You are on page 1of 21

AMBROXOL 30 MG FM

Ambroxol 30 MG

Komposisi : Ambril* tablet Ambril* sirup Tiap tablet mengandung Ambroxol HCI 30 mg Satu sendok takaran (5 ml) mengandung Ambroxol HCI 15 m

Karakteristik : Ambril mengandung ambroxol, yang berefek mukokinetik dan sekretolitik, dapat mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari saluran pernafasan dan mengurangi staknasi cairan sekresi. Pengeluaran lendir dipermudah sehingga melegakan pernafasan. Sekresi lendir menjadi normal kembali selama pengobatan dengan Ambril. Baik batuk maupun volume dahak dapat berkurang secara bermakna. Dengan demikian cairan sekresi yang berupa selaput pada permukaan mukosa saluran pernafasan dapat melaksanakan fungsi proteksi secara normal kembali. Penggunaan jangka panjang dimungkinkan karena preparat ini mempunyai toleransi yang baik.

Indikasi : Gangguan saluran pernafasan sehubungan dengan sekresi bronkial yang abnormal baik akut maupun kronis, khususnya pada keadaan-keadaan eksaserbasi dari penyakit-penyakit bronkitis kronis, bronkitis asmatis, asma bronkial.

Takaran pemakaian :

Bila tidak dianjurkan lain oleh dokter, anjuran pemakaian untuk anak berdasarkan jumlah dosis perhari yaitu 1,2 - 1,6 mg Ambroxol HCI per kg berat badan.

Tablet : Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun Anak-anak antara 5-12 tahun tablet 3 kali sehari. 1/2 tablet 3 kali sehari.

pada pemakaian jangka panjang dosis pemberian sebaiknya dikurangi menjadi 2 kali sehari.Tablet sebaiknya ditelan sesudah makan bersama sedikit air.

Sirup : Anak-anaks/d 2 tahun Anak-anak2-5 tahun Anak-anakdi atas 5 tahun Dewasa 2,5 ml (V; sendok takaran), 2 kali sehari 2,5 ml (V2 sendok takaran), 3 kali sehari. 5ml{ 1 sendok takaran), 2- 3 kali sehari. 10 ml (2 sendok takaran), 3 kali sehari.

Takaran pemakaian di atas cocok untuk pengobatan gangguan saluran pernafasan akut dan untuk pengobatan awal pada keadaan kronis sampai 14 hari. Pada pemakaian lebih lama takaran pemakaian bisa diturunkan menjadi separuhnya. Sirup sebaiknya diminum sesudah makan.

Peringatan dan perhatian : Pada studi preklinis tidak menunjukkan adanya efek yang mengkhawatirkan, akan tetapi keamanan pemakaian pada wanita hamil/menyusui belum diketahui dengan pasti. Meskipun demikian, seperti halnya dengan penggunaan obat-obat lain, pemakaian pada kehamilan trimester I harus hati-hati.

Efek samping : Ambril umumnya mempunyai toleransi yang baik. Efek samping ringan pada saluran pencernaan pernah dilaporkan walaupun jarang. Reaksi alergi jarang terjadi, beberapa pasien yang alergi tersebut juga menunjukkan reaksi alergi terhadap preparat lain.

Kontraindikasi : Tidak diketahui adanya kontraindikasi.

Kemasan : Tablet : Kotak berisi lOx lOtabletdalamblister Sirup : Botol 100ml.

Methylprednisolone

Injeksi IM/IV

Komposisi
Methylprednisolone 125 mg Tiap vial mengandung: Metilprednisolon natrium suksinat setara dengan Metilprednisolon 125 mg

Methylprednisolone 500 mg Tiap vial mengandung: Metilprednisolon natrium suksinat setara dengan Metilprednisolon 500 mg

Farmakologi:
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan. Adrenokortikoid: Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi melewati membran dan membentuk komplek dengan reseptor sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut kemudian memasuki inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat menekan perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit). Efek Glukokortikoid: Anti-inflamasi (steroidal) Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi penyebabnya.

Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit; dan meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonatmediator inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi. Immunosupresan Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara lengkap tetapi kemungkinan dengan pencegahan atau penekanan sel mediasi (hipersensitivitas tertunda) reaksi imun seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang mempengaruhi respon imun, Glukokortikoid mengurangi konsentrasi limfosit timus (T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin, sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi perluasan respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat menurunkan lintasan kompleks immun melalui dasar membran, konsentrasi komponen pelengkap dan immunoglobulin.

Indikasi:
Abnormalitas fungsi adrenokortikal, untuk pengobatan: Insufisiensi adrenokortikal akut dan kronik primer: Hidrokortison dan kortison lebih dipilih sebagai terapi pengganti karena aktivitas mineralokortikoidnya yang berarti. Penggantian sodium dan cairan juga dibutuhkan. Pada beberapa pasien penggantian mineralokortikoid tambahan juga mungkin diperlukan. Insufisiensi adrenokortikoid sekunder: Penggantian dengan glukokortikoid umumnya mencukupi, mineralokortikoid tidak selalu dibutuhkan. Gangguan alergi: Reaksi alergi karena obat. Reaksi anafilaktik atau anaphytold (pengobatan tambahan) Penggunaan glukokortikoid umumnya untuk reaksi lambat (yang tidak berhasil dengan tindakan lain dalam 1 jam), atau situasi dimana dapat timbul resiko kekambuhan. Angioderma (pengobatan tambahan) Laringeal edema akut non infeksi. Rinitis alergi parennial (tahunan) atau seasonal (musiman). Pengobatan sakit karena serum. Reaksi transfusi urtikaria.

Gangguan kolagen:

Diindikasikan selama eksaserbasi akut atau terapi perawatan pada kasus-kasus berikut: Carditis rheumatik (atau non rheumatik) akut. Dermatomiositis sistemik (polimiositis): Glukokortikoid mungkin merupakan obat pilihan pada anak dengan kondisi demikian. Lupus eritematosus sistemik. Arteritis giant-cell (temporal). Penyakit jaringan ikat campuran. Poliarteritis nodosa. Polikondritis kambuhan. Polimialgia rheumatik. Vaskulitis. Gangguan pada kulit: Dermatitis yang bersifat atopik, kontak, eksfoliatif. Dermatitis herpetiformis bullous. Dermatitis seboreik berat. Dermatitis inflamatori berat. Eritema multiforma berat (sindrom Stevens-Johnson) Mikosis fungoides. Phemphigus. Psoriasis berat. Pemphigoid. Sarkoid kutan lokalisasi. Gangguan saluran pencernaan:

Diindikasikan untuk pengobatan inflamasi pada usus besar seperti di bawah ini: Inflamasi pada usus besar, termasuk colitis ulceratif. Enteritis regional (penyakit Crohn) Penyakit celiac berat. Pemberian secara oral atau parenteral diindikasikan bila terapi sistemik dibutuhkan selama periode kritis penyakit, pemberian dalam jangka waktu lama tidak direkomendasikan. Gangguan darah: Anemia hemolitik yang diperoleh (oto imun) Anemia hipoplastik bawaan (eritroid) Anemia sel darah merah (eritoblastopenia) Trombositopenia sekunder (pada orang dewasa) Trombositopenia purpura idiopatik pada orang dewasa (secara oral atau i.v. Saja, kontraindikasi untuk injeksi i.m.) Hemolisis. Penyakit hati:

Hepatitis alkoholik dengan enselofati. Hepatitis kronis aktif. Hepatitis non alkoholik pada wanita. Nekrosis hepatik sub akut. Hiperkalsemia yang berhubungan dengan neoplasma (atau sarkoidosis). Inflamasi non rheumatik: Diindikasikan selama episode akut atau eksaserbasi dari gangguan-gangguan di bawah ini. Injeksi lokal lebih baik dilakukan bila hanya beberapa sendi atau daerah yang terkena. Bursitis akut atau sub akut. Epikondilitis. Tenosinovitis nonspesifik akut. Penyakit neoplastik (pengobatan tambahan):

Diindikasikan bersama dengan terapi penyakit antineoplastik spesifik yang sesuai, untuk meringankan penyakit neoplastik berikut ini beserta problem yang berhubungan: Leukemia akut atau limfositik kronik. Limfoma Hodgkin atau non-Hodgkin. Kanker payudara. Kanker prostat. Demam yang disebabkan kanker ganas. Mieloma ganda. Sindroma nefrotik:

Diindikasikan untuk menginduksi diuresis atau mengurangi gejala proteinuria pada sindrom idiopatik nefrotik, terapi jangka panjang mungkin diperlukan untuk mencegah kekambuhan. Penyakit neurologik: Meningitis tuberkulosa (pengobatan tambahan), diindikasikan untuk pemberian bersama dengan kemoterapi anti tuberkulosa pada pasien dengan blok subarakhnoid. Sklerosis ganda, diindikasikan untuk pengobatan penyakit eksaserbasi akut. Neurotrauma: luka pada tulang belakang. Gangguan pada mata:

Diindikasikan untuk pengobatan alergi kronis atau akut dan kondisi inflamasi oftalmik, seperti: Klorioretinitis. Koroiditis posterior difusi. Konjungtivitis alergi (yang tidak dapat diatasi secara topikal). Herpes zoster. Iridosiklitis. Keratis yang tidak berhubungan dengan herpes simpleks atau infeksi fungal. Neuritis optik. Oftalmia simpatika. Uveitis posterior difusi.

Perikarditis: digunakan untuk menghilangkan inflamasi dan demam. Polip nasal. Gangguan pernafasan:

Untuk pengobatan dan profilaksis. Profilaksis: Diberikan sebelum atau selama pembedahan jantung jika pasien mempunyai gangguan pre-exiting pulmonary dan diberikan sebelum, selama dan setelah pembedahan oral, facial, atau leher untuk mencegah edema yang dapat menghambat jalan nafas. Pengobatan: Asma bronkial Berillosis Sindrom Loeffler (pneumonitis eosinofil atau sindrom hipereosinofil). Pneumonia aspirasi. Sarkoidosis simptomatik. Tuberkulose paru-paru yang tersebar atau fulminant (pengobatan tambahan): diberikan bersamaan dengan kemoterapi anti tuberkulosa yang sesuai. Bronkitis asmatik akut dan kronik. Edema pulmonari nonkardiogenik (disebabkan sensitivitas protamin): pengobatan sebaiknya diberikan dalam injeksi i.v. atau i.m. Hemangioma, obstruksi saluran nafas pada anak: pengobatan sebaiknya diberikan dalam injeksi i.v. atau i.m. Pneumonia, pneumosistitis carinii, yang berhubungan dengan sindrom immunodefisiensi yang diperoleh (pengobatan tambahan). Pada penderita AIDS atau yang mengidap infeksi HIV yang terkena pneumonia pneumocystis. Penyakit paru-paru, obstruksi kronis (yang tidak dapat dikontrol dengan teofilin dan -adrenergik agonis). Status asmatikus: pemberian harus secara i.v. atau i.m. Gangguan rheumatik:

Injeksi lokal dilakukan bila hanya beberapa sendi atau area yang terlibat. Diindikasikan sebagai terapi tambahan selama episode akut atau eksaserbasi gangguan rheumatik seperti: Ankilosing spondilitis. Arthritis psoriatik. Arthritis reumatoid (termasuk arthritis pada anak-anak);

Untuk pasien yang tidak dapat lagi diobati dengan aspirin, antiinflamasi non steroidal, istirahat, dan terapi fisik. Gout arthritis akut. Osteoarthritis post traumatik. Sinovitis osteoarthritis. Penyakit deposisi kalsium pirofosfat akut (pseudogout; kondrokalsinosis artikularis; sinovitis, yang disebabkan oleh kristal). Polimialgia rheumatik. Penyakit reiter.

Pengobatan shock: akibat insufisiensi adrenokortikal. Pengobatan tiroiditis non supuratif. Pencegahan dan pengobatan penolakan pencangkokan organ:

diberikan bersamaan dengan immunosupresan lainnya seperti azathioprine atau siklosporin. Pengobatan trikinosis.

Kontraindikasi:
Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap bahan obat. Bayi prematur. Pemberian jangka lama pada penderita ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes. Pasien yang sedang diimunisasi.

Dosis:
Dewasa Secara intramuskular atau intravena, 10-40 mg (base), diulangi sesuai keperluan. Untuk dosis tinggi (pulse terapi): intravena, 30 mg (base) per kg berat badan diberikan sekurangkurangnya 30 menit. Dosis dapat diulangi setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Untuk eksaserbasi akut pada sklerosis ganda: intramuskular atau intravena, 160 mg (base) perhari selama satu minggu, diikuti dengan 64 mg setiap hari selama satu bulan. Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat badan diberikan selama 15 menit, diikuti dengan 45 menit infus, 5,4 mg per kg berat badan per jam, selama 23 jam. Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis carinii: intravena, 30 mg (base) dua kali sehari pada hari pertama sampai kelima, 30 mg sekali sehari pada hari keenam sampai kesepuluh, 15 mg sekali sehari pada hari ke sebelas sampai dua puluh satu.

Bayi dan anak: Insufisiensi adrenokortikal: intramuskular, 117 mikrogram (0,117 mg) (base) per kg berat badan atau 3,33 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh sehari (dalam dosis terbagi tiga) setiap hari ke tiga; atau 39 sampai 58,5 mikrogram (0,039 sampai 0,0585 mg) (base) per kg berat badan atau 1,11 sampai 1,66 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh sekali sehari. Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat badan diberikan selama 15 menit, diikuti selama 45 menit dengan infus 5,4 mg per kg berat badan per jam, selama 23 jam. Indikasi lain: intramuskular, 139-835 mikrogram (0,139-0,835 mg) (base) per kg berat badan atau 4,16-25 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh setiap 12 sampai 24 jam. Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis carinii: Anakanak berusia 13 tahun atau kurang: dosis belum ditentukan secara pasti. Anak-anak berusia lebih dari 13 tahun: sama dengan dosis dewasa.

Cara pemberian:
Untuk intramuskular atau intravena: Rekonstitusi serbuk dengan larutan injeksi yang telah disediakan (mengandung benzyl alkohol 0,9%), kocok hingga larut. Pemberian dengan intravena langsung dapat diberikan selama sekurang-kurangnya 1 menit, atau dapat diberikan secara infus intravena dalam 5% dekstrosa, NACl 0,9% atau dektrosa 0,5% dalam NaCl 0,9% selama sekurang-kurangnya 30 menit. Larutan stabil secara fisika dan kimia selama 48 jam.

Efek samping:
Insufisiensi adrenokortikal:

Dosis tinggi untuk periode lama dapat terjadi penurunan sekresi endogeneous kortikosteroid dengan menekan pelepasan kortikotropin pituitary insufisiensi adrenokortikal sekunder. Efek muskuloskeletal:

Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang tertunda, dan atropi matriks protein tulang yang menyebabkan osteoporosis, retak tulang belakang karena tekanan, nekrosis aseptik pangkal humerat atau femorat, atau retak patologi tulang panjang. Gangguan cairan dan elektrolit:

Retensi sodium yang menimbulkan edema, kekurangan kalium, hipokalemik alkalosis, hipertensi, serangan jantung kongestif. Efek pada mata:

Katarak subkapsular posterior, peningkatan tekanan intra okular, glaukoma, eksoftalmus. Efek endokrin:

Menstruasi yang tidak teratur, timbulnya keadaan cushingoid, hambatan pertumbuhan pada anak, toleransi glukosa menurun, hiperglikemia, bahaya diabetes mellitus. Efek pada saluran cerna:

Mual, muntah, anoreksia yang berakibat turunnya berat badan, peningkatan selera makan yang berakibat naiknya berat badan, diare atau konstipasi, distensi abdominal, pankreatitis, iritasi lambung, ulceratif esofagitis. Juga menimbulkan reaktivasi, perforasi, perdarahan dan penyembuhan peptik ulcer yang tertunda. Efek sistem syaraf:

Sakit kepala, vertigo, insomnia, peningkatan aktivitas motor, iskemik neuropati, abnormalitas EEG, konvulsi. Efek dermatologi:

Atropi kulit, jerawat, peningkatan keringat, hirsutisme, eritema fasial, striae, alergi dermatitis, urtikaria, angiodema. Efek samping lain:

Penghentian pemakaian glukokortikoid secara tiba-tiba akan menimbulkan efek mual, muntah, kehilangan nafsu makan, letargi, sakit kepala, demam, nyeri sendi, deskuamasi, mialgia, kehilangan berat badan, dan atau hipotensi.

Peringatan dan perhatian:


Wanita hamil dan ibu menyusui.

Dapat menyebabkan kerusakan fetus bila diberikan pada wanita hamil. Kortikosteroid dapat berdifusi ke air susu dan dapat menekan pertumbuhan atau efek samping lainnya pada bayi yang disusui. Anak-anak

Pemberian dosis farmakologi glukokortikoid pada anak-anak bila mungkin sebaiknya dihindari, karena obat dapat menghambat pertumbuhan tulang. Jika terapi diperlukan harus diamati pertumbuhan bayi dan anak secara seksama. Alternate-day therapy, yaitu pemberian dosis tunggal setiap pagi hari, meminimalkan hambatan pertumbuhan dan sebaiknya diganti bila terjadi hambatan pertumbuhan. Dosis tinggi glukokortikoid pada anak dapat menyebabkan pankreatitis akut yang kemudian menyebabkan kerusakan pankreas. Pasien lanjut usia.

Dapat terjadi hipertensi selama terapi adrenokortikoid. Pasien lanjut usia, terutama wanita postmenopausal, akan lebih mudah terkena osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid. Sementara pasien menerima terapi kortikosteroid, dianjurkan tidak divaksinasi terhadap Smalpox juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk mencegah kemungkinan bahaya komplikasi neurologi. Jika kortikosteroid digunakan pada pasien dengan TBC laten atau tuberculin reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali penyakit yang dapat terjadi. Tidak dianjurkan pada pasien dengan ocular herpes simplex karena kemungkinan terjadi perforasi korneal. Pemakaian obat ini dapat menekan gejala-gejala klinik dari suatu penyakit infeksi. Pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Interaksi obat:

Enzim penginduksi mikrosom hepatik.

Obat seperti barbiturat, fenitoin dan rifampin yang menginduksi enzim hepatik dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid, sehingga mungkin diperlukan dosis tambahan atau obat tersebut tidak diberikan bersamaan. Anti inflamasi nonsteroidal.

Pemberian bersamaan dengan obat ulcerogenik seperti indometasin dapat meningkatkan resiko ulcerasi saluran pencernaan. Aspirin harus diberikan secara hati-hati pada pasien hipotrombinernia. Meskipun pemberian bersamaan dengan salisilat tidak tampak meningkatkan terjadinya ulcerasi saluran pencernaan, kemungkinan efek ini harus dipertimbangkan. Obat yang mengurangi kalium.

Diuretik yang mengurangi kadar kalium (contoh: thiazida, furosemida, asam etakrinat) dan obat lainnya yang mengurangi kalium oleh glukokortikoid. Serum kalium harus dimonitor secara seksama bila pasien diberikan obat bersamaan dengan obat yang mengurangi kalium. Bahan antikolinesterase.

Interaksi antara glukokortikoid dan antikolinesterase seperti ambenonium, neostigmin, atau pyridostigmin dapat menimbulkan kelemahan pada pasien dengan myasthenia gravis. Jika mungkin, pengobatan antikolinesterase harus dihentikan 24 jam sebelum pemberian awal terapi glukokortikoid. Vaksin dan toksoid.

Karena kortikosteroid menghambat respon antibodi, obat dapat menyebabkan pengurangan respon toksoid dan vaksin inaktivasi atau hidup.

Cara penyimpanan:
Simpan ditempat kering dan sejuk, terlindung dari cahaya. Sebelum dan sesudah rekonstitusi, simpan pada suhu antara 15-30C. Gunakan larutan sebelum 48 jam setelah direkonstitusi.

Kemasan dan Nomor Registrasi:


METHYLPREDNISOLONE 125 Kotak, 1 vial @ 125 mg metilprednisolon kering dan 1 ampul @ 2 ml pelarut, GKL0405037244A1

METHYLPREDNISOLONE 500 Kotak, 1 vial @ 500 mg metilprednisolon kering dan 1 ampul @ 8 ml pelarut, GKL0405037244B1

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

SIMPAN PADA SUHU KAMAR (25-30)C, TERLINDUNG DARI CAHAYA

METHYLPREDNISOLONE
TABLET

Komposisi:
METHYLPREDNISOLONE 4 mg Tiap tablet mengandung Metilprednisolon 4 mg

METHYLPREDNISOLONE 8 mg Tiap tablet mengandung Metilprednisolon 8 mg

METHYLPREDNISOLONE 16 mg Tiap tablet mengandung Metilprednisolon 16 mg

Farmakologi:
Metilprednisolon adalah glukokortioid turunan prednisolon yang mempunyai efek kerja dan penggunaan yang sama seperti senyawa induknya. Metilprednisolon tidak mempunyai aktivitas retensi natrium seperti glukokortikoid yang lain.

Indikasi:
Abnormalitas fungsi adrenokortikal, penyakit kolagen, keadaan alergi dan peradangan pada kulit dan saluran pernafasan tertentu, penyakit hematologik, hiperkalsemia sehubungan dengan kanker.

Kontraindikasi:
Infeksi jamur sistemik dan pasien yang hipersensitif. Pemberian kortikosterooid yang lama merupakan kontraindikasi pada ulkus duodenum dan peptikum, osteoporosis berat, penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes. Pasien yang sedang diimunisasi.

Dosis:
Dewasa:

Dosis awal dari metilprednisolon dapat bermacam-macam dari 4 mg 48 mg per hari, dosis tunggal atau terbagi, tergantung keadaan penyakit. Dalam multiple sklerosis: Oral 160 mg sehari selama 1 minggu, kemudian 64 mg setiap 2 hari sekali dalam 1 bulan. Anak-anak:

Insufisiensi adrenokortikal: Oral 0,117 mg/kg bobot tubuh atau 3,33 mg per m luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi tiga. Indikasi lain:
2 2

Oral 0,417 mg 1,67 mg per kg berat tubuh atau 12,5 mg 50 mg per m luas permukaan tubuh sehari dalam dosis terbagi 3 atau 4.

Efek samping:
Efek samping biasanya terlihat pada pemberian jangka panjang atau pemberian dalam dosis besar, misalnya gangguan elektrolit dan cairan tubuh, kelemahan otot, resistensi terhadap infeksi menurun, gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah, katarak, gaangguan pertumbuhan pada anak-anak, insufisiensi adrenal, cushing syndrome, osteoporosis, tukak lambung.

Peringatan dan perhatian:


Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui, kecuali memang benar-benar dibutuhkan, dan bayi yang lahir dari ibu yang ketika hamil menerima terapi kortikosteroid ini harus diperiksa. Kemungkinan adanya gejala hipoadrenalism. Pasien yang menerima terapi kortikosteroid ini dianjurkan tidak divaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis tinggi, untuk mencegah kemungkinan bahaya komplikasi neurologi. Tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak, karena penggunaaan jangka panjang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika kortikosteroid digunakan pada pasien dengan TBC latent atau Tuber Culin Reactivity perlu dilakukan pengawasan yang teliti sebagai pengaktifan kembali penyakit yang dapat terjadi. Ada peningkatan efek kortikosteroid pada pasien dengan hipotiroidi dari cirrhosis. Tidak dianjurkan penggunaan pada penderita ocular herpes simplex, karena kemungkinan terjadi perforasi corneal. Pemakaian obat ini dapat menekan gejala-gejala klinis dari suatu penyakit infeksi. Pemakaian jangka panjang dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Interaksi obat:
Berikan dengan makanan untuk meminumkan iritasi gastrointestinal. Penggunaan bersama-sama dengan antiinflamasi non-steroid atau antirematik lain dapat mengakibatkan risiko gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal. Penggunaan bersama-sama dengan anti-diabetes harus dilakukan penyesuaian dosis. Pasien yang menerima vaksinasi terhadap smallpox, juga imunisasi lain terutama yang mendapat dosis.

Kemasan dan Nomor Registrasi:


METHYLPREDNISOLONE 4 mg : Kotak, 10 blister @ 10 tablet: No. Reg. GKL0305035210A1 METHYLPREDNISOLONE 8 mg : Kotak, 10 blister @ 10 tablet: No. Reg. GKL0305035210B1 METHYLPREDNISOLONE 16 mg : Kotak, 10 blister @ 10 tablet: No. Reg. GKL0305035210C1

SALBUTAMOL"

A. Deskripsi Salbutamol

Nama & Struktur Kimia : 2Hydroxy 4-1-cl Hydroxy - 2tert-Butylamino-1-(4-hydroxy-3hydroxymethylphenyl)ethanol. (1) C13H21NO3 Sifat Fisikokimia : Serbuk berbentuk kristal, berwarna putih atau hampir putih. Larut dalam alkohol, sedikit larut dalam air. Terlindung dari cahaya

Salbutamol merupakan agen beta adrenergik yang digunakan sebagai bronkodilator yang efektif untuk meringankan gejala asma akut dan bronkokonstriksi. Salbutamol juga merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan paling efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain untuk membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah timbulnya exercise- induced broncospasm (penyempitan saluran pernafasan akibat olahraga). Secara umum sifat fisikokimia dari salbutamol adalah serbuk berbentuk kristal, berwarna putih atau hampir putih. Larut dalam alkohol, sedikit larut dalam air. Terlindung dari cahaya. Salbutamol termasuk dalam golongan Antiasma dan obat untuk penyakit paru obstruktif kronik B. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian Salbutamol 1. Oral (Lebih dipilih dengan inhalasi) : Dewasa : dosis 4mg (orang lanjut usia dan penderita yang peka awali dengan dosis awal 2 mg) 3-4 kali sehari; dosis maksimal 8mg dalam dosis tunggal ( tetapi jarang memberikan keuntungan ekstra atau dapat ditoleransi dengan baik). Anak-anak dibawah 2 tahun : 100 mcg/kg 4 kali sehari (unlicensed); 2-6 tahun 1-2 mg 3-4 kali sehari; 6-12 tahun 2 mg 3-4 kali sehari. Injeksi s.c / i.m 500mcg ulangi tiap 4 jam bila perlu. 2. Injeksi injeksi IV bolus pelan 250 mcg diulangi bila perlu. IV infus, dosis awal 5mcg/menit, disesuaikan dengan respon dan nadi, biasanya dalam interval 3-20 mcg/menit, atau lebih bila perlu. Anak-anak 1-12 bulan 0,1-1 mcg/kg/menit (unlicensed). 3. Inhalasi Dewasa : 100-200 mcg (1-2 semprot); untuk gejala yang menetap boleh diberikan sampai 4 kali sehari. Anak-anak : 100mcg (1 semprot), dapat ditingkatkan sampai 200 mcg (2 semprot) bila perlu; untuk gejala menetap boleh diberikan sampai 4 kali sehari. Profilaksis pada exercise- induced bronchospasm, Dewasa 200mcg (2 semprot); anak-anak 100mcg (1 semprot), ditingkatkan sampai 200mcg (2 semprot)

bila perlu. Serbuk inhalasi : Dewasa 200-400 mcg; untuk gejala yang menetap boleh diberikan sampai 4 kali sehari; anak-anak 200mcg. Profilaksis untuk exercise-induced bronchospasm Dewasa 400mcg; anakanak 200 mcg. C. Identifikasi serta penetapan kadar Nama lain : 2Hydroxy 4-1-cl Hydroxy - 2tert-Butylamino-1-(4-hydroxy-3- hydroxymethylphenyl). Identifikasi : Serapan inframerah zat yang didespersikan dalam kalium bromide P, menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada Salbutamol BPFI. Spektrum serapan ultraviolet larutan dalam asam klorida 0,1 N (1 dalam 12.500) menunjukkan maksimum dan minimum pada panjang gelombang yang sama seperti salbutamol BPFI. Penetapan kadar dengan menimbang seksama lebih kurang 400 mg, larutkan dalam 50 ml asam asetat glacial P, titrasi dengan asam perklorat 0,1 N LV mernggunaka indikator 2 tetes Kristal violet LP, Lakukan penetapanblangko. 1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 23,93 mg salbutamol (Dinkes, 1995). D. Mekanisma Kerja Mekanisme kerjanya melalui stimulasi reseptor B2 di bronki yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat perubahan adenosintrifosfat (ATP) yang kaya energi menjadi cAMP dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Salbutamol digunakan untuk meringankan bronkospasm yang berhubungan dengan asma E. Mekanisme Aksi Salbutamol merupakan sympathomimetic amine termasuk golongan beta-adrenergic agonist yang memiliki efek secara khusus terhadap reseptor beta(2)-adrenergic yang terdapat didalam adenyl cyclase. Adenyl cyclase merupakan katalis dalam proses perubahan adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic3', 5'-adenosine monophosphate (cyclic AMP). Mekanisme ini meningkatkan jumlah cyclic AMP yang berdampak pada relaksasi otot polos bronkial serta menghambat pelepasan mediator penyebab reaksi hipersensitivitas dari mast cells F. Penggunaan Salbutamol / Indikasi Obat Indikasi :

Asma bronchial Bronchitis cronis Empisema Pengobatan dan pencegahan asma serta pencegahan timbulnya asma akibat olah tubuh.

Asma merupakan penyakit kronik saluran pernafasan yang dapat menjangkiti semua usia. Gejalagejala yang menyertai asma menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Pasien asma memiliki kepekaan saluran pernafasan yang berlebih (hipersensitif) sehingga mudah bereaksi pada zat yang masuk ke saluran napas. Reaksi terhadap benda asing berupa penyempitan atau pemblokan saluran napas, ditandai dengan nafas berbunyi, batuk, tersengal, dan penyempitan rongga dada. Kondisi yang

memicu asma adalah, inflamasi (iritasi atau peradangan) atau bronchoconstriction (penciutan atau kontraksi otot di saluran pernafasan) (farmacia, 2006) Pada terapi pengobatan gangguan pernafasan obat salbutamol sudah tidak asing lagi dipergunakan. Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan paling efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain untuk membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah timbulnya exercise-induced broncospasm (penyempitan saluran pernafasan akibat olahraga). G. Kontraindikasi Salbutamol Pada hipertiroid, insufisiensi miokardial, aritmia, rentan terhadap perpanjangan interval QT, hipertensi, kehamilan (dosis tinggi sebaiknya diberikan melalui inhalasi karena pemberian melalui pembuluh darah dapat mempengaruhi miometrium dan dapat mengakibatkan gangguan jantung), menyusui; diabetes mellitus, terutama pemberian melalui pembuluh darah (pantau kadar gula darah, dilaporkan ketoasidosis) .Untuk asma jika dosis tinggi diperlukan selama kehamilan maka sebaiknya diberikan dengan inhalasi kaerna pemberian intravena dapat mempengaruhi miometrium. Mungkin muncul di ASI; pabrik menyarankan untuk dihindari kecuali manfaat jauh lebih besar dari risiko- jumlah dari obat yang diinhalasi pada ASI mungkin terlalu kecil untuk membahayakan. H. Efek Samping Efek samping yang mungkin timbul karena pamakaian salbutamol, antara lain:

gangguan sistem saraf (gelisah, gemetar, pusing, sakit kepala, kejang, insomnia); nyeri dada mual muntah diare anorexia mulut kering iritasi tenggorokan batuk gatal tachicardia ruam pada kulit (skin rush).

I. Merk Dagang / Obat Paten Saat ini, salbutamol telah banyak beredar di pasaran dengan berbagai merk dagang, antara lain:

Asmacare Bronchosal Buventol Easyhaler Glisend (konimex) Ventolin Volmax

Suprasma (Dexa Medica) Ventide ( Glaxo Welcome) Ventab (Ikapharmindo Putramas k) Venesma ( Hexpharm) Respolin ( Darya varia) Salvasma ( First Medipharma) Salbron ( Dankos) Lasal ( Lapi ) Librentin ( Westmont ) Grafalin ( Graha Farma) Fartolin ( Fahrenheit )

J. Sediaan Obat Sirup 2 mg/5ml, 1 mg/5ml, Easyhaler 200 mcg/dosis, 200 dosis MDI 10 ml, 0.1 mg/tiap Semprot Aerosol Inhalasi, 0.5 mg/ml Injeksi, Inhaler Dosis 200 dan Dosis 400, 2.5 mg/2.5 ml NaCl Digunakan Dengan Nebulizer. (5,6). Tablet 2 mg, 4 mg, dan 8 mg, Serbuk Inhalasi, Kapsul 2 mg, Kaplet 4 mg. Salbutamol juga telah tersedia dalam berbagai bentuk sediaan mulai dari sediaan oral (tablet, sirup, kapsul), inhalasi aerosol, inhalasi cair sampai injeksi. Albuterol atau salbutamol, direkomendasikan sebagai pengobatan untuk semua pasien asma dalam terapi asma akut. K. Interaksi Obat

Beta blockers Pasien dengan asma bisa menyebabkan bronkospasm hebat

Digoxin

Salbutamol menurunkan level serum digoxin

Diuretik

Salbutamol akan memperburuk kondisi penderita hipokalemia

Interaksi Dengan Obat Lain :Peningkatan efek / toksisitas :Peningkatan durasi efek bronkodilasi mungkin terjadi jika salbutamol digunakan bersama Ipratropium inhalasi. Peningkatan efek pada kardiovaskular dengan penggunaan MAO Inhibitor, Antidepresan Trisiklik, serta obat-obat sympathomimetic (misalnya: Amfetamin, Dopamin, Dobutamin) secara bersamaan. Peningkatkan risiko terjadinya malignant arrhythmia jika salbutamol digunakan bersamaan dengan inhaled anesthetic (contohnya: enflurane, halothane). Penurunan efek: Penggunaan bersama dengan Beta-Adrenergic Blocker (contohnya: Propranolol) dapat menurunkan efek Salbutamol. Level/efek Salbutamol dapat turun bersama dengan penggunaan: Aminoglutethimide, Carbamazepine, Nafcillin, Nevirapine, Phenobarbital, Phenytoin, Rifamycins dan obat lain yang dapat menginduksi CYP3A4.

Dengan Makanan :Batasi penggunaan Caffein (dapat menyebabkan stimulasi CNS).

L. Pengaruh Obat

Terhadap Kehamilan : Termasuk dalam kategori C. (2) Untuk penggunaan bronkodilator pada terapi asma, inhalasi Salbutamol masih dapat direkomendasikan sebagai inhalasi Beta-2 Agonist yang dipilih. (2) Salbutamol dapat masuk ke dalam plasenta, sehingga dapat menyebabkan: tocolytic effects, fetal tachycardia, fetal hypoglycemia secondary to maternal hyperglycemia dengan pemakaian oral maupun intravena. Terhadap Ibu Menyusui : Pengaruh terhadap bayi belum dapat dipastikan sehingga perlu dipertimbangkan antara risk dan benefit. (2) Tidak diketahui apakah terdistribusi dalam ASI. (2,3) Pada penggunaan inhaler hanya sedikit yang masuk dalam sirkulasi sistemik ibu, sehingga secara teoritis jumlah yang terekskresi dalam ASI sangat sedikit. Terhadap Anak-anak : Lihat leaflet dari pabrik mengenai keamanan penggunaan pada anakanak. Pabrik produsen Ventolin menyatakan penggunaan inhalasi aerosol pada anak-anak perlu dilakukan dengan supervisi orang dewasa. Terhadap Hasil Laboratorium : Meningkatkan renin, meningkatkan aldosterone.

M. Hal Yang Harus Diwaspadai


Memiliki riwayat alergi terhadap salbutamol atau bahan-bahan lain yang terkandung di dalamnya. Untuk sediaan oral, sebaiknya diminum 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Telan tablet salbutamol dan jangan memecah maupun mengunyahnya. Sebaiknya berkumur setiap kali sehabis mengkonsumsi salbutamol supaya tenggorokan dan mulut tidak kering. Jika dibutuhkan lebih dari 1 hisapan dalam sekali pemakaian, maka beri jarak waktu minimal 1 menit untuk setiap hisapan. Simpan obat pada suhu kamar agar stabil (aerosol: 15-25o C; inhalasi cair: 2-25o C dan sirup: 230o C) Jika ada dosis yang terlewat, segera minum salbutamol yang terlewat. Namun jika waktu yang ada hampir mendekati waktu pengonsumsian selanjutnya, lewati pengonsumsian yang tertinggal kemudian lanjutkan mengkonsumsi salbutamol seperti biasa. Jangan pernah mengkonsumsi 2 dosis dalam sekali pemakaian. Obat-obat golongan beta blocker, seperti: propanolol, metoprolol, atenolol, dll bisa menurunkan efek salbutamol. Penggunaan salbutamol dosis tinggi bersamaan dengan kortikosteroid dosis tinggi akan meningkatkan resiko hipokalemia. Asetazolamid, diuretik kuat dan thiazida dosis tinggi akan meningkatkan resiko hipokalemia jika diberikan bersamaan dengan salbutamol dosis tinggi pula. Penggunaan salbutamol bersama dengan obat golongan MAO-inhibitor (misal: isocarboxazid, phenelzine) bisa menimbulkan reaksi yang serius. Hindari pemakaian obat-obat golongan ini 2 minggu sebelum, selama maupun sesudah konsumsi salbutamol.

N. Tanggung Jawab Perawat

Perawat bertanggung-jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Caranya adalah perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap/jelas atau dosis yang diberikan diluar batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat bertanggung iawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Perawat wajib membaca buku-buku refrensi obat untuk mendapatkan kejelasan mengenai efek terapiutik yang yang diharapkan, kontraindikasi, dosis, efek samping yang mungkin terjadi atau reaksi yang merugikan dari pengobatan. Daftar Pustaka http://www.scribd.com/doc/29094726/makalah-tentang-salbutamol http://www.drugs.com/ppa/albuterol.html http://www.medscape.com/medline/abstract/17276051 http://www.drugs.com/ppa/albuterol.html http://www.medscape.com/viewarticle/406101 http://www.drugs.com/pro/albuterol.htm

You might also like