You are on page 1of 45

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3 ) Bidang Kelistrikan

Dibuat Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik ListrikPoliteknik Negeri Sriwijaya

Disusun Oleh : Nama Kelas NIM : Syuratman : 6 LB : 0607 3031 0172

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG 2011

1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja Menurut Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Menurut Sumamur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja . Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum. Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologisfisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah: a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi: 1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya. 2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak 3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. 2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik pengaturan penerangan. Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja : Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995) Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak. Menurut Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik baiknya selektif mungkin. c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrument yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya. K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja. Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesinmesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai

operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawasenyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup. Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masingmasing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum

menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional. K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa. Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika Negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.

Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC mati. Pemasangan fan di dalam lift. Kualitas Pencahayaan (penting mengenali jenis cahaya) : Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala diukur dengan Luxs Meter) . Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll. Menegembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi cahaya (agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata). Perencanaan digunakan. Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga. Jaringan elektrik dan komunikasi (penting agar bahaya dapat dikenali) : a. Internal b. Over voltage c. Hubungan pendek d. Induksi e. Arus berlebih f. Korosif kabel g. Kebocoran instalasi h. Campuran gas eksplosif i. Eksternal j. Faktor mekanik. k. Faktor fisik dan kimia. l. Angin dan pencahayaan (cuaca) m. Binatang pengerat bisa menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan pendek. Manusia yang lengah terhadap risiko dan SOP. n. Bencana alam atau buatan manusia. jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang.Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan memperhatikan warna yang

Rekomendasi Penggunaan central stabilizer untuk menghindari over/under voltage. Penggunaan stop kontak yang sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebihan) hal ini untuk menghindari terjadinya hubungan pendek dan kelebihan beban. Pengaturan tata letak jaringan instalasi listrik termasuk kabel yang sesuai dengan syarat kesehatan dan keselamatan kerja. Perlindungan terhadap kabel dengan menggunakan pipa pelindung. Kontrol terhadap kebisingan : a. Idealnya ruang rapat dilengkapi dengan dinding kedap suara. b. Di depan pintu ruang rapat diberi tanda " harap tenang, ada rapat . c. Dinding isolator khusus untuk ruang genset. d. Hak-hal lainnya sudah termasuk dalam perencanaan konstruksi gedung dan tata ruang. Display unit (tata ruang dan letak) : Petunjuk disain interior supaya dapat bekerja fleksibel, fit, luas untuk perubahan posisi, pemeliharaan dan adaptasi. Konsep disain dan dan letak furniture (1 orang/2 m). Ratio ruang pekerja dan alat kerja mulai dari tahap perencanaan. Perhatikan adanya bahaya radiasi, daerah gelombang elektromagnetik. Ergonomik aspek antara manusia dengan lingkungan kerjanya. Tempat untuk istirahat dan shalat. Pantry dilengkapi dengan lemari dapur. Ruang tempat penampungan arsip sementara. Workshop station (bengkel kerja). PENUTUP Dalam pelaksanaan K3 perkantoran perlu memperhatikan 2(dua) hal penting yakni indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, display unit (tata ruang dan alat), hygiene dan sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan komputer. Hal diatas tidak hanya meningkatkan dari sisi kesehatan maupun sisi keselamatan karyawan/pekerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerjanya.

Harapannya rekomendasi ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun perbandingan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan K3 khususnya di perkantoran. HSE HSE (Health, Safety, Environment,) atau di beberapa perusahaan juga disebut EHS, ES, SHE, K3LL (Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan) dan SSHE (Security, Safety, Health, Environment). Semua itu adalah suatu Departemen atau bagian dari Struktur Organisasi Perusahaan yang mempunyai fungsi pokok terhadap implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mulai dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penerapan dan Pengawasan serta Pelaporannya. Sementara, di Perusahaan yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam ditambah dengan peran terhadap Lingkungan (Lindungan Lingkungan).Membicarakan HSE bukan sekedar mengetengahkan Issue seputar Hak dan Kewajiban, tetapi juga berdasarkan Output, yaitu korelasinya terhadap Produktivitas Keryawan. Belum lagi antisipasi kecelakaan kerja apabila terjadi Kasus karena kesalahan prosedur ataupun kesalahan pekerja itu sendiri (naas). Dasar Hukum Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar hukum tentang Lingkungan yang ada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu: Pertama, dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur: a. Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha, b. Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di sana c. Adanya bahaya kerja di tempat itu.

Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif social pun (usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin lainnya). Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi tersebut) sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309. Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan. Keempat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per- 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

Bekerja di bengkel Kacamata pengaman Resiko mata terluka selamanya ada di bengkel atau laboratorium. Luka pada mata Alat pelindung

Karena luka pada mata mungkin berakibat fatal, beberapa alat Kacamata telah dibuat untuk melindungi mata dalam situasi kerja. Salah satu yang paling lumrah ialah kacamata biasa dengan kaca anti pecah. Perlengkapan ini melindungi mata dari bram dan partikel kecil di bengkel. Jenis kacamata ini memberikan perlindungan yang lebih baik untuk bekerja di bengkel. Jenis khusus dari kacamata pengaman dibuat untuk pekerjaan khusus seperti mengelas. Rangka kacamata menutup mata dengan sempurna. Salah satu yang paling lumrah ialah kacamata biasa dengan kaca anti pecah. Perlengkapan ini melindungi mata dari bram dan partikel kecil di bengkel. Jenis kacamata ini memberikan perlindungan yang lebih baik untuk bekerja di bengkel. Jenis khusus dari kacamata pengaman dibuat untuk pekerjaan khusus seperti mengelas. Rangka kacamata menutup mata dengan sempurna.

Jenis lain

Kacamata khusus

Pandangan lebih luas

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

Penggunaan kacamata pengaman Hendaknya selalu mengenakan kacamata pengaman jika : - Memahat dengan pahat dan palu - Menggergaji dengan jenis gergaji logam - Mengebor dengan bor tangan atau bor mesin - Mengoperasikan mesin seperti : Membubut Memfrais Menyekrap Menggerinda

Memahat

Menggergaji

Mengebor

Pekerjaan mesin

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

Las asetilin Pada pekerjaan las asetilin Kacamata dipakai kacamata jenis khusus. Khusus Kacamata ini memerisai mata dari sinar dan percikan api. Dibandingkan dengan las listrik dalam mengerjakan las asetilin pekerjaan memerlukan kedua tangan : satu untuk memegang gagang las (brander) dan yang Memerisai lain memegang kawat las. Oleh sebab itu kacamata pelindung harus dipasang secara mantap pada kepala. Menggunakan kedua tangan Las listrik Dalam mengerjakan las listrik Memasang sebuah perisai digunakan untuk melindungi mata. Perisai berfungsi seperti jendela yang dapat dibuka dan ditutup. Perisai bukan hanya melindungi Perisai las listrik mata dari sinar yang kuat dari las listrik, tapi juga melindungi kepala dari percikan pi dan bram. Perisai dipegang oleh tangan Perlindungan yang tidak digunakan untuk Mata memegang elektroda.

Memegang perisai

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

Jenis pelindung lain Gambar samping menunjukkan Berbagai jenis lain dari pelindung mata. Disarankan untuk menentukan jenis kacamata pengaman atau kedok muka yang cocok untuk pekerjan khusus tersebut. Dalam banyak situasi yang memerlukan banyak pekerjaan diatas kepala, resiko mata terluka jauh lebih besar daripada biasanya. Helm atau topi yang kuat dipakai dalam situasi kerja, dimana terdapat kemungkinan benda jatuh, misalnya di lokasi pembangunan atau di pelataran kawasan industri.

Jenis lain

Pilih yang sesuai untuk pekerjaan tertentu

Situasi kerja Helm

Gabungan helm, kacamata pengaman, perisai, sarung tangan dan sepatu lars diperlukan dalam situasi seperti pemadaman kebakaran dan kecelakaan akibat bahan beracun.

Gabungan helm dan pengaman lain

KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

Perkakas tangan Pekerjaan dengan perkakas tangan mengandung resiko minimal, bila perkakas itu dipakai secara baik dan dirawat dengan benar. Luka mata dan tangan merupakan bahaya yang paling sering timbul. Pencegahan adalah lebih baik daripada penanggulangan.

Resiko Kecelakaan

Luka Tindakan preventif yang sederhana dapat membantu menciptakan tempat kerja menjadi lebih aman. Misalnya : - Pasanglah ram kawat diatas bangku kerja diantara para pekerja pada ragum bangku yang saling berhadapan. Hal ini dapat melindungi mereka dari bram yang berhamburan kesekelilingnya. - Ganti bagian ragum yang sudah rusak agar jepitannya tetap kuat dan menghindari lepas saat pengerjaan. Palu Bagian yang mudah patah pada palu adalah : - Gagang - Penghubung antara gagang dan kepala palu. Mudah patah

Pencegahan

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

Gambar menunjukkan posisi aman dalam alur dan bentuk daun. Gambar ini menunjukkan beberapa bentuk daun yang salah sehingga tidak pas ke dalam alur. Jenis ini akan merusak alur dan membahayakan. Kunci pas Kunci pas digunakan untuk mengencangkan dan mengendorkan mur dan baut. Kebanyakan kunci pas terbuat dari baja kualitas tinggi untuk menghindarkan kerusakan bentuk atau pegangannya.

Bentuk daun Bentuk yang Salah Membahayakan

Kunci pas

Mulut pada kunci pas harus bersesuaian dengan ukuran mur yang biasanya tertera pada cakram/mulut dari kunci pas itu. Kunci pas selamanya aman bila Pegangan lubangnya sesuai dengan ukuran mur. Lubang jarak Memakai kunci tabung (sok) Mur atau kunci pas yang lubangnya tidak sesuai dengan ukuran mur, Ukuran yang merupakan pekerjaan yang Sesuai kurang aman. Mur ini menunjukkan hasil kerja yang tidak trampil dalam penggunaan perkakas. Tidak adanya pegangan membuatnya tidak bisa dipakai lagi untuk selanjutnya.

KURANG AMAN Terbuang

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

Roda gerinda Diantara sumber bahaya yang dekat di bengkel ialah batu gerinda dan jenis peralatan gerinda lainnya. Benda kerja tertarik ke dalam celah di antara landasan dan batu gerinda. Biasanya batu gerinda berputar pada kecepatan tinggi. Roda gerinda terbuat dari biji-biji abrasive yang direkat sekaligus. Perkakas senantiasa diasah menentang arah rotasi. Batu gerinda menghasilkan bram yang sangat halus dan percikan api yang berbahaya terhadap mata. Benda kerja yang digerinda harus diletakkan pada landasan mesin gerinda. Harus tersedia jarak maksimal 1,5 mm antara landasan dan batu gerinda. Roda gerinda harus dilengkapi perisai mata yang dapat digerakkan. Bahaya utama dari batu gerinda ialah pasangannya lepas dari senter/poros. Karena terdapatnya bagian gaya yang tidak sama, batu bisa pecah.

Batu gerinda

Kecepatan tinggi

Bram halus

Landasan gerinda Perisai Keluar dari posisi senter

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KESELAMATAN DAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

Menggerinda Benda yang akan digerinda diletakkan pada landasan dan digerakkan dari samping ke samping sesuai dengan bentuk yang dikehendaki. Selama gaya yang keluar dari benda kerja makin kuat, benda kerja itu jangan dipegang dengan tangan telanjang. Untuk menggerinda benda kerja yang besar diperlukan sarung tangan. Jika menggerinda benda kerja kecil, tang atau kunci dapat dipakai untuk memegang benda kerja. Bagian samping roda gerindapun dapat dipakai untuk menggerinda. Tapi bagaimanapun harus diperhatikan agar pemakaiannya tetap sama pada kedua sisi dari batu gerinda. Sisi-sisi tersebut jangan sampai cekung. Diasah menentang arah rotasi, tetapi pada permukaan lingkarannya, jangan pada bidang sampingnya.

Landasan Gerinda

Sarung tangan Tang kunci

Sisi roda gerinda

1. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA a. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 1) Tentang Istilah Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1) Tempat kerja, ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk suatu keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber sumber bahaya sebagai mana terperinci pada pasal 2, termasuk tempat kerja semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. 2) Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagian yang berdiri. 3) Pengusaha ialah : a. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja. b. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja. c. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada a) dan b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia. 4) Direktur ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan undang-undang ini. 5) Pegawai Pengawas, ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen enaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. 6) Ahli keselamatan kerja, ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar epartemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk engawasi ditaatinya undang-undang ini.

2) Ruang Lingkup Pasal 2 1) Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. 2) Ketentuan pada ayat (1) tersebut berlaku pada tempat kerja di mana : a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan. b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi. c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya yang termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan. d. Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan. e. Dilakukan usaha perkembangan dan pengolahan emas, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas minyak atau mineral lainnya, baik dipermukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan. f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara. g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan kapal, perahu, dermaga, dek, stasiun atau gudang. h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air. i. Dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan. j. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi dan rendah. k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting. l. Dilakukan pekerjaan di dalam tangki, sumur atau lubang.

m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran. n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah. o. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon. p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis. q. Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan, listrik, gas, minyak atau air. r. Diputar film, dipertunjukan sandiwara, atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik. 3) Dengan peraturan perundang-undangan dapat ditunjukkan sebagai tempat kerja, ruangan atau lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau berada di ruangan atau lapangan itu dapat diubah perincian tersebut pada ayat (2) 3) Syarat-syarat Keselamatan Kerja Pasal 3 1) Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan. b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya. e. Memberi pertolongan pada kecelakaan f. Memberi alat perlindungan diri kepada para pekerja. g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca sinar atau radiasi, suara dan getaran. h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun phychis, peracunan, infeksi dan penularan.

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik. k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup. l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban. m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara danproses kerjanya . n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang. o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang. q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. (2) Dengan peraturan perundangan dapat diubah perincian seperti tersebut pada ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknik dan teknologi serta pendapat baru di kemudian hari. Pasal 4 1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemakaian, penggunaan pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. 2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesahan pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.

3) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut pada ayat (1) dan (2), dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan kerja tersebut. 4) Pengawasan Pasal 5 1) Direktur melakukan pengawasan umum terhadap undang-undang ini, sedang para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya. 2) Wewenangan dan kewajiban direktur, pegawai pengawasan dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan. Pasal 6 1) Barang siapa tidak dapat menerima direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada panitia Banding. 2) Tata permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas panitia Banding dan lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. 3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi. Pasal 7 Untuk pengawasan berdasarkan undang-undang ini, pengusaha harus membayar menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan. Pasal 8 1) Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala kepada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur. 3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan erundangan. 4) Pembinaan Pasal 9 1) Pengurus diwajibkan menunjuk dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja baru entang : a) Kondisi dan bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya. b) Semua pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya. c) Alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. d) Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. (2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenanga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah mengalami syarat-syarat tersebut di atas (3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang di bawah pimpinannya dalam mencegah kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan. (4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan. 6) Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pasal 10 (1) Menteri tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau dan tenaga kerja di tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka melancarkan usaha berproduksi. (2) Susunan Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lainnya ditetapkan

oleh Menteri Tenaga Kerja. 7) Kecelakaan dan Cara Melaporkan Pasal 11 (1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang dipimpinnya, kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. (2) Tata cara melaporkan dan memeriksa kecelakaan oleh pegawai termaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan. (contoh terlampir). 8) Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja Pasal 12 (1) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai dan atau ahli keselamatan kerja. (2) Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan. (3) Memenuhi dan mentaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan (4) Meminta kepada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. (5) Menyertakan keberatan kerja pada pekerja dimana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan. 9) Kewajiban bila memasuki tempat kerja. Pasal 13 Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan. 10) Kewajiban Pengurus Pasal 14. Pengurus diwajibkan : (1) Secara tertulis menempatkan di tempat kerja yang dipimpinnya semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

(2) Memasang di tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. (3) Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan 1) Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : (1) Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. (2) Kejadian berbahaya lainnya ialah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah. (3) Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber-sumber bahaya. (4) Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. (5) Pegawai pengawas adalah pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (5) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. (6) Pengurus adalah : a) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ; b) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dirmaksud dalam huruf a) dan b) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

(7) Menteri adalah Menteri yang membidangi ketenagakerjaan. 2) Tata Cara Pelaporan Kecelakaan Pasal 2 (1) Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja dipimpinnya. (2) Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a) Kecelakaan Kerja; b) Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah; c) Kejadian berbahaya lainnya. Pasal 3 Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berlaku bagi pengurus atau pengusaha yang telah dan yang belum mengikutsertakan pekerjaannya ke dalam program jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No. 3 tahun 1992. Pasal 4 (1) Pengurus atau pengusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a), b), c) dan d) kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan formulir laporan kecelakaan sesuai contoh bentuk 3 KK2 A lampiran 1. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis. Pasal 5 (1) Pengurus atau pengusaha yang telah mengikutsertakan pekerjaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a) dan b) dengan tata cara pelaporan sesuai peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/MEN/1993. (2) Pengurus atau pengusaha yang belum mengikutsertakan pekerjaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a) dan b) dengan tata cara pelaporan sesuai peraturan Menteri Tenaga Kerja No.

PER-04/MEN/1993. 3) Pemeriksaan Kecelakaan Pasal 6 (1) Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), dan pasal 5, Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja memerintahkan pegawai pengawas untuk melakukan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan. (2) Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan terhadap setiap kecelakaan yang dilaporkan oleh pengurus atau pengusaha. (3) Pemeriksaan dan pekerjaan kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pasal 7 Pegawai pengawas dalam melaksanakan pemeriksaan dan pengkajian mempergunakan formulir laporan pemeriksaan dan pengkajian sesuai lampiran II untuk kecelakaan kerja, lampiran III untuk penyakit akibat kerja, lampiran IV untuk peledakan, kebakaran dan bahaya pembuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 limbah dan lampiran V untuk bahaya lainnya. Pasal 8 (1) Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 pada tiap-tiap akhir bulan menyusun analisis laporan kecelakaan dalam daerah hukumnya dengan menggunakan formulir sebagaimana lampiran VI peraturan ini. (2) Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja harus menyampaikan analisis laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya. Pasal 9 (1) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja berdasarkan analisis laporan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 menyusun analisis kecelakaan dalam daerah hukumnya dengan menggunakan formulir sebagaimana lampiran VII peraturan ini. (2) Analisis kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat untuk tiap bulan

(3) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja harus segera menyampaikan analisis kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 10 Cara pengisian formulir sebagaimana dimaksud dalam lampiran II, III, IV, V, VI, dan VII sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1), pasal 8 ayat (1) dan pasal 9 ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. Pasal 11 Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkan analisis laporan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) menyusun analisis laporan kekerapan dan keparahan kecelakaan tingkat nasional. 4) S a n k s i Pasal 12 Pengurus atau pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 2, pasal 4 ayat (1), diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 15 ayat (2) UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 5) Pengawasan Pasal 13 Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan. 6) Ketentuan Penutup Pasal 14 Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini, maka formulir bentuk 3 KK2 dalam Peraturan Menteri No. PER-04/MEN/1993 dan Peraturan Menteri No. PER05/MEN/1993 dinyatakan tidak berlaku. c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1) Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan krja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif; 2) Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia; 3) Audit adalah pemeriksaan secara sistematik dan independen, untuk menentukan suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang direncanakan, dan dilaksanakan secara efektif dan cocok untuk mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan; 4) Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari laba atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara; 5) Direktur ialah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970; 6) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai teknik berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri; 7) Pengusaha adalah : a) Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mepergunakan tempat kerja; b) Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mepergunakan tempat kerja; c) Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada huruf a) dan b), jika kalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia. 8) Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung tempat kerja atau lapangan yang berdiri sendiri;

9) Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; 10) Laporan Audit adalah hasil audit yang dilakukan oleh Badan Audit yang berisi fakta yang ditemukan pada saat pelaksanaan audit di tempat kerja sebagai dasar untuk menerbitkan sertifikat pencapaian kinerja Sistem Manajemen K3; 11) Sertifikat adalah bukti pengakuan tingkat pemenuhan penerapan peraturan perundangan Sistem Manajemen K3; 12) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan. 2) Tujuan dan Sasaran Sistem Manajemen K3 Pasal 2 Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsusr manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. 3) Penerapan Sistem Manajemen K3 Pasal 3

1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan Sistem Manajemen K3. 2) Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan. Pasal 4

1) Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, Perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a) Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3. b) Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan keselamatan dan kesehatan kerja; c) Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja; d) Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan; e) Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. 2) Pedoman penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan Menteri ini. 3) Audit Sistem Manajemen K3 Pasal 5 1) Untuk pembuktian penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud pasal 4, perusahaan dapat melakukan audit melalui badan audit yang ditunjuk oleh Menteri. 2) Audit Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi unsur-unsur sebagai berikut : a) Pembangunan dan pemeliharaan komitmen ; b) Strategi pendokumentasian ; c) Peninjauan ulang desain dan kontrak ; d) Pengendalian dokumen ; e) Pembelian ; f) Keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3 ;

g) Standar Pemantauan ; h) Pelaporan dan perbaikan kekurangan ; i) Pengelolaan material dan pemindahannya ; j) Pengumpulan dan penggunaan data ; k) Pemeriksaan sistem manajemen ; l) Pengembangan keterampilan dan kemampuan; 3) Perubahan atau penambahan sesuai perkembangan unsur-unsur sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur oleh Menteri. 4) Pedoman teknis audit Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sebagaimana tercantum dalam lampiran II Peraturan Menteri ini. 5) Kewenangan Direktur Pasal 6 Direktur berwenang menetapkan perusahaan yang dinilai wajib untuk diaudit berdasarkan pertimbangan tingkat risiko bahaya. 6) Mekanisme Pelaksanaan Audit Pasal 7 1) Audit Sistem Manajemen K3 dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun. 2) Untuk pelaksanaan audit, Badan Audit harus : a) Membuat rencana tahunan audit b) Menyampaikan rencana tahunan audit kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, pengurus tempat kerja yang akan diaudit dan Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat ; c) Mengadakan koordinasi dengan Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat ;

3) Pengurus tempat kerja yang akan diaudit wajib menyediakan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan audit Sistem Manajemen K3. Pasal 8 1) Badan Audit wajib menyampaikan laporan audit lengkap kepada Direktur dengan tembusan yang disampaikan kepada pengurus tempat kerja yang diaudit. 2) Laporan audit lengkap sebagaimana dimaksud ayat (1) menggunakan formulir ebagaimana tercantum dalam lampiran III Peraturan Menteri ini. 3) Setelah menerima laporan Audit Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud ayat (2), Direktur melakukan evaluasi dan penilaian. 4) Berdasarkan hasil evaluasi dan penilaian tersebut pada ayat (3), Direktur melakukan hal-hal sebagai berikut : a) Memberikan sertifikat dan bendera penghargaan sesuai dengan tingkat pencapaiannya atau; b) Menginstruksikan kepada Pegawai Pengawas untuk mengambil tindakan apabila berdasarkan hasil audit ditemukan adanya pelanggaran atas peraturan perundangan. 7) Sertifikat K3 Pasal 9 1) Sertifikat sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (4) huruf a), ditanda tangani oleh Menteri dan berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. 2) Jenis sertifikat dan bendera penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagaimana tercantum dalam lampiran IV Peraturan Menteri ini. 8) Pembinaan dan Pengawasan Pasal 10 Pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan Sistem Manajemen K3 dilakukan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

9) Pembiayaan Pasal 11 Biaya pelaksanaan audit Sistem Manajemen K3 dibebankan kepada perusahaan yang diaudit.

C. Gambar Simbol Keselamatan Kerja

Gambar simbol keselamatan adalah tanda yang ditampilkan pada tempat kerja untuk : Tanda Larangan / Pencegahan kecelakaan ; Gambar lingkaran dengan diagonal merah diatas warna dasar putih. Contoh; dilarang merokok. Tanda Peringatan bahaya keselamatan dan kesehatan kerja; Berbentuk segi tiga dengan warna hitam diatas warna dasar putih. Contoh; mudah terbakar atau awas api Tanda Pemberitahuan /Tempat perlengkapan keadaan darurat tersimpan; Berbentuk segi empat , Contoh; tempat PPPK Tanda Perintah/Pemberitahuan kepada pekerja dimana perlengkapan keselamatan khusus harus dipakai; Gambar putih diatas warna dasar biru. Contoh; gunakan kaca mata Tanda-tanda ini mempunyai gambar diatasnya sehingga dapat diketahui apa maksudnya walaupun pekerja tidak bisa bahasa Inggris dengan baik. Ini penting bahwa setiap pekerja mengetahui tanda keselamatan tanpa ragu-ragu. Manfaatkan gambar simbol keselamatan untuk tempat kerja dari Departemen Tenaga Kerja untuk mempelajari semua standar tanda keselamatan yang dpergunakan ditempat kerja, seperti berikut ini :

4. POLUSI PADA INDUSTRI Pada umumnya ada tiga bentuk polusi yang mempengaruhi pekerja pada tempat kerja di industri, yaitu : Polusi dari serat (fiber) dan debu, polusi dari bahan kimia, dan polusi kebisingan. Pada bagian berikut dijelaskan masing-masing polusi dan pencegahannya. a. Polusi Dari Serat dan Debu 1) Penyebab polusi Debu dapat ditimbulkan dari proses kerja seperti debu dari serat bahan gelas atau debu dapat masuk ketempat kerja karena di kirim yaitu melalui kantong tepung kimia. Debu partikel padat terbawa oleh udara. Aerosol dapat berupa cairan, gas atau partikel padat yang sangat halus disebarkan oleh udara. Aerosol mungkin datang dari semprotan cairan (cat aerosol), kandungan yang terbakar (peranan bahan bakar) atau asap, dimana tersebarnya partikel jelaga di udara. 2) Mengapa serat dan debu berbahaya : Debu dan serat dapat terhisap kedalam paru-paru. Beberapa debu mineral dapat menggores paru-paru dan menyebabkan penyakit Alergi dan kesulitan bernafas dapat terjadi Kanker dapat berkembang 3) Bagaimana bahaya dapat dicegah dan dikontrol : Alat pembuangan gas (exhaust) dan ventilasi pembuangan dapat membuang debu dan serat partikel. Serat mineral yang berbahaya seharusnya dapat diganti dengan yang aman. Penggunaan alat tangan dapat mengurangi debu dibandingkan alat listrik.

Alat listrik harus punya ventilasi pembuangan setempat yang pas. Pekerja dapat melakukan pekerjaan yang bervariasi untuk mengurangi kontak secara terus menerus dengan debu dan serat. Area kerja seharusnya terjaga kebersihannya untuk menghindari debu dan serat yang terbentuk. Pembuangan serat seharusnya ditempatkan dalam kontainer yang bersegel. Pemantauan udara untuk melihat tingkatan serat seharusnya dilakukan; jika tingkatan serat diatas standar yang ditetapkan, tindakan harus segera diambil. Masker seharusnya dipakai oleh pekerja yang kontak langsung dengan bahaya serat dan debu hingga tempat kerja dapat dibuat lebih aman. Alat pernafasan diperlukan untuk penggunaan temporer atau dalam keadaan darurat.

b. Polusi dari Bahan Kimia Bahan kimia yang keras, bau yang tajam atau mempunyai warna tersendiri dan pemberian label yang jelas dapat menjadi peringatan kepada pekerja tentang apa zatnya. Tetapi hal tersebut tidak selalu mudah untuk mendeteksi polusi kimia lebih dini. 1) Beberapa cara polusi kimia menyerang secara perlahan pada pekerja : Gas yang tidak berwarna atau tidak berbau dapat terbentuk pada ruang terbatas dan bias menyebabkan mati lemas. Uap dengan bau yang enak dapat membuat mabuk, sehingga berefek mematikan dalam beberapa menit. Serbuk kimia yang ditangani bertahun-tahun dapat berefek jelek dikemudian hari, seperti kanker atau sakit liver kronis. Maka dari itu jangan sembarangan jika menggunakan bahan kimia dalam proses kerja atau menanganinya. Jangan mengira tidak membahayakan; sebab bahan kimia tidak berbau, atau karena telah bekerja bertahun-tahun menggunakan bahan kimia dan belum pernah mencelakakan.

Pekerja seharusnya mengetahui aturan yang berhubungan dengan risiko bahan kimia yang digunakan, dengan mengikuti semua petunjuk yang dibolehkan untuk penggunaan bahan kimia. Peranan lembaran data keamanan bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS) cukup penting. Adanya ahli K3 ditempat kerja yang dapat membantu untuk membaca dan memahami informasi ada MSDS, sangat bermanfaat melindungi diri pekerja. 3) Langkah pencegahan dan pengontrolan polusi kimia : Bila mungkin, hentikan penggunaan bahan kimia berbahaya ditempat kerja. Ganti bahan kimia dengan yang aman kandungan zatnya. Menutupi proses kerja atau penyimpanan kontainer untuk kandungan bahan kimia (yaitu menutupi wadah, penanganan dari jauh/ pakai remote). Sistim ventilasi industri dirancang dengan baik, agar dapat menghilangkan asap dan uap. Udara ditempat kerja harus dimonitor dan semua udara kotor dinetralkan. Pakaian dan perlengkapan pelindung seperti masker muka, alat pernafasan dan pelindung kepala (helm) dipakai hingga tempat kerja aman. Semua pelindung roda gigi harus sesuai standar yang aman. Secara berkala kesehatan pekerja dimonitor.

3) Tumpahan, Bocoran dan sisa pembuangan Tumpahan dan bocoran kandungan bahan kimia yang berbahaya harus selalu diperlakukan dengan cara yang tepat, sesuai penjelasan pada MSDS. Beberapa alasan mengapa bocoran dan tumpahan bahan kimia harus diperlakukan dengan tepat : Jika kandungan bahan kimia tumpah atau bocor, mengalir kedalam drainase, hal itu akan mengotori saluran air masyarakat. Gas toxic secara ceroboh tertumpah keudara, dapat berefek pada kesehatan banyak orang di masyarakat.

Gas toxic dihasilkan dari bahan kimia yang terbakar, dapat menyebabkan kerusakan kulit dan gangguan pernafasan. Untuk waktu lama dapat terjadi gangguan kesehatan.

Ledakan cairan yang mudah terbakar pada pabrik yang terbakar dapat dengan serius membahayakan pemadam kebakaran dan wilayah hunian terdekat. Pembuangan bahan kimia bekas harus dikontrol secara tepat. Pada MSDS diberikan petunjuk cara pembuangan yang harus diikuti sesuai peraturan. Harus dipahami bahwa bekerja dengan bahan kimia meliputi tanggung jawab

untuk melindungi semua masyarakat dari timbulnya bahaya. Potensi risiko untuk masyarakat biasanya dari sumber alami yang penting, seperti udara dan air. Polusi harus dipertanggungjawabkan pada semua tempat kerja untuk memastikan bahwa standar keselamatan sesuai peraturan untuk melindungi pekerja dan masyarakat luas. c. Kebisingan 1) Sumber kebisingan Setiap orang punya perbedaan pendapat tentang kapan kebisingan dianggap terlalu keras dan apa jenis kebisingan yang dapat diterima. Suara kendaraan bermotor konstan diterima orang disekitar kota, secara berangsur-angsur menjadi biasa dengan tingkat kebisingan tersebut, sedangkan bagi orang-orang dari sekitar pinggiran merupakan suatu yang menyakitkan. Memainkan musik keras dirumah, di jalan dan ditoko menyebabkan keluhan sejumlah besar orang, karena merasa terganggu. Undang-undang telah mengatur kontrol dan standar kebisingan yang diizinkan untuk mengatur orang-orang yang menimbulkan ketidak amanan dan anti-sosial tingkat kebisingan. Industri di banyak tempat telah menjadi begitu bising sehingga hampir semua pekerja industri mengalami tingkat kebisingan yang berbahaya dari suara mesin pon, kompresor, dan kebisingan industri lainnya. 2) Tingkat kebisingan Desibel (dB) adalah ukuran intensitas suara, sebagai perbandingan tingkat kebisingan adalah :

Pesawat terbang take off 180 dB Melewati / ambang batas pendengaran 130 dB Truk besar 120 dB Disco 110 dB Kebisingan pabrik 100 dB Kebisingan jalan raya 80 dB Kebisingan kantor 60 dB Gemerisik daun 20 dB Sunyi sepi (batas tidak dapat didengar) 0 dB 3) Mengatasi kebisingan. Pada bagian berikut ini dijelaskan empat cara dasar untuk mengatasi kebisingan : Perencanaan tata ruang yang baik Penggunaaan bahan bangunan dan akustik yang tepat Pembuatan penyekat atau bagian pembendung Penggunaan getaran suara 5. KESELAMATAN PRIBADI Semua pekerja perlu menyadari keselamatan pribadi mereka ditempat kerja. Keselamatan pribadi ditempat kerja dapat terjamin dengan dihindarinya faktor bahaya sebelum menyebabkan cedera. Bila bahaya tidak dapat dihindari langkah yang harus diambil adalah mengurangi risiko cedera. Perlengkapan dan pakaian pelindung harus selalu dipakai untuk keselamatan ditempat kerja, atau khususnya saat perawatan dan situasi darurat. a. Tindakan Keamanan Kerja Banyak aktivitas berikut yang menjadi pertimbangan untuk bekerja dengan aman Memodifikasi peralatan atau mesin tanpa kewenangan; Melakukan pekerjaan yang tidak dilatih untuk dilakukan; Melakukan pekerjaan yang keterampilannya atau kewenangan tidak dipunyai; Tidak memperhatikan aturan keselamatan sebab menurut pribadi hal itu menjadi penghambat dalam melakukan pekerjaan. Melakukan pekerjaan selalu dengan cara sendiri, walaupun metoda bekerja dengan aman telah dikembangkan.

Mengambil jalan pintas dalam melaksanakan, walaupun jalan pintas tersebut melanggar petunjuk prosedur bekerja yang aman. Tidak menggunakan alat pengaman walaupun diperlukan waktu mengerjakan pekerjaan.

Jadi jelaslah bahwa semua aktivitas tersebut tidak aman dan sangat potensial menimbulkan bahaya. Ini adalah daftar untuk bekerja dengan aman. Hal berikut ini seharusnya dipelajari dengan seksama dan dipraktikan secara rutin. Pikirkan tentang apa yang dapat terjadi sebelum melakukannya. Jangan melakukan sesuatu yang dapat melukai diri sendiri atau orang lain. Ikuti aturan dan petunjuk keselamatan dan kesehatan kerja. Ketahui tanda peringatan dan pahami maksudnya dan lakukan seperti yang disarankan. Laporkan praktik kerja dan situasi yang diperkirakan tidak aman. Laporkan kesalahan atau peralatan dan perlengkapan yang tidak aman. Selalu mengunakan peralatan dan perlengkapan dengan benar untuk melakukan pekerjaan. Laporkan semua kecelakaan dan cedera sekecil apapun jika kemungkinan terjadi. Jangan melakukan sesuatu yang belum dilatih, tidak punya keterampilan atau kewenangan melakukannya. Kerja sama dan partisipasi dalam program ini membuat tempat kerja aman. Berikan gagasan tentang bagaimana mesin, perlengkapan dan praktik kerja dapat dibuat aman. b. Perlengkapan dan Pakaian Pelindung Pekerja serta Program di Tempat Kerja 1) Perlengkapan dan Pakaian Pelindung Pekerja Perlengkapan dan pakaian pelindung digunakan untuk melindungi pekerja dari kontak langsung dengan bahan kimia atau perantaranya yang dapat membahayakan kesehatan.

Pelindung telinga : Pelindung telinga atau sumbat melindungi pendengaran dari bahaya tingkat kebisingan. Bentuk pelindung pendengaran, sesuai untuk tempat kerja dan pekerjaan, dan seharusnya dipilih berdasarkan ukuran tingkat kebisingan pada lokasi kerja.

Pelindung mata : Kaca mata, kaca pengaman, perisai muka dan helm dapat melindungi sensitif area mata dari kerusakan. Kaca plastik yang tahan tumbukan dan perisai muka akan melindungi dari pecahan yang beterbangan serta perisai tahan zat kimia diperlukan ketika menangani bahan kimia. Masker las dipakai dengan benar untuk pengelasan. Masker las dan perisai seharusnya tidak berkabut.

Pelindung kulit : Sarung tangan pengaman dan krim pelapis melindungi kulit dari kerusakan dan menahan peresapan bahan kimia kedalam tubuh. Pakaian kerja dari kulit atau metalik cocok melindungi seluruh tubuh dan jas kerja digunakan untuk melindungi badan. Pakaian harus di pas dengan baik.

Pelindung pernafasan : Penutup muka, saringan udara dan alat pernafasan engan pembersih udara digunakan untuk melindungi paru-paru dan sistim pernafasan. Alat pernafasan harus dipaskan secara perorangan dan dipilih sesuai kondisi tempat kerja. Penyaring yang benar diperlukan pada alat pernafasan, tergantung apakah pekerja

kontak dengan bahan kimia, debu, serat atau jenis kotoran lainnya. Alat pernafasan seharusnya diperiksa setiap waktu sebelum digunakan. Alat pernafasan seharusnya diperiksa secara tetap untuk kebersihan umumnya dan khususnya kerusakan katup, lembaran penutup, seal, peluru, tali pengikat dan penjepit. Alat ini harus dibersihkan sesudah digunakan untuk menghindari penularan dan disimpan pada kantong plastik tertutup. Pelindung kaki : Sepatu boot (safety boots) melindungi kaki Pelindung kepala : Jaring rambut dan penutup, menjaga rambut pada tempat kerja sehingga tidak membahayakan. Tempat lemari uap (fume cabinets), pancuran air untuk keselamatan (safety showers) dan pencuci mata darurat (emergency eye wash) juga disediakan sebagai penjagaan pertama dalam kasus kegagalan pelindung. Pakaian pelindung,

perlengkapan (seperti alat pernafasan dan lemari uap) dan fasilitas dasar pertolongan pertama seharusnya tersedia ditempat kerja. Alat Pelindung Diri (APD) yaitu : Pelindung Kepala Pelindung mata dan wajah Pelindung tangan Pelindung badan Pelindung telinga Alat Bantu pernapasan Sabuk Pengaman Pelindung kaki

No. 1.

Gambar Helm

Nama

2.

Respirator

3.

Kaamata

4.

Sapu Tangan

5.

Pelampung

6.

Ear Plug

7.

Face Shield

8.

Safety Harness

9.

Jaket Pelampung

10.

Arpon

11.

Pakaian Kerja

12.

Safety Shoes

You might also like