You are on page 1of 11

MAKALAH

Akal dan Wahyu dalam Islam


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tauhid Dosen Pengampu :

Disusun Oleh :

1. Nur Azizah Latifah 2. Nofita El Syarifah 3. Prasdika Fahdiatmoko B.S 4. Mukhlas Imam Muhajir 5. Nashirotul Millah

(11650018) (11650019) (11650020) (11650021) (11650024)

TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKHNOLOGI UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2013
1

BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah akal. Manusia diberi kemampuan oleh Allah untuk berpikir. Akal yang dimiliki manusia digunakan untuk memilih, mempertimbangkan, dan menentukan jalan pikirannya sendiri. Dengan menggunakan akal, manusia mampu memahami Al-Quraan yang diturunkan sebagai wahyu oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Dengan akal pula, manusia mampu menelaah sejarah islam dari masa ke masa dari masa lampau. Akal juga digunakan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tak dapat dipungkiri, bahwa akal mempunyai kedudukan dalam wilayah agama, yang penting dalam hal ini, menentukan dan menjelaskan batasan-batasan akal, sebab kita meyakini bahwa hampir semua kaum muslim berupaya dan berusaha mengambil manfaat akal dalam pengajaran agama dan penjelasan keyakinan agama secara argumentatif. Akal dan wahyu digunakan oleh manusia untuk membahas ilmu pengetahuan. Akal digunakan manusia untuk bernalar. Sedangkan wahyu digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam berpikir. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan salah satu hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Manusia membutuhkan ilmu pengetahuan karena pada dasarnya manusia mempunyai suatu anugerah terbesar yang diberikan Allah SWT yaitu akal.

BAB II PEMBAHASAN
1. AKAL a. Pengertian Akal Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-Aql (), yang dalam bentuk kata benda. Al-Quran hanya membawa bentuk kata kerjanya aqaluuh ( )dalam 1 ayat, taqiluun ( 24 ( ayat, naqil (1 ( ayat, yaqiluha (1 ( ayat dan yaqiluun (22 ( ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas. Kamus bahasa Arab Lisan Al-Arab menjelaskan bahwa al-aq lberarti al-hijr menahan dan al-aqil ialah orang yang menahan diri dan mengekang hawa nafsu. Seterusnya diterangkan pula bahwaal-aql mengandung arti kebijaksanaan, al-nuha, lawan dari lemah pikiran, al-humq. Selanjutnya disebut bahwa al-aql juga mengandung arti kalbu, al-qalb.

b. Fungsi Akal Adapun beberapa fungsi akal adalah sebagai berikut: Tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan. Alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar. Alat penemu solusi ketika permasalahan datang.

Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan tersebut. Dan Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa. c. Kekuatan Akal Mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Mengetahui adanya kehidupan di akhirat. Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan. Mengetahui kewajiban berbuat baik dan kewajiban pula menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat. Membuat hukum-hukum yang membantu dalam melaksanakan kewajiban tersebut.

2. WAHYU a. Pengertian Wahyu Wahyu sendiri berasal dari kata Arab al-wahy, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan kata pinjaman dari bahasa asing. Kata itu berarti suara, api dan kecepatan. Di samping itu ia juga mengandung arti pemberian isyarat, pembicaraan dengan rahasia, menggerakkan hati, penulisan segerakanSecara istilah, wahyu ialah : pemberitahuan Allah

kepada Nabi-Nya yang berisi penjelasan dan petunjuk kepada jalan-Nya yang harus lurus dan benar.

b. Kekuatan wahyu Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah. Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Quran dan AsSunnah. Membuat suatu keyakinan pada diri manusia. Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib. Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.

c. Pokok-pokok kandungan Wahyu Wahyu-wahyu Allah yang pernah diturunkan kepada para Nabi, dan khususnya Nabi Muhammad s.a.w pada agris besarnya berisi : 1. Akidah : prinsip-prinsip keimanan yang perlu diyakini oleh setiap mukmin; 2. Hukum-hukum : peraturan-peraturan lahir (syariat) yang menyangkut hubungan manusia dengan Allah maupun hubungan manusia dengan sesama manusia; 3. Akhlaq : tunutnan budi pekerti luhur (moral atau etika); 4. Ilmu pengetahuan : pengantar sains yang memberikan motivasi untuk mengkaji ilmu-ilmu pengetahuan yang diperlukan; 5. Tarikh : sejarah umat purbakala sebgaai cermin perbandingan;

6. Informasi : tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

d. Fungsi wahyu Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada Tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat. Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.

e. Cara Wahyu Turun Bagi orang yang mengakui adanya wewenang Tuhan yang absolut, tidak akan sukar menyerap dengan akalnya tentang keterangan cara turunnya wahyu sepanjang dalil-dalil nakli. Tuhan dengan wewenangnya yang absolut dapat menentukan cara penyampaian wahyu yang dikehendaki oleh-Nya kepada nabi-Nya, sesuai dengan kemuliaan dan kesucian-Nya. Wahyu turun kepada nabi-nabi melalui tiga cara, yaitu dimasukkan langsung kedalam hati dalam bentuk ilham, dari belakang tabir, dan melalui malaikat. Hal ini diungkapkan dalam firman Allah QS. Asyura, 42: 51


Tidak terjadi bahwa Allah berbicara kepada manusia kecuali dengan wahyu, atau dari belakang tabir, atau dengan mengirimkan seorang utusan, untuk mewahyukan apa yang Ia kehendaki dengan seizinNya. Sungguh Ia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. Seperti yang terjadi pada Nabi Ibrahim mendapat perintah untuk menyembelih putranya(Ismail) yang dijelaskan dalam Al Quran surah Ash_Shaffat ayat 102.Kemudian Nabi Musa pernah mendengar firman Allah dari balik tabir, ketika menerima pengangkatannya sebagai nabi dan Tasul (Q.S Thaha : 11-12). Adapun cara yang paling populer ialah penyampaian wahyu Allah dengan perantara Malaikat Jibril a.s yang dalam Al Quran dosebut Ruhul Amin, dengan menjelma sebagai seorang lelaki.

3. HUBUNGAN AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM Akal adalah potensi berharga yang diberikan Allah SWT hanya kepada manusia, anugerah tersebut diberikan Allah SWT untuk membekali manusia yang mengemban misi penting menjadi khalifah fil ardi, dengan kata lain manusia sebagai duta kecil Allah SWT. Dengan adanya akal manusia mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik, dan dapat menemukan kebenaran yang hakiki sebagaimana pendapat Mutazilah yang mengatakan segala pengetahuan dapat diperoleh dengan akal, dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran

yang mendalam sehingga manusia sebetulnya ada wahyu atau tidak tetap wajib bersyukur kepada Allah SWT, dan manusia wajib mengetahui baik dan buruk; indah dan jelek; bahkan manusia wajib mengetahui Tuhan dengan akalnya walaupun wahyu belum turun. Sebaliknya aliran Asy-ariyah berpendapat bahwa akal tidak akan mampu mengetahui itu semua, karena semua kewajiban hanya dapat diketahui oleh wahyu bukan oleh akal, betul akal dapat mengetahui Tuhan tetapi wahyulah yang mewajibkan mengetahui Tuhan itu. Wahyu berfungsi menyempurnakan dan membimbing penemuan akal, agar tidak terjerumus pada kesesatan. Seperti apabila kita mengamati dari mana asalnya durian? Akal akan mencari sumber asal durian tersebut, ternyata ditemukanlah durian berasal dari pedagang, pedagang dari mana dari petani, petani dari mana dari kebun, maka terlihatlah kebun durian tersebut ternyata durian tumbuh dari pohon durian. Siapa yang menumbuhkan pohon tersebut ternyata apabila dipikirkan bukan petani yang membuat tumbuh pohon durian karena petani hanya mampu berharap bahwa benih pohon yang ditanam tumbuh dengan subur, dia tidak mampu untuk menentkan apakah pohon durian tumbuh subur dan berbuah durian bukan buah tomat, berarti dari simulasi tersebut akal mampu menemukan durian bersal dari pohon yang ditanam petani, selanjutnya akal berpikir lagi siapa yang membuat pohon durian tersebut tumbuh? Akal akan menjawab pasti ada satu Dzat yang Maha segalanya yang mengatur ini semua, pertanyaannya siapa Dia? Akal akan menjawab itulah Tuhan, siapa Tuahan itu? Disini titik kebuntuan akal, karena tidak mampu mengetahui Tuhannya siapa! Maka semenjak zaman nenek moyang akal mencari Tuhan maka ditemukanlah oleh akal bahwa Tuhan itu roh-roh suci maka ada aliran animisme, ada juga yang menemukan Tuhan itu dalam benda-benda tertentu maka timbullah dinamisme dan lain sebagainya. Tetapi apabila akal dibimbing wahyu akan menemukan Tuhan yang sebenarnya yaitu Allah SWT dengan firmannya QS al-Baqarah:22: Dialah Yang

menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. Dilihat dari kenyataan di atas akal akan buntu dalam pemikirannya apabila tidak dibimbing oleh wahyu. Dengan demikian akal sebagai alat pencari kebenaran tetapi harus ada legitimasi dari wahyu agar kebenaran tidak menjadi abstrak dan relativistis sesuai dengan individualis. Sekarang pertanyaannya bisakah manusia bahagia kekal abadi apabila tidak memasuki pondasi iman dan islam (wahyu) tetapi mengandalkan akal semata? Sebenarnya jawabannya sudah tergambar dari pernyataan di atas, tetapi lebih jelasnya begini! Bahagia itu sifatnya relatif karena termasuk ranah filosofis yang sulit dibuktikan dengan empirik siapa yang bahagia dan siapa yang tidak. Bukan berarti bahagia itu hanya miliki orang kaya, pejabat, cantik, tampan dan sebagainya. Tetapi kebahagian itu milik bersama walaupun dia miskin, bukan pejabat dan lain sebagainya, intinya bahagia itu sulit dibuktikan dengan ilmiah. Kebahagiaan terbagi dua yaitu kebahagian di dunia fana dan bahagia di akhirat baqa (kekal), akal akan menemukan kebahagiaan di dunia ini tetapi jika menginginkan kebahagiaan yang abadi yaitu di akhirat gerbang utama yang harus dimasuki adalah wahyu yang menunjukkan iman dan islam seperti firman Allah SWT QS al-Baqarah:62:


Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orangorang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Dalam ayat tersebut siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, hari akhir (akhirat) dan beramal shalih. Ini Mengindikasikan bahwa jaminan tidak ada kesusahan dan kesedihan (bahagia) bagi semua orang islam, yahudi, nasrani dan agama lain yang beriman kepada Allah SWT, hari kiyamat, dan beramal shalih. Saya yakin konsekuensinya apabila beriman kepad Allah SWT tidak akan musyrik dan tidak pula membuat kebohongan dalam ayat-ayat yang di turunkan oleh Allah SWT dengan merubah-rubah sesuai dengan hawa nafsunya. Para Ulama sepakat kebahagiaan akhirat hanya bisa dicapai apabila seseorang memasuki gerbang wahyu (iman dan islam) bagi yang telah mendapatkan dakwah, tetapi apabila tidak tersentuh dengan dakwah, artinya dia tidak mengetahui karena belum sampai dakwah pembawa wahyu kepadanya maka mereka termasuk orang yang bodo madzur (dihampura ku syara).

10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Bahwasannya manusia diberi akal oleh Allah SWT adalah untuk berfikir dan berkarya dengan tujuan melalui akal tersebut manusia dapat lebih mendekatkan diri kepada penciptanya. Akal diberikan sebagai anugrah agar manusia dapat menentukan yang mana yang baik dan yang mana yang buruk dan juga untuk menempatkan derajat manusia dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Sedangkan wahyu diberikan kepada manusia supaya manusia dapat menentukan jalan yang benar dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.

11

You might also like