You are on page 1of 58

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Konsep pendidikan tinggi untuk semua awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar tahun 1970-an. Ini adalah sebuah pengakuan terhadap hakhak rakyat Amerika untuk memperoleh pendidikan tinggi. Dalam konteks Indonesia, hal yang sama juga berlaku bahwa segenap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam mengakses sumber-sumber pendidikan tinggi yang ada. Dalam Peraturan pemerintah No. 30 Tahun 1990 tentang tujuan perguruan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat

menerapkan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan kesenian serta menyumbangkan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional. Perguruan tinggi bukanlah sekedar lembaga pendidikan saja, melainkan juga sebagai lembaga yang menjembatani antara mahasiswa (anak didik) dengan masyarakat sekitar, agar ilmu yang didapatkan di perguruan tinggi bisa bermanfaat tak hanya bagi mereka sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang lain.

Oleh sebab itulah kita harus mempunyai konsep dan tujuan yang jelas dalam membangun sebuah perguruan tinggi, sebab jika kita asal-asalan, maka perguruan tinggi akan dihujat oleh masyarakat karena tidak menghasilkan dampak yang nyata bagi lingkungan sekitar. Setiap perguruan tinggi menginginkan kemakmuran material dan spiritual dalam arti dapat terpenuhi keinginan atau kebutuhannya yang selalu berkembang, maka bagi perguruan tinggi bagi keseluruhan menghendekai kesuksesan, termasuk kestabilan. Di sini pemerintah dalam kegiatannya ditujukan untuk mencapai tujuan tersebut agar keinginan perguruan tinggi terpenuhi. Dalam pelkasanaannya digunakan barang-barang dan jasa dengan berbagai bentuk termasuk berupa uang. Penggunaan uang untuk melaksanakan fungsi pemerintah. Inilah yang dimaksudkan dengan

pengeluaran publik. Pengeluaran pemerintah dapat jugadiartikan sebagai penggunaan uang dan sumber daya satu negara untuk membiayai suatu kegiatan negara atau pemerintah dalam rangka mewujudkan fungsinya dalam melakukan kesejahteraan sebagai contoh dari kegiatan negara adalah melaksanakan pendidikan di indonesia salah satunya mengoptimalkan perguruan tinggi demi mencapai cita-cita negara republik indonesia yakni mewujudkan masyarakat adil makmur. Pemerintah tentu saja tidak hanya melakukan pengeluaran melainkan juga penerimaan. Penerimaan dan pengeluaran pemerintah dimasukkan dalam suatu konsep terpadu mengenai pendapatan dan belanja negara.

Pengeluaran pemerintah biasanya dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran negara dan pengeluaran daerah yang masing-masing mempunyai struktur pengeluaran tersendiri dan berbeda. Dan dalam pengeluaran negara ada yang bersifat APBN dan PNBP, anggaran semua perguruan tinggi berasal dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), bukan dari pos Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Karena berasal dari pos PNBP, anggaran baru dapat turun ke perguruan tinggi sekitar Juli-Agustus. Artinya hanya ada waktu setengah tahun saja untuk menghabiskan anggaran. Analisis pengeluaran publik dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat. Memang, sebaiknya analisis dan pemantauan terhadap pengeluaran publik merupakan sebuah proses yang terjadi secara alami dan harus dilakukan secara rutin.

B. Rumusan Masalah Di berbagai perguruan tinggi, proses pengeluaran publik kerap kali mengalami berbagai hambatan yang mengakibatkan terlambatnya penetapan PNBP. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Perguruan Tinggi Yang Berstatus Badan Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Perguruam tinggi yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) tidak sejalan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP (UU PNBP), Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara), dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU Perbendaharaan Negara) 1.Berdasarkan UU PNBP, PNBP adalah penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 115/KMIK.06/2001 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN), PNBP dari PTN terdiri atas sumbangan pembinaan pendidikan, biaya seleksi ujian masuk PTN, dan hasil kontrak kerja sesuai peran dan fungsi perguruan tinggi. Adapun PNBP lainnya adalah hasil penjualan produk dari

penyelenggaraan pendidikan tinggi serta sumbangan atau hibah perorangan, lembaga pemerintah dan non pemerintah, dan penerimaan dari masyarakat. Berdasar tiga UU yang dimaksud tadi, seluruh PNBP wajib disetor ke kas Negara. Seluruh PNBP harus dikelola dalam sistem APBN. Namun,

Peraturan Pemerintah (PP) tentang penetapan PTN sebagai BHMN mengatur bahwa penerimaan PTN yang berasal dari masyarakat bukan merupakan PNBP. Penetapan UI sebagai BHMN melalui PP No. 152 Tahun 2000, UGM melalui PP No. 152 Tahun 2000, ITB melalui PP No. 154 Tahun 2000, dan IPB melalui PP No. 155 Tahun 2000. Saat ini, Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) telah disahkan DPR. Permasalahan mengenai PNBP perguruan tinggi ini pun sedikit diatur dalam Undangundang tersebut. Pada dasarnya, penerimaan negara terbagi atas dua jenis, yaitu penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak. Menurut Pasal 1 UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNBP), PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan

perpajakan. Pasal 2 ayat (1) UU PNBP menyatakan kelompok PNBP meliputi:

1. penerimaan Pemerintah;

yang

bersumber

dari

pengelolaan

dana

2. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; 3. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan; 4. penerimaan Pemerintah; dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan

5. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; 6. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan 7. penerimaan tersendiri. Hal ini menunjukkan adanya kendala yang dihadapi oleh Pemerintah pusat melALUI peraturan dan kewenangan mengatur dana pengeluaran lainnya yang diatur dalam Undang-undang

publik dalam hal ini PNBP. Berdasarkan pernyataan tersebut maka ditentukan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah mekanisme penyusunan PNBP pada

pemerintah pusat? 2. Bagaimana implementasi pengeluaran publik pada perguruan tinggi? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengeluaran PNBP pada perguruan tinggi?

C. Tujuan Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui mekanisme pengeluaran PNBP pada perguruan tinggi. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pengeluaran publik pada perguruan tinggi? 3. Untuk mengetahui sistematika pengeluaran publik pada perguruan tinggi?

D. Manfaat penulisan 1. Secara teoritis, makalah ini diharapkan menjadi bahan studi perbandingan bagi analisis berikutnya dan menjadi salah satu sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian-kajian yang mengarah pada pengeluaran publik, khususnya menyangkut implementasi pengeluaran publik pada perguruan tinggi. 2. Secara praktis, hasil makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah pusat dalam melakukan penyusunan APBN dan PNBP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka merupakan panduan penulisan dalam aspek konseptual dan teoritis. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai konsep tinjauan pengeluaran publik, analisis, pengeluaran publik secara umum, pengeluaran publik secara khusus pada perguruan tinggi, tinjauan mengenai mekanisme pengeluaran publik di perguruan tinggi. A. Tinjauan Tentang Pengeluaran Publik Untuk dapat memahami mengenai pengeluaran publik, maka berikut ini akan dipaparkan mengenai berbagai pengertian analisis, pengeluaran publik menurut para ahli, klasifikasi pengeluaran dalam perguruan tinggi, proses pengeluaran publik serta unsur-unsur dalam pengeluaran publik dalam perguruan tinggi, konsep dasar penegelolaan pembiyaan pendidikan, pengelolaan pembiyaan pada perguruan tinggi. B. Pengertian Analisis Analisa menurut Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1996:779) merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, atau perbuatan) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya). Sedangakan analis menurut Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1996:779) adalah : Orang yang menganalisa atau melakukan analisa atau orang yang mencari, mengumpulkan data untuk penilaian kekayaan atau kemampuan seseorang.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisa adalah sesuatu yang dilakukan seseorang untuk menyelidiki sebuah peristiwa demi mengumpulkan datadata yang konkrit yang nantinya menjadi ilmu atau pengetahuan baru. Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah data besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi atau pemisahan dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari seperangkat data juga merupakan bentuk analisis untuk membuat datadata tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis berusaha

menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti. Berikut pengertian analisis menurut para ahli : 1. Analisis adalah langkah pertama dari proses perencanaan (Anne Gregory) 2. Analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (Dwi Prastowo Darminto & Rifka Julianty, 2002, 52) 3. Analisis berarti melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul (Syahrul &

Mohammad Afdi Nizar, 2000, 48)

10

4. Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditaksir maknanya. (Wiradi, 2002, 37) 5. Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu (Komaruddin, 2001)

11

C. Pengeluaran Publik Secara Umum Pegeluaran publik merupakan cara pemerintah untuk mengaplikasikan program kerja dari pemerintah itu sendiri untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan tujuan pemerintah. Pengeluaran publik merupakan hal yang urgen dilakukan demi terciptanya masyarakat adil makmur, Disamping fungsi pengeluaran publik adalah mensejahterhkan masyarakat, juga dikenal sebagai fungsi kestabilan dan keseimbangan sebuah birokrasi antara pemasukan dan pengeluaran tanpa keuntungan karena asas dari pemerintah negeri adalah pengabdian. Pengertian pengeluaran publik secara umum memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan masing-masing ahli dan belum terdapat batasan yang dapat diterima secara umum. Pengertian atau batasan penegeluaran publik tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Perkembangan pengeluaran publik sejalan dengan tahap

perkembangan ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang. Pada tahap

12

lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, masyarakat, utamanya misalnya untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan,

peningkatan

pendidikan,

jaminan sosial dsb. (Musgrave dan Rostow 2007) 2. Berdasarkan pengamatan dari negara-negara maju, disimpulkan bahwa dalam perekonomian meningkat suatu sejalan negara, dengan pengeluaran peningkatan

pemerintah

akan

pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi, menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan, dll. (Wagner, 2001)

13

3. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan pengeluaran publik tidak disukai oleh masyarakat, karena hal itu berarti masyarakat harus membayar pajak lebih besar. Masyarakat mempunyai sikap toleran untuk membayar pajak sampai pada suatu tingkat tertentu. Apabila pemerintah menetapkan jumlah pajak di atas batas toleransi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak. Sikap ini mengakibatkan pemerintah tidak bisa semena-mena menaikkan pajak yang harus dibayar masyarakat. Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya perekonomian suatu negara akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut, walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Peningkatan penerimaan negara akan memicu peningkatan pengeluaran dari Negara tersebut. Dalam kondisi tidak normal, misalnya dalam keadaan perang, pemerintah memerlukan pengeluaran publik yang lebih besar. Keadaan ini membuat pemerintah cenderung meningkatkan pungutan pajak kepada masyarakat. Peningkatan pungutan pajak dapat mengakibatkan investasi swasta berkurang, dan perkembangan perekonomian

14

menjadi terkendala. Perang tidak bisa dibiayai dari pajak saja. Pemerintah terpaksa cari pinjaman untuk biaya perang. Setelah perang selesai pemerintah harus membayar angsuran pinjaman dan bunga. Oleh karenanya pajak tidak akan turun ke tingkat semula walaupun perang sudah selesai. Setelah perang selesai, pengeluaran publik akan turun dari tingkat pengeluaran publik saat perang, namun masih lebih tinggi dari tingkat pengeluaran publik sebelum perang. Sementara itu pengeluaran swasta akan meningkat, namun masih dibawah tingkat pengeluaran swasta sebelum perang (Peacock dan Wiseman, 1989)

15

D. Pengeluaran publik secara khusus pada perguruan tinggi Adapun teori pengeluaran publik secara khusus kepada perguruan tinggi antara lain : 1. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU Sisdiknas, 2003 pasal 1 ayat 1). 2. PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) untuk PT seluruhnya harus disetor ke kas negara, jika dibutuhkan, dana tersebut proses pencairannya melalui birokrasi keuangan cukup panjang dan ketat. Hal ini kadang mengambat kelancaran pelaksanaan kegiatan akademik di PT. Bila pengelolaan keuangan PT mengacu pada konsep BLU (Badan Layanan Umum), maka tidak seluruh pendapatan PT harus disetor ke kas negara, namun boleh dikelola sendiri oleh PT bersangkutan dengan catatan siap dan sanggup diaudit. (permendiknas 53 Tahun 2008: Pedoman penyusunan standar pelayanan minimum bagi PT yang menerapkan Pengelolaan keuangan BLU)

16

E. Pengeluaran Publik Dalam Perguruan Tinggi Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan sebagai investasi dalam menghasilkan manusia-manusia yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara( UU Sisdiknas, 2003 pasal 1 ayat 1). Pendidikan dipandang sebagai alat vital dalam memajukan dan membuat suatu bangsa menjadi modern, mempunyai ketangguhan dalam menghadapi permasalahan kehidupannya. Dalam hal ini pendidikan pun dianggap merupakan faktor yang dapat menentukan kualitas hidup atau meningkatkan standar hidup suatu bangsa. Pada awalnya pendidikan masih jarang mendapatkan perhatian dari para ahli ekonomi, karena : 1. peranan pendidikan dalam ekonomi nasional dinilai relatif kecil,

17

2. adanya pola pikir yang memandang kemakmuran merupakan sesuatu yang bersifat material dan fisik, dan 3. hasil dari riset ekonomi diperoleh bahwa pendidikan merupakan sektor yang paling banyak mengeluarkan biaya pajak yang cukup besar dari pemerintah. (Jones, 1985). Memahami besarnya biaya pajak yang dikeluarkan dari pemerintah untuk penyelenggaraan pendidikan, para ahli ekonomi mulai tertarik pada pendidikan dan mempertanyakan seberapa besar pengaruh pendidikan pada ekonomi atau sebaliknya. Perhatian itu diantaranya mulai ditunjukkan oleh Adam Smith seorang ahli ekonomi yang berpendapat bahwa kita merasa berhutang budi pada pendidikan, karena pendidikan membuat kita menjadi unggul dan intelligent, panjang akal dan memiliki kebiasaan yang baik. Namun, masih banyak perdebatan yang terjadi mengenai pendapat Adam Smith ini, salah satunya ialah orang merasa bahwa pengaruh pendidikan pada ekonomi datangnya kemudian, tidak langsung pada saat itu bisa dirasakan (Vaizey, 1962:19). Satu hal yang penting terhadap pemikiran baru bahwa pendidikan dianggap sebagai salah satu bentuk investasi ( Human Invesment). Dimana konsep ini menyatakan bahwa orang yang memiliki keterampilan tertentu, kebiasaan dan pengetahuan dapat mereka jual dalam bentuk pekerjaan

18

untuk memperoleh upah atau gaji, sehingga dapat diperankan sebagai sumber selama hidup mereka (Jones, 1985). Lebih jauh human capital ini dapat dianalogikan sebagai modal fisik karena kedua-duanya digunakan untuk menghasilkan pendapatan tetap bertahun-tahun lamanya. Pendidikan dapat dipandang sebagai konsumsi jika pendidikan benefit-nya dapat dinikmati langsung pada saat dikonsumsi, dan pendidikan sebagai investasi tentu benefit-nya dapat dirasakan setelah beberapa waktu kemudian. Dalam menyelenggarakan pendidikan memerlukan biaya. Biaya dipergunakan untuk menyediakan gedung sekolah atau kampus dan fasilitas lainnya, untuk membayar guru atau dosen, menyediakan kurikulum dan

pelayanan lainnya. Salah satunya adalah perguruan tinggi merupakan salah satu jenjang pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan

diantaranya

untuk menghasilkan sumber daya yang memiliki kompetensi

dalam bidang manajemen. Karena dalam penyelenggaraan pendidikannya tidak terlepas dari penggunaan dana atau biaya sehingga lembaga pendidikan harus

memprioritaskan perhatian dalam pengelolaan biaya ini, sehingga biaya yang dimiliki berdasarkan penerimaan dapat dialokasikan dengan sebaik-baiknya.

19

F. Konsep Dasar Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan Landasan konseptual ekonomi pendidikan menurut Cohn yang dikutip oleh Syaiful Sagala (2010:208) mengacu pada prinsip bahwa ekonomi adalah keterbatasan atau kelangkaan ( scarcity) dan keinginan (desirability). Ekonomi dapat dipahami sebagai suatu studi bagaimana orang atau masyarakat memilih dalam menggunakan uang dan sumber lain yang sifatnya terbatas atau langka untuk menghasilkan atau mencapai keinginan yang sifatnya tidak terbatas. Hal-hal prinsip dari pengertian ekonomi menurut Syaiful Sagala ((2010:209) adalah : 1. keterbatasan dan kelangkaan dan 2. yang diinginkan dan hanya dibutuhkan orang. Ekonomi yang

berkepentingan

sumber-sumber

daya

tersedia dalam kuantitas terbatas dan yang mencakup praktis tiap barang dan jasa yang terpikirkan, termasuk udara, dan sumber-sumber daya lain yang konon melimpah, yang dalam banyak kasus tidak lagi melimpah dengan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan rakyat. Dengan kata lain ada permintaan untuk mereka (setidaknya punya potensi seperti itu). Pertumbuhan ekonomi menurut Denison (1962) adalah peningkatan per

20

kapita dalam produksi nasional diukur dari jumlah uang konstan. Perubahan ekonomi tidak dapat dihitung dengan nasinal income, karena nasional income dihitung dengan jumlah total dari pendapatan yang tidak sama dan dicari rata-rata (Cohn, 1979:137). Selanjutnya Cohn

mengatakan biaya pendidikan adalah cost yang harus dikeluarkan yaitu perhitungan atau biaya yang

dikeluarkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan terkait dalam pendidikan.

Secara teoritis konsep biaya di bidang lain mempunyai kesamaan dengan bidang pendidikan, dimana lembaga pendidikan dipandang sebagai produsen jasa pendidikan yang menghasilkan keahlian dan keterampilan, ilmu pengetahuan, karakter dan nilai-nilai yang dimiliki seorang lulusan. Kegiatan pendidikan sebenarnya dipandang sebagai pelayanan ( service) terhadap siswa atau peserta didik selama belajar. Pendidikan sebagai proses produksi yang menghasilkan lulusan yang berhasil dapat ditentukan oleh jumlah pendaftar dan komponen input dalam suatu sistem pendidikan (Nanang Fattah, 2004:16).

21

Karena pendidikan merupakan proses produksi yang menghasilkan lulusan yang bermutu sehingga diperlukan pengelolaan pembiayaan agar mutu dari lulusan dapat bersaing di dunia kerja. Dalam meningkatkan mutu lulusan diperlukan dukungan yang kuat dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan ketentuan standar nasional pendidikan. Dari sekian banyaknya kriteria untuk meningkatkan mutu lulusan tidak terlepas dari

penggunaan uang dalam terselenggaranya proses pendidikan. Sumber daya pendidikan yang dianggap penting adalah uang. Menurut Abubakar dan Taufani (2008:255) uang dapat dipandang ibarat darah dalam tubuh manusia yang mati hidupnya ditentukan oleh sirkulasi darah dalam tubuhnya. Uang termasuk sumber daya yang langka dan terbatas. Oleh karena itu uang perlu dikelola dengan efektif dan efisien agar dapat membantu pencapaian tujuan pendidikan. Dalam hal ini diperlukan manajemen keuangan dalam lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan dapat dikategorikan sebagai organisasi publik yang nirlaba (non profit). Lembaga pendidikan perlu dikelola dengan tata pamong yang baik (good governance), sehingga lembaga pendidikan bersih dari malfungsi dan mal praktik pendidikan yang merugikan pendidikan.

22

G. Pengelolaan Pembiayaan Pada Perguruan Tinggi Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 85 ayat 3 bahwa pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program Diploma pada pendidikan vokasi. Seiring dengan pernyataan di atas jenjang diploma pada pendidikan vokasi itu diantaranya memiliki konsentrasi pada bidang sekretari,

manajemen dan komputer. Dimana nantinya diharapkan dapat menghasilkan sumber daya yang memiliki kualifikasi yang dapat menghasilkan keahlian, keterampilan, ilmu pegetahuan, karakter dan nilai-nilai lulusan dalam bidang pengelolaan manajemen. Pembiayaan menurut Indra Bastian (2006:160) bahwa ditinjau dari sudut human capital (modal manusia) sebagai unsur modal pendidikan

diperhitungkan sendiri sebagai faktor penentu keberhasilan seseorang, baik secara sosial maupun ekonomi. Nilai pendidikan merupakan asset moral, dimana pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam pendidikan dianggap sebagai upaya pengumpulan dana untuk membiayai operasional dan pengembangan sektor pendidikan. Tujuan pembiayaan pendidikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa biaya pendidikan merupakan sebuah investasi yaitu tindakan untuk memperoleh nilai asset yang dikuasai.

23

Perguruan tinggi memiliki peran yang sangat sentral dan strategis dalam pembangunan suatu bangsa karena disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, lulusan perguruan tinggi akan memposisikan diri atau diposisikan masyarakat sebagai calon pemimpin, baik diperusahaan, masyarakat atau di instansi pemerintah; kedua, produk jasa pemikiran perguruan tinggi

dianggap berperan dalam menentukan konsep pembangunan bangsa. Menurut R. Bowen (1981:1) in our thoroughly monetized, cost usually appear in the form of expenditures of money. They are payments made to acquire goods and services. For example, as consumers we refer to the costs of a new automobile as the amount of money we must pay for it; producers of automobiles refer to cost as the mount of money paid the thousands of workers, materials, and services needed to produce automobiles. Maksudnya bahwa biaya biasanya muncul dalam bentuk pengeluaran uang yaitu pembayaran untuk mendapatkan barang dan jasa. Demikian juga halnya dalam biaya di perguruan tinggi salah satunya pada jenjang diploma biasanya berupa bayaran uang untuk memperoleh sumber-sumber yang dibutuhkan untuk opersionalisasi penyelenggaraan institusi PT. Pengertian ini meliputi pembayaran uang tunai untuk membayar gaji personel, pembelian barang dan jasa, bantuan finansial mahasiswa, dan akuisisi atau

24

pemanfaatan seluruh gedung dan perlengkapan lembaga (plan and equipment). Pembiayaan pendidikan pada pendidikan tinggi dapat dibedakan atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan

sebagaimana dimaksud di atas meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang

1.

melekat pada gaji,


2. 3.

Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa

telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. bsnp-

indonesia.org/id/ Untuk mendukung terselenggaranya proses pendidikan, diperlukan manajemen dalam pengelolaan biaya pendidikan. Menurut R. Bowen (1970) bahwa biaya diperguruan tinggi (PT), biasanya berupa pembayaran dalam

25

bentuk uang untuk mengoperasikan lembaga tersebut, termasuk adanya biaya upah dan gaji pegawai, pembelian barang dan jasa, alat peraga bagi mahasiswa, pemeliharaan peralatan dan sebagainya. Pengaturan biaya pendidikan di perguruan tinggi (PT) salah satunya adalah perguruan tinggi berkaitan dengan insentif dan tingkah laku kelembagaan PT untuk menghasilkan banyaknya kegiatan dari tahun ke tahun. Menurut R. Bowen (1970) dapat diasumsikan mengenai pengaturanpengaturan biaya pada PT sebagai berikut: 1. Tujuan kelembagaan yang ideal adalah pendidikan yang excellence prestige dan bersikap influence. Yang dimaksud excellence atau

disebut Quality suatu kelembagaan ditentukan dengan kriteria sebagai berikut : rasio karyawan dengan mahasiswa, penghasilan karyawan, jumlah doktor pada fakultas, jumlah buku di perpustakaan, fasilitas peralatan yang memadai dan kualifikasi mahasiswa di PT tersebut. Kriteria-kriteria ini adalah input untuk menghasilkan unit cost dalam bentuk uang, dalam hal ini bukan sebagai outcome dari proses pendidikan. 2. Yang dinamakan excellence prestige dan Influence adalah tidak

adanya batasan terhadap jumlah uang suatu lembaga yang bisa dimanfaatkan bagi lajunya pendidikan.

26

3. Setiap kelembagaan meningkatkan keseluruhan keuangan yang ia dapatkan. Tidak ada PT yang pernah mengakui mempunyai cukup uang dan semuanya mencoba untuk meningkatkan sumber dana tanpa batas. 4. Setiap lembaga menghasilkan sumber dana tanpa batas. 5. Secara kumulatif, keempat pengaturan tertuju pada peningkatan biaya pengeluaran. Setiap perguruan tinggi perlu menyusun Rencana Anggaran Perbelanjaan Biaya Perguruan Tinggi (RAPBPT). Dalam menyusun rencana anggaran perbelanjaan maka harus diketahui lebih dahulu budget yang tersedia. Budget (rencana) adalah : 1. rencana operasional keuangan mencakup estimasi tentang pengeluaran untuk suatu periode/kurun waktu; 2. rencana sistematis untuk efisiensi pemanfaatan tenaga, industry (sumber) dan 3. rencana keuangan yang diprioritaskan pada pola pengawasan operasional pada masa datang suatu lembaga. Aspek fungsional budget menggambarkan kegunaan atau manfaat dari budget adalah :

27

a) berpengaruh terhadap motivasi; b) memungkinkan adanya koordinasi kerja; c) dapat digunakan untuk kegiatan koreksi/bila terjadi penyimpangan; d) meningkatkan alokasi sumber; e) meningkatkan komunikasi; dan f) sebagai alat evaluasi atau pengawasan. Menurut Kaplan dan Northon (2001:288) menjelaskan ada 2 faktor yang mempengaruhi anggaran yang dinamis yaitu anggaran operasional dan strategi anggaran. Anggaran operasional adalah anggaran yang

berhubungan dengan meramalkan pengeluaran penyelenggaraan program pendidikan baik yang berhubungan dengan manajemen perguruan tinggi maupun manajemen pembelajaran. Anggaran strategi memiliki suatu kekuatan inisiatif untuk mengatasi kesenjangan antara keinginan berperilaku kurang baik dan kemauan keras untuk mencapai kesenjangan antara keinginan berperilaku kurang baik dan kemauan keras mencapai sesuatu melalui peningkatan yang berkesinambungan. Strategi ini dimulai dengan menyusun suatu formulasi program yang dapat dikerjakan, kemudian dapat diukur tingkat pencapaian maupun kualitas cari capaian tersebut. Agar keberlanjutan dapat terjamin, senantiasa dilakukan evaluasi, diambil tindakan selanjutnya dan tidak mengulangi kesalahan.

28

Menurut Robert R. Bowen (1970) mengenai gambaran distribusi prosentase dari pengeluaran pada institute pendidikan tinggi. Distribusi Pengeluaran PT Klasifikasi Pengeluaran 1. Pendidikan 2. Penelitian Masyarakat 3. Tenaga Bantuan 4. Layanan Kesehatan 10,90 % 2,90 % 2,70 % 4,00 % Total 57,40% 43,60 % dan Pengabdian pada Gaji 39,80 % Alat dan Pelayanan 19,10 % 7,90 % 13,70 %

Sebagai

contoh

pengelolaan

dana

dengan

sistem

alokasi

pembiayaan pada jenjang diploma konsentrasi manajemen besaran dana alokasi pada salah satu perguruan tinggi di kota Bandung dapat digambarkan melalui Rencana Strategis (Renstra) sebagai berikut: Besaran alokasi 20 % Pengadaan/pemeliharaan sarana fisik (ruang kuliah, kantor dan laboratorium) dana Peruntukan alokasi pembiayaan

29

10 % 2% 3% 2,5 % 2,5 % 2,5 % 10 % 45 %

Fasilitas pendidikan (alat kuliah, kantor dan lain-lain) Keperluan buku-buku perpustakaan Penyusunan administrasi pendidikan tinggi dan kurikulum Keperluan penelitian dan pengabdian pada masyarakat Kegiatan ilmiah, penataran,lokakarya, seminar Kegiatan Kemahasiswaan Perhimpunan dana Pembayaran honor tenaga edukatif dan administratif dan tenaga struktural lainnya

2,5 %

Anggaran lainnya

Pengelolaan

dana

bukan

hanya

sekedar

mengarah

pada

penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan efisien, tetapi juga dengan dana tersebut perguruan tinggi harus mampu meningkatkan mutu lulusannya dan mampu bersaing dengan perguruan tinggi yang lainnya. Dalam Pasal 48 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Keadilan maksudnya bahwa dana yang disediakan oleh pemerintah untuk keperluan pendidikan berasal dari masyarakat dan kekayaan negara. Oleh karena itu harus dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat untuk memperoleh pendidikan secara adil. Andil dalam hal ini ialah diusahakan

30

semua anggota masyarakat mendapat kesempatan memperoleh pendidikan yang sama, baik bagi mereka yang cacat (tuna), tidak mampu, maupun yang kaya. Efisiensi maksudnya harus dilaksanakan di semua instansi, termasuk dalam bidang pendidikan, Terutama dalam penyelenggaraan pendidikan itu sangat terbatas. Efisiensi selalu membandingkan dua hal, yaitu masukkan dengan keluaran. Dlam hal ini biaya pendidikan dapat mengukur efisiensi dengan membandngkan cost dengan outcome. Keterbukaan dalam pengelolaan pendidikan maksudnya tidak harus semua terbuka tetapi ada beberapa hal yang hanya diketahui oleh beberapa pimpinan saja dengan tujuan untuk menghindarkan kecurigaan. Dalam rangka keterbukaan, program-program yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi perlu diinformasikan kepada stakeholders,dari mana dana yang diperoleh untuk melaksanakan program tersebut, seberapa besarnya dan sasaran yang ingin dicapainya. Melalui keterbukaan ini diharapkan mereka merasa memiliki dank arena itu mereka ikut bertanggungjawab dan memiliki komitmen menyelesaikan program program yang telah diurusnya. Akuntabilitas sebagian diperoleh dana dari penyelenggaraan dalam pendidikan maksudnya perguruan dana itu bahwa tinggi perlu

opersional masyarakat,

penyelenggaraan penggunaan

sehingga

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Penyelenggaraan perguruan tinggi adalah usaha yang terkait dengan kepercayaan, Karen itu kepercayaan

31

harus

dipertanggungjawabkan.

Pertanggungjwaban

ini

meliputi

pertanggungjawaban fisik dan non fisik. Fisik meliputi bangunan apa saja yang dimiliki, peralatan apa saja yang telah dipunyai untuk melaksanakan proses belajar mengajar, baik untuk mahasiswa maupun sivitas akademika yang lain. Non fisik meliputi pengetahuan, keterampilan, dan ilmu apa saja yang telah diperoleh lulusannya, serta hasil yang didikan lainnya berupa moral, nilai-nilai, budaya, sikap emosi, motivasi dan watak lulusan Hasil ini dapat dilihat setelah mahasiswa lulus dan terjun ke masyarakat sebagai outcome. Untuk menunjukkan akuntabilitas, perguruan tinggi baik itu negeri maupun swasta perlu membuat laporan berkala tentang penyelenggaraan serta penggunaan dana yang diperolehnya. Laporan ini sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran kepada pemberi anggaran baik itu pemerintah maupun masyarakat, dan dalam hal PTS kepada Yayasan Penyelenggara pendidikan yang kemudian disampaikan kepada masyarakat yang memberikan dana pendidikan.

32

BAB III PEMBAHASAN A. Bagaimanakah Mekanisme Penyusunan PNBP Pada Pemerintah Pusat? Revisi atas UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP saat ini telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2010-2014. Sebenarnya, apakah yang melatarbelakangi dilakukannya revisi atas UU No. 20 Tahun 1997 tersebut Apabila kita lihat dari jangka waktunya, UU PNBP ini memang sudah berlaku cukup lama, hampir 14 tahun. Dari hasil evaluasi kita, memang ditemukan cukup banyak hal yang harus disesuaikan dengan perkembangan situasi aktual dan tantangan-tantangan di masa depan. Selain itu, dari sisi hukum sudah banyak perkembangan yang terjadi, seperti Amandemen UUD 1945, diterbitkannya Paket UU Keuangan Negara, lahirnya "Undang-Undang MD3" dan UU 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Seluruh ketentuan perundangan tersebut bersifat dinamis, dan bersentuhan dengan basis UU 20/1997 tentang PNBP yang berkenaan dengan penerimaan SDA, laba BUMN, dan kementerian/lembaga, sehingga dalam perjalanannya banyak hal yang harus dibenahi atau diperbaiki. Revisi adalah langkah yang paling tepat untuk mengharmonisasikan dan menyesuaikan regulasi PNBP serta dalam rangka mengantisipasi kebijakan PNBP ke depan.

33

Tantangan yang kami evaluasi sepanjang 14 tahun pengelolaan PNBP berdasarkan UU 20/1997 ini setidaknya ada empat, yaitu: (1)

mengoptimalkan potensi-potensi PNBP, (2) mendukung kebijakan fiskal yang sustainsble, (3) peningkatan kinerja BUMN, dan (4) peningkatan kualitas pelayanan kementerian/lembaga. Memang tidak semua pelayanan umum harus dikenakan biaya atau tarif, namun demikian kita tetap harus memegang prinsip kewajaran dan keadilan. Apabila dikenakan tarif pelayanan dan pengelolaan potensi PNBP tentunya harus tetap berpegang kepada prinsipprinsip tersebut.

34

Fokus pertama adalah manajemen pengelolaan PNBP yang baik, yaitu mengatur bagaimana hubungan antara fungsi Kementerian Keuangan sebagai Chief Financial Officer dengan kementerian/lembaga, atau hubungan antara Kementerian Keuangan bersama dengan kementerian/lembaga dalam menjalankan kebijakan publik. Selanjutnya mengupayakan agar seluruh lembaga pemerintah dapat bekerja dengan prinsip good governance.

Transparansi, dan akuntabilitas. Selain itu, kita juga meninjau kembali mekanisme penganggaran PNBP, penyetoran, dan pertanggungjawabannya, termasuk juga mengenai tarif dan sanksi atas keterlambatan penyetoran. Di dalam merancang revisi UU PNBP ini kami akan melihat bagaimana pengalaman di masa lalu, kondisi sekarang ini, dan juga mengantisipasi tantangan ke depannya.

Apabila yang dimaksudkan di sini adalah mekanisme penggunaan kembali PNBP, sebenarnya ini adalah mengenai insentif, yang salah satu bentuknya bisa berupa izin untuk menggunakan kembali sebagian PNBP. Kami menekankan bahwa pada prinsipnya apabila sebagian PNBP digunakan kembali maka penggunannya harus betul-betul tepat, yaitu dalam rangka mendukung tugas-tugas pokok kementerian/lembaga dalam rangka

pelayanan publik dan juga untuk menghasilkan PNBP yang optimal.

35

Memang hal tersebut merupakan salah satu dari beberapa isu yang akan kami coba untuk menguraikan dan mencarikan regulasi yang lebih tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada sepanjang proses revisi UU PNBP ini, seperti misalnya ada PNBP yang tidak disetorkan, tidak dilaporkan, disetorkan tapi terlambat, atau disetorkan namun jumlahnya tidak tepat, khususnya pada PNBP SDA yang tergantung pada volatilitas nilai tukar rupiah, harga minyak mentah, dan variabelvariabel lainnya.

Usaha perbaikan dapat dilakukan dengan adanya peningkatan pada fungsi pengawasan. Namun demikian, fungsi pengawasan yang baik hanya dapat terlaksana apabila didahului dengan adanya regulasi yang tepat. Apabila regulasi sudah tepat dan dilaksanakan secara konsisten, baru kita bisa melaksanakan fungsi pengawasan tersebut.

36

Terhadap UU Sektoral, pada satu sisi dengan adanya Amandemen UU 1945 tentunya terjadi banyak perubahan yang menuntut dilakukannya

penyesuaian-penyesuaian, selain juga karena adanya Paket UU Keuangan Negara. Harmonisasi itu penting, terutama harmonisasi kesetaraan, yaitu menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang serupa, dan harmonisasi dalam segi hukum. Dengan adanya harmonisasi, diupayakan tidak muncul adanya berbagai polemik setelah proses revisi UU PNBP 20/1997 ini selesai. Harapan kita adalah: pertama, bagaimana PNBP dapat dikelola secara baik, adil dan sesuai dengan fungsinya, baik itu merupakan fungsi pelayanan pada kementerian/ lembaga maupun fungsi penerimaan sumber daya alam migas dan nonmigas, serta laba BUMN. Kedua, dengan adanya revisi UU PNBP ini kita dapat menyikapi dan menemukan penyelesaian atas berbagai

permasalahan dalam pengelolaan PNBP selama ini. Ketiga, tentunya revisi ditujukan agar ketentuan perundangan yang baru tersebut dapat

diimpementasikan dengan baik dan mendukung fungsi governance.

37

Sesuai ketentuan, ketika pemerintah akan menetapkan tarif atas suatu layanan yang masuk dalam kategori PNBP maka harus ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP), namun demikian pada pratiknya ternyata ada beberapa pungutan yang tidak melalui proses penetapan dalam PP, contohnya tarif pendidikan di perguruan tinggi negeri.

38

B. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pengeluaran publik pada perguruan tinggi? Perguruan tinggi di Indonesia meruapakan perguruan tinggi yang selama ini murni dibiayai dan dibina oleh pemerintah. Dikarenakan perguruan tinggi merupakan alat instrumen mencerdaskan bangsa dan merupakan faktor bagi kemajuan suatu negeri karena peradaban akan berkembang dengan ditandainya kualitas ilmu pengetahuan yang tinggi. Hal inilah yang mendasari mengapa kemudian pengeluaran publik untuk untuk implementasi perguruan tinggi di indonesia di fokuskan, mengingat perguruan tinggi adalah pusat aktivitas ilmu pengetahuan dalam suatu negara di era modern. Sebab perguruan tinggi merupakan pusat intelektual yang tinggi lahirlah cetakan generasi dari masa ke masa yang semakin baik berkembang dan maju. Salah satu aset terbesar pemerintah adalah perguruan tinggi untuk meningkatkan kestabilan dan kemakmuran bangsa. Dunia pendidikan merupakan hal sangat pokok untuk saat ini. Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin majunya teknologi informatika, membuat masyarakat Indonesia harus mengenyam pendidikan agar tidak ketinggalan zaman. Dulu, masyarakat Indonesia yang mengenyam pendidikan masih jarang karena

keterbatasan biaya dan sekolahnya pun sedikit. Selain itu, masyarakat yang sadar akan dunia pendidikan masih sedikit. Berbeda dengan sekarang ini, sekolah-sekolah sudah banyak dibangun, mulai sekolah

39

dasar samapai perguruan tinggi, bahkan sekarang ini sekolah Taman Kanak-kanak sudah banyak yang berdiri. Kebutuhan pendidikan yang semakin meningkat dan menjadi kebutuhan pokok menjadikan

masyarakat Indonesia dituntut untuk mengenyam pendidikan. Bahkan untuk saat ini, seorang anak memulai pendidikannya di sekolah bukan di bangku sekolah dasar, tapi di sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Dan, sekarang sudah muncul lagi pendidikan di bawah usia lima tahun, yaitu sekolah Paud (Penitipan Anak Usia Dini). Semakin berkembangnya teknologi, semakin mahal pula biaya pendidikan. Sekarang ini, tidak ada yang namanya gratis. Orang yang mau kencing saja di tempat umum harus bayar. Semuanya serba bayar dan itu berarti membutuhkan uang. Pendidikan yang mahal saat ini sudah berlaku di Indonesia, meskipun banyak program pemerintah yang dapat meringanan masyarakat untuk biaya pendidikan. Mulai dari pemberian bantuan BOS, buku pelajaran gratis, sampai beasiswa sekolah. Akan tetapi, itu semua tidak mengurangi biaya pendidikan yang mahal. Bantuan biaya pendidikan bagi orang yang tidak mampu kurang merata, sehingga masih banyak masyarakat yang putus sekolah. Padahal zaman sekarang ini

masyarakat dunia, khususnya di Indonesia, dituntut minimal bisa membaca, tidak buta huruf. Tapi, kenyataannya untuk mencapai masyarakat yang tidak buta huruf sangat sulit. Biaya pendidikan yang semakin mahal tidak dapat mengentaskan buta huruf. Seorang anak

40

yang baru masuk sekolah saja, bisa membutuhkan biaya beratus-ratus ribu, bahkan berjuta-juta. Padahal itu hanya pendidikan pra-sekolah. Untuk itu, pemerintah selalu mengusahakan pendidikan gratis, terutama bagi masyarakat yang tidak mampu atau ekonomi menengah ke bawah. Program pemerintah ini, tentu saja perlu didukung oleh masyarakat Indonesia sendiri, terutama peserta didik. Perkembangan zaman yang terjadi sekarang ini, menuntut manusia untuk mempunyai pendidikan yang tinggi dan menjadikan manusia lebih kreatif. Apabila tidak seperti itu, maka orang tersebut akan ketinggalan zaman dan tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi. Akan tetapi, hal tersebut dapat berjalan dengan lancar apabila didukung oleh pemerintah dan

masyarakat itu sendiri. Ada beberapa faktor yang menghambat masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Salah satunya adalah faktor biaya. Biaya pendidikan yang semakin hari semakin mahal menjadikan masyarakat Indonesia tidak dapat menempuh pendidikan sampai tingkat universitas. Hanya kalangan tertentu saja yang bisa menikmati bangku kuliah. Padahal potensi masyarakat Indonesia untuk menikmati bangku kuliah sangat besar, dilihat dari minat para siswa menengah ke atas. Mereka ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi. Akan tetapi, karena faktor biaya tersebut, mereka tidak mampu untuk membiaya

pendidikannya di jenjang universitas atau sekolah tinggi. Beruntunglah

41

bagi orang-orang yang mampu untuk melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah. Meskipun ada program beasiswa di setiap perguruan tinggi dan dari sekolah-sekolah, tapi prosesnya yang rumit membuat para siswa malas untuk mengurusinya. Sebagian siswa yang tamat sekolah menengah atas memilih untuk tidak melanjutkan pendidikannya karena faktor biaya. Mereka menjadi lebih tertarik untuk bekerja saja yang dapat menghasilkan uang. Padahal pekerjaan yang mereka terima tidak terlalu besar menghasilkan uang. Penyuluhan tentang pentingnya pendidikan seharusnya diadakan di setiap sekolah menengah atas. Akan tetapi, hal itu harus didukung juga oleh semua pihak. Dari pemerintah, perguruan tinggi itu sendiri, dan dari masyarakat juga. Pemerintah dapat

memberikan fasilitas dan bantuan berupa beasiswa bagi orang-orang yang tidak mampu. Dari pihak perguruan tinggi sendiri memberikan keringan biaya bagi mahasiswa yang kurang mampu dan memberikan beasiswa juga. Dari masyarakat sendiri, yaitu mendukung para pelajar untuk melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Terkadang orang-orang berpikir, buat apa sekolah tinggi-tinggi, semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka semakin susah mencari pekerjaan. Padahal cara pandang seperti itu salah. Zaman semakin berkembang dan teknologi semakin canggih. Dengan perkembangan zaman seperti itu, tentu saja membutuhkan masyarakat yang cerdas dan pintar agar negara Indonesia ini tidak ketinggalan zaman. Untuk itu, semua pihak

42

perlu mendukung para siswa untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Baik dari siswanya, sekolah, perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat. Untuk orang-orang yang mampu untuk membiaya kuliahnya, masalah tempat dan biaya tidak terlalu

diperhatikan. Yang penting perguruan tinggi tersebut akreditasinya bagus dan ternama. Memang sampai saat ini, perguruan tinggi ternama yang ada di Indonesia masih menjadi favorit para siswa untuk melanjutkan pendidikannya. Perguruan tinggi yang tidak terlalu terkenal menjadi pilihan kedua apabila siswa tersebut tidak diterima di perguruan tinggi ternama tersebut. Persaingan untuk masuk ke perguruan tinggi ternama tersebut terjadi sampai sekarang. Bahkan, sekarang ini, permainan uang sudah terjadi. Banyak yang ingin masuk ke perguruan tinggi ternama, tapi tidak dengan mengikuti tes terlebih dahulu. Asalkan punya uang banyak, mereka dapat masuk ke universitas tersebut. Hal tersebut menjadi penghalang para siswa yang mempunyai kemampuan lebih, tapi karena biayanya yang mahal, mereka menjadi tidak dapat masuk perguruan tinggi tersebut. Ini merupakan salah satu fenomena yang terjadi di dunia pendidikan. Orang dapat melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, asalkan mempunyai uang yang banyak. Padahal di dalam undangundang disebutkan bahwa semua warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan. Berikut ini beberapa peran perguruan tinggi di dunia pendidikan dan lingkungan masyarakat. Perguruan tinggi tak

43

sekadar menjadi sebuah lembaga pendidikan sebagaimana sekolahsekolah menengah atau pun sekolah atas. Akan tetapi, perguruan tinggi berfungsi sebagai penyaluran minat mahasiswa terhadap bidang studi tertentu, sesuai dengan bakat, minat dan keinginan mereka masingmasing. Seperti misalnya, siswa yang mempunyai bakat olah raga sewaktu di sekolah menengah, maka siswa tersebut diarahkan untuk fokus pada bidang sesuai bakatnya, yaitu dengan mengambil jurusan olah raga di perguruan tinggi yang akan dimasukinya. Tak hanya untuk mengasah individu saja, perguruan tinggi juga berperan aktif dalam berlangsungnya stabilitas nasional, baik dalam bidang pendidikan, bidang ekonomi, maupun pengabdian masyarakat. Dalam bidang pendidikan misalnya, lulusan perguruan tinggi diharapkan mampu melakukan perubahan dan pengembangan demi kemajuan pendidikan di Indonesia, salah satunya dengan menjadi tenaga pengajar di sekolah-sekolah. Dalam bidang ekonomi, mahasiswa yang notabene adalah agen sosial diharapkan mampu berperan aktif untuk mengentaskan kemiskinan di negeri ini, yaitu dengan cara menularkan ilmu dan kemampuan yang dimilikinya kepada masyarakat yang belum mengerti. Sedangkan dalam pengembangan masyarakat, para mahasiswa semester atas di

perguruan tinggi dipasok ke perkampungan warga yang ada di daerah untuk melakukan pengabdian di daerah itu, yang bertujuan untuk mendidik masyarakat setempat dan sebagai penggerak atas terciptanya

44

perkembangan di daerah pengabdian itu.

Begitu banyak peran

mahasiswa perguruan tinggi di daerah yang ditempati Kuliah Kerja Nyata (KKN). Contoh yang sangat riil adalah pendataan warga yang dilakukan oleh mahasiswa, sehingga semakin memudahkan pemerintah desa setempat untuk melakukan pengarsipan. Selain itu, juga mahasiswa seringkali membantu dan merancang pembangunan sanitasi warga yang biasanya jauh dari kesan sehat. Mahasiswa perguruan tinggi membantu melakukan perubahan yang signifikan, yang tentunya sangat bermanfaat bagi masyarakat setempat. Perguruan tinggi berfungsi sebagai jembatan antara kepentingan pemerintah dengan aspirasi masyarakat. Perguruan tinggi mengayomi keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah, sebaliknya juga perguruan tinggi memberikan masukan-masukan kepada pemerintah tentang apa saja yang diinginkan oleh warga. Perguruan tinggi memang tak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan saja, melainkan juga sebagai lembaga yang mengutamakan pengabdian dan hasil nyata bagi masyarakat. Perguruan tinggi harus tetap melanjutkan peran aktifnya agar tercipta stabilitas di negara kita tercinta ini.

45

C. Untuk Mengetahui Sistematika Pengeluaran Publik Pada Perguruan Tinggi? Seperti telah kita baca dari awal bahwa terdapat beberapa kerancuan mengenai seputar pengeluaran pemerintah terhadap

perguruan tinggi di indonesia, ada yang melalui jalur APBN dan PNBP. Pembiayaan perguruan tinggi dengan status otonomi yang dimilikinya menjadi hal krusial untuk dibahas dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT). untuk sektor PNBP pengeluaran dana untuk perguruan tinggi berada pada pertengahan tahun sekitar juliagustus. sementara hal ini menghambat proses untuk kelancaran program kerja perguruan tinggi di indonesia, mengapa karena dana yang keluar pertengahan tahun merupakan waktu yang sangat singkat untuk melaksanakan sebuah program kerja di lingkungan perguruan tinggi. pelaksanaan program dengan waktu sempit tidak efektif. Karena banyak sekali kemungkinan program belum selesai saat tahun anggaran berakhir. Akibatnya anggaran harus dikembalikan lagi ke kas negara. Hal inilah merupakan kelemahan implementasi pengeluaran publik dalam perguruan tinggi di indonesia.

46

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan penerimaan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, pendapatan mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan dan

nasional,

mencapai

stabilitas

perekonomian,

menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah yang diperoleh dari : 1. Penerimaan perpajakan; 2. Penerimaan negara bukan pajak; dan 3. Penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga audit yang bebas dan mandiri turut melakukan pemeriksaan atas komponen yang mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan undang-undang. Laporan hasil pemeriksaan BPK kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

47

Menurut pasal 1 UU no. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Pasal 2 ayat (1) UU PNBP menyatakan kelompok PNBP meliputi: 1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah; 2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; 3. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; 4. Penerimaan pemerintah; 5. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; 6. 7. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah; Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri. dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan

Selanjutnya, pasal 2 ayat (2) UU PNBP menyatakan bahwa kecuali PNBP yang ditetapkan dengan Undang-undang, jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Artinya, diluar jenis PNB yang diuraikan di atas, dimungkinkan adanya PNBP lain melaui UU. Dalam melaksanakan ketentuan tersebut, pemerintah menetapkan PP no. 73 tahun 1999 tentang

48

Tata cara Penggunaan PNBP yang bersumber dari kegiatan tertentu. Menurut pasal 4 ayat (3) PP tersebut, kegiatan tertentu itu meliputi: 1. Penelitian dan pengembangan teknologi; 2. Pelayanan kesehatan; 3. Pendidikan dan pelatihan; 4. 5. Penegakan hukum; Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu; dan

6. Pelestarian sumber daya alam. Perguruan Tinggi yang secara struktural berada di bawah pengawasan Departemen Pendidikan nasional dapat memungut dana dari masyarakat berupa uang pendaftaran, uang kuliah, uang praktik laboratorium, dll. Mengapa Perguruan Tinggi yang dipilih dan bukan satker yang lain? Alasan logisnya adalah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pendidikan dewasa ini, tidak hanya pada pendidikan dasar saja tapi sampai pada pendidikan tinggi. Dengan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap pendidikan, perguruan tinggi kini menjadi primadona dan dengan demikian dapat dengan mudah menarik dana dari masyarakat terkait jasa yang telah diberikan. Keberadaan perguruan tinggi ataupun pendidikan tinggi setingkat lainnya kini bagai jamur di musim penghujan, sesuai dengan hukum supplydemand, meningkat. semakin banyak permintaan maka penawaran pun akan

49

Beberapa perguruan tinggi besar statusnya telah beralih menjadi Badan Hukum Milik Negara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP), di antaranya UI, UGM, ITB, dan IPB. Peraturan pemerintah tahun 2000 tentang penetapan PTN sebagai Badan Hukum Milik negara (BHMN) mengatur bahwa penerimaan PTN yang berasal dari masyarakat bukan merupakan PNBP dan berarti tidak perlu disetor ke kas negara. Layakkah demikian?

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada PTN yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) tidak sejalan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang PNBP, Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Landasan yuridis yang dapat dipertanggungjawabkan mendasari pemikiran di atas. Berdasar tiga UU yang dimaksud pada poin sebelumnya, seluruh PNBP wajib disetor ke kas negara. Seluruh PNBP harus dikelola dalam sistem APBN. Namun, peraturan pemerintah tentang penetapan PTN sebagai BHMN mengatur bahwa penerimaan PTN yang berasal dari masyarakat bukan merupakan PNBP. Penetapan UI sebagai BHMN melaui

50

PP no. 152 tahun 2000, UGM melalui PP no. 153 tahun 2000, ITB melalui PP no. 154 tahun 2000, dan IPB melalui PP no. 155 tahun 2000. Ketentuan lain mengatur bahwa walaupun PNBP memiliki sifat segera harus disetorkan ke kas negara, namun sebagian dana dari PNBP yang telah dipungut dapat digunakan untuk kegiatan tertentu oleh instansi yang bersangkutan. Pemberian ijin penggunaan dan besaran jumlah ditentukan oleh Menteri Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan, setelah pimpinan instansi pemerintah mengajukan permohonan yang sedikitnya dilengkapi dengan : 1. tujuan penggunaan dana PNBP antara lain untuk meningkatkan pelayanan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

meningkatkan produktivitas kerja serta meningkatkan efisiensi perekonomian; 2. rincian kegiatan pokok instansi dan kegiatan yang akan dibiayai PNBP; 3. jenis PNBP beserta tarif yang berlaku; dan 4. laporan realisasi dan perkiraan tahun anggaran berjalan serta perkiraan untuk 2 tahun anggaran mendatang.

Kegiatan penatausahaan sebagian dana dari PNBP ini dilakukan oleh pimpinan instansi/bendaharawan penerima dan bendaharawan

51

pengguna, yang ditunjuk setiap awal tahun anggaran. Apabila terdapat saldo lebih maka pada akhir tahun anggaran wajib disetor seluruhnya ke kas negara. Ketentuan di atas bukan berarti ada PNBP yang tidak

dipertanggungjawabkan dalam APBN, melainkan PNBP dapat digunakan terlebih dahulu untuk kepentingan satker dengan persetujuan Menteri Keuangan dan akan tetap dipertanggungjawabkan dalam APBN. Hal ini berbeda dengan ketentuan PP penetapan PTN sebagai BHMN yang menyatakan bahwa penerimaan dimaksud tidak masuk dalam sistem APBN. Jadi, ketentuan di atas bukan pembenaran atas tidak dimasukkannya penerimaan PTN berstatus BHMN ke dalam APBN.

Sesuai ketentuan dalam PP no. 73 tahun 1999 tentang Tata cara Penggunaan PNBP yang bersumber dari kegiatan tertentu, salah satu kegiatan tertentu tersebut adalah layanan pendidikan tinggi. Perguruan tinggi adalah salah satu unit kerja pemerintah yang memberi pelayanan kepada masyarakat dan mempunyai karakteristik dan sifat yang berbeda dari satker pada umumnya. Karakteristik penerimaan yang dilakukan sebagai satker juga memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagai satuan kerja, perguruan tinggi menerima berbagai jenis PNBP dengan jadwal penerimaan tertentu dengan jumlah yang kadang-kadang tidak dapat diperkirakan.

52

Pasal 4 UU PNBP menyatakan bahwa seluruh penerimaan negara bukan pajak wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara, jika tidak diserahkan sesuai dengan aturan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang berat, sanksi bagi yang tidak menyetorkan PNBP ke kas negara dinyatakan dalam pasal 21, yaitu dipidana 6 tahun dan denda paling banyak 4 kali jumlah PNBP terutang.

Agar tidak terjadi penyimpangan penggunaan PNBP, Menteri Keuangan mengeluarkan keputusan no. 115/KMK.06/2001 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP pada Perguruan Tinggi yang intinya adalah PTN dilarang keras menggunakan langsung semua PNBP dan pengelolannya sesuai dengan mekanisme APBN.

Jenis PNBP Departemen Pendidikan Nasional diatur lagi dalam PP no. 22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak. Jenis PNBP Departemen Pendidikan Nasional terdiri dari:

1. Penerimaan dari penyelenggaraan pendidikan; 2. 3. Penerimaan dari karcis masuk museum; Penerimaan dari kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi perguruan tinggi;

53

4. Penerimaan dari hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan pendidikan tinggi; 5. Penerimaan dari sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga pemerintahan atau lembaga non pemerintah. Berdasarkan aturan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa PNBP di Departemen Pendidikan Nasional adalah semua penerimaan terkait dengan pelaksanaan pendidikan dan kontrak serta sumbangan dalam bentuk hibah baik dari perorangan maupun pemerintah atau lembaga non pemerintah. Yang perlu menjadi perhatian di sini adalah bahwa mekanisme pengelolaan PNBP dengan sistem APBN sangat menyulitkan bagi sebuah PTN karena harus menunggu persetujuan melalui Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Keuangan dan DPR RI. Proses revisi memerlukan waktu lama dan persetujuannya sering terjadi pada akhir tahun. Mekanisme dan prosedur yang demikian tidak cocok dengan ritme kegiatan PTN yang harus melayani jasa pendidikan. Oleh karena itu beberapa PTN telah mengambil langkah untuk menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara dengan harapan sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur penetapan PTN sebagai BHMN, penerimaan dari masyarakat bukan termasuk dalam PNBP.

54

Jelas nampak adanya dua ketentuan yang saling bertentangan mengenai penerimaan yang diterima oleh PT yang berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara. Melihat persoalan pengelolaan keuangan yang semakin ketat, PTN tidak mungkin melanggar peraturan pengelolaan keuangan negara dengan alasan keterpaksaan untuk memberi pelayanan atau alasan lainnya. Beberapa PTN berupaya untuk mengusulkan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) seperti halnya pengelolaan keuangan rumah sakit umum. Pengusulan PK BLU ini sangat terbuka sesuai dengan UU no. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP no. 23 tahun 2005 tentang PK BLU. Kesepakatan ini ditindaklanjuti dengan surat Dirjen DIKTI no. 500/D/T/2008, tanggal 19 Februari 2008. Isi surat tersebut terdiri dari 2 butir penting, yaitu: 1. Perguruan Tinggi BHMN tidak perlu memasukkan PNBP ke dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Perguruan Tinggi BHMN; 2. Perguruan Tinggi Negeri yang lain diminta untuk segera

mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menjadi Badan Layanan Umum.

55

BAB IV Kesimpulan Dan Penutup

56

DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang Pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak. Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP Yang Bersumber Dari Kegiatan Tertentu. Keputusan Menteri Keuangan No.115/KMK.06/2001 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP Pada Perguruan Tinggi. Suparmoko, 2000, keuangan negara dalam teori dan praktek, yogyakarta: BPFE yogyakarta Mangkusubroto, G, 2000, Ekonomi Publik, Edisi Kesembilan, BPFEUGM, Yogyakarta Barata, A.A. dan Trihartanto, B., 2004, Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah, Elex Media Komputindo, Jakarta No. 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum

57

http://www.ziddu.com/download/9867898/PengeluaranNegara.doc.htm lsinyosato.files.wordpress.com/2009/.../analisis-pengeluarannegara.doc

Syarbaini, syahrial, 2009, pendidikan pancasila di perguruan tinggi, bogor, : ghalia, indonesia

Steer.

D.

Andrew,

dkk,,

2007,

kajian

pengeluaran

publik:

memaksimalkan peluang baru, jakarta, indonesia.

58

You might also like