You are on page 1of 20

Konsep Dasar Imunisasi

I. Pendahuluan Imunisasi berasal dari kata imun yaitu kebal atau resisten. Bayi yang diimunisasikan berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita dengan mencegah penyakit seperti Hepatitis B, Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetannus, Polio dan Campak.
1,2

Imunisasi merupakan investasi kesehatan masa depan karena pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati seseorang apabila telah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
2

Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan. Namun demikian, sampai saat ini masih terdapat masalahmasalah dalam pemberian imunisasi, antara lain pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos salah tentang imunisasi, sampai jadwal imunisasi yang terlambat.2 Perlu diketahui bahwa istilah imunisasi dan dan vaksinasi berbeda. Imunisasi merupakan pemindahan atau transfer antibodi secara pasif sedangkan vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh. 2 Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari dua macam bentuk yaitu imunoglobulin yang non spesifik atau gamaglobulin dan imunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu atau baru saja mendapat vaksinasi penyakit tertentu. Imunoglobulin non spesifik digunakan pada anak dengan defisiensi imunoglobulin sehingga memberikan memberikan perlindungan dengan segera dan cepat. Namun perlindungan ini tidak berlangsung permanen, melainkan hanya beberapa minggu saja.
2

Vaksinasi merupakan tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan dengan antigen yang berasal dari mikroorganisme patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga 6idak menimbulkan sakit namun mampu mengaktivasi limfosit menghasilkan antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya di kemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen/penyakit yang masuk tersebut. 2 Vaksinasi mempunyai keuntungan sebagai berikut: 2 1. Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidup 2. Cost effective karena murah dan efektif 3. Tidak berbahaya. Reakis yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang dibandingkan komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara alami. Tujuan dasar imunisasi ialah untuk mencegah timbulnya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada suatu populasi dan eradikasi penyakit berbahaya dari dunia dan hal ini telah berhasil dilakukan pada penyakit cacar 3

Konsep Dasar Imunisasi

Pembentukan Kekebalan Sebagai Dasar Imunsasi

Sistem imun tubuh terdiri atas dua jenis kekebalan, yaitu: 1 1. Kekebalan alami (innate immunity) Kekebalan bawaan ialah kekebalan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dan selalu ada pada orang yang sehat. Jenis kekebalan ini memanfaatkan mekanisme pertahanan tubuh sendiri yaitu dengan adanya sel-sel makrofag yang dapat menelan dan menghancurkan segala jenis patogen. 2. Kekebalan yang didapat (adaptive immunity). Sebaliknya respons imun adaptif atau spesifik ialah kekebalan yang didapat dengan pembentukan zat anti spesifik karena pernah terinfeksi oleh patogen tertentu. Sistem imunitas adaptif terdiri dari sel-sel limfosit dan produknya yaitu zat anti. Pembentukan diberikannya kekebalan pada adaptif anak. inilah yang menjadi imunitas dasar adaptif

imunisasi

Terbentuknya

memerlukan rangsangan oleh mikroba atau antigennya. Bila suatu antigen menembus epitel dan mencapai organ-organ limfoid maka akan timbul respons dari limfosit yaitu dengan pembentukan reseptor-reseptor spesifik terhadap antigen tersebut 1,2

Aspek Imunologi Imunisasi

Dikenal dua macam respon imun, yaitu: 1,2 1. Respon imun primer Respon imun primer ialah respon imun yang terjadi pada pajanan (exposure) pertama dengan antigen. Zat anti yang terbentuk pada respon primer kebanyakan ialah IgM dengan titer yang rendah yang tak cukup untuk melindungi individu tersebut terhadap penyakit. Produksi zat anti sejak dimasukkannya antigen juga agak lambat (3).

2. Respon imun sekunder. Respon imun sekunder ialah pajanan kedua dan seterusnya dengan antigen yang sama. Pada respon imun sekunder zat anti yang terbentuk terutama ialah IgG, timbulnya respon lebih cepat dan kadar zat anti yang terbentuk lebih tinggi. Hal ini dimungkin oleh karena terbentuknya sel-sel memori pada respon primer. Dengan pajanan antigen berikut maka sel-sel tersebut akan mengalami transformasi blas, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi selsel plasma yang menghasilkan zat anti. Sel-sel limfosit T yang berperan dalam imunitas seluler juga akan mengalami transformasi dan berdiferensiasi menjadi sel-sel T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel-sel memori dan sel efektor. Hal inilah yang menjadi dasar diberikannya imunisasi dasar dan suntikan ulangan (booster) agar kekebalan terbentuk kekebalan yang maksimal (1).

Dasar pemberian imunisasi dasar dan ulangan (booster)

Pemaparan pertama pada antigen menimbulkan respon imun primer, yaitu melalui limfosit yang disebut limfosit naif karena mereka belum mempunyai pengalaman imunologis. Pemaparan ke dua dan selanjutnya akan menimbulkan respon imun sekunder yang lebih cepat, lebih kuat dan lebih mampu untuk mengenyahkan antigen dari pada respon imun primer.
1

Hal ini terjadi berkat aktivasi limfosit memori yang terbentuk pada rangsangan antigen pertama. Limfosit memori berumur panjang dan setiap kali berhadapan dengan antigen yang sama akan terbentuk lebih banyak sel-sel memori dan terjadi pengaktifan sel-sel memori yang sudah ada.
1

Hal ini yang menjadi dasar mengapa vaksin memberikan perlindungan jangka panjang terhadap infeksi. Pada suatu saat setelah pemberian imunisasi dasar ada kemungkinan kekebalan akan menurun sehingga perlu diadakan perangsangan terhadap sel-sel memori dengan pemberian imunisasi ulangan atau booster 1

Keberhasilan Imunisasi Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor, yaitu: 2,3 1. Status imun host Adanya antibodi spesifik pada host terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi polio yang dlberikan secara oral. Tetapi umumnya kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. Pada penelitian di subbagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio secara oral diberikan pada masa kadar sIgA polio ASI masih tinggi, hendaknya ASI jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi. Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi makrofag masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen karena ekspresi HLA masih kurang pada permukaannya, selain deformabilitas membran serta respons kemotaktik yang masih kurang. Kadar komplemen dan aktivitas opsonin komplemen masih rendah, demikian pula aktivitas kemotaktik serta daya lisisnya. Fungsi sel Ts relatif lebih menonjol dibanding pada bayi atau anak karena memang fungsi imun pada masa intrauterin lebih ditekankan pada toleransi, dan hal ini masih terlihat pada bayi baru lahir. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibanding pada anak, karena itu vaksinasi sebaiknya ditunda sampai bayi berumur 2 bulan atau lebih. Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat imunosupresan, atau menderita defisiensi imun kongenital,

atau menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan, juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi, bahkan adanya defisiensi imun merupakan indikasi kontra pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Vaksinasi pada individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak atau tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi. Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin- normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang.

2. Faktor genetik host Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain tinggi sehingga mungkin ditemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%. Faktor genetik dalam respons imun dapat berperan melalui gen yang berada pada kompleks MHC dengan non MHC. Gen kompleks MHC Gen kompleks MHC berperan dalam presentasi antigen. Sel Tc akan mengenal antigen yang berasosiasi dengan molekul MHC kelas I, dan sel Td serta sel Th akan mengenal antigen yang berasosiasi dengan molekul MHC kelas II. Jadi respons sel T diawasi secara genetik sehingga dapat dimengerti bahwa akan terdapat potensi variasi respons imun. Secara klinis terlihat

juga bahwa penyakit tertentu terdapat lebih sering pada HLA tertentu, seperti spondilitis ankilosing terdapat pada individu dengan HLA-B27. Gen non MHC Secara klinis kita melihat adanya defisiensi imun yang berkaitan dengan gen tertentu, misalnya agamaglobulinemia tipe Bruton yang terangkai dengan kromosom X yang hanya terdapat pada anak laki-laki. Demikian pula penyakit alergi yaitu penyakit yang menunjukkan

perbedaan respons imun terhadap antigen tertentu merupakan penyakit yang diturunkan. Faktor-faktor ini menyokong adanya peran genetik dalam respons imun, namun mekanisme yang sebenarnya belum diketahui

3. Kualitas dan kuantitas vaksin. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasinya seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian, ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin. Cara pemberian vaksin Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja. Dosis vaksin Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Dosis yang terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji coba, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan. Frekuensi pemberian

Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Sebagaimana telah kita ketahui, respons imun sekunder menyebabkan sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan afinitasnya lebih tinggi. Di samping frekuensi, jarak pemberian pun akan mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten, bahkan dapat terjadi apa yang dinamakan reaksi Arthus yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen-antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal. Oleh sebab itu, pemberian ulang ( booster) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji coba. Adjuvan Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan cara mempertahankan antigen pada tempat suntikan, dan mengaktivasi sel APC untuk memproses antigen secara efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.

Persyaratan Vaksin2 1. mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan memproduksi interleukin, 2. mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori, 3. mengaktivasi sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk mengatasi variasi respons imun yang ada dalam populasi karena adanya polimorfisme MHC, dan 4. memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular dendrit jaringan limfoid tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsang sel B

sewaktu-waktu untuk menjadi sel plasma yang membentuk antibodi terusmenerus sehingga kadarnya tetap tinggi.

Jenis vaksin 3 1. Live attenuated Vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibandingkan vaksin lainnya seperti vaksin mati atau yang diinaktivasi ( killed atau inactivated), atau komponen dari mikroorganisme. Rangsangan sel Tc memori membutuhkan suatu sel yang terinfeksi sehingga dibutuhkan vaksin hidup. Sel Tc dibutuhkan pada infeksi virus yang pengeluarannya melalui budding. Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh dengan cara memodifikasi kondisi tempat tumbuh mikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anaerob, atau menambah empedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin TBC yang sudah ditanam selama 13 tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi. Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan daya virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang berulang-ulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip dengan infeksi alamiah. Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu : Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai menimbulkan respon imun sehingga diberikan dalam bentuk dosis kecil antigen Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak perlu dosis berganda

Dipengaruhi oleh circulating antibody sehingga ada efek netralisasi jika waktu pemberiannya tidak tepat.

Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang dengan keefektifan mencapai 95%

Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosisi asli dan berperan sebagai imunisasi ulangan

Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan cacar air (varisela).

2. Inactivated vaccine (Killed vaccine) Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan zat kimia (formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau toksoidnya saja. Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu : Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat dimasukkan dalam bentuk antigen Respon imun yang timbul sebagian besar adalah humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan imunitas seluler Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga diperlukan dosis ulangan, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu dan menyiapkan system imun, respon imunprotektif baru barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga

Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah

Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.

3. Vaksin Toksoid Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah. Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu tahun. Bahan ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya. Contoh : Vaksin Difteri dan Tetanus

4. Vaksin Acellular dan Subunit Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri dengan melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe. Contoh vaksin hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b (Hib) dan vaksin Influenza.

5. Vaksin Idiotipe

Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen. Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.

6. Vaksin Rekombinan Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang baik. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.

7. Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines) Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya. Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang

patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang cukup kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan.

Imunisasi Dasar

1. BCG Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 dosis sejak lahir sebelum umur 3 bulan. Vaksin BCG diberikan melalui intradermal/intracutan. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi panas.

2. Hepatitis B Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B. kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 dosis. Imunisasi hepatitis ini diberikan melalui intramuscular.

3. Polio

Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio adalah 4 dosis. Imunisasi polio diberikan melalui oral.

4. DPT Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Frekuensi pemberian imuisasi DPT adalah 3 dosis. Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat zat anti. Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular. Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat. Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan, dan demam. Efek berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, encephalopathy, dan syok.

5. Campak Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 dosis. Imunisasi campak diberikan melalui

subkutan. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat suntikan dan panas. (Alimul, 2009)

Kontraindikasi Imunisasi 1. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 38oC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak. 2. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan. 3. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat. (Proverawati, 2010)

Daftar Pustaka

1. Abbas AK, Lichtman AH. 2009. Basic Immunology. 3rd ed, Saunders Elsevier, Philadelphia. 2. Ranuh IGN, Editor. 2001. Buku Imunisasi di Indonesia. Satgas Imunisasi IDAI.
3. Info Imunisasi. Anonim. Diundah dari http://infoimunisasi.com/vaksin/definisi-vaksin/ pada tanggal 02 April 2013

Tugas Tumbuh Kembang

Konsep Dasar Imunisasi

Revina Tranggana C110212103

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

You might also like