You are on page 1of 60

Efek klinis Echinacea Terhadap Pengendalian Rasa Nyeri Gigi pada Anak* Arlette Suzy Puspa Pertiwi, Inne

Suherna Sasmita Bagian Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandu ABSTRAK Nyeri gigi merupakan hal yang sering dikeluhkan terutama pada anak-anak. Berbagai hal telah diupayakan dalam upaya mengendalikan rasa nyeri gigi, salah satu di antaranya adalah penggunaan obat-obatan anti nyeri. Penggunaan obat-obatan anti nyeri pada anak-anak harus hati-hati karena efek sampingnya. Untuk itu dicari bahan lain yang mengandung efek samping rendah, yaitu obat dengan bahan herbal. Bahan herbal yang diketahui dapat mengatasi nyeri adalah yang mengandung echinacea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek klinis echinacea dalam mengendalikan rasa nyeri gigi pada anak-anak. Penelitian dilakukan selama 1 tahun pada anak-anak usia 69 tahun yang memiliki keluhan nyeri gigi. Subjek penelitian dibagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok uji dan kelompok kontrol. Setiap subyek kelompok uji diberi echinacea dalam bentuk kapsul dan kelompok kontrol diberi plasebo. Keduanya diberikan dua kali sehari selama tiga hari. Parameter rasa nyeri dicatat berdasarkan skala nyeri Wong-Baker. Hasil penelitian akan diuji dengan uji t student. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya rasa nyeri gigi yang dirasakan oleh anak pada kelompok uji adalah 2,3 hari sedangkan kelompok kontrol 2,9 hari. Uji statistik dengan uji t menunjukkan nilai thitung 3 > ttabel 2, 7, berarti terdapat efek bermakna echinacea terhadap pengendalian nyeri gigi pada anak. Kata kunci: nyeri gigi, echinacea, anak

Clinical Effect of Echinacea as Dental Pain Control in Children ABSTRACT Dental pain is an often chief complaint especially by children. A lot of thing has been done in order to control dental pain. One of them was the use of analgetics. Analgetics have to be use by caution in children because of their side effects. Other efforts have to be undertaken to seek for other medication with a low side effects, such as the usage of herb medication. Herb agent which was known to have an analgetic effect is echinacea. The aim of this study is to evaluate the clinical effects of echinacea in controlling dental pain in children. The study was undertaken for a year in 6 to 9 year old children. Subjects were divided into two group, test and control group. Every subject in the test

group was given an echinacea capsule and for the control group was given a placebo. Both of them were given twice a day for three days. The parameter which used to measure pain was Wong-Baker Rating Scale. The result of this study was analyzed by t student test. The result showed that the duration of dental pain for test group was 2,3 days, where as in the control group was 2,9 days. Statistical test with t test showed that tvalue3 > ttable 2,7, which showed that there was significant effect of Echinacea in controlling dental pain. It was concluded that Echinacea gave an effect of controlling dental pain which shows a short duration of dental pain. Key words: dental pain, echinacea, children PENDAHULUAN Nyeri gigi merupakan suatu gejala nyeri yang dapat timbul ketika terkena bermacammacam rangsangan, antara lain; rangsang termis yang ditandai dengan perubahan suhu, minum minuman yang panas atau dingin; mekanis terjadi melalui masuknya makanan yang manis dan lengket, ataupun juga elektris yaitu rasa nyeri pada saat gigi dikenai tindakan perawatan seperti dibor. Selain adanya rangsangan, nyeri juga dapat timbul secara spontan. Keluhan nyeri yang dikemukakan oleh setiap individu bersifat subyektif yaitu ngilu, nyeri yang kadang timbul dan berdenyut (Cohen dan Burns, 1994). Kecemasan dan rasa nyeri merupakan dua hal yang sangat berpengaruh terhadap perilaku pasien dalam perawatan gigi. Pengalaman rasa nyeri pada saat perawatan gigi menjadi perhatian orang tua terhadap kesejahteraan anaknya dan memotivasi orang tua agar segera memeriksakan gigi anaknya yang bermasalah sehingga dapat melaksanakan tindakan preventif dengan baik (Hawes, 2003). Kegagalan dalam mengontrol dan mencegah rasa nyeri pada anak-anak sewaktu perawatan gigi menjadi masalah bagi dokter gigi. Hal ini disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu persepsi rasa nyeri dan reaksi terhadap rasa nyeri tersebut dipengaruhi oleh kecemasan dan rasa takut terhadap rasa nyeri (Guyton, 1995).

Sampai saat ini telah banyak diupayakan untuk mengurangi atau mengatasi rasa nyeri pada anak-anak. Berbagai obat anti nyeri telah banyak dikembangkan termasuk penggunaan bahan herbal. Penggunaan obat ini memegang peranan penting dalam dunia kedokteran gigi, khususnya kedokteran gigi anak, karena penggunaan herbal tersebut akan memudahkan dokter gigi dalam merawat pasien anak. Salah satu yang termasuk ke dalam bahan herbal adalah echinacea. Echinacea merupakan tanaman tradisional suku Indian yang dikenal sejak tahun 1600 Masehi. Berbagai suku Indian menggunakan tanaman ini untuk berbagai macam terapi. Tanaman ini dapat merangsang fagositosi sel granulosit termasuk makrofag. Selain itu, Echinacea merupakan suatu immunomodulator yang dapat merangsang dan

menyeimbangkan sistem imunologi tubuh dalam mengatasi proses preradangan atau infeksi (PT. SOHO Industri Pharmasi, 2003). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur efek klinis echinacea terhadap pengendalian nyeri gigi pada anak-anak. Pengendalian nyeri pada anak sangat penting untuk ditanggulangi. Ambang rangsang nyeri anak-anak lebih rendah dari pada orang dewasa (Farrel, 2000). Hubungan antara nyeri dengan perkembagan anak dipengaruhi oleh persepsi anak tentang rasa nyeri. Nyeri yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu proses perawatan dan pengobatan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mendapatkan data yang bermanfaat bagi peningkatan ilmu Kedokteran Gigi umumnya dan Kedokteran Gigi Anak khususnya sehingga dapat menerapkan echinacea dalam pengendalian rasa nyeri gigi.

BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Kedokteran Gigi Anak Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG UNPAD pada bulan April sampai November 2006. Jenis penelitian adalah uji klinis. Populasi adalah anak-anak yang datang ke klinik Kedokteran Gigi Anak FKG UNPAD. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposif sampling dengan kriteria sebagai berikut usia 6-9 tahun, sedang mengeluh nyeri gigi pada gigi molar sulung rahang bawah dengan diagnosis gangren pulpa, perkusi (+) dan tekan (+), tidak memiliki penyakit sistemik, tidak sedang minum anti nyeri.

Tabel 1 Skala nyeri Wong-Baker (Wong, 1999) Nilai 5 4 3 2 1 0 Ekspresi wajah Gembira Sedikit tersenyum Netral Sedikit cemberut Cemberut Menangis Deskripsi Tidak sakit Sakit sedikit sekali Sakit sedikit Sakit Sakit sekali Sakit sekali tidak tertahan

Gambar 1. Wong-Baker Faces Rating Scale54

Parameter yang digunakan untuk mengukur rasa nyeri adalah skala nyeri WongBaker (Tabel 1). Subjek diminta untuk menunjuk gambar yang sesuai dengan rasa nyeri yang dirasakan saat itu. Subjek dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok uji yang mendapatkan kapsul echinacea dan kelompok kontrol yang mendapatkan placebo (multivitamin). Masing masing diberi 2 kapsul per hari selama 3 hari. Setiap subyek diperiksa keadaan giginya dan dicoba dilakukan open bor. Subjek dievaluasi setiap hari selama 3 hari. Setiap kali evaluasi dicatat skala nyeri Wong Baker. Setelah selesai evaluasi, gigi penyebab dilakukan perawatan gangren dan direstorasi dengan semen glass ionomer. Data yang didapat akan dimasukkan ke dalam tabel dan dianalisis dengan menggunakan uji t student.

HASIL Hasil uji klinis efek echinacea terhadap penurunan nyeri gigi pada anak terlihat pada tabel 2 yang menunjukkan bahwa 14 anak pada kelompok uji masih merasakan nyeri gigi pada hari ke-3 setelah pemberian echinacea, sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 49 anak. Dengan kata lain, jumlah anak yang pulih dari nyeri gigi selama dua hari adalah sebanyak 36 anak pada kelompok uji dan 1 anak pada kelompok kontrol. Tabel 2 Lamanya Rasa Nyeri Gigi yang Dirasakan Anak Perlakuan Echinacea Kontrol Sampel n 50 50 Lama Rasa Nyeri hari ke1 2 3 50 50 14 50 50 49

Tabel 3 Rata-rata Lamanya Rasa Nyeri yang Dirasakan Anak Rata-rata Lamanya Nyeri (hari) Echinacea 2,3 Kontrol 2,9

Tabel 3 menunjukkan rata-rata lamanya nyeri gigi yang dirasakan anak setelah pemberian echinacea. Pada kelompok uji rata-rata lamanya nyeri gigi adalah 2,3 hari, sedangkan pada kelompok kontrol 2,9 hari. Uji statistik dengan uji t menunjukkan nilai thitung 3 > ttabel 2,7, berarti terdapat efek bermakna echinacea terhadap penurunan nyeri gigi pada anak (tabel 4).

60 50 Jumlah anak 40 30 20 10 0 1 2 Hari ke3 echinacea kontrol

Gambar 1 Lamanya Rasa Nyeri yang dirasakan Anak

Tabel 4 Hasil Uji t Rata-rata Lamanya Hari Rasa Nyeri dirasakan n Perlakuan Rata-rata Jumlah hari 2,3 2,9 3,00 2,7 Signifikan t hit t tab hasil

50 Echinacea 50 Kontrol

PEMBAHASAN Nyeri gigi merupakan suatu gejala nyeri yang dapat timbul ketika terkena berbagai macam rangsangan. Selain itu, nyeri juga dapat timbul secara spontan. Rasa nyeri pada gigi yang dirasakan oleh anak-anak biasanya terjadi akibat abses pulpa dan abses dentoalveolar. Rasa nyeri ini dapat muncul kapan saja. Nyeri gigi dapat diatasi antara lain dengan perawatan gigi yang tepat seauai indikasi. Namun bila perawatan gigi belum dapat dilakukan karena nyeri yang dirasakan sangat mengganggu sehingga gigi terasa nyeri bila terkena sentuhan, maka diperlukan obat-obatan untuk mengatasi nyeri terlebih dahulu. Saat ini banyak obat-obatan anti nyeri yang digunakan, antara lain herbal berupa echinacea. Echinacea telah banyak diteliti oleh para ahli baik secara laboratorium maupun klinis, baik di luar maupun di dalam negeri. Hasil penelitian Hoheisel (1997) mengenai efektivitas echinacea sebagai terapi preventif pada kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), dengan dosis 300 mg/hari dapat sembuh dalam waktu satu hari. Penelitian lain yang dilakukan oleh Baetgen (1999) mengenai perbandingan efektivitas echinacea dengan kombinasi echinacea dan antibiotika pada kasus bronchitis akut. Pada penelitian tersebut disebutkan bahwa pada terapi awal, echinacea memberikan perbaikan

lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan kelompok antibiotika tunggal maupun kombinasi antibiotika dan echinacea, sedangkan pada terapi selanjutnya pada infeksi sekunder didapatkan adanya efek sinergisasi antara echinacea dan antibiotika karena pada kelompok ini memberi prosentasi kesembuhan paling besar dibandingkan kelompok lainnya (Mohanasundaram, 2005). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Brauer tahun 1997 didapatkan bahwa aktivitas fagosit akibat pemberian echinacea tetap tinggi selama pemberian echinacea berlangsung, pemberian oral lebih baik hasilnya daripada intra vena atau intra muskuler, apabila pemberian echinacea dihentikan, aktivitas fagositik masih berlangsung di atas normal untuk beberapa saat, aktivitas fagositik hanya akan kembali normal apabila pemberian echinacea dihentikan (Mohanasundaram, 2005). Pada kelompok uji menunjukkan bahwa pada hari ke-3 masih terdapat 14 orang anak yang merasakan nyeri. Hal tersebut memungkinkan karena nyeri gigi dapat berasal dari gigi itu sendiri maupun jaringan sekitarnya. Pada setiap subjek tidak dilakukan pengkondisian berupa menyamakan tingkat kebersihan mulut subjek dan instruksi kebersihan mulut. Jadi, nyeri tersebut dapat juga berasal dari kelainan jaringan sekitar yang diderita subjek. Penyebab lain rasa nyeri pada anak dapat juga berasal dari pulpitis disebabkan oleh impaksi makanan pada bagian embrasur interdental, lesi karies merusak bagian marginal ridge dan kontak normal gigi, sehingga akan muncul rasa sakit pada anak pada saat makan. Hal ini penting untuk mengidentifikasi penyebab nyeri untuk menghindari terapi pulpa yang tidak perlu dilakukan atau juga ekstraksi gigi yang hanya disebabkan oleh karies. Membersihkan sisa makanan pada daerah yang karies dan memperbaiki bentuk

tambalan akan membantu menegakkan diagnosis yang baik, bahwa gambaran yang terlihat bukan merupakan penyakit periodontal (Finn, 2003).

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 100 anak dapat disimpulkan bahwa echinacea memberikan efek berupa pengendalian nyeri gigi pada anak. Pemberian echinacea sebagai upaya pengendalian nyeri gigi pada anak perlu disebarluaskan kepada kalangan dokter gigi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek klinis Echinacea terhadap kesehatan gusi. Hal tersebut diperlukan karena nyeri gigi dapat berasal selain dari gigi juga dari jaringan sekitar.

ACKNOWLEDGEMENT Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bagian Proyek Dana Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2006 2. Rektor Universitas Padjadjaran beserta staf 3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran beserta staf 4. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

DAFTAR PUSTAKA Cohen, S dan RC Burns. 1994. Pathways of the Pulp. St Louis : Mosby Year Book Inc. h. 25 29. Craig, K. 2005. Childrens Pain. Canadian Institute of Health research. Tersedia dalam http://iis.dal.ca/~pedpain/ Finn, Sidney B. 2003. Clinical pedodontics : Causes of Pain in Child Dental Patients. Delhi : W.B. Saunders Company. Hlm.120-124.

Harborne, JB. 1996. Metode Fitokimia Edisi ke-2. Bandung : ITB. H. 59, 86 Hobbs, C. 1996. Echinacea : The Immune Herb. Santa Cruzz : Botanic Press Jacox, A, 2000. Clinical Practice Guidline Number 9 : Management of Pain. Rockville : US Dept of Health an Human Service. Khomsan, A. 2003. Media Indonesia Online : Beberapa Jenis Herbal untuk Daya Imun, Tersedia dalam http://www.miol@mediaindonesia.co.id Kusuma, W. 2000. Bahan Herbal Untuk Menyegarkan Tubuh. Batam : Interaksara. H. 78 81 Mohanasundaram, J. 2005. Herb list. Tersedia dalam www.inquiries@herbmed.org Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi ke-5. Bandung : ITB. H. 177- 183. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-6. bandung : ITB. H. 191 193 Wong, OL. 1999. Whaley and Wongs Nursing Care of Infants and Children. Edisi ke-6. New York : Mosby. h. Wright. 1996. Kennedys Paediatric Operative Dentistry : Behavious Management and Pain Control. British : Great Britain at Bath Press. H. 47

10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri gigi merupakan suatu gejala nyeri yang dapat timbul ketika terkena bermacam-macam rangsangan, antara lain; rangsang termis yang ditandai dengan perubahan suhu, minum minuman yang panas atau dingin; mekanis terjadi melalui masuknya makanan yang manis dan lengket, ataupun juga elektris yaitu rasa nyeri pada saat gigi dikenai tindakan perawatan seperti dibor. Selain adanya rangsangan, nyeri juga dapat timbul secara spontan. Keluhan nyeri yang dikemukakan oleh setiap individu bersifat subyektif yaitu ngilu, nyeri yang kadang timbul dan berdenyut (Cohen dan Burns, 1994). Kecemasan dan rasa nyeri merupakan dua hal yang sangat berpengaruh terhadap perilaku pasien dalam perawatan gigi. Pengalaman rasa nyeri pada saat perawatan gigi menjadi perhatian orang tua terhadap kesejahteraan anaknya dan memotivasi orang tua agar segera memeriksakan gigi anaknya yang bermasalah sehingga dapat melaksanakan tindakan preventif dengan baik (Hawes, 2003). Kegagalan dalam mengontrol dan mencegah rasa nyeri pada anak-anak sewaktu perawatan gigi menjadi masalah bagi dokter gigi. Hal ini disebabkan oleh dua faktor

utama, yaitu persepsi rasa nyeri dan reaksi terhadap rasa nyeri tersebut dipengaruhi oleh kecemasan dan rasa takut terhadap rasa nyeri (Guyton, 1995). Sampai saat ini telah banyak diupayakan untuk mengurangi atau mengatasi rasa nyeri pada anak-anak. Berbagai obat anti nyeri telah banyak dikembangkan termasuk penggunaan bahan herbal. Penggunaan obat ini memegang peranan penting dalam dunia kedokteran gigi, khususnya kedokteran gigi anak, karena penggunaan herbal tersebut akan memudahkan dokter gigi dalam merawat pasien anak. Salah satu yang termasuk ke dalam bahan herbal adalah echinacea. Echinacea merupakan tanaman tradisional suku Indian yang dikenal sejak tahun 1600 Masehi. Berbagai suku Indian menggunakan tanaman ini untuk berbagai macam terapi. Tanaman ini dapat merangsang fagositosi sel granulosit termasuk makrofag. Selain itu, Echinacea merupakan suatu immunomodulator yang dapat merangsang dan menyeimbangkan sistem imunologi tubuh dalam mengatasi proses preradangan atau infeksi (PT. SOHO Industri Pharmasi, 2003). Berdasarkan informasi mengenai pengobatan bahan herbal Echinacea untuk mengurangi rasa nyeri pada pengobatan gigi anak, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai efek klinis Echinacea dalam menguragi nyeri gigi pada anak-anak.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: Apakah terdapat efek Echinacea dalam mengurangi nyeri pada anak-anak

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

2.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur efek klinis echinacea terhadap pengendalian nyeri gigi pada anak-anak. Pengendalian nyeri pada anak sangat penting untuk ditanggulangi. Ambang rangsang nyeri anak-anak lebih rendah dari pada orang dewasa (Farrel, 2000). Hubungan antara nyeri dengan perkembagan anak dipengaruhi oleh persepsi anak tentang rasa nyeri. Nyeri yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu proses perawatan dan pengobatan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mendapatkan data yang bermanfaat bagi peningkatan ilmu Kedokteran Gigi umumnya dan Kedokteran Gigi Anak khususnya sehingga dapat menerapkan echinacea dalam pengendalian rasa nyeri gigi.

2.2 Manfaat Penelitian Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkan suatu data mengenai efek klinis Echinacea dalam mengendalikan nyeri gigi pada anak sehingga dapat digunakan secara luas oleh setiap dokter gigi sebagai alternatif pengobatan nyeri gigi pada anak yang memiliki efek samping rendah.

Selain itu, diharapkan Echinacea dapat digunakan tidak saja sebagai pengendali nyeri gigi, tetapi dikembangkan dalam terapi lain mengingat manfaat Echinacea antara lain sebagai antiinflamasi, stimulasi makrofag dan fagositosis, anestesi lokal, serta anti spasmodik. Dengan kata lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Tinjauan Tentang Echinacea Echinacea digunakan di Eropa pada awal tahun 1690 dan menjadi terkenal sejak HCF Meyer pada tahun 1870 memformulasikan dan mempatenkan obat yang mengandung echinacea. Pada tahun 1907, tanaman ini populer di Amerika Serikat dan berkembang sangat pesat sehingga pada tahun 1916 dimasukkan ke dalam United State National Formulary (Pharmasi, 2003; Haldin, 2004). Tanaman herbal tersebut menjadi populer di Jerman pada tahun 1930-1980. Lebih dari 400 artikel di dalam jurnal ilmiah membahas mengenai indikasi medis dari echinacea. Saat ini lebih dari 240 produk obat di Jerman mengandung echinacea, penjualannya telah mencapai lebih dari 50.000 kg per tahun di Amerika. Beberapa suku di Indian menggunakan tanaman herbal tersebut untuk berbagai macam terapi ( Pharmasi, 2003). Umumnya tanaman herbal ini bersifat immunomodulator, yang dapat merangsang dan menyeimbangkan sistem imunologi tubuh dalam mengatasi proses peradangan dan atau infeksi. Kecenderungan penggunaan immunomodulator yang berasal dari bahan herbal semakin meningkat (Pharmasi, 2003). Pengobatan dengan bahan herbal lebih aman dan alami untuk pencegahan berbagai penyakit dan terapi berbagai gangguan penyakit ringan. Obat herbal telah digolongkan ke dalam obat

7 dengan lulus uji klinis ataupun masuk dalam kelompok obat ethical (harus dengan resep dokter) di Eropa, sedangkan di Asia maupun Amerika obat herbal masih tergolong suplemen. Bahan herbal adalah obat yang mudah didapat dan murah (Kusuma, 2000). Beberapa immunomodulator herbal dengan bahan aktif salah satunya echinacea yang telah banyak dipakai secara luas di dunia. Echinacea merupakan suatu immunomodulator herbal yang memiliki kekuatan yang spektakuler (Pharmasi, 2003). Echinacea atau sering juga disebut coneflower adalah tanaman dari genus echinacea yang mempunyai tinggi 40-60 cm merupakan tanaman herbal yang berasal dari Amerika Utara bagian Timur. Tanaman herbal ini berwarna merah muda, ungu atau ungu kecoklatan. Berbagai suku Indian menggunakan tanaman ini untuk berbagai terapi (Kligler, 2003; Foster, 2004; Haldin, 2004; Hardianto, 2005). Tanaman herbal ini terdiri dari daun-daun seperti sisir kaku dan tajam, disebut tusukan tajam yang diumpamakan duri landak yang tajam, terlihat pada landak yang sedang marah. Echinos adalah bahasa Yunani untuk landak (Foster, 2004). Echinacea secara luas telah digunakan untuk kepentingan medis terutama pada bagian akar oleh masyarakat Amerika khususnya yang berada di daerah lembah Missouri dan dataran (Combest dan Nemecz, 2005). Tanaman herbal ini digunakan untuk perawatan penyakit sifilis, malaria, kelainan darah dan difteri (Foster, 2004).

8 Echinacea dapat juga digunakan untuk perawatan demam, batuk, flu, infeksi saluran pernafasan, faringitis, gigitan serangga, dan beberapa penyakit kulit seperti herpes, candida, psoriasis, eczema, dan keadaan inflamasi lainnya pada kulit (Kligler, 2003; Combest dan Nemecz, 2005). Pada zaman dahulu orang-orang Indian menggunakan bagian akar echinacea, untuk mengobati gigitan ular dan infeksi serangga, tetapi sekarang sudah digunakan untuk mengobati demam, cacar, arthritis, campak, mengobati sakit gigi dan gingiva dapat juga berfungsi sebagai mouthwash (obat kumur) (Haldin, 2004; Hoffman, 2005).

Gambar 3.1 Echinacea (Foster, 2004) 3.1.1 Komponen Aktif Echinacea Salah satu zat penting yang terkandung dalam echinacea adalah flavonoid, banyak terkandung dalam tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional. Echinacea dapat digunakan dalam mengendalikan nyeri karena flavonoid

9 menghambat sintesis prostaglandin (Robinson, 1995). Peneliti di Jerman

membuktikan bahwa echinacea memiliki khasiat melawan infeksi jamur dan bakteri. Menurut Hobbs (1996), Brautigam (2000), Haldin (2004), Combest dan Nemecz (2005) serta Foster (2005) komponen aktif echinacea terdiri dari: 1. Polisakarida, terutama pada akar bagian atas, yang berkhasiat sebagai stimulan makrofag, meningkatkan fagositosis, anti viral, dan sebagai anti inflamasi, yang terdiri dari inulin dan molekul lainnya, adalah: 1) heteroxylan 2) arabinogalactan, dapat juga digunakan untuk melawan sel tumor 3) fucogalactoxyloglucan 2. 3. 4. Metyhlglucuronoarabinoxylan Rhamnoarabinogalactan Caffeid Acid (Echinacoside di bagian akar) mempunyai khasiat untuk menstimulasi fagositosis. Derivat caffeid Acid terdiri dari : 1) chicoric acid, dapat digunakan untuk meningkatkan fagositosit 2) cynarin, berfungsi untuk meningkatkan respon imun 3) clorogenic acid 5. 6. Pyrrolizidine Alkaloids Isobutylamide derivatives

10 7. Alkylamide (Echinacein dan beberapa isobutylamide), berfungsi sebagai anestesi lokal dan anti inflamasi 8. 9. 10. 11. Mineral Vitamin A, C, dan E Fatty Acid Enzim Hyaluronidase, meningkatkan produksi prostaglandin dan leukotrin, menghambat penetrasi bakteri patogen 12. 13. Volatile oil, terutama pada akar bagian bawah Komponen minyak esensial yang berkhasiat sebagai insektisida, adalah echinolone, humulene, vanilin, germacrene, borneol 14. 15. 16. Polyacetylens, Glycoprotein Inulin berkhasiat untuk meningkatkan sel limfosit-T Echinasoides berkhasiat untuk melawan sel-sel tumor, meningkatkan respon imun 17. Flavonoids terdiri dari : 1) Apigenin yang berkhasiat sebagai anti spasmodik, yang termasuk turunan flavonoid 2) Apigetrin yang berkhasiat sebagai anti spasmodik, yang termasuk turunan flavonoid

11 3) Luteolin yang berkhasiat sebagai anti inflamasi, anti antitusif, yang termasuk turunan flavonoid spasmodik dan

3.1.2 Kandungan Flavonoid dalam Echinacea Flavonoid merupakan senyawa fenol, yaitu beragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mudah larut dalam air. Golongan flavonoid digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. kerangka karbon flavonoid terdiri atas dua gugus C6 atau cincin benzana tersubstitusi disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995; Harborne, 1996). Flavonoid merupakan golongan terbesar dalam senyawa fenol, dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan umumnya terdapat dalam tumbuhan, mulai fungus sampai angiospermae (Robinson, 1995; Harborne, 1996). Beberapa fungsi flavonoid untuk tumbuhan yang mengandungnya adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, dan kerja antimikroba serta antivirus (Robinson, 1995).

Gambar 3.2. Gugus Flavonoid (Robinson, 1995)

12 Tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional karena berbagai efeknya terhadap macam-macam organisme, yaitu dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan, beberapa golongan flavonoid menghambat fosfodiestrase, aldoreduktase, monoamina oksidase, protein kinase, DNA polimerase, dan lipooksigenase. Penghambatan lipooksigenase dapat menimbulkan pengaruh lebih luas karena reaksi lipooksigenase merupakan langkah pertama pada jalur yang menuju ke hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan (Harborne dan Marby, 1982; Robinson, 1995; Bruneton, 1999). Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida, dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidasi flavonoid dapat menjelaskan golongan flavonoid tertentu yang merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan hati. Silimarin dari silybum marianum, senyawa utama dari flavonoid diyakini melindungi membran sel hati dan menghambat sintesis prostaglandin (Harborne dan Marby, 1982; Robinson, 1995; Bruneton, 1999). Flavonoid oligomer dalam makanan merupakan agregasi platelet, dengan demikian mengurangi pembekuan darah, tetapi jika dipakai pada kulit, golongan flavonoid lain menghambat perdarahan, berefek antihipertensi, karena menghambat

13 enzim pengubah angiotensin. Isoflavon tertentu merangsang pembentukan hormon estrogen pada mamalia. Efek flavonoid yang merugikan ialah ditemukannya kuersetin yang bersifat mutagen (Harborne dan Marby, 1982; Robinson, 1995; Bruneton, 1999).

3.1.3 Manfaat Echinacea Berbagai manfaat echinacea membuat tanaman ini sangat bermanfaat untuk pengobatan berbagai macam penyakit, antara lain anti inflamasi, stimulasi makrofag, stimulasi fagositosis, anestesi lokal dan anti spasmodik. Menurut Hobbs (1996), Haldin (2004), Combest dan Nemecz (2005), Foster (2005), Hardianto (2005), serta Hoffman (2005), echinacea memiliki manfaat : 1. Stimulasi makrofag, meningkatkan jumlah mikroorganisme yang memakan jaringan yang mati dan sel yang mengalami degenerasi, melawan dan menghancurkan sel tumor 2. Anti inflamasi, mengurangi radang dan bengkak, internal dan eksternal, menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase 3. Stimulasi fagositosis, meningkatkan kemapuan leukosit untuk membunuh bakteri, bibit penyakit, dan benda asing lainnya 4. Insektisida, membasmi serangga 5. Anestesi lokal, mengurangi ketegangan, kegelisahan, sakit kepala dan nyeri gigi

14 6. Anti spasmodis, mengurangi kejang 7. Anti viral, dapat memperkuat membran sel tubuh dan dapat menghambat pembentukan protein virus pada proses replikasi 8. Anti mikrobial, membasmi mikroba 9. Anti bakterial, membunuh bakteri 10. Anti fungal, menghancurkan jamur 11. Anti cattarhal, mencegah radang selaput lendir dengan pengeluaran getah bening 12. Immunomudulator, meningkatkan sistem kekebalan tubuh 13. Aktivasi fibroblas, mempercepat penyembuhan luka 14. Anti hyaluronidase, regenerasi jaringan penghubung, mencegah penyebaran infeksi 15. Anti emetis, mencegah mual dan muntah 16. Antipiretik, mengurangi demam 17. Analgesik, mengurangi rasa nyeri 18. Anti oksidan, melindungi/ menghambat hilangnya fluoresensi pychoerythin

3.1.4 Pengolahan Echinacea Echinacea dapat dimanfaatkan dalam bentuk bunga, akar kering, minyak ekstrak, tincture, kapsul, tablet, krim dan gel, jus, serta ramuan homeopati (Blumenthal, 1998; Barret, 2004; Foster, 2004; Hardianto, 2005; Hoffman, 2005).

15 Bagian yang dapat digunakan adalah bunga, biji, akar atau semua bagian (Hardianto, 2005). Akar yang mengandung glikosid berkhasiat untuk melawan Streptococcus dan Staphylococcus aureus. Akar echinacea juga mengandung chicoric acid yang berfungsi untuk stimulasi fagositosis. Menurut komisi E, Jerman dan Monografi WHO, akar echinacea digunakan untuk mendukung pengobatan demam, infeksi saluran nafas, infeksi saluran urine (Hardianto, 2005). Akar Echinacea dapat juga digunakan untuk mengobati infeksi gigitan serangga, gigitan ular, nyeri gigi dan gingiva (Haldin, 2004). Akar kering dan bunga echinacea dapat dijadikan bentuk tablet dan kapsul. Bentuk kapsul lebih stabil dalam meningkatkan oksidasi di bagian permukaan (Combest dan Nemecz, 2005). Tincture atau echinacea yang direbus dapat digunakan dalam perawatan pyorrhea dan gingivitis, juga digunakan sebagai pembersih luka yang telah mengering. Echinacea dalam bentuk tincture ini juga dapat digunakan untuk

membasmi Trichomonas vaginalis dan menghentikan efek rekuren yang disebabkan oleh Candida albicans (Samochowiec, dkk, 1979; Haldin, 2004; Hoffman, 2005). Ekstrak yang mengandung alkohol atau tincture dapat bertahan lama jika terlindung dari cahaya dan suhu yang panas.Bentuk krim echinacea digunakan untuk pengobatan infeksi rekuren pada vagina, dapat juga diolah menjadi jus untuk membantu mengobati infeksi di daerah mulut (Blumenthal, 1998). Teh echinacea

16 dapat digunakan untuk menyembuhkan demam, arthritis, campak dan cacar (Haldin, 2004).

3.1.5 Efek Toksik Echinacea The American Product Herbal Association menempatkan echinacea di peringkat pertama sebagai tanaman herbal yang paling aman digunakan, menunjukkan bahwa echinacea baik dan aman digunakan sesuai dengan dosis yang terdapat di label dan sesuai dengan tuntunan cara pemakaiannya, di Jerman waktu daluarsa echinacea tidak lebih dari delapan minggu karena akan menurunkan fungsi sistem imun. Penderita leukemia, diabetes, multiple sclerosis, hepatitis, HIV atau AIDS, serta penyakit autoimun lainnya, merupakan kontra indikasi pemakaian echinacea. Hal ini disebabkan echinacea dapat mengurangi efektivitas obat yang menekan sistem imun, dapat menyebabkan terjadinya eksaserbasi penyakit auto imun yaitu dengan meningkatkan jumlah virus HIV yang masuk (Blumenthal, 1998; Anonim, 2005; Foster, 2005). Echinacea dapat menyebabkan reaksi alergi dari tingkat yang ringan menjadi anafilaksis, yaitu keadaan sulit bernafas biasanya diiringi dengan rasa tercekik dan rasa lemas. Penderita asma dan alergi mendapat resiko yang berat jika mengkonsumsi echinacea karena akan mengalami anafilaksis sehingga dapat memperburuk kondisi penderita tersebut. Echinacea juga menyebabkan efek samping numbing temporer

17 dan sensasi tingling pada kulit mulut yang sedang menurun sistem imunnya. Echinacea tidak aman jika diminum oleh individu yang hamil dan menyusui (Foster, 2005).

3.1.6 Penggunaan Echinacea sebagai Bahan Obat Hasil dari penggalian para arkeolog menunjukkan bahwa penduduk asli Amerika telah menggunakan echinacea selama kurang lebih 400 tahun, untuk mengobati infeksi dan semua jenis luka. Penggunaan echinacea sempat mengalami penurunan, karena telah ditemukan antibiotik, tetapi pada kenyataannya penggunaan echinacea meningkat pesat dan menjadi terkenal di Amerika Serikat dan Jerman pada abad ke-20 (Foster, 2004). Hardianto (2005) dalam Echinacea Sang Simultan Kekebalan Tubuh, mengemukakan bahwa echinacea digunakan sebagai peningkat sistem kekebalan tubuh, sehingga sangat menguntungkan bagi kesehatan, maka masuk akal jika echinacea digunakan sebagai obat tradisional, multivitamin atau minuman berenergi. Hoffman (2005) menyebutkan bahwa echinacea merupakan obat utama yang dapat membasmi mikroba pada saat bagian tubuh kita terinfeksi. Menurut Haldin (2004) dalam artikelnya, Echinacea Extract Powder mengemukakan bahwa echinacea untuk dapat digunakan pada penderita gingivitis dan dapat mengurangi

18 rasa nyeri gigi. Echinacea aktif terhadap Mycobacterium (tuberculosis), sel-sel yang tidak normal, Staphylacoccus Aureus, dan Streptococcus spp (Green, 2005).

3.2 Tinjauan Nyeri Gigi pada Anak Nyeri merupakan reaksi fisiologis yang ditimbulkan oleh rangsang yang mencapai nilai ambang rasa nyeri pada reseptor nyeri. Mekanisme nyeri gigi berawal dari rangsang berbahaya yang diubah impuls nyeri sampai persepsi nyeri gigi. Rangsang diterima oleh email disampaikan ke reseptor di dentin, kemudian rangsang diubah menjadi impuls yang kemudian disampaikan ke pulpa dan akhirnya sampai di pusat nyeri, tempat nyeri dipersepsi. Dokter gigi hendaknya dapat menciptakan suasana yang menyenangkan bagi anak-anak pada saat perawatan gigi sehingga mereka merasa nyaman dan dapat menikmati kesehatannya (Wright, 1996). Definisi nyeri yang ditetapkan oleh International Association for The Study of Pain adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan kerusakan jaringan yang telah terjadi atau yang akan terjadi atau digambarkan dengan kata-kata yang berhubungan dengan kerusakan jaringan (Hadinoto, dkk.,1991). Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh; rasa nyeri timbul bila terdapat kerusakan jaringan dan ini akan menyebabkan penderita bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensoris kompleks yang sering berkaitan dengan kerusakan jaringan (Bradley, 1995). Nyeri

19 dianggap sebagai suatu istilah yang berhubungan dengan sensasi yang dibedakan dalam kualitas, lokasi durasi dan intensitas rangsangnya. Nyeri merupakan pengalaman kompleks yang meliputi tidak hanya komponen sensorik, tetapi juga melibatkan reaksi motorik atau respons yang ditimbulkan oleh rangsang yang menimbulkan nyeri, yaitu rangsang berbahaya (Hawes, 2003). Penderita yang telah kehilangan rasa sakitnya, misalnya setelah mengalami kecelakaan pada medula spinalis, tak akan mempunyai rasa nyeri (Guyton, 1997). Nyeri gigi merupakan respons yang ditimbulkan oleh rangsang pada reseptor nyeri di gigi yang akan diubah menjadi impuls nyeri dan dihantarkan melalui struktur serabut saraf. Jaringan yang hanya mengandung reseptor nyeri atau nosiseptor memiliki sensitifitas atau kepekaan terhadap nyeri dengan tingkat kepekaan yang berbeda. Dentin dan pulpa termasuk jaringan yang peka terhadap nyeri (Dovgan, 2002; Mattingly dan Seward, 1996). Menurut Rensburg (1995) nyeri gigi terjadi bila terjadi rangsangan pada nosiseptor. Nyeri gigi merupakan reaksi fisiologis dan atau patologis yang timbul oleh rangsangan pada reseptor nyeri dan impulsnya dihantarkan melalui struktur serabut saraf. Para ahli mengemukakan bahwa rasa nyeri sukar atau tidak dapat didefinisikan dengan tepat karena sifat nyeri tersebut bersifat subyektif, misalnya seorang individu mengatakan nyeri pada rangsangan dengan intensitas kecil, tetapi individu yang lain harus diberikan rangsangan dengan intensitas yang lebih besar untuk dapat merasakan nyeri (Cohen dan Burns, 1994).

20 Berdasarkan timbulnya nyeri terdapat dua rasa nyeri utama yaitu rasa nyeri cepat (akut) dan lambat (kronis). Nyeri akut timbul kira-kira 0,1 detik setelah diberikan stimulus nyeri, sedangkan nyeri kronis timbul 1 detik atau lebih dan kemudian bertambah secara perlahan selama beberapa detik kadangkala beberapa menit (Guyton, 1997).

3.2.1 Mekanisme Nyeri Gigi Nyeri gigi ditimbulkan oleh rangsang yang diterima melalui struktur gigi yaitu email, kemudian diteruskan ke dentin, sampai ke hubungan pulpa-dentin, yang mengandung reseptor nyeri dan akhirnya ke pulpa. Reseptor nyeri tersebut merupakan nosiseptor yang berasal dari saraf maksilaris dan mandibularis dan merupakan cabang saraf trigeminal. Rangsang yang diterima akan diubah menjadi impuls dan dihantarkan menuju susunan saraf pusat rangsang dapat berupa rangsang kimia, listrik, mekanis maupun termal (Rensburg, 1995). Email adalah jaringan yang pertama kali menerima stimulus rangsangan. Email merupakan jaringan yang sama sekali tidak peka dan rangsang yang sampai pada daerah tersebut tidak berubah. Rangsang pada email diteruskan ke dentin bagian luar, kemudian kanalikuli dentin sampai ke reseptor. Rangsang pada serabut saraf berujung bebas tersebut menimbulkan impuls nyeri yang akan menyebar ke seluruh serabut saraf (Grossman, 1995; Rensburg, 1995; Society for Neuroscience, 2002).

21 Cabang saraf maksilaris yang menghantarkan impuls nyeri gigi rahang atas (Haroen, 2000): 1. Saraf alveolaris superior anterior, menghantarakan impuls nyeri dari nyeri gigi anterior. 2. Saraf alveolaris superior media, menghantarkan impuls nyeri gigi dari gigi premolar dan akar mesiobukal molar pertama. 3. Saraf alveolar superior posterior, menghantarkan impuls nyeri dari gigi molar kecuali akar mesiobukal molar pertama. Cabang saraf mandibularis yang menghantarkan impuls nyeri dari gigi rahang bawah yaitu saraf alveolaris inferior melalui cabang dentalis yang menghantarkan impuls dari seluruh gigi-gigi rahang bawah (Haroen, 2000). Serabut saraf lebih banyak bercabang pada kamar pulpa dibandingkan saluran akar, dengan perbandingan 1:3. Percabangan serabut saraf semakin meningkat pada ujung tanduk pulpa. Reseptor sensorik yang terdapat pada gigi adalah jenis nosiseptor, yaitu ujung saraf bebas bermielin dan tidak bermielin. Reseptor ini terletak di predentin, hubungan pulpa-dentin dan subodontoblas (Bradley, 1995; Rensburg, 1995). Serabut saraf sensorik yang masuk ke dalam pulpa merupakan sistem serabut saraf trigeminal yaitu berasal dari ganglion trigeminalis (ganglion semilunaris Gasseri). Serabut saraf ini dibungkus oleh suatu selubung yang terdiri dari kumpulan

22 sel Schwann yang berfungsi sebagai nerolema. Sel Schwann terdiri dari mielin yang merupakan campuran lipid dan protein. Serabut saraf bermielin ini masuk ke pulpa melalui foramen apikal. Serabut saraf bermielin yang besar terdapat di daerah kamar pulpa akan bercabang menjadi serabut saraf yang lebih kecil dan menyebar ke arah koronal dan perifer gigi. Serabut saraf kemudian bercabang di daerah subodontoblas dan membentuk suatu sistem saraf yang menyerupai suatu anyaman yang disebut plexus of Raschkow. Pada daerah ini, serabut saraf akan melepaskan selubung mielinnya dan berjalan melalui Zone of Weil. Serabut saraf tersebut akan berjalan mengelilingi prosesus odontoblas dan berakhir sebagai reseptor pada predentin (Ingle, 1985; Rensburg, 1995). Impuls nyeri gigi dihantarkan ke sistem saraf pusat melalui dua jenis serabut saraf, yaitu serabut saraf tipe A- yang bermielin halus dengan diameter 2-5 m, menghantarkan impuls nyeri dengan kecepatan 12-30 m / det dan serabut saraf tipe Abermielin yang berdiameter 5-12 m menghantarkan impuls nyeri dengan kecepatan 30-70 m/det. Serabut saraf lainnya yaitu serabut saraf tipe C yang tidak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 m. Serabut saraf tipe C menghantarkan impuls nyeri

dengan kecepatan 0,5-2 m/det. Kedua serabut saraf ini berakhir pada nukleus spinalis saraf trigeminal (Rensburg, 1995). Impuls nyeri yang mengenai ujung saraf pulpa gigi dihantarkan ke saraf maksilaris dan mandibularis dari saraf trigeminal. Serabut saraf ini berjalan dari

23 ganglion Gasseri ke nukleus sensorik dari saraf trigeminal yang terletak pada medula oblongata dan meluas ke segmen servikal traktus spinalis. Serabut saraf juga berjalan melalui lemniskus trigeminalis ke nukleus postero-sentral dari talamus. Talamus merupakan pusat dari seluruh impuls nyeri kasar yang selanjutnya diproyeksikan datang ke korteks serebri. Impuls nyeri kasar ini akan diteruskan melalui neuron penghubung korteks serebri. Di tempat ini nyeri sudah dapat dikenali dengan jelas baik lokasi maupun diskriminasinya serta kualitas nyeri (Howe dan Whitehead, 1992; Guyton, 1995; Rensburg, 1995).

3.2.2 Etiologi Rasa Nyeri Gigi Anak Bayi dan anak-anak akan tertolong jika orang tua atau orang dewasa lain disekitarnya mengerti dan dapat mengetahui rasa sakit yang mereka alami dengan baik. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai sensasi yang kompleks, baik pikiran maupun perasaan pada saat mereka sakit secara fisik atau sedang terluka. Nyeri merupakan tanda, peringatan adanya masalah fisik atau bahaya yang mesti segera diatasi. Bayi dan anak-anak tidak dapat bertahan atau menghindar dari rasa nyeri ini, padahal ini menjadi tanda bagi orang dewasa disekitarnya untuk mengetahui bahwa mereka membutuhkan bantuan (Craig, 2005). Rasa nyeri pada gigi yang dirasakan oleh anak biasanya terjadi akibat abses pulpa dan abses dentoalveolar. Rasa nyeri ini dapat muncul kapan saja, tetapi akan

24 lebih terasa pada malam hari. Rasa nyeri akan muncul tiba-tiba dan biasanya ditandai dengan inflamasi dan infeksi pada gigi yang berlubang, mengalami trauma dan gigi yang telah ditambal. Nyeri akan terasa selama beberapa jam terakhir pada saat tidur, makan, minum minuman yang sangat dingin atau kegiatan lainnya. Beberapa gigi sulung dan gigi permanen yang terkena abses dapat tidak menyebabkan rasa sakit pada anak-anak (Finn, 2003). Nyeri gigi terjadi akibat adanya rangsang stimulus pada dentin yang menyebar pada kavitas gigi akibat fraktur atau karies gigi. Rasa nyeri meningkat pada gigi permanen, email yang hipoplastik meninggalkan daerah dentin yang tidak terlindungi sehingga dapat menyebabkan hipersensitivitas gigi. Rasa nyeri akan berkurang segera setelah stimulus dihilangkan jika tidak maka nyeri pada gigi dan pulpa akan bertambah. Rasa nyeri ini disebut nyeri sekunder, rasa nyeri akan terasa lebih sakit, dalam, yang diikuti rasa nyeri primer, yaitu nyeri di bagian superfisial (Finn, 2003). Penyebab lain rasa nyeri gigi pada anak yang berasal dari pulpitis disebabkan oleh impaksi makanan pada bagian embrasur interdental, lesi karies merusak bagian marginal ridge dan kontak normal gigi, sehingga akan muncul rasa sakit pada anak pada saat makan. Hal ini penting untuk mengidentifikasi penyebab nyeri untuk menghindari terapi pulpa yang tidak perlu dilakukan atau juga ekstraksi gigi yang hanya disebabkan oleh karies. Membersihkan sisa makanan pada daerah yang karies

25 dan memperbaiki bentuk tambalan akan membantu menegakkan diagnosis yang baik, bahwa gambaran yang terlihat bukan merupakan penyakit periodontal (Finn, 2003). Trauma pada jaringan keras atau lunak akan menyebabkan rasa sakit pada anak. Kondisi patologis lainnya pada anak yang disertai nyeri orafasial termasuk parotitis atau inflamasi pada kelenjar saliva atau infeksi, tonsillitis, tumor, dan subluksasi TMJ (Temporo Mandibular Joint). Erupsi gigi, baik gigi sulung maupun gigi permanen, kadang-kadang menjadi sumber rasa nyeri, khususnya jika terjadi impaksi atau berkembangnya perikoronitis, disebabkan trauma oklusi. Trauma oklusi dan bruxism kadang menyebabkan rasa nyeri pada anak (Finn, 2003). Lidah terbakar biasanya merupakan gejala dari penyakit sistemik. Lidah, gusi, dan bagian intraoral lainnya, jaringan lunak pada bibir akan terasa nyeri bila sedang mengalami gingivostomatitis, secara klinis berupa vesikel dan terlihat iritasi yang meluas pada permukaan korium. Rasa nyeri ini akan muncul pada saat makan dan minum (Finn, 2003). Anak-anak yang mengeluh nyeri pada daerah oral dan jaringan fasial hendaknya diperiksa dengan baik dan hati-hati seperti pemeriksaan yang biasa dilakukan pada orang dewasa. Jika setelah dilakukan pemeriksaan tidak diketahui penyebab terjadinya nyeri maka dokter gigi harus melakukan evaluasi medis yang dapat menunjukkan diagnosis lebih dari satu kasus penyebab nyeri di daerah oro fasial

26 tersebut, contohnya leukemia dan tumor rahang dan sistem saraf pusat (McRae, 1959). Faktor-faktor yang mempengaruhi ambang rasa nyeri antara lain: 1. Lokasi gigi Intensitas nyeri dirasakan lebih kuat pada gigi anterior daripada gigi posterior. Hal ini disebabkan perbedan anatomi gigi anterior dengan gigi posterior. Gigi posterior memiliki lapisan email yang tebal. Email merupakan lapisan yang dapat menghambat rangsang nyeri sehingga intensitas rangsang yang sampai di reseptor nyeri berkurang. Jumlah akar dan panjang gigi juga mempengaruhi ambang rangsang nyeri gigi. Gigi yang mempunyai jumlah akar yang banyak dan panjang memiliki ambang rangsang nyeri yang lebih tinggi. 2. Perkembangan gigi Gigi sulung mempunyai ambang rangsang nyeri gigi yang lebih rendah daripada gigi permanen. Hal ini disebabkan gigi sulung memiliki tanduk pulpa yang lebih dekat dengan lapisan email yang lebih tipis daripada gigi sulung. Ambang rangsang nyeri gigi sulung juga dipengaruhi oleh pembentukan dan resorpsi akar gigi sulung. Pembentukan akar yang belum lengkap dan resorpsi akar gigi sulung oleh mahkota gigi permanen akan membuat gigi menjadi tidak sensitif (Roth dan Calmes, 1981). 3. Usia

27 Ambang rangsang nyeri anak-anak lebih rendah daripada dewasa. Seiring dengan bertambahnya umur, maka ambang rangsang nyeri semakin tinggi (Farrel, 2000). Hubungan antara nyeri dengan perkembangan anak dipengaruhi oleh persepsi anak tentang rasa nyeri. Anak yang baru lahir sudah mampu merasakan nyeri sebagai sensasi yang mengganggu walaupun respons nyeri masih sangat sederhana, misalnya menangis. Pada usia 5-6 tahun, anak dapat mengenali rasa nyeri dengan baik, hal ini didukung oleh rasa takut anak berkurang dan interaksi anak dengan lingkungan sekitarnya meningkat walaupun masih membutuhkan peran orang tua. Pada usia 12 tahun, seorang anak sudah mempunyai persepsi nyeri yang sama dengan individu dewasa. Menurunnya rasa takut disebabkan kesadaran bahwa tidak banyak yang perlu ditakutkan, tekanan sosial untuk menyembunyikan rasa takut dan adanya bimbingan oleh orang yang lebih dewasa (Koch, dkk., 1991; Walco, 1999; Educational Constrium, 2002). Beberapa penyebab timbulnya rasa nyeri sehubungan dengan preparasi kavitas pada gigi sulung antara lain: 1. Sensitivitas gigi dan pasien tidak sama dan reaksi yang sebanding setiap waktu. Gigi sangat sensitif pada daerah DEJ (Dentino Enamel Junction), lapisan dalam dentin dekat dengan pulpa, pada sementum dan daerah sangat sensitif yaitu pulpa. Maka karies ataupun preparsi kavitas yang dangkal, atau pada sementum, terlebih

28 pada pulpa akan sangat sensetif pada saat instrumentasi, terkena panas, atau saat pengobatan atau diseksi. 2. Ada beberapa fakta yang dapat menuntun dokter gigi dalam memprediksikan kapan gigi akan lebih atau kurang sensitif. Gigi sulung lebih sensitif daripada gigi permanen. Dalam perawatan infeksi sebaiknya penisilin menjadi obat pilihan utama. Selain itu, untuk membantu perawatan gigi dalam mengurangi rasa nyeri digunakan analgesik (Finn, 2003). Ambang rangsang nyeri pada anak-anak lebih rendah daripada individu dewasa karena perbedaan anatomi gigi sulung dangan gigi permanen pada tahap perkembangan gigi anak. Anatomi gigi permanen pada periode gigi campuran berbeda dengan gigi permanen pada individu dewasa. Foramen apikal pada gigi permanen anak-anak belum tertutup sempurna sehingga perkembangan jaringan saraf belum selesai (Farrel, 2000).

3.2.3 Efek Nyeri Pada Perawatan Gigi Anak Anak-anak akan menangis, memaki-maki atau berteriak dengan keras karena merasa sakit. Nyeri kadang-kadang timbul pada saat pemeriksaan gigi. Instrumentasi dan preparasi karies dapat menimbulkan rasa nyeri melalui suara, tekanan dan getaran

29 instrumen. Gigi sulung lebih sensitif daripada permanen. Dokter gigi hendaknya menjelaskan terlebih dahulu rasa sakit yang akan timbul pada saat perawatan gigi (Finn, 2003).

3.3 Aplikasi Terapi Echinacea Untuk Nyeri Gigi Anak Flavonoid memiliki efek yang spesifik pada aktivitas sistem enzim sel-sel mamalia, termasuk manusia. Persyaratan struktural untuk aktivitas penghambatan sintesis prostaglandin oleh flavonoid adalah sistem cincin flavonol (Harborne dan Mabry, 1982). Menurut Gugler dan Dengler (1973) yang dikutip Harborne dan Mabry (1982), glikosid flavonoid kurang aktif dibandingkan dengan aglikon yang sesuai. Reaksi reduksi dari ikatan rangkap antara C2 dan C3 mengurangi efek penghambatan dari flavonoid, dari keberadaan kelompok keton pada C4 dan ohidroksilasi pada cincin B meningkatkan efek penghambatan tersebut (Harborne dan Mabry, 1982).

3.3.1 Mekanisme Kerja Echinacea Terhadap Nyeri Gigi Echinacea bekerja dengan cara memodulasi sistem imun tubuh, aktivasi Natural Killer Cell, menghambat enzim hyaluronidase, menghambat enzim

30 siklooksigenase dan lipooksigenase, mengaktivasi fibroblas, dan menghambat sintesis prostaglandin. Penghentian sintesis prostaglandin sebagian dicapai melalui sifat

siklooksigenase yang luar biasa, yaitu sifat penghancuran yang melalui autokatalisasi, dapat juga disebut suatu enzim bunuh diri. Inaktivasi prostaglandin yang terbentuk berlangsung cepat. Enzim 15-hidroksiprostaglandin dehidrogenase pada sebagian besar jaringan tubuh mamalia kemungkinan menjadi penyebab autokatalisasi (Murray dkk, 1997). Prostaglandin adalah suatu senyawa yang diproduksi oleh sel, baik sel sehat, maupun sel yang mengalami kerusakan. Sensitisasi nyeri dapat ditimbulkan oleh prostaglandin pada jaringan saraf dan jaringan non saraf. Salah satu zat yang terkandung dalam echinacea, yaitu flavonoid memiliki peranan penting, karena sifatnya yang dapat menghambat biosintesis prostaglandin. Flavonoid bekerja menghambat fase penting pada lintasan siklooksigenase, sehingga nyeri tidak timbul (Harborne dan Marby, 1982; Duke, 1987; Brautigam, 2000; Kusuma, 2000). Baumann dan Von Bruchhausen (1979) yang dikutip Harborne dan Mabry (1982), telah membuktikan bahwa catcehin (+) flavanol memproduksi zat penghambat sintesis prostaglandin yang cukup kuat dari medula renalis pada konsentrasi 5x10-5 M.

31 3.3.2 Penggunaan Echinacea pada Nyeri Gigi Anak Terapi echinacea adalah dengan kumur, minum teh echinacea atau jus echinacea. Pengobatan ini secara per oral dengan absorbsi pada lambung dan masuk ke peredaran darah. Tincture atau ekstrak echinacea dibuat dengan cara memasukkan satu sampai dua sendok teh akar echinacea ke dalam tempat berisi air sebanyak satu gelas, setelah itu rebus 10-15 menit. Echinacea dalam bentuk tincture ini dapat diminum 3 kali sehari dengan dosis 1-4 ml (Hoffman, 2005, Pacholyk, 2005). Teh echinacea dapat dibuat lebih praktis dengan mencampur beberapa tetes ekstrak echinacea dalam bentuk tincture dengan secangkir air panas, sedangkan jus dapat dibuat dari semua bagian echinacea (Hardianto, 2005; Hoffman, 2005). Suplay eicosanoid berperan dalam respons nyeri didapatkan dari 250mg echinacea angustofilia dan purpurea serta ekstrak echinacea 4% dalam bentuk kapsul. Kapsul ini dapat digunakan untuk menghasilkan 10 mg eicosanoid (Derrida, 2003). Mekanisme pengobatan melalui absorbsi topikal dapat dilakukan dengan cara kompres panas echinacea sehingga menghangatkan dan mengurangi nyeri gigi. Caranya yaitu dengan mengisi sebuah mangkuk dengan air mendidih dan menambahkan teteas ekstrak echinacea, kemudian celupkan sehelai kain pada campuran echinacea dengan air tersebut. Peras kain tersebut kemudian kompreskan di bagian yang sakit sampai beberapa menit. (Pachylok, 2005).

32 3.4 Kerangka Pemikiran Nyeri merupakan reaksi fisiologis yang ditimbulkan oleh rangsang yang mencapai nilai ambang rasa nyeri pada reseptor nyeri. Mekanisme nyeri gigi berawal dari rangsang noksius yang diubah impuls nyeri sampai persepsi nyeri gigi. Rangsang diterima oleh email disampaikan ke reseptor di dentin, kemudian rangsang diubah menjadi impuls yang kemudian disampaikan ke pulpa dan akhirnya sampai di pusat nyeri, tempat nyeri dipersepsi (Wright, 1996). Rasa nyeri gigi yang dirasakan oleh anak-anak biasanya terjadi akibat abses pulpa, abses dentoalveolar, dan pulpitis. Rasa nyeri ini dapat muncul kapan saja, tetapi akan lebih terasa pada malam hari. Rasa nyeri akan muncul tiba-tiba dan biasanya ditandai dengan inflamasi dan infeksi pada gigi yang berlubang, mengalami trauma, dan gigi yang telah ditambal. Nyeri akan terasa selama beberapa jam terakhir pada saat tidur, makan, meminum minuman yang sangat dingin atau kegiatan lainnya (Craig, 2005). Nyeri gigi yang dirasakan anak akan dapat mengganggu proses perawatan dan pengobatan. Anak akan menjadi kurang kooperatif. Anak akan takut untuk memeriksakan giginya, jika pada saat perawatan timbul rasa nyeri anak akan menangis keras-kerasa, menendang-nendang, memukul-mukul, atau berteriak. Hal lainnya yang akan dilakukan anak adalah menutup mulutnya dengan tangan, atau

33 mencari perlindungan pada orang tuanya sehingga dapat menghambat proses pengobatan (Finn, 1991). Kalangan ilmuwan sangat menekankan tentang pentingnya peranan daya tahan tubuh untuk mencegah terjadinya infeksi baik akut maupun kronis. Kerusakan pada gigi dapat mengakibatkan gangguan dalam pengunyahan dan menimbulkan rasa sakit. Pengendalian nyeri sangat penting untuk dilakukan (Gunadi, 1995) Pengendalian nyeri pada anak biasa dilakukan dengan pemberian obat-obatan dari bahan kimia. Saat ini sedang dikembangkan obat-obatan yang berasal dari bahan herbal. Pemakaian herbal tidak menimbulkan efek samping (Khomsan, 2003). Umumnya terapi ini bersifat immunomodulator, yang dapat merangsang dan menyeimbangkan sisterm imunologi tubuh dalam mengatasi proses peradangan dan infeksi. Salah satu bahan herbal yang merupakan suatu immunomodulator yang memiliki kekuatan spektakuler adalah Echinacea (PT SOHO Industri Pharmasi, 2003). Echinacea atau sering juga disebut coneflower adalah tanaman dari genus Echinacea yang mempunyai tinggi 40 60 cm merupakan tanaman herbal yang berasal dari Amerika Utara bagian timur. Tanaman ini berwarna merah muda, ungu, atau ungu kecoklatan. Berbagai suku Indian menggunakan tanaman ini untuk berbagai terapi (Kligler, 2003; Foster, 2004; Haldin, 2004); Hardianto, 2005).

34 Salah satu zat penting yang terkandung dalam Echinacea adalah flavonoid, banyak terkandung dalam tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional. Echinacea dapat digunakan dalam mengendalikan nyeri karena flavonoid menghambat sintesis prostaglandin (Robinson, 1995). Prostaglandin adalah suatu senyawa yang diproduksi oleh sel, baik sel sehat, maupun sel yang mengalami kerusakan. Sensitisasi nyeri dapat ditimbulkan oleh prostaglanding pada jaringan saraf dan jaringan non sarah. Flavonoid dalam Echinacea bekerja menghambat fase penting dalam biosintesis prostaglandin, yaitu pada lintasan siklooksigenase, sehingga nyeri tidak timbul (Harborne dan Marby, 1982; Duke, 1987; Brautigam, 2000; Kusuma, 2000). Kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan menyebabkan senyawa kimia dibebaskan dari sel-sel yang rusak sehingga menimbulkan nyeri. Sensasi nyeri dapat timbul jika ada rangsang yang cukup adekuat. Senyawa kimia ini disebut mediator nyeri yang merupakan rangsang bagi reseptor nyeri, yaitu prostaglandin (Mutschler, 1991). Prostaglandin merupakan mediator kimia terbanyak yang dihasilkan oleh jaringan. Prostaglandin yang berperan adalah prostaglandin golongan G2 dan H2 yang menimbulkan efek nyeri terutama yang menyertai proses radan. Peran prostaglandin ini menyebabkan meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri dan menjadi penentu

35 timbulnya nyeri (Mutschler, 1991; Nogrady, 1992), karena prostaglandin merupakan neurotransmitter lain. Flavonoid merupakan senyawa fenol, yaitu beragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mudah larut dalam air. Golongan flavonoid digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Kerangka karbon flavonoid terdiri atas dua gugus C6atay cincin benzana tersubstitusi disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995; Harborne, 1996). Flavonoid memiliki efek yang spesifik pada aktivitas enzim sel-zel mamalia, termasuk manusia. Persyaratan structural untuk aktivitas penghambatan sintesis prostaglandin oleh flavonoid adalah sistem cincin flavonol (Harborne dan Mabry, 1982). Baumann dan Von Bruchhausen (1979) yang dikutip Harborne dan Mabry, 1982) telah membuktikan catcehin (+) flvonol memproduksi zat penghambat sintesis prostaglandin yang cukup kuat dari medua renalis pada konsentrasi 5x10-5M. Echinacea yang berperan dalan respon nyeri didapatkan dari 250 mg Echinacea angustofilia dan purpurea serta ekstrak Echinacea 4% dalam bentuk kapsul (Derrida, 2003).

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah uji klinis (eksperimental semu) pada anak-anak yang datang berobat dengan keluhan nyeri gigi ke klini gigi anak Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG- UNPAD.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Klinik Kedokteran Gigi Anak RSGM/FKG UNPAD pada bulan April sampai dengan Oktober 2006.

4.3 Populasi dan Sampel Populasi adalah anak-anak yang datang ke klinik Kedokteran Gigi Anak FKG UNPAD. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposif sampling dengan kriteria sebagai berikut : 1 2 Usia 6 9 tahun Sedang mengeluh nyeri gigi pada gigi molar sulung rahang bawah dengan diagnosis pulpitis, perkusi (+) dan tekan (+) 3 Tidak memiliki penyakit sistemik dan tidak sedang minum anti nyeri

36

37 4.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian : Echinacea, nyeri gigi

4.5 Definisi Operasional 1 Echinacea adalah bahan herbal yang dapat digunakan sebagai obat anti nyeri. Echinacea yang digunakan dalam penelitian ini 250 mg Echinacea angustofilia dan purpurea serta ekstrak Echinacea 4% dalam bentuk kapsul. 2 Nyeri gigi adalah keluhan yang disampaikan oleh subyek berupa rasa nyeri yang dirasakannya. Parameter yang dicatat nyeri berdasarkan keluhan subyek dengan pengukuran berdasarkan skala nyeri ekspresi wajah Wong-Baker.

Tabel 4.1 Skala nyeri Wong-Baker (Wong, 1999) Nilai 5 4 3 2 1 0 Ekspresi wajah Gembira Sedikit tersenyum Netral Sedikit cemberut Cemberut Menangis Deskripsi Tidak sakit Sakit sedikit sekali Sakit sedikit Sakit Sakit sekali Sakit sekali tidak tertahan

38

Gambar 4.1. Ekspresi wajah menurut Skala Nyeri Wong Baker (Wong, 1999)

4.6 Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan adalah kaca mulut, sonde, pinset, hand scoen, bor diamond, hand piece, gelas kumur, baki, kartu status, skala Wong-Baker, kapsul Echinacea, formokresol, semen fosfat, semen ZnOE, Glass ionomer.

4.7 Prosedur penelitian 1. Jalannya penelitian diterangkan pada setiap subyek dan dilakukan penandatanganan informed consent oleh orang tua/wali subyek 2. Subjek dibagi ke dalam 2 kelompok secara acak, A untuk kelompok uji dan B kelompok kontrol. 3. 4. Setiap subyek diperiksa keadaan giginya. Subyek diminta untuk menunjukkan skala nyeri yang dirasakan saat itu dengan skala nyeri Wong-Baker

39 5. Kelompok A diberi kapsul Echinacea dan kelompok B diberi kapsul placebo (multivitamin) untuk diminum 2 kali sehari selama 3 hari 6. Subjek dievaluasi setiap hari selama 3 hari. Setiap kali evaluasi dicatat skala nyeri Wong Baker 7. Setelah selesai evaluasi, gigi penyebab dilakukan perawatan gangren dan direstorasi dengan semen glass ionomer.

4.8 Teknik Analisis Data Data yang didapat akan dimasukkan ke dalam tabel dan dianalisis dengan menggunakan uji t student.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel penelitian adalah 100 anak usia 6-9 tahun yang datang berkunjung selama periode April sampai Oktober 2006 ke Klinik Kedokteran Gigi Anak Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.

5.1 Hasil Hasil uji klinis efek Echinacea terhadap penurunan nyeri gigi pada anak terlihat pada tabel 5.1 Tabel 5.1 Lamanya Rasa Nyeri Gigi yang Dirasakan Anak Perlakuan echinacea Kontrol Sampel n 50 50 Lama Rasa Nyeri hari ke1 2 3 50 50 14 50 50 49

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa 14 anak pada kelompok uji masih merasakan nyeri gigi pada hari ke-3 setelah pemberian echinacea, sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 49 anak. Dengan kata lain, jumlah anak yang pulih dari nyeri gigi selama dua hari adalah sebanyak 36 anak pada kelompok uji dan 1 anak pada kelompok kontrol.

40

41

60 50 Jumlah anak 40 30 20 10 0 1 2 Hari ke3 echinacea kontrol

Gambar 5.1 Lamanya Rasa Nyeri yang dirasakan Anak

Tabel 5.2 Rata-rata Lamanya Rasa Nyeri yang Dirasakan Anak Rata-rata Lamanya Nyeri (hari) Echinacea 2,3 Kontrol 2,9

Tabel 5.2 menunjukkan rata-rata lamanya nyeri gigi yang dirasakan anak setelah pemberian echinacea. Pada kelompok uji rata-rata lamanya nyeri gigi adalah 2,3 hari, sedangkan pada kelompok kontrol 2,9 hari. Uji statistik dengan uji t menunjukkan nilai thitung 3 > ttabel 2,7, berarti terdapat efek bermakna echinacea terhadap penurunan nyeri gigi pada anak.

42 Tabel 5.3 Hasil Uji t Rata-rata Lamanya Hari Rasa Nyeri dirasakan n Perlakuan Rata-rata Jumlah hari 2,3 2,9 3,00 2,7 Signifikan t hit t tab hasil

50 Echinacea 50 Kontrol

5.2 Pembahasan Hasil penelititan menunjukkan bahwa pemberian echinacea dapat

menurunkan nyeri gigi pada anak. Nyeri gigi merupakan suatu gejala nyeri yang dapat timbul ketika terkena berbagai macam rangsangan. Selain itu, nyeri juga dapat timbul secara spontan. Rasa nyeri pada gigi yang dirasakan oleh anak-anak biasanya terjadi akibat abses pulpa dan abses dentoalveolar. Rasa nyeri ini dapat muncul kapan saja. Nyeri gigi dapat diatasi antara lain dengan perawatan gigi yang tepat seauai indikasi. Namun bila perawatan gigi belum dapat dilakukan karena nyeri yang dirasakan sangat mengganggu sehingga gigi terasa nyeri bila terkena sentuhan, maka diperlukan obat-obatan untuk mengatasi nyeri terlebih dahulu. Saat ini banyak obatobatan anti nyeri yang digunakan, antara lain herbal berupa echinacea. Echinacea telah banyak diteliti oleh para ahli baik secara laboratorium maupun klinis, baik di luar maupun di dalam negeri. Hasil penelitian Hoheisel (1997)

43 mengenai efektivitas echinacea sebagai terapi preventif pada kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), dengan dosis 300 mg/hari dapat sembuh dalam waktu satu hari. Penelitian lain yang dilakukan oleh Baetgen (1999) mengenai perbandingan efektivitas echinacea dengan kombinasi echinacea dan antibiotika pada kasus bronchitis akut. Pada penelitian tersebut disebutkan bahwa pada terapi awal, echinacea memberikan perbaikan lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan kelompok antibiotika tunggal maupun kombinasi antibiotika dan echinacea, sedangkan pada terapi selanjutnya pada infeksi sekunder didapatkan adanya efek sinergisasi antara echinacea dan antibiotika karena pada kelompok ini memberi prosentasi kesembuhan paling besar dibandingkan kelompok lainnya. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Brauer (1997) didapatkan bahwa 1. Aktivitas fagosit akibat pemberian echinacea tetap tinggi selama pemberian echinacea berlangsung 2. Pemberian oral lebih baik hasilnya daripada intra vena atau intra muskuler 3. Apabila pemberian echinacea dihentikan, aktivitas fagositik masih berlangsung di atas normal untuk beberapa saat 4. Aktivitas fagositik hanya akan kembali normal apabila pemberian echinacea dihentikan. Pada kelompok uji menunjukkan bahwa pada hari ke-3 masih terdapat 14 orang anak yang merasakan nyeri. Hal tersebut memungkinkan karena nyeri gigi dapat

44 berasal dari gigi itu sendiri maupun jaringan sekitarnya. Pada setiap subjek tidak dilakukan pengkondisian berupa menyamakan tingkat kebersihan mulut subjek dan instruksi kebersihan mulut. Jadi, nyeri tersebut dapat juga berasal dari gingivitis yang diderita subjek. Penyebab lain rasa nyeri pada anak dapat juga berasal dari pulpitis disebabkan oleh impaksi makanan pada bagian embrasur interdental, lesi karies merusak bagian marginal ridge dan kontak normal gigi, sehingga akan muncul rasa sakit pada anak pada saat makan. Hal ini penting untuk mengidentifikasi penyebab nyeri untuk menghindari terapi pulpa yang tidak perlu dilakukan atau juga ekstraksi gigi yang hanya disebabkan oleh karies. Membersihkan sisa makanan pada daerah yang karies dan memperbaiki bentuk tambalan akan membantu menegakkan diagnosis yang baik, bahwa gambaran yang terlihat bukan merupakan penyakit periodontal (Finn, 2003).

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 100 anak dapat disimpulkan bahwa Echinacea memberikan efek berupa pengendalian nyeri gigi pada anak. Pengendalian terhadap rasa nyeri gigi terlihat dalam singkatnya rasa nyeri yang dirasakan anak atau berkurang rata-rata jumlah hari rasa nyeri yang dirasakan anak. Dari hasil penelitian tersebut, maka Echinacea dapat diterapkan sebagai alternatif pengendalian nyeri pada anak.

6.2 Saran 1. Pemberian Echinacea sebagai upaya pengendalian nyeri gigi pada anak perlu disebarluaskan kepada kalangan dokter gigi. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek klinis Echinacea terhadap kesehatan gusi. Hal tersebut diperlukan karena nyeri gigi dapat berasal selain dari gigi juga dari jaringan sekitar.

45

DAFTAR PUSTAKA Barret. 2004. The Handbook of Clinically Tested Herbal Remedies. Binghamthon, New York: The Haworth Herbal Press. Hlm. 348-350. Beek, GV. 1991. Morfologi Gigi. Diterjemahkan dari Dental Morphology an Illustrated Guide. Alihbahasa: Lilian Yuwono, drg. Jakarta: EGC. Hlm. 13-14 Blumenthal, 1998. German Federal Institute for Drugs and Medical Devices. Commision E.The Complete German Commision E Monographs : Theurapeutic Guides to Herbal Medicine. Austin, Tex: American Botanical Council Bradley, M.R. 1995. Essential of Oral Physiology. St. Louis : CV Mosby Company. 5-72. Brauer, C. J. 1959. Dentistry for Children : Structure of The Primary Teeth. London : Mc.Graw Hill-Book Company Inc.76-77. Brautigam, SE. 2000. Cellular Mechanism : How Does Echinacea Work in The Body?.http://www.bio.davidson.edu/Biology/Courses/Molbio/Mol1%20Studen ts/Spring2000/Caldwell/home.html Bruneton, J. 1999. Pharmacology Phytochemistry Medicinal Plants. Second Edition. Paris: Lavoisier. 311, 520-523. Cohen, S.; R.C. Burns.2002. Pathways of the pulp. 9th Edition. St. Louis : Mosby Year Book Inc. 40-54. Combest, W., Nemecz, G. 2005. Echinacea. Campbell University School of Pharmacy. Craig, Kenneth, 2005. Childrens Pain. Canadian Institute of Health Research. http://iis.dal.ca/~pedpain/ Derbyshire, S.W. 1999. Imaging The Brain in Pain. http://www.ampainsoc.org Derrida, Michael. 2003. What is Echinacea Purpurea? Echinacea Herb. Cina: New Tech Economic Zone. http://www.mdidea.com

46

47

Dovgan, J.E. 2002. Tootache and Tooth Pain Guide. http://endodovgan.com Duke, J. A. 1987. Handbook of Medicinal Herbs. Florida : CRC Press. Inc. 97-298. Educational Consortium. 2002. http://www.tchpeducation.com. Pediatric Pain Management.

Farrel, M.J. 2000. Pain and Aging. http://www.ampainsoc.org Finn, Sidney B. 2003. Clinical pedodontics : Causes of Pain in Child Dental Patients. Delhi : W.B. Saunders Company. Hlm.120-124. Foster, S. 2004. Echinacea. University of Maryland Medical Centre Green, J. 2005. Terapi Herbal. Diterjemahkan dari Natural Treatment for LifeTreating Disease. Alihbahasa: Slamet Rianto,S. S. Jakarta : Pustakaraya. Hlm. 45-51. Grossman, L.L. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Diterjemahkan dari Practice Endodontics. Alih Bahasa : A. Dharma dan P. Lukmanto. Jakarta : EGC. Hlm. 105-256. Gunadi, H.A. 1995. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan. Jilid 1. Hal 12, 30-50, 108-111 Jakarta: Hipokrates. Guyton, A.G. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan dari Review of Medical Phsyiology. Alih Bahasa : M. Djauhari Widjajakusumah. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Hlm. 451-518 Guyton, AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran : Sensasi Somatik; Sensasi Nyeri, Nyeri Kepala dan Sensasi Suhu. Diterjemahkan dari Textbook of Medichal Physiology. Alih Bahasa : Irawati Setiawan. Jakarta: EGC. 761-762. Hadinoto, S., Setiawan., Soetedjo. 1991. Nyeri, Pengenalan dan Tata Laksana. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 1-47, 241-245. Hardianto, D. 2005. Echinacea Sang Simultan Kekebalan Tubuh. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. http://humas@bppt.go.id

48

Harborne, J.B.; T.J. Marbry. 1982. The Flavonoids Advances in Research. New York: Chapman & Hall. 700-701 Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Edisi Kedua. Bandung: ITB. 59,86. Hobbs, C. 1996. Echinacea : The Immune Herb. Edisi kedua. Santa Cruzz : Botanic Press. Hoffman, DL. 2005. Echinacea spp. http://HealthWorldOnLine.htm Howe, G. L., F. I. H. Whitehead. 1992. Anestesi Lokal. Diterjemahkan dari Local Anaesthesia in Dentistry. Alih bahasa : L. Yuwono. Jakarta : Hipokrates. Hlm.1-10. Ingle, J.J. 1985. Endodontics. 3rd Ed. Philadelphia : Lea and Fibriger. Hlm. 150-205. Katzung, B.G. 1992 Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC. 244-246 Khomsan, A. 2003. Media Indonesia On Line : Beberapa Jenis Herbal Untuk Daya Imun. http://www.miol@mediaindonesia.co.id Kligler, B. 2003. Echinacea. New York. http://afpserv@aafp.org Koch, G., T. Moder, s. Poulsen, et al. 1991. Pedodontics-A Clinical Approach. 1st Ed. Copenhagen : Munksgaard. Hlm. 92-105. Kusuma, W. 2000. bahan herbal untuk Menyegarkan Tubuh. Batam : Interaksara, 7881. Mattingly, D.; C. Seward. 1996. Bedside diagnosis. Alih bahasa :A. Hartono. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 1-30. McRae, D. 1959. Intercranial Causes of Oral and Facial Pain. Dent. Clin. N. Amer., Hlm. 529-542. Murray, R.K.; D.K. Granner.;P.A. Mayes.; V.W. Rodwell. 1997. Biokimia Harper. Alihbahasa : A. Hartono. Jakarta: EGC. 246-247.

49

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung : ITB. 177-183 Nograndy, T. 1992. Kimia Medisinal. Bandung: ITB. 45-53. Pacholyk, A. 2005. Peacefull Minds :Cross Training Support Programme. http://www.egroups.com Patton, H.D.; A.F. Fuchs.; B. Hille.; A.M. Scher.; R. Steiner. 1989. Textbook of Physiology. 21st ed. Philadelphia : Saunders Company. 5-72. Pinkham, J.R. 1994. Pediatric Dentistry : Infancy Through Adolescence. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Hlm. 88-97. Pharmasi, P.T. Soho Industri. 2003. Echinacea. http://www.google.com Rensburg, B.G.J. 1995. Oral Biology. Chicago : Quitessence Pub. Co. Inc. 241-369. Rusdiyanto., D, R Hedi. 2004. Memanfaatkan Akupunktuir dan Herbal untuk Immunitas. http://www.republika.co.id Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam. Bandung : ITB. 191-193 Roth, G.I.,; R. Calmes. 1981. Oral Biology. St. Louis : Mosby Company. 3-27. R. Haroen, e. 2000. Biologi Oral : Sistem Neurovaskuler Oro-Fasial. Bandung : FKG. 3-29. R. Hawes, Roland. 2003. Clinical Pedodontics : The Problem of Pain and Sedation. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Hlm.114 Samochowiec, et al. 1979. Evaluation of The Effect of Calendula Officianalis and Echinacea Angustifolia Extract on Trichomonas Vaginalis In Vitro. Wiad Parazytol. Hlm. 77-81. Society for Neuroscience. 2002. http://www.faculty.washington.edu Pain and Why It Hurts.

Schroeder, H.E. 1991. Oral Structural Biology. New York : Thieme. 5-25, 100-155

50

Tarigan, R. 1995. Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta : EGC. 2-37. Walco, G. A. 1999. Pain http://www.ampainsoc.org in Infants, Children and Adolesence.

Wright, 1996. Kennedys Paediatric Operative Dentistry : Behaviour Management and Pain Control. British : Great Britain at Bath Press. Hlm. 47

You might also like