You are on page 1of 21

KASUS 2 Ny.

V (38 tahun) post operasi laparatomi sudah 3 minggu tak menutup dan banyak keluar pus, dirawat di ICU karena suhu badan normal, kesadaran menurun, TD 100/60 mmHg, N: 130x/menit & lemah, P: 25x/menit menggunakan ventilator. Riwayat sebelumnya kira-kira seminggu setelah operasi badan panas tinggi dan terasa sakit pada daerah operasi hasil kultur ditemukan kuman staphylococcus aureus yang cukup ganas (90% resisten). Pasien diduga sepsis. Tugas : 1. Identifkasi pasien mengalami gangguan pada apa (gambarkan patofisiologinya) 2. Jelaskan alasan pasien masuk ICU 3. Sebutkan gejala-gejala klinis dan diagnostik terkait dengan jawaban pertanyaan 1 4. Sebutkan persiapan-persipan yang harus dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan diagnostik 5. Sebutkan obat-obatan dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh medis dan persiapan pasiennya 6. Buat rencana asuhan keperawatan di ICU dengan jelas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. BEDAH LAPARATOMI Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen (Spencer). Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (1997), bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi / splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatorni adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektoini total, histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salpingo-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih. Ada 4 (empat) cara, yaitu : 1) Midline incision, panjang 12,5 cm. 2) Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm). 3) Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy. 4) Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy. Indikasi : 1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur Hepar. 2) Peritonitis 3) Perdarahan saluran pencernaan.(Internal Blooding) 4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar.

5) Masa pada abdomen (Sjamsuhidajat R, Jong WD, 1997) Komplikasi : 1) Ventilasi paru tidak adekuat 2) Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung. 3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 4) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan Post Laparotomi a) Tujuan perawatan post laparatomi 1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan. 2. Mempercepat penyembuhan. 3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi. 4. Mempertahankan konsep diri pasien. 5. Mempersiapkan pasien pulang. b) Komplikasi post laparatomi 1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif. 2. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan luka infeksi. Infeksi luka sering muncul pada 36 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik. 3. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.

Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah. c) Proses penyembuhan luka o Fase pertama Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka. o Fase kedua Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan. o Fase ketiga Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali. o Fase keempat Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut. d) Komplikasi dari luka o Hematoma (Hemorrhage) Hematoma adalah pengumpulan darah lokal dibawah jaringan. Hematoma terlihat seperti bengkak atau massa yang sering berwarna kebiruan. Hematoma yang terjadi didekat arteri atau vena yang besar berbahaya karena tekanan akibat hematoma dapat menghambat aliran darah. Perdarahan eksternal lebih terlihat jelas. Perawat harus mengobservasi semua luka secara ketat, terutama luka operasi yang beresiko tinggi mengalami perdarahan selama 24 sampai 48 jam pertama setelah operasi. o Infeksi (Wounds Sepsis) Infeksi luka merupakan infeksi nosokomial (infeksi yang berhubungan dengan rumah sakit). Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 48 jam, denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri. Tepi luka juga terlihat mengalami inflamasi. Jika terdapat drainase, maka drainase berbau dan purulen, sehingga menimbulkan warna kuning, hijau, atau coklat bergantung

pada jenis organisme penyebabnya. Resiko infeksi lebih besar terjadi jika luka mengandung jaringan mati atau nekrotik, terdapat benda asing pada atau didekat luka, suplai darah serta pertahanan jaringan disekitar luka menurun. Infeksi luka oleh bakteri akan menghambat penyembuhan luka. Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain : a. Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan b. Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih). c. Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke system limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik. e) Komplikasi pasca operasi 1) Syok Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme. Tanda-tandanya : Pucat, kulit dingin dan terasa basah, pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan nadi, tekanan darah rendah dan urine pekat. 2) Hemorrhagi Jenis : Hemorrhagi primer : terjadi pada waktu pembedahan Hemorraghi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat Hemorraghi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage. Tanda-tanda : Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

3) Trombosis Vena Profunda (TVP) : Merupakan trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial. Manifestasi klinis : Nyeri atau kram pada betis, demam, menggigil dan perspirasi, edema, vena menonjol dan teraba lebih mudah. 4) Embolisme Pummonal : Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini pasca operatif. 5) Retensi urine : Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina. 6) Delirium : Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol. 2. SEPSIS Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme (Guntur, 2008). Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks. Over produksi sitokin inflamasi akan menyebabkan aktivasi respon sistemik terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus, dan organ lainnya sehingga terjadi apoptosis maupun nekrosis jaringan, Multi Organ Failure (MOF), syok septik, serta kematian (Elenaet al., 2006). Morbiditas dan mortalitas sepsis di Indonesia masih sangat tinggi. Sepsis masih menjadi penyebab utama kematian di sejumlah Intensive Unit Care (ICU). Selama Januari 2006 - Desember 2007 di bagian PICU/NICU Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta, terdapat angka kejadian sepsis 33,5% dengan tingkat mortalitas sebesar 50,2% (Pudjiastuti, 2008). Keadaan ini diperparah dengan meningkatnya kuman yang multiresisten terhadap antibiotik seperti methicillinresistant staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin-resistant enterococci (VRE), penicillin-resistant pneumococci, extended-spectrum betalactamase (ESBL) producing Klebsiella pneumonia, carbopenem-resistant Acinetobacter baumanni, dan multiresistant Mycobacterium tuberculosis (Guzman-Blanco et al., 2000; Stevenson et al., 2005) sehingga berbagai penyakit akan lebih sulit diobati. Hal tersebut menyebabkan waktu rawat di rumah sakit lebih lama, terapi yang lebih rumit, biaya pengobatan lebih mahal, dan angka kematian yang meningkat (Hadi, 2009).

BAB II PEMBAHASAN 1. PATOFISIOLOGIS Bukan suatu hal yang tak lazim bahwa temuan klinis pertama adalah kegagalan organ. Tidak ada sistem organ satupun yang kebal terhadap dampak sepsis. Sistem sirkulasi akan terganggu, keseimbangan antara hantaran oksigen ke jaringan akan menurun akibat pelepasan berbagai mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas. NO dan prostasiklin diproduksi oleh sel-sel endothelial. NO diperkirakan sebagai pemain utama vasodilatasi yang dapat menyebabkan syok sepsis. Selain itu mekanisme kompensasi tubuh seperti respon vasopressin menurun kadarnya pada keadaan sepsis. Oleh karena itu beberapa studi mencoba memperbaiki keadaan vaskuler ini dengan pemberian vasopressin dari luar hasilnya ternyata terjadi perbaikan. Aktivasi panendotelial juga menyebabkan edema jaringan yang kaya akan protein. Efek samping lain dari disfungsi endotel adalah gangguan antikoagulan sehingga meningkatkan ekspresi molekul-molekul adesi pada permukaan endotel. Hipotensi adalah ekspresi yang terberat dari kegagalan sirkulasi pada sepsis. Hal ini diakibatatkan karena cairan intravaskular keluar dari pembuluh sehingga tonus arterial menurun sehinga meningkatakn tekanan kapiler dan meningkatnya permeabilitas kapiler, kejadian yang lain antara lain adalah dilatasi vena. Ketika hipotensi ini terjadi maka perfusi ke jaringan akan semakin menurun sehingga kerusakan akan semakin berat. Di paru-paru terjadi kerusakan endotel pada pembuluh darah paru yang mengacu pada gangguan aliran kapiler dan peningkan permeabilitas sehingga terjadi edema aveolar dan interstitial, edema paru adalah konsekuensi klinisnya. Akan terjadi ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan hipoksia arteri. Acute respiratory distress syndrome adalah manifestasi klinis apa yang terjadi di paru-paru. Sistem gastrointestinal adalah target sistem organ yang penting karena gangguan dan kerusakan pada sistem ini dapat mengakibatkan umpan balik positif terhadap kerusakan yang lebih berat selanjutnya. Biasanya pasien dengan sepsi diintubasi dan tidak mampu makan, bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di saluran cerna bagian atas kemudian teraspirasi ke paru-paru menyebabkan penumonia nosokomial. Selanjutnya gangguan sirkulasi yang lanjut menyebabkan penurunan pertahanan usus sehiinga dapat

terjadi translokasi bakteria dan endotoksin dari sirkulasi sistemik. Studi pada binatang menemukan bahwa peningkatan pembuluh darah intestinal mendahului MODS. Hati berperan sebagai pertahanan tubuh dan menjalankan fungsi sintesis. Ganguan fungsi hati dapat terjadi pada tahap awal atau lanjut. Hati seharusnya dapat menjadi organ pertahanan tubuh awal untuk dapat membersihkan bakteri dan produk-produknya. Selanjutnya kegagalan hati dalam menawarkan produk produk bakteri akan menimbulkan respon lokal dan memungkinkan produk-produk berbahaya ini lolos dan menyebar secara sistemik. Sepsis sering diikuti dengan gagal ginjal akut akibat nekrosis tubular akut. Bagaimana mekanisme sepsis dan endotoxicemia dapat menyebabkan gagal ginjal belum sepenuhnya diketahui. Berbagai mekanisme seperti hipotensi sistemik, vasokonstriksi ginjal secara langsung, pelepasan sitokin seperti TNF dan aktivasi neutrofil oleh endotoksin dan oleh FMLP, asam amino tiga gugus (fMet-Leu-Phe) yang merupakan peptida kemotaktik yang berasal dari dinding sel bakteri, mungkin berperanan dalam menyebabkan kerusakan ginjal. Kemungkinan kematian meningkat pada pasien yang terjadi gagal ginjal. Salah satu faktor yang berperan adalah pelepasan mediator proinflamantori sebagai akibat dari interaksi lekosit dengan membran dialisis saat dilakukan hemodialisis. Penggunaan membran biocompatibel dapat mencegah inteaksi ini dan meningkatkan keberhasilan dan perbaikan fungsi ginjal. Secara klinis keterlibtan sistem saraf pusat dapat bermanifestasi sebagai gangguan kesadaran akibat ensefalopati dan neuropati perifer. Patogenesis ensefalopati masih banyak yang belum diketahui, walaupun banyak dikatakan bahwa terjadi microabses dan penyebaran lewat darah namun hal ini masih dipertanyakan mengingat keragaman patologis sepsis. Belakangan ini diketahui bahwa pengaruh sistem parasimatis sebagai mediator inflamasi sistemik. Dalam bentuk experimental, stimulasi aferen nervus vagus meningkatkan pelepasan hormon ACTH dan kortisol dan tertekan setelah dilakukan vagotomi. Tonus parasimpatis juga mempengaruhi termoregulasi, dalam sebuah studi dilakukan pemotongan nervus vagus maka menurunkan hipertermia yang dipicu oleh IL1. Aktivitas parasimpatis diperantarai oleh asetilkolin juga memiliki efek antiinflamasi terhadap profil sitokin. Sebih dari pada studi binatang yang dilakukan vagotomi maka dapat mencegah terjadinya syok sepsis, hal yng sama juga didaptkan pada penggunaan

nikotin, asetilkolin agonis reseptor untuk menghilangkan respon patologis terhadap sepsis.

VASODILATASI VASODILATASI PD PD

MALDISFUNG SI ALIRANDARA H

KERUSAKAN KERUSAKAN ENDOTEL ENDOTEL

PENURUNAN PENURUNAN KONTRAKTILIT KONTRAKTILIT AS AS JANTUNG JANTUNG

ALIRAN ALIRAN DARAH DARAH KEJARINGAN KEJARINGAN TIDAK TIDAK MENCUKUPI MENCUKUPI

HIPOKSIA JARINGAN

METABOLISME ANAEROB

PEMBENTUKAN ASAM LAKTAT

KEMATIAN SELULAR DI IKUTI DENGAN KEGAGALAN ORGAN

Bagian organ yang terkena pada kasus diatas ialah a. Sistem saraf pusat yang ditandai dengan penurunan kesadaran b. Sistem respirasi yang ditandai dengan takipneu c. Sistem sirkulasi yang ditandai dengan takikardi dan hipotensi 2. ALASAN PASIEN MASUK ICU Sepsis Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS Sepsis berat (severe sepsis) Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oligouria dan penurunan kesadaran Pada kodisi sepsis, pasien menggunakan metabolisme anaerob dimana metabolisme tersebut akan menghasilkan asam laktat. Tingginya asam laktat dapat menyebabkan klien mengalami kondisi asidosis laktat. Bila memburuk, kondisi ini dapat disertai dengan hepatomegali yang parah.kondisi ini membuat pasien mengalami kegagalan pernafasan dan koma. 3. GEJALA KLINIS Gangguan neurologis akibat sepsis dapat diketahui dengan adanya: deman akut, nyeri kepala, mual, muntah, kesadaran dapat menurun mulai dari somnolent sampai koma, defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi, pada keadaan yang berat dapat ditemukan gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil, nafas cheynestoke (Japardi, 2002). Diagnostik sepsis Pemeriksaan klinis Tidak ada tes diagnostik yang spesifik terhadap sepsis. Untuk mendiagnosis pasien suspek atau terbukti sepsis antara lain: demam,takipnea, takikardi, dan leukositosis,perubahan ststus mental akut,trombositopenia. Pemeriksaan laboratorium Langkah-langkah pengambilan spesimen darah: 1. Gunakan teknik aseptik dengan menggunakan sarung tangan

2. Gunakan tourniquet dan fiksasi vena 3. Lokasi ditetapkan, bersihkan kulit dengan 70-95% alkohol 4. Untuk dewas ambil 20-30 ml darah per kultur 5. Kumpulkan 2-3 set per kultur darah dan masukkan ke botol kultur aerobik dan anaerobik yang berlabel.

CRP (C-reaktif protein) Pemeriksaan darah untuk melihat kadar CRP dalam darah. CRP merupakan patanda radang (inflammatory marker) dimana substansi ini akan muncul jika tubuh mengalami respon peradangan. CRP tinggi menunjukan proses peradangan. Sebelum dilakukan pemeriksaan CRP pasien harus berpuas semala 12 jam, spesimen dari darah vena 5 ml dikumpulkan dalam botol tanpa anti koagulan.

Pemeriksaan laboratorium lainnya Deteksi endotoksin dalam darah dengan tes limulus lysate menunjukan adanya outcome yang buruk, tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk mendiagnosis infeksi bakteri garam negatif, termasuk bakteremia akibat bakteri gram negatif. Pemeriksaan assay sitokin untuk mendeteksi kadar IL-^ juga masih kurang terstandarisasi.

4. Persiapan Pasien Sebelum Dilakukan Pemeriksaan Diagnostik Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Terdapat 3 faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu : 1. Faktor Pra instrumentasi : sebelum dilakukan pemeriksaan 2. Faktor Instrumentasi : saat pemeriksaan ( analisa ) sampel 3. Faktor Pasca instrumentasi : saat penulisan hasil pemeriksaan 1) Pra instrumentasi : Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas , pasien dan dokter. Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu / mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi : a) Pemahaman instruksi dan pengisian formulir laboratorium. b) Persiapan penderita

c) Persiapan alat yang akan dipakai d) Cara pengambilan sampel e) Penanganan awal sampel ( termasuk pengawetan ) & transportasi a) Pemahaman instruksi dan pengisian formulir Pada tahap ini perlu diperhatikan benar apa yang diperintahkan oleh dokter dan dipindahkan ke dalam formulir. Hal ini penting untuk menghindari pengulangan pemeriksaan yang tidak penting, membantu persiapan pasien sehingga tidak merugikan pasien dan menyakiti pasien. Pengisian formulir dilakukan secara lengkap meliputi identitas pasien : nama, alamat / ruangan, umur, jenis kelamin, data klinis / diagnosa, dokter pengirim, tanggal dan kalau diperlukan pengobatan yang sedang diberikan. Hal ini penting untuk menghindari tertukarnya hasil ataupun dapat membantu intepretasi hasil terutama pada pasien yang mendapat pengobatan khusus dan jangka panjang. b) Persiapan penderita Puasa Dua jam setelah makan sebanyak kira-kira 800 kalori akan mengakibatkan peningkatan volume plasma, sebaliknya setelah berolahraga volume plasma akan berkurang. Perubahan volume plasma akan mengakibatkan perubahan susunan kandungan bahan dalam plasma dan jumlah sel / ul darah. Obat Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi. Misalnya : asam folat, Fe, vitamin B12 dll. Pada pemberian kortikosteroid akan menurunkan jumlah eosinofil, sedang adrenalin akan meningkatkan jumlah leukosit dan trombosit. Pemberian transfusi darah akan mempengaruhi komposisi darah sehingga menyulitkan pembacaan morfologi sediaan apus darah tepi maupun penilaian hemostasis. Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil pemeriksaan hemostasis. Waktu pengambilan Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari tertutama pada pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam urin akan menjadi lebih pekat pada pagi hari sehingga lebih mudah diperiksa bila kadarnya rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi khusus atas perintah dokter. Selain

itu juga ada pemeriksaan yang tidak melihat waktu berhubung dengan tingkat kegawatan pasien dan memerlukan penanganan segera disebut pemeriksaan sito. Beberapa parameter hematologi seperti jumlah eosinofil dan kadar besi serum menunjukkan variasi diurnal, hasil yang dapat dipengaruhi oleh waktu pengambilan. Kadar besi serum lebih tinggi pada pagi hari dan lebih rendah pada sore hari dengan selisih 40-100 ug/dl. Jumlah eosinofil akan lebih tinggi antara jam 10 pagi sampai malam hari dan lebih rendah dari tengah malam sampai pagi. Posisi pengambilan Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma 10 % demikian pula sebaliknya. Hal lain yang penting pada persiapan penderita adalah menenangkan dan memberitahu apa yang akan dikerjakan sebagai sopan santun atau etika sehingga membuat penderita atau keluarganya tidak merasa asing atau menjadi obyek. c) Persiapan alat Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan profesional dalam bekerja. Pengambilan darah Yang harus dipersiapkan antara lain : kapas alkohol 70 %, karet pembendung (torniket) semprit sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5 ml, penampung kering bertutup dan berlabel. Penampung dapat tanpa anti koagulan atau mengandung anti koagulan tergantung pemeriksaan yang diminta oleh dokter. Kadangkadang diperlukan pula tabung kapiler polos atau mengandung antikoagulan. Penampungan urin Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar, berlabel, kering, bersih, bertutup rapat dapat steril ( untuk biakan ) atau tidak steril. Untuk urin kumpulan dipakai botol besar kira-kira 2 liter dengan memakai pengawet urin. Penampung khusus Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan khusus yang lain. Yang penting diingat adalah label harus ditulis lengkap identitas penderita seperti pada formulir termasuk jenis pemeriksaan sehingga tidak tertukar.

d) Cara pengambilan sampel Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus dikerjakan, lakukan pendekatan dengan pasien atau keluarganya sebagai etika dan sopan santun, beritahukan apa yang akan dikerjakan. Selalu tanyakan identitas pasien sebelum bekerja sehingga tidak tertukar pasien yang akan diambil bahan dengan pasien lain. Karena kepanikan pasien akan mempersulit pengambilan darah karena vena akan konstriksi. Darah dapat diambil dari vena, arteri atau kapiler. Syarat mutlak lokasi pengambilan darah adalah tidak ada kelainan kulit di daerah tersebut, tidak pucat dan tidak sianosis. Lokasi pengambilan darah vena : umumnya di daerah fossa cubiti yaitu vena cubiti atau di daerah dekat pergelangan tangan. Selain itu salah satu yang harus diperhatikan adalah vena yang dipilih tidak di daerah infus yang terpasang / sepihak harus kontra lateral. Darah arteri dilakukan di daerah lipat paha (arteri femoralis ) atau daerah pergelangan tangan ( arteri radialis ). Untuk kapiler umumnya diambil pada ujung jari tangan yaitu telunjuk, jari tengah atau jari manis dan anak daun telinga. Khusus pada bayi dapat diambil pada ibu jari kaki atau sisi lateral tumit kaki. e) Penanganan awal sampel & transportasi Pada tahap ini sangat penting diperhatikan karena sering terjadi sumber kesalahan ada disini. Yang harus dilakukan : 1. Catat dalam buku expedisi dan cocokan sampel dengan label dan formulir. Kalau sistemnya memungkinkan dapat dilihat apakah sudah terhitung biayanya ( lunas ) 2. Jangan lupa melakukan homogenisasi pada bahan yang mengandung antikoagulan 3. Segera tutup penampung yang ada sehingga tidak tumpah 4. Segera dikirim ke laboratorium karena tidak baik melakukan penundaan 5. Perhatikan persyaratan khusus untuk bahan tertentu seperti darah arteri untuk analisa gas darah, harus menggunakan suhu 4-8 C dalam air es bukan es batu sehingga tidak terjadi hemolisis. Harus segera sampai ke laboratorium dalam waktu sekitar 15-30 menit.

Perubahan akibat tertundanya pengiriman sampel sangat mempengaruhi hasil laboratorium. Sebagai contoh penundaan pengiriman darah akan mengakibatkan penurunan kadar glukosa, peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat mengakibatkan salah pengobatan pasien. Pada urin yang ditunda akan terjadi pembusukan akibat bakteri yang berkembang biak serta penguapan bahan terlarut misalnya keton. Selain itu nilai pemeriksaan hematologi juga berubah sesuai dengan waktu. 5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk mendiagnosa sepsis, pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah : a. Metabolik Studi, termasuk evaluasi serum elektrolit tingkat. Seringkali pasien dengan sepsis telah hipokalsemia, hiper-atau hipoglikemia, suatu peningkatan urea nitrogen darah tingkat, dan hiperbilirubinemia ringan. b. Sel Darah Lengkap (WBC) Yang memadai tingkat hemoglobin (7 sampai 9 g / dL untuk orang dewasa) adalah diperlukan untuk memastikan pengiriman oksigen dalam pasien dengan syok septik. Trombosit adalah akut fase reaktan dan biasanya meningkat pada onset dari setiap stres yang serius. Jumlah platelet akan jatuh dengan sepsis persisten. WBC dapat menghitung dan memprediksi infeksi bakteri. Para Pasien mungkin memiliki leukositosis, leukopenia, azotemia (akumulasi nitrogen produk limbah dalam darah), trombositopenia, anemia, atau hipoksemia. c. Coagulation Studies Tes ini dilakukan untuk Menilai protrombin waktu (PT) dan parsial thromboplastin waktu. Pasien dengan sepsis sering memiliki PT waktu yang berkepanjangan. Pasien dengan bukti klinis koagulopati memerlukan tes tambahan untuk mendeteksi adanya DIC. d. Analisa Gas Darah Tes ini dilakukan untuk mengukur tingkat laktat serum untuk menilai perfusi jaringan. Tingkat laktat tinggi dalam serum (Di atas 4 mmol / L) menunjukkan jaringan yang signifikan mengalami hipoperfusi dan pergeseran dari aerobik untuk anaerobik metabolisme. Pada kasus yang parah, Pasien mungkin memiliki asidosis laktat. e. Kultur Sputum Urin, Serebrospinal Cairan, Luka Drainase, Atau Sekresi Pernapasan.

Jaringan pewarnaan Gram dari infeksi mungkin dapat memberikan arahan dalam pilihan terapi antibiotik. Sebuah dahak budaya dapat menentukan adanya pneumonia, sebuah kultur urin dapat menentukan adanya ISK. 6. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian Selalu menggunakan pendekatan ABCDE. 1. Airway o Yakinkan kepatenan jalan napas o Berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal) o Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke icu 2. Breathing o Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan o Kaji saturasi oksigen o Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis o Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask o Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada o Periksa foto thorak 3. Circulation o Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan o Monitoring tekanan darah, tekanan darah < 90 mmhg merupakan prognosis jelek o Periksa waktu pengisian kapiler o Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar o Berikan cairan koloid gelofusin atau haemaccel o Pasang kateter o Lakukan pemeriksaan darah lengkap o Siapkan untuk pemeriksaan kultur o Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oc

o Siapkan pemeriksaan urin dan sputum o Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat. 4. Disability o Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). 5. Exposure o Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya. o Tanda ancaman terhadap kehidupan o Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut: a. Penurunan fungsi ginjal b. Penurunan fungsi jantung c. Hypoksia d. Asidosis e. Gangguan pembekuan f. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) tanda cardinal oedema pulmonal. Shock septic didefinisikan sebagai sepsis yang berat dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg.

DO/DS DO : Luka post operasi laparatomi sudah 3 minggu tak menutup Luka post operasi banyak keluar pus Hasil kultur ditemukan kuman staphylococcus aureus yang cukup ganas (90% resisten). Riwayat demam tinggi DS : DO : Luka post operasi laparatomi tak menutup Terasa sakit pada daerah operasi DO : Peningkatan suhu tubuh Seminggu setelah operasi badan panas tinggi Peningkatan tingkat pernafasan (P: 25x/menit) Takikardi ( N: 130x/menit & lemah)

DIAGNOSA

Infeksi berhubungan dengan luka operasi laparotomi.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.

Hipertermi berhubungan dengan perubahan pada regulasi temperature.

ASUHAN KEPERAWATAN Diagnosa I Infeksi berhubungan dengan luka operasi laparotomi. TUJUAN KRITERIA HASIL

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . X24 jam pasien bebas dari infeksi.

Tidak ada pembentukan jaringan granulasi tetap bebas dari infeksi. Bebas dari sekresi purulen/drainase atau eritema dan afebris RASIONAL

INTERVENSI Mandiri 1. Lakukan inspeksi terhadap luka setiap hari.

2. Gunakan teknik steril pada waktu penggantian balutan 3. Gunakan sarung tangan pada waktu perawatan luka yang terbuka. 4. Buang balutan/bahan yang kotor dalam kantung ganda. 5. Pantau kecenderungan suhu.

Mandiri 1. Mencatat tanda-tanda infeksi local dapat memberikan gejala untuk masukan portal, identifikasi awal dari infeksi sekunder. 2. Mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi nosokomial. 3. Mencegah penyebaran infeksi silang. 4. Membatasi penyebaran organism melalui udara. 5. Demam disebabkan oleh efek-efek dari endotoksin pada hipotalamus dan endorphin yang melepaskan pirogen. Hipotermi adalah tanda-tanda yang merefleksikan perkembangan status syok/penurunan perfusi jaringan. 6. Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi umum. Kolaborasi 1. Dapat memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum. 2. Memberikan kemudahan untuk memindahkan material purulen/jaringan nekrotik dan meningkatkan penyembuhan.

6. Amati adanya menggigil dan diaforesis.

Kolaborasi 1. Berikan obat antiinfeksi sesuai petunjuk. 2. Bantu dengan insisi dan drainase luka, irigasi, penggunaan sabun hangat/lembab sesuai indikasi.

Diagnosa Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi. TUJUAN Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . X24 jam diharapkan gangguan integritas kulit dapat teratasi. KRITERIA HASIL Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu Menunjukan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit Luka tertutup

INTERVENSI 1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna. 2. Lakukan perawatan luka sehari 2x dengan memperhatikan prinip aseptik. 3. Berikan antibiotik sesuai instruksi dokter. 4. Kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi protein.

Tidak ada keluhan nyeri RASIONAL

1. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit. 2. Perawatan luka dengan prinsip aseptik dapat meminimalkan infeksi yang sudah terjadi. 3. Terapi antibiotik dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. 4. Diet tinggi protein dapat meningkatkan perbaikan sel-sel yang rusak.

Diagnosa Hipertermi berhubungan dengan perubahan pada regulasi temperatur. TUJUAN Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama . X24 jam hipertermi teratasi INTERVENSI Mandiri 1. Pantau suhu pasien KRITERIA HASIL Suhu dalam batas normal Bebas dari kedinginan Tidak mengalami komplikasi

RASIONAL Mandiri 1. Suhu 38,90C 410C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis. 2. Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 3. Dapat membantu mengurangi demam. Kolaborasi 1. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi. 2. Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5 - 400C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.

2. Pantau suhu lingkungan

3. Berikan kompres mandi hangat Kolaborasi 1. Berikan antiseptik

2. Berikan selimut pendingin

You might also like