You are on page 1of 16

I.

DEFINISI Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli dan melingkari uretra posterior. Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut1. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Pembesaran organ ini dapat menyebabkan tehambatnya aliran urin keluar dari buli buli. McNeal membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskular anterior dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasi prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan perumbuhan karsinoma berasal dari zona perifer. II. ETIOLOGI Secara pasti penyebab terjadinya Hiperplasi Prostat masih belum diketahui. Beberapa hipotesis menyebutkan penyebab Hiperplasi Prostat adalah : (1) Teori dihidrotestosteron, DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel sel kelenjar prostat. Berbagai penelitian dikatakanbahwa kadar DHT pada BPH tidak jaun berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH aktivitas enziM 5alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. (2) ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga perbandingan antara estrogen dan testosterone relative meningkat. Meskipun rangsangan terbentuknya sel sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

(3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat


1

Terjadinya stimulasi yang berlebihan dari DHT dan estradiol menyebabkan proliferasi dari sel-sel epitel dan stroma yang berlebihan. (4) berkurangnya kematian sel (apoptosis) Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel sel secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. Estrogen diduga mampu memeperpanjang usia sel sel prostat, sedangkan factor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis (5) Teori stem sel Ketidaktepatan aktivitas sel stem dalam kelenjar prostat menyebabkan produksi yang berlebihan dari sel stroma maupun sel epitel. III. PATOFISIOLOGI Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine sehingga menyebabkan peningkatan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli buli harus berkonteraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Obstruksi yang disebabkan oleh hiperplasi prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior,tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsui prostat, dan otot polos pada leher buli buli.

Hyperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Peningkatan tekanan intravesika Buli Buli Hipertrofi otot detrusor Trabekulasi Selula Divertikel buli buli Ginjal dan ureter - Refluks vesiko-ureter - Hidroureter - Pionefrosis - Gagal ginjal

IV. GAMBARAN KLINIS Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah LUTS terdiri atas gejala : 1. Voiding (pengeluaran): pasien mengeluh awal keluar urine lama dan kadang pasien mengejan untuk mengeluarkan urine yang disebut Hesitansi. Setelah urine keluar, seringkali pancarannya menjadi lemah, tidak jauh, dan kecil bahkan urine jatuh dekat dengan kaki pasien. Kadang pada pertengahan miksi berhenti kemudian memancar lagi yang disebut intermitensi. 2. Storage ( penyimpanan ) urine : rasa ingin kencing hingga terasa sakit ( Urgensi ), frekuensi berkemih yang lebih dari 8 kali perhari yang disebut polakisuria, hal ini disebabkan karena produksi urine yang berlebihan (poliuria) atau karena kapasitas buli buli yang menurun. Pada penyakit diabetes mellitus, diabetes insipidus atau asupan cairan yang berlebihan merupakan penyebab terjadinya poliuria. Berkemih lebih dari satu kali pada malam hari, diantara episode tidur (Nokturia). Pada malam hari, produksi urine meningkat pada pasien gagal jantung kongestif dan odem perifer karenja pada posisi supinasi. Nyeri pada saat miksi dan terutama disebabkan karena inflamasi pada buli buli atau uretra ( Disuria)
3

3. Pasca miksi: pasien tidak puas, kadang masih keluar tetesan tetesan urine ( terminal dribbling) Beberapa ahli/organisasi urologi membuat system scoring yang dianjurkan oleh

organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah Skor International Gejala Prostat atau I-PSS ( international Prostatic Symptom Score). Terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi dan satu pertanyaan yang berthubungan dengan kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam tiga derjat yaitu : Ringan : skor 0-7, Sedang : skor 8-19, dan berat : skor 20-35. Gejala Saluran Kemih Bagian Atas Nyeri pinggang, benjolan di pinggang ( yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. Gejala di Luar Saluran kemih Pasien datang tidak jarang ke dokter dengan keluhan adanya hernia Inguinalis atau keluhan haemorhoid. Timbulnya kedua penyakit ini dikarenakan pasine sering sekali mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus didaerah supra simfisis akibat retensi urine, kadang kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien. Pada colok dubur diperhatiakan : tonus sfingter ani/ reflex bulbo kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli buli neurogenik, mukosa rectum, keadaan prostat, antara laian : kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat. Colok dubur pada pembesaran benigna menunjukkan mkonsistrensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul, sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris. V. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium
4

b. Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. c. Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. d. Pemeriksaan gula darah bertujuan mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang menimbulkan kelaianan persarafan pada buli buli ( buli buli neurogenik). e. Jika dicurigai keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanada tumor prostat specific antigen (PSA) f. Pencitraan 1. Foto polos abdomen (BOF) BOF berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat. 2. Pielografi Intravena (IVP) Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya: 1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis 2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish 3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi vesica urinaria 4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin 3. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS) Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.
5

g. Pemeriksaan Lain 1. Uroflowmetri Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh : daya kontraksi otot detrusor, tekanan intravesica dan resistensi uretra. Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan. 2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies) Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur. VI PENATALAKSANAAN Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu: 1. Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml. 2. Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. 3. Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml 4. Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban
6

penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi. International Prostatic Symptom Score Pertanyaan Keluhan pada bulan terakhir a. Adakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah berkemih b. Berapa kali anda berkemih lagi dalam waktu 2 jam c. Berapa kali terjadi arus urin berhenti sewaktu berkemih d. Berapa kali anda tidak dapat menahan untuk berkemih e. Beraapa kali terjadi arus lemah sewaktu memulai kencing f. Berapa kali terjadi bangun tidur anda kesulitan memulai untuk berkemih g. Berapa kali anda bangun untuk berkemih di malam hari Skor: 1-7 8-19 Tidak sekali 0 <20% Jawaban dan skor <50% 50% >50% Hampir selalu

0 = ringan = sedang

20 35 = berat
7

Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan.

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif. Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka. Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan

kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk : 1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat 2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat 3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benign
8

Observasi Watchfull waiting

Medikamentosa Penghambat adrenergik Penghambat reduktase Fitoterapi Hormonal

Operasi Prostatektomi terbuka Endourologi 1. TURP 2. TUIP 3. TULP (laser) 4. elektrovapoRASI

Invasif Minimal TUMT TUBD Strent uretra dengan prostacath TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif 1. Observasi (Watchful waiting) Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur. 2. Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk: 1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker (penghambat alfa adrenergik) 2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dehidrotestosteron (DHT) Obat Penghambat adrenergik Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu 1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat dikurangi. Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
9

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat mengecil. Fitoterapi Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Misalnya Pygeum africanum, serenoa repens, dan radix urtica. Mekanisme kerja obat diduga kuat: anti-estrogen, inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF dan epidermal growth faktor (EGF), dan mengacaukan metabolisme prostaglandin. 3. Terapi Operatif Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra. 1. Prostatektomi terbuka a. Retropubic infravesica (Terence Millin) b. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer) c. Transperineal 2. Prostatektomi Endourologi a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP) Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP) Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yang dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat. c. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)

10

Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan laser nekrosis lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR. 3. Invasif Minimal a. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT) Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang. Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang radio frequency yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. b. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD) Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal). c. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA) Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi termal pada prostat. d. Stent Urethra Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika.

11

DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Basuki. B. Dasar Dasar Urologi. Edisi ketiga, Jakarta: Sagung Seto, 2011. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997. Mansjoer, A., dkk, Kapita Selekta Indonesia, Penerbit Media Asculapius, FK UI 2000.

12

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ....................................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii I DEFINISI ...............................................................................................................1

II ETIOLOGI ...............................................................................................................1 III PATOFISIOLOGI ....................................................................................................2 IV GAMBARAN KLINIS ........................................................................................3

V PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................................5 VI PENATALAKSANAAN ........................................................................................6


13

DAFTAR PUSTAKA

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWt yang telah memberikan rahmat serta karuni-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Benign Prostate Hyperplasi ini tepat waktu. Dalam penyusunnya penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Roy Sp.U selaku pembimbing Serta pihak pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Kami menyadari masih ada kekukarangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu kami mohon maaf serta mengharapkan kritik dan saran untuk lebih baiknya penyusun selanjutnya. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bojonegoro,

April 2013

Penyusun.

14

MAKALAH UROLOGI BENIGN PROSTATE HYPERPLASI

15

DISUSUN OLEH:

1. FADILLA DELIMA SANDI 2. RUDY HERIYANTO PEMBIMBING: dr. ROY Sp.U

08700 08700157

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA RSUD dr. R. SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO 2013

16

You might also like