.Sehingga kini penyakit ini tidak mencapai tahap yang kronik karena ISK masih dapat diobati dengan pengobatan yang tepat.

4.2 Saran Disarankan pasien dengan ISK agar sentiasa menjaga personal hygiene agar terhindar dari penyakit infeksi. Juga disarankan agar lebih berhati-hati dalam menggunakan kamar mandi umum karena resiko terinfeksi dari cedok dan tempat tampungan air yang mungkin sudah terkontaminasi. Utamakan kamar mandi yang mempunyai jenis squating dari yang jenis duduk kerana resiko bersentuhan dengan permukaan terkontaminasi lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA 1. Drdjebrut's Blog, 2009. Pengambilan bahan urin dan urinalisa secara umum Available from: http://drdjebrut.wordpress.com/tag/urinalisis/ [Accesed on 25 February 2011] 2. Enday Sukandar, 2007. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. In: Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati, ed. Buku Ajar

34 Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta, Indonesia: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI, 553-557. 3. Kayser et al, 2005. Medical MIcrobiology, 15th ed, Thieme, Norwalk, Connecticut/San Mateo California, 7-20.
4. Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H, Lobel B (ed). European Association of Urology : Guidelines on Urinary and Male Genital Tract Infections. 2001, 11-29

5. OmZainuls

Blog,

2010

Infeksi

saluran

kemih.

Available

from

http://omzainul.wordpress.com/2010/03/29/isk-infeksi-saluran-kemih-dari-berbagai-sumbermoga-berguna/ [Accessed on 28 February 2011]

6. Suwitra K, 2007, Prevalensi, Karakteristik dan Faktor-Faktor yang Terkait dengan Infeksi Saluran Kemih pada Penderita Diabetes Melitus yang Rawat Inap, J Peny Dalam, Volume 8, 2 Mei 2007.

You might also like