You are on page 1of 13

APLIKASI ETIKA LINGKUNGAN DALAM E-LEARNING DAN E-OFFICE

Tugas Kuliah Etika dan Nilai Lingkungan HiliAulianah, S.Kep, Ners NPM. 12. 13101. 00. 29

PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) BINA HUSADA PALEMBANG 2013

BAB I PENDAHULUAN

Etika lingkungan hidup, berhubungan dengan perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya, tetapi bukan berarti bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta (antroposentris). Lingkungan hidup adalah lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana organisme dan anorganisme berkembang dan berinteraksi, jadi lingkungan hidup adalah planet bumi ini. Ini berarti manusia, organisme dan anorganisme adalah bagian integral dari dari planet bumi ini. Hal ini perlu ditegaskan sebab seringkali manusia bersikap seolah-olah mereka bukan merupakan bagian dari lingkungan hidup. Secara entimologis manusia dan bumi sama sama mempunyai akar kata yang sama dalam bahasa semit, yaitu disebut dm, asal kata adam (manusia) dan adamah, artinya tanah. Manusia adalah lingkungan hidup, sebab dia mempunyai ciri-ciri dimana seluruh komponen yang yang ada berasal dari alam ini, yaitu ciri-ciri fisik dan biologis. Istilah lingkungan hidup pertama kali dimunculkan oleh Ernst Haeckel, seorang murid Darwin pada tahun 1866, yang menunjuk kepada keseluruhan organisme atau pola hubungan antar organisme dan lingkungannya. Ekologi berasal dari kata oikos dan logos, yang secara harfiah berarti rumah dan lingkungan. Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang lingkungan hidup atau planet bumi ini sebagai keseluruhan. Jadi lingkungan harus selalu dipahami dalam arti oikos, yaitu planet bumi ini. Sebagai oikos bumi mempunyai dua fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai tempat kediaman (oikoumene) dan sebagai sumber kehidupan (oikonomia/ekonomi). Lingkungan hidup di planet bumi dibagi menjadi tiga kelompok dasar, yaitu lingkungan fisik (physical environment), lingkungan biologis (biological environment) dan lingkungan sosial (social environment). Di jaman moderen ini teknologi dianggap mempunyai lingkungannya sendiri yang disebut (teknosfer) yang kemudian dianggap mempunyai peran penting dalam merusak lingkungan fisik. Untuk mempertahankan eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan kekuatan/nilai lain yang disebut etosfer, yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral bukan ciptaan manusia, sebab ia melekat pada dirinya, menjadi hakikatnya. Sama seperti bumi bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk dikelola dan pengelolaan itu berjalan dengan baik dan bertanggung jawab sebab ia juga dikaruniai etosfer.

Etika adalah hal yang sering dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan. Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini cenderung langsung menggunakan fenomena-fenomena yang muncul di permukaan dan kemudian mencari penyebabnya kepada aktivitas yang ada di sekitar fenomena tersebut (misalnya: Logging, Pertambangan, Industri dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut digunakanlah bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang dikemukakan tidak relevan. Pada sisi lain pihak yang dituduh kemudian juga menyodorkan informasi atau data yang bersifat teknis yang menyatakan mereka tidak bersalah, akibatnya konflik yang terjadi semakin panas dan meluas, padahal kalau mereka yang berkonflik memiliki etika yang benar tentang lingkungan hidup maka konflik yang menuju kearah yang meruncing akan dapat dicegah. Lingkungan hidup bukanlah obyek untuk dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, tetapi harus ada suatu kesadaran bahwa antara manusia dan lingkungan terdapat adanya relasi yang kuat dan saling mengikat. Rusaknya lingkungan hidup akan berakibat pada terganggunya kelangsungan hidup manusia. Karena itu setiap kali kita mengeksploitasi sumberdaya mineral dari alam yang diciptakan oleh Tuhan, kita harus memperhitungkan dengan seksama manfaat apa yang akan dihasilkannya bagi kemaslahatan manusia. Dengan demikian pemanfaatan ini tetap dalam tujuan transformasi menjadi manusia yang merdeka, cerdas, dan setara satu dan lainnya.

1.2. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui apa itu etika lingkungan 2. Untuk mengetahui aplikasi etika lingkungan dalam e-office dan e-learning

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika Lingkungan Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu Ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan sebagai berikut: a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri. b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam. c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energy.

Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup yang lain. Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.

2.1.1. Jenis-Jenis Etika Lingkungan Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan dan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.

2.2. Teori Etika Lingkungan Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia mempunyai tanggung jawab moral terhadap lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup melampaui status alaminya dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam konteks ekonomi dan bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau memamfaatkan sumber daya alam demikian rupa sehingga kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi bermutu sama seperti sebelumnya. Kegiatan ekonomisnya harus harus memugkinkan pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan yang berbeda. 2.2.1. Hak dan deontologi Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1974, William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang memungkinkan dia untuk hidup dengan baik. Lingkungan yang berkualitas tidak saja merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus direalisasikan karena menjadi hak setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak untuk memakai miliknya guna menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki tanah sendiri, ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja. Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka pada taraf praktek masih tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak atas milik pribadi atau hak atas usaha ekonomis harus dibatasi.

Masalah kontoroversial ini ditanggapi oleh para ahli etika dengan cara yang berbeda. Ada etikawan yang amat yakin tentang adanya hak untuk generasi-generasi yang akan dating dan malah untuk binatang. Etikawan lain menolak dengan tegas hak-hak serupa itu. Istilah hak dipakai dalam arti kiasan saja, bila orang berbicara tentang hak generasi-generasi yang akan dating dan hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya selalu mengandaikan subyek yang rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja, dengan menyangkal adanya hakhak ini, kita tidak menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas kepada generasi-generasi yang akan dating dan kewajiban untuk memelihara keanekaan hayati. Walaupun sering kewajiban dengan pihak satu sepadan dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi kewajiban kita di sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi sesudah kita dan keanekaan hayati bukan hak-hak mereka. 2.2.2. Utilitarisme Teori utilitarisme dapat dipakai juga guna menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab kita untuk melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme bias menunjuk jalan keluar dari beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar atau kalau dengan kata lain kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya sudah jelas, pelestarian lingkungan hidup membawa keadaan paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-generasi yang akan datang. Jika kelompok terbatas misalnya, para pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) mengekploitasi alam dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh untung banyak, hal itu justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan besar bagi banyak orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan, kita akan merugikan semua generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak boleh dibatasi pada keuntungan kelompok kecil atau saat sekarang saja. Dalam perspektif utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Perhitungan cost-benefit pada dasarnya menjalankan suatu pendekatan utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan hidup harus dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan pada orang lain.

2.2.3. Keadilan Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari juga dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di sini harus dipahami sebagai keadilan distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita lihat, lingkungan hidup pun menyangkut soal kelangkaan dank arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam demikian rupa, sehingga orang lain misalnya generasi-generasi yang akan datang tidak lagi bisa memakai alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan pelbagai cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara, tetapi tidak mustahil tidak ada cara lain lagi untuk mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup. a. Persamaan Jika bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak sama. Dengan cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan termasuk pemegang saham justru akan maju, tetapi orang kurang mampu akan dirugikan. Dalam studi-studi ekonomi, sudah sering dikemukakan bahwa akibat buruk dalam kerusakan lingkungan hidup terutama dirasakan oleh orang miskin. Hal seperti ini harus dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua orang harus diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk memperlakukan mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan, karena hanya cara memakai sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality), sedangkan cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan, karena membawa penderitaan tambahan khususnya untuk orang kurang mampu. b. Prinsip Penghematan Adil Dalam rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls pun berbicara tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan dengan keadaan sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang akan datang. Kita akan tidak berlaku adil bila kita mewariskan lingkungan yang rusak kepada generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi mendatang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber energi alternative bagi generasi-generasi sesudah kita, tetapi prinsip penghematan adil lebih mendesak untuk diterapkan pada integritas alam. Kita wajib mewariskan lingkungan hidup yang utuh kepada generasi-generasi mendatang, agar mereka bias hidup pantas seperti kita sekarang ini.

c. Keadilan Sosial Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan social. Pelaksanaan keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu tertentu. Secara tradisisonal keadilan social hamper selalu dikaitkan dengan kondisi kaum buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan ke-20. Pelaksanaan keadilan di bidang kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku juga dalam konteks lingkungan hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak lagi membuang limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan faunanya hampir tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan itu yang tetap mencemari laut dengan membuang limbahnya. Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup memang mulai disadari sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di mana-mana ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup. Di beberapa Negara di Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki sebagian program pokok memperjuangkan kualitas lingkungan hidup. Walaupun di bidang lingkungan hidup sebagai masalah keadilan social para individu masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja. Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup barangkali lebih mua terwujud dengan kesadaran atau kerja sama semua individu, ketimbang keadilan social pada taraf perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini tidak begitu tajam. Masalah lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua. Jika ada kesadaran umum, bersama-sama akan dicapai banyak kemajuan.

2.2.4. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan dengan alam , terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu : 1. Sikap Hormat terhadap Alam Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya 2. Prinsip Tanggung Jawab Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.

3. Prinsip Solidaritas Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan. 4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam. 5. Prinsip No Harm Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu 6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam Ini berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. 7. Prinsip Keadilan Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari. 8. Prinsip Demokrasi Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman sehingga prinsip ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baik-buruknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam. 9. Prinsip Integritas Moral Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber daya alam. Marilah kita pekakan hati dan perilaku anak cucu kita, generasi muda bangsa kita pada etika lingkungan yang benar. Biarlah hati mereka peka akan kelestarian lingkungan, agar kelak Indonesia boleh lestari kembali dengan berjuta kekayaan alamnya yang luar biasa indahnya. Hutan adalah sahabat kita, yang harus selalu terjaga kebersamaannya dengan kita..

2.3. E-learning atau pembelajaran maya adalah proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. istilah yang makin populer saat ini adalah e-learning, yaitu suatu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut rossenberg (2001:28), e-learning merupakan suatu penggunaan internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang berlandaskan tiga kriteria, yaitu: 1. E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan. mendistribusikan danmembagikan materi ajar atau informasi 2. Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar 3. Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran dibalik paradigma pembelajaran tradisional. saat ini e-learning telah berkembang dengan berbagai model pembelajaran berbasis TIKseperti CBT (Computer Based Training), CBI (Computer based instruction), Distance learning,Distance Education,CLE (Cybernetic learning Environtment), Desktop videoconferencing dan lain sebagainya. Secara ilustratif M. Surya (2006) menyebutkan bahwa dimasa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini. akan tetapi, berupa notebook dengan akses internet tanpa kabel yang bermuatan materi belajaran berupa bahan bacaan yang dapat dilihat dan didengar dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara, jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah dan kalkulator digital. atau videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, permainan, musik dan tv. hal ini menunjukkan bahwa dimasa mendatang segala kelengkapan anak sekolah bernuansa internet sebagai alat bantu belajar. Sehingga dimasa mendatang seorang guru akan selalu bersinggungan dengan teknologi dalam proses pembelajarannya. Terutama dalam proses penggalian informasi tentu saja akan selalu melibatkan akses internet sebagai medianya.

2.4. Penerapan Etika lingkungan dalam e-office dan e-learning Remaja sekarang dengan remaja jaman dulu udah memiliki lifestyle yang beda khususnya dalam teknologi. Apalagi sekarang akses internet udah mudah dan ada di manamana, di tambah lagi internet udah bisa diakses lewat hape dan smartphone. Kalo dulu, laptop adalah barang yang lumayan mewah, sekarang pada rame-rame beli laptop. Ini adalah pengaruh kehadiran internet. Kalo dulu internet cuma identik dengan search engine, e-

mail, chatting, dan game online, sekarang lagi booming Social Networking yang serasa udah jadi dunia sendiri di dunia maya. Emang sih dulu Friendster sempat jadi tren, tapi sekarang Facebook seakan-akan menjadi killer application di internet. Selain itu Twitter juga menjadi social networking yang menjadi tren juga. Mari kita mulai dengan membahas Facebook, karena sebagian besar remaja dan pelajar pasti udah kenal sama aplikasi itu. Dari blog seorang teman, kalo Indonesia pengguna Facebook terbesar kedua di dunia. Wuih, mungkin karena Facebook itu cocok dengan kultur Indonesia yang suka berinteraksi satu sama lainnya. Facebook sebagai sebuah teknologi tentu ada dampak positif dan negatifnya tergantung siapa yang menggunakan. Banyak orang yang sukses membangun relasi kerja dengan FB, tapi banyak juga orang bermasalah gara-gara FB. Tak jarang kasus remaja bermunculan gara-gara FB. Yang penculikan lah, pencemaran nama baik lah, dikeluarkan dari sekolah gara-gara status yang jelek lah, dan banyak lagi. Ini nih pentingnya pemberian materi etika pada pendidikan IT di sekolah-sekolah. Jadi mata pelajaran IT gak melulu tentang dunia komputer, tapi perlu juga tentang beretika tentang penggunaan teknologi. Adalah penting membuat pelajar melek IT untuk bisa menunjang prestasi belajarnya, tapi percuma saja jika mereka memanfaatkan IT untuk hal-hal yang melanggar norma kita. Contoh kecilnya saja, mengupload foto pribadi yang terlalu vulgar, update status Facebook dengan kata-kata kotor, atau caci maki yang tidak seharusnya diungkapkan di sana. Gak hanya di social networking sih, nulis sesuatu yang berbau adu domba SARA di dalam blog atau forum itu harusnya gak boleh. Oke, mungkin kita beranggapan kalo itu kan di dunia maya tapi justru dari sana bisa berakibat buruk di dunia nyata. Pembekalan etika berteknologi ini sebenarnya gak harus pada saat remaja sih. Sejak umur anak-anak juga bisa, cuma masa remaja itu kan masa pencarian jati diri sehingga perlu adanya bimbingan ini. Di sini peran guru IT sangat diperlukan. Kurikulum pendidikan IT di sekolah kayak gimana, kalo hal etika tidak ada maka pembimbing IT perlu menambahkan materi ini. Gak harus tiap minggu ngajarin etika, disesuaikan dengan materi yang ada juga. Jadi bisa sebulan sekali atau dua minggu sekali, tergantung enaknya gimana.No offense misalkan ada yang gak setuju sama opini ane ini. Kalaupun ada kritik dan saran silahkan dilayangkan saja di blog ini, ane bakalan terima dengan senang hati. Lagipula saya juga bukan orang yang paham benar tentang dunia pendidikan dan teknologi, masih belajar juga. Tentunya para pakar lah yang mempunyai opini lebih baik.

BAB III PENUTUP Etika adalah hal yang sering dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan. Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini cenderung langsung menggunakan fenomena-fenomena yang muncul di permukaan dan kemudian mencari penyebabnya kepada aktivitas yang ada di sekitar fenomena tersebut (misalnya: Logging, Pertambangan, Industri dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut digunakanlah bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang dikemukakan tidak relevan.

DAFTAR PUSTAKA Keraf, A. Sonny, Etika Lingkungan (Jakarta ; Kompas, 2006) Kurniawan, Ehwan , Panduan Mendaki Gunung Dalam Infografis (PT Tunas Bola;2004) Kuswahyudi, Etika Kita Untuk Lingkungan Hidup, 2008 Putri, Vincencia Septaviani Issera Sulistya , Mendidik Generasi Muda dengan Pendidikan Lingkungan (2006). PHPA, Departemen Kehutanan , Panduan Mendaki Gunung (Bogor : 1992) Wahyono, Edy Hendras, Belajar Dari Nol Sebuah Pengalaman Megembangkan Pendidikan Konservasi Alam (Concervation International :Bogor, 2004) http://penjelajahan.blogspot.com/2009, Agus Dianto, Aplika Etika Lingkungan Pendidikan http://penjelajahan.blogspot.com/2011, Didik Tri Susanto, Pendidikan Etika Berteknologi Untuk Pelajar dan Remaja

You might also like