You are on page 1of 7

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. TRAIT THEORIES B.

ATTITUDINAL THEORIES Sewaktu teori kepemimpinan dibuat, kepemimpinan dipandang sebagai proses yang dinamis dan interaksi di antara para pemimpin, pengikut dan situasi. Namun kemudian, berkembang teori yang menekankan konsep gaya kepemimpinan didasari oleh sifat-sifat (ciri-ciri) manusia. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan didiskusikan lebih dahulu, setelah itu diskusi tentang teori-teori sikap kepemimpinan. 1. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan diartikan sebagai kombinasi yang berbedabeda antara perilaku tugas dan perilaku hubungan yang digunakan dalam mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Perilaku-perilaku ini dikelompokkan atas dasar proses yang mempengaruhi kepemimpinan. Para pemimpin perlu memperhatikan kedua maupun hal baik tugas yang harus dalam diselesaikan hubungan antara manusia

kelompok dan organisasi. Hersey dkk (2008) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku yang konsisten yang ditunjukkan dalam hal tindakan mempengaruhi orang lain dengan bekerja bersama dan di antara orang lain. Gaya yang berbeda menimbulkan tanggapan-tanggapan yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Cara seseorang mempengaruhi orang lain melalui tindakan yang diambil dan sudut pandang orang lain berhubungan dengan usaha-usaha kepemimpinan dan merupakan gaya kepemimpinan. Dua istilah umum tentang kepemimpinan hubungan, adalah gaya perilaku tugas dan perilaku adalah dan kepemimpinan pemimpin

beberapa a. Perilaku

kombinasi tugas,

antara

perilaku

tugas

dan

perilaku dimana

hubungan. Hersey dkk (2008) mendefinisikan istilah ini sbb: yaitu penekanan pada wilayah pemimpin mengatur dan mengartikan peran, menjelaskan kegiatan, membatasi waktu, tempat dan bagaimana suatu tugas hendak diselesaikan dan usaha agar pekerjaan selesai. b. Perilaku hubungan, yaitu penekanan pada wilayah dimana pemimpin mempertahankan hubungan personal dengan komunikasi yang terbuka dan menghadirkan perilaku-perilaku yang mendukung psikoemosi dan memfasilitasi perilaku. Tannenbaum dan Schmidt (1973) menyarankan bahwa seorang pemimpin dari gaya sebaiknya memilih satu dari gaya perilaku yang ini ditunjukkan secara berkelanjutan. Berkelanjutan maksudnya berkisar demokratis sampai otoriter. Kedua tokoh menyarankan bahwa ada banyak variasi dari gaya kepemimpinan. Mereka mengemukakan 3 gaya yang berbeda yaitu, otoriter, demokratis dan laissez-faire. Beberapa orang dapat menggunakan gaya yang ada dan fleksibel terhadap situasi yang dihadapi tetapi jarang digunakan. a. Otoriter Gaya kepemimpinan otoriter mengutamakan perilaku-perilaku langsung. Keputusan dari suatu kebijakan dibuat mutlak oleh pemimpin yang mendikte tugas dan teknik yang harus dilakukan pengikut. Pemimpin memberitahukan pengikut apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Cara ini menekankan pada pentingnya suatu tugas. Ciri paling umum dari pemimpin otoriter adalah adanya pemberian perintah. Gaya mereka dapat menciptakan permusuhan dan ketergantungan pada para pengikut, bisa juga mematikan kretivitas dan inovasi. Di pihak lain, gaya ini akan sangat efektif khususnya saat dalam situasi krisis.

b. Democratis Pendekatan ini secara tidak langsung berorientasi pada hubungan dan kemanusiaan. Kebijakan merupakan hasil diskusi dan keputusan kelompok. dan Pemimpin membuat membangkitkan keputusan dan mendampingi diskusi kelompok.

Hubungan antara pribadi dan kerjasama tim menjadi fokus utama. Pemimpin berbagi tanggung jawab bersama anggota dengan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Dalam keperawatan, kerjasama antar berbagai macam disiplin ilmu adalah hal yang utama dalam bekerja secara efektif. Gaya demokratis memang terkesan menghasilkan suatu tujuan dengan cara yang lambat dan butuh waktu lebih lama dibandingkan gaya otoriter. Kesepakatan kelompok membutuhkan waktu dan upaya untuk menampung berbagai ide. Lebih lagi, kebutuhan-kebutuhan beberapa suara yang terbilang minoritas harus tetap dipertimbangkan. Peleburan dalam kelompok adalah hal yang difokuskan dalam gaya ini. Tantangan gaya demokratis adalah mengerti setiap orang dari berbagai latar belakang profesi, kecenderungan-kecendrungan langkah yang akan ditempuh. c. Laissez-faire Gaya ini mengusung kebebasan penuh pada individu dan kelompok dalam mengambil keputusan. Hanya sedikit keterlibatan pemimpin. Pemimpin yang menggunakan gaya ini terlihat apatis. Berhubung gaya ini didasarkan pada prinsip pemimpin tidak perlu ikut campur maka keputusan yang jelas dari pemimpin tidak pernah dibuat tegas. Gaya laissez faire menghasilkan suatu keputusan, kesadaran atau hal lain, untuk menghindari campur tangan dan membiarkan setiap peristiwa terjadi dengan sendirinya. Pemimpin bersikap membiarkan dan memberikan kebebasan atau menghindari dalam menuntun suatu kepribadian dan kebutuhan psikologis secara bersama-sama menghadapi suatu masalah dan

kelompok. memiliki

Anggota kelemahan,

umumnya gaya ini

lebih

membutuhkan keunggulan

aturan saat

terstruktur dari pada aturan dari pemimpin. Meskipun gaya ini memiliki digunakan dalam kelompok-kelompok yang independent sebagai penyelenggara perawatan atau para profesional yang bekerja bersama. Satu gaya tidak berarti lebih baik dari gaya yang lain. Setiap gaya memiliki kelebihan dan kelemahan. Ada faktor situasional dan kontekstual untuk mempertimbangkan gaya mana yang akan dipilih. Gaya yang dipilih harus bervariasi seturut kesesuaian dengan situasi yang diharapkan pada efektivitas suatu hasil evaluasi. Fleksibilitas menjadi penting. Contoh, jika seorang perawat lebih suka bekerja dengan gaya demokratis tetapi tiba-tiba ada tanda situasi terjadi, maka seorang perawat harus berganti dari gaya demokratis ke gaya otoriter. Beberapa gaya demokratis tidak dapat memvariasikan gaya mereka saat menghadapi situasi kritis. Pada pihak lain, dalam sebuah rapat staff, seorang pemimpin otoriter tidak akan efektif bila menghadapi para profesional, dia perlu merubah gaya otoriternya ke gaya demokratis atau gaya laissez-faire, tergantung pada kondisi yang ada. Kebutuhan utama adalah seorang pemimpin harus punya kesadaran diri dan pengetahuan tentang tingkat kemampuan dan keinginan kelompok sebelum memetakan hal-hal yang situasional dan memilih satu gaya kepemimpinan. Kesadaran diri ini adalah kunci strategis untuk memilih gaya kepimpinan. 2. Teori sikap kepemimpinan Hersey dkk (2008) mendefinisikan pendekatan kedua tentang penelitian kepemimpinan yang berfokus pada pengukuran sikap atau kecenderungan yang ada pada perilaku pemimpin. Sesuai teori yang umum antara tahun 1945 hingga pertengahan 60-an, pendekatan sikap dimulai dengan studi kepemimpinan negara

bagian Ohio dan studi kepemimpinan Michigan, studi dinamika kelompok, sistem managemen Likert dan kisi-kisi kepemimpinan Blake dan McCanse. Perilaku pemimpin digambarkan dan memiliki dua dimensi dalam yang studi berbeda, yaitu: a. Struktur pengenalan pertimbangan, kepemimpinan negara bagian ohio b. Berorientasi pada karyawan dan berorientasi pada produksi, dalam studi kepemimpinan Michigan Dimensi ini mirip dengan gagasan tentang rentang perilaku pemimpin dari otoriter (yang menekankan tugas) ke demokratis (yang menekankan hubungan). Studi Dinamika Kelompok mendapati bahwa elemen perilaku pemimpin adalah yang berorientasi pada capaian (mirip dengan tugas) dan yang berorientasi pada mempertahankan (mirip dengan hubungan) (Cartwright dan Zander, 1960). Likert (1961) mempelajari bahwa manager yang hebat mengembangkan suatu pengertian tentang suatu pola yang umum dari sistem menagemen. Dia menemukan bahwa pengawasan yang ketat tidak berhubungan dengan produktivitas yang tinggi. Produktivitas yang tinggi berhubungan dengan tujuan yang jelas dan proses pemberian gagasan yang jelas kepada bawahan tentang suatu tugas yang harus diselesaikan dan memberikan mereka kebebasan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dia menggambarkan suatu rentang gaya managemen yang disebutnya 1 sistem melalui 4 sistem , mulai dari tidak ada kepercayaan kepada bawahan melalui tidak merendahkan penuh, kepercayaan, kepercayaan substansi penuh tetapi kepada kepercayaan hubungan. sampai

bawahan. Sistem ini menyamakan rentang penekanan akan tugas dan Ingat, disini bahwa fokus kita beralih ke managemen sebagaimana teori yang sama dikenakan pada kepemimpinan. Blake dan Mouton (1964) menggunakan konsep tugas dan hubungan dalam kisi-kisinya, yang kemudian dimodifikasi oleh Blake dan McCanse (1991). Kelima tipe kepemimpinan atau gaya managemen berikut,

didasarkan pada penekanan pada produksi (tugas) dan penekanan pada manusia (hubungan), yaitu: a. Impoverished (miskin), gaya ini menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas b. Country Club, pendekatan ini menekankan perhatian akan kebutuhan orang-orang agar berdampak pada kepuasan hubungan c. Authority-Obedience (pemaksaan-ketaatan), gaya ini mengutamakan efisiensi dalam operasional d. Organizational man (manusia organisasi), pendekatan ini bekerja dengan menjaga keseimbangan antara target menyelesaikan tugas dan mempertahankan semangat kerja e. Team (kelompok), gaya ini mengusung penyelesaian tugas dari orang-orang yang serius dan tidak mencari-cari alasan, mengutamakan saling percaya dan menghormati. Hersey dkk (2008) mencatat bahwa konsep Blake dan Mouton (1964) cenderung ke arah model sikap yang mengukur nilai-nilai dan perasaan para manager dimana pada model Negara Bagian Ohio termasuk ke dalamnya dua-duanya yaitu sikap dan perilaku dan fokus pada kepemimpinan. Kedua gaya kepemimpinan (tugas vs hubungan) dan sikap pemimpin tentang perilaku kepemimpinan adalah penting. Karena itu, teori sikap masih belum tuntas menjelaskan pengelaaman kepemimpinan karena faktor lingkungan dan komplesitasnya belum termuat di dalamnya.

C. SITTUTIONAL THEORIES Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan lanjutan dari teori kepemimpinan trait dan behavior yang dianggap gagal menjelaskan model kepemimpinan yang terbaik untuk berbagai situasi. Kunci untuk efektivitas kepemimpinan dipandang oleh sebagian besar varian Teori Kontingensi dengan memilih gaya yang benar dari pemimpin. Gaya ini tergantung pada interaksi faktor internal dan

eksternal dengan organisasi. Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu. Dari berbagai teori yang berkembang, berikut ini akan diuraikan empat model kepemimpinan situasional yang paling banyak diteliti dalam beberapa tahun terakhir.

You might also like