You are on page 1of 22

Asuhan Keperawatan DM tipe II

Kasus pemicu DM tipe 2 (NIDDM) Tn.A usia 50 tahun didiagnosa oleh dokter menderita DM. Selama 3 bulan ini mengalami penurunan BB yang drastic dimana asalnya BB 75 Kg turun menjasi 50 Kg. Saat dilakukan anamnesa Tn.A mengeluhkan sering merasa lemas, pipis terus, pengen makan terus dan sering haus serta penglihatan sudah agak buram. Berdasarkan hasil pemeriksaan GDS 300, TD 110/90 mmHg. Menurut penuturan dari klien didapatkan bahwa dahulunya klien mengalami obesitas, jarang berolahraga dan hobi masakan bersantan serta makanan fastfood, da nada riwayat hipertensi tetapi dikeluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita DM. Berdasarkan hasil diagnosis dari dokter Tn.A menderita DM tipe 2. Diskusikan. 1. Proses penyakit DM tipe 1 dan tipe 2 (pengertian, etiologi, jenis) 2. Patogenesis DM tipe 1 dan tipe 2 3. Manifestasi klinik penyakit masing-masing 4. Komplikasi penyakit 5. Proses pengkajian pada pasien DM tipe 1 dan tipe 2 6. Masalah dan diagnose keperawatan yang muncul pada pasien DM 7. Buat perencanaan keperawatan

TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. (Sylvia A. Price, 1995 : 1111) Diabetes Melitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan suplai insulin yang ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. (Hotma Rumahorbo, 1999 : 100) Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Suzanne C. Smeltzer, 2002 : 1220) Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks yang meliputi kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protei serta menimbulkan komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long, 1996 : 4) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang secara generatif dan klinis ditandai oleh hiperglikemia yang meliputi kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sebagai akibat ketidakseimbangan insulin yang dapat menimbulkan komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. Ulkus diabetikum adalah luka terbuka yang disebabkan oleh neuropati akibat penyakit diabetes mellitus (De Jong, W, dan Hidajat, S.R, 1997 : 420).

Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Smeltzer, S.C, dan Bare, B.G, alih bahasa Hartono A, dkk, 2001 : 896) 2. Anatomi dan Fisiologi Menurut Syaifuddin, (1997 : 84) dan Rumahorbo, H, (1999 : 14) pancreas erupakan organ yang panjang dan ramping. Letaknya retroperitoneal pada abdomen bagian kuadran kiri atas, dan terbentang secara horizontal dari cincin duodenum sampai ke limpa pada vertebra lumbalis I dan II dibelakang lambung. Strukturnya mirip dengan kelenjar ludah yang panjangnya kira-kira 10-20 cm, lebar 2,5-5 cm, dengan berat ratarata 60-90 gram, dan dibagi dalam 3 segmen utama yaitu kaput, korpus dan kauda. a. Kaput / kepala pankreas, merupakan bagian yang lebar dari pancreas, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum yang melingkarinya. b. Korpus / badan pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini yang letaknya dibelakang lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama. c. Kauda / ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing terletak disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas (Sumber : Dalley A. F. : 1995) Menurut Price, S. A., Alih bahasa Peter, A, (1994 : 431) dan Francis, S.G dan John, D.B, Alih bahasa Wijaya,C, dkk., (2000 : 742) pancreas dibentuk dari 2 sel dasar dengan fungsi yang sangat berbeda yaitu : a. Sel-sel eksokrin yang berkelompok disebut sel acini yang menghasilkan unsureunsur getah pancreas yang berisi enzim dan elektrolit.
2

b. Sel-sel endokrin atau pulau langerhans terdiri dari 0,7 1 juta kelenjar endokrin kecil yang tersebar diantara massa glandular pankrea seksokrin. Volume pulau-pulau langerhans kira-kira 1-1,5 % dari massa total pancreas dan beratnya sekitar 1-2 gram pada orang dewasa. Sedikitnya ada empat tipe sel yang telah dikenali pada pulaupulaulangerhans ini. Tipe-tipe ini tersebar tidak seragam pada pancreas, yang terdiri dari:

Tabel 2.1 Tipe-Tipe Sel Pada Pulau-Pulau Langerhans Pankreas


Tipe sel Sel alfa Persentase volume pulau lengerhans Berasal dari dorsal Berasak dari (kaput anterior, ventral (bagian korpus, kauda) posterior kaput) 10 % <0,5 % Produk yang dihasilkan Glukgon, proglukagon, peptide mirip glukagon (GLP-1, GLP-2) Insulin, peptide C, proinsullin, amillin, asam tetra amino butirat (GABA) Somatostatin Pollipeptida pankreas

Sel beta

70-80 %

15-20 %

Sel delta Sel F(PP)

3-5 % <2 %

<1 % 80-85 %

Sumber: Francis, S.G. dan John, D.B. alih bahasa Wijaya, C, dkk, 2000 : 743

Secara keseluruhan, pankreas menyerupai setangkai anggur yang cabang-cabangnya merupakan saluran yang bermuara pada duktus pankreatikus utama (duktus wirsungi). Saluran-saluran kecil dari setiap asinus mengosongkan isinya ke saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang kelenjar, jaringan bersatu dengan duktus koledokus pada ampula vateri sebelum masuk ke duodenum. Pankreas mendapat darah dari arteri pankreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kava inferior melalui vena pankreatika. Selain itu juga pankreas mendapatkan darah dari arteri lienalis, arteri hepar, arteri mesenterika superior dan arteri seliaka yang selanjutnya bermuara ke vena kava inverior. Pankreas dipersarafi oleh nervus vagus yang berperan dalam sekresi getah pankreas setelah makanan masuk ke lambung dan duodenum dan system saraf simpatis yang berperan menghambat sekresi insulin melalui pelepasan norepinefrin. Pankreas mempunyai dua fungsi penting, yaitu fungsi eksotrin untuk mensekresikan enzim-enzim pencernaan pada ketiga jenis makanan utama yaitu karbohidrat, lemak, dan protein melalui saluran ke duodenum dan fungsi endokrin untuk mengatur system endokrin melalui mekanisme pengaturan gula darah (Price, S. A., Alih bahasa Peter, A, 1994, Syaifudin, 1997).

Gambar 2.2 Anatomi Pulau Langerhans Dalam Kelenjar Pankreas Hormon-hormon sekresi pankreas yang berpengaruh pada pengaturan kadar gula darah :. a. Glukagon 1) Prinsip Kerja Glukagon Glukagon merupakan protein kecil dengan berat molekul 3485 dan terdiri dari rantai asam amino dan terdiri dari rantai yang tersusun atas 29- asam amino. Waktu paruh dari glukagon plasma adalah sekitar 5-10 menit. Fungsi utama glukagon adalah meningkatkan kadar gula darah dengan mempengaruhi system enzim didalah hepar, lemak, dan sel-sel otot yang kemudian memungkinkan glukosa plasma untuk memasuki dan digunakan oleh sel-sel tubuh dengan menstimulasi sekresi insulin. Dengan fungsi ini, glukagon mencegah hipoglikemia diantara waktu makan, selama olahraga, beberapa hari pertama puasa, dan setelah makan makanan yang tinggi protein yang dapat menstimulasi peningkatan insulin plasma sehingga menyebabkan ambilan selular dengan cepat dari diet karbohidrat yang diserap. Glukagon dapat menstimulasi sel-sel hati dalam menjalankan fungsinya dengan cara melakukan pemecahan glikogen cadangan di hati (glikogenolisis), mempertahankan produksi glukosa hati dari precursor asam amino (glukoneogenetik), pemecahan lemak (lipolitik) dan memproduksi badan-badan keton dari asam lemak (ketogenetik) di hati. Hal ini dapat meningkatkan konsentrasi glukosa didalam sel-sel hati, karena sel-sel hati dapat mendisforforilasi glukosa di intraseluler, maka glukosa ini dapat dilepaskan dari hati ke dalam sirkulasi darah. Asam lemak dan asam amino yang dibutuhkan untuk proses glukoneogenesis disupplai oleh pemecahan lemak yang distimulasi oleh glukagon dalam sel-sel adipose dan dilepaskan ke dalam plasma. Apabila supplai asam lemak tidak mencukupi, maka glukagon akan manstimulasi pemecahan protein menjadi asam amino dan menstransfernya ke dalam plasma darah. Asam lemak dan asam amino ini kemudian diambil oleh hepatosit dan digunakan sebagai bahan-bahan mentah dalam proses glukoneogenesis. Selain itu juga glukagon meningkatkan kadar keton plasma dengan meningkatkan pembentukan keton hepatic
4

dan meningkatkan sekresi somatostatin serta growth hormon. Meskipun fungsi glukagon berlawanan dengan fungsi insulin dalam proses pengaturan kadar gula darah, namun glukagon juga dapat menstimulasi insulin. Hal ini dapat memungkinkan glukosa plasma umtuk memasuki berbagai jaringan dan digunakan oleh jaringan itu sendiri untuk proses metabolisme, aksi langsung glukagon dalam menstimulasi sel-sel beta ini berlangsung dengan cepat. Pada tingkat seluler, glukagon bekerja pada system enzim sel siklik AMP intraseluler, dimana bahan kimiawi ini berperan sebagai pembawa pesan kedua untuk mengubah aktivitas enzim sel yang menyebabkan sejumlah besar glukagon eksogenus bekerja meningkatkan kapasitas inotropik jaringan miokardium yang disebabkan karena rendahnya glukagon endogenus. 2) Pengaturan Sekresi Glukagon Sel-sel alfa pankreas distimulasi oleh agonis beta adrenergik, teofilin, yang meningkatkan kadar plasma asam amino (terutama yang digunakan dalam proses glukoneogenesis), dan stimulasi vagal (kolinergik). Sekresi glukagon juga dipercepat oleh glukokortikoid, olah raga, stress fisik, dan infeksi. Efek olahraga pada sekresi glukagon di mediasi oleh beta adrenergik, sedangkan stress dan infeksi bekerja meningkatkan kadar glukokortikoid plasma. Kenaikan glukosa plasma dioperasikan oleh umpan balik negatif loop untuk memperlambat atau menghambat haluaran glukagon. Konsentrasi glukosa darah merupakan factor utama pengatur sekresi glukagon, namun pengaruh konsentrasi glukosa darah terhadap sekresi glukagon jelas bertentangan dengan efek glukosa terhadap sekresi insulin. Penurunan konsentrasi glukosa darah dari normalnya sewaktu puasa kira-kira sebesar 90 mg/dl darah hingga kadar hipoglikemik dapat meningkatkan konsentrasi glukagon plasma beberapa kali lipat, sebaliknya meningkatnya kadar glukosa darah himgga mencapai hiperglikemik akan mengurangi kadar glukagon dalam plasma. Jadi, pada keadaan hipoglikema glukagon yang disekresikan oleh sel alfa pankreas akan meningkat dalam plasma yang dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran glukosa dari hati dan akibat yang lebih lanjut akan membantu memperbaiki keadaan hipoglikemia b. Insulin 1) Prinsip Kerja Insulin Insulin merupakan protein kecil yang mempunyai berat molekul sebesar 5808 dan terdiri atas dua rantai asam amino yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino dipisahkan, maka aktifitas fungsional dari insuli akan hilang. Ikatan insulin pada resepror insulin mengawali aksi fisiologi insulin pada sel. Setelah molekul insulin berikatan pada reseptor, kompleks reseptor nsulin diambil kedalam sitoplasama sel melalui endositosis dan dihancurkan dalam waktu 14-15 jam oleh enzim lisosom. Insulin plasma mempunyai waktyu paruh sekitar 15 menit. Sekitar 80 %dari semua insulin yang bersikulasi dikatabolisme oleh sel-sel hati dan ginjal. Insulin mempuynyai mekanisme kerja tunggal yang mendasari segala macam efeknya pada metabolisme. Berikut ini prinsip kerja insulin : a) Jaringan adipose (1) Meningkatkan jaringan adipose (2) Meningkatkan ambilan kalium (3) Meningkatkan pemasukan dan sintesis lemak
5

(4) Meningkatkan penyimpanan lemak (5) Meningkatkan pengubahan glukosa menjadi lemak (6) Menghambat lipolisis (7) Aktivasi lipoprotein lipase b) Jaringan otot (1) Meningkatkan pemasukan glukosa (2) Meningkatkan ambilan kalium (3) Meningkatkan sintesis glikogen (4) Meningkatkan pemasukan asam amino (5) Meningkatkan sintesis protein (6) Meningkatkan katabolisme protein (7) Meningkatkan pemasukan keton kedalam se-sel c) Hati (1) Meningkatkan sintesis protein (2) Meningkatkan sintesis lemak (3) Menurunkan ketogenesis (4) Menurunkan pengeluaran karena penurunan glukoneogenesis dan meningkatkan sintesis glukagon Selain itu insulin diketahui dapat memudahkan ambilan glukosa oleh jaringan ikat, leukosit, kelenjar mammary, lensa mata, aorta, pituitary, dan sel-sel alpha. 2) Pengaturan Sekresi Insulin Sekresi insulin diatur oleh : a) Mekanisme umpan balik kadar glukosa darah, kenaikan kadar glukosa darah meningkatkan sekresi insulin, selanjutnya insulin menyebabkan transport glukosa ke dalam sel sehingga mengurangi konsentrasi gula darah kembali normal. b) Asam amino, dalam hal ini adalah asam amino yang paling kuat yaitu arginin dan leusin, dimana kerjanya mempengaruhi peningkatan insulinberbanding lurus dengan peningakatan konsentrasi gula darah. Dan sebaliknya insulin sendiri meningkatkan pengangkutan asam amino kedalam sel-sel jaringan serta meningkjkan pembentukan protein intraseluler. c) AMP siklik intra sel, rangsangan yang meningkatkan AMP siklik dalam sel B meningkatkan sekresi insulin dengan meningkatkan kalssssium intra sel. Pada pelepasan epinefrin terjadi penurunan sekresi insulin disebabkan karena epinefrin menghambat AMP siklik intrasel. d) Saraf otonom, cabang nervus vagus dextra mempersarafi pulasu langerhans dan merangsang nervus vagus menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Rangsangan saraf simpatis ke pankreas menghambat sekresi insulin melalui pelepasan norepinefrin. 3) Aktifitas Insulin Pada Target Sel Insulin yang telah disekresikan pankreas akan menuju target sel dengan cara berikatan dan mengaktifkan suatu protein spesifik pada membran sel. Reseptor protein merupakan senyawa glikoprotein yang mempunyai berat molekul kira-kira 300.000 Reseptor insulin merupakan suatu kombinasi dari empat sub unit yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfida, dua sub unit alfa yang terletak seluruhnya diluar membran sel dan dua sub unit beta yang menembus membran, menonjol kedaklam sitoplasma sel. Insulin berikatan denan sub unit alfa dibagian luar sel, tetapi
6

karena ikatan dengan sub unit beta, bagian dari sub unit beta yang menonjol kedalam sel mngalami autofosforilasi. Hal ini akan membuat ikatan tersebut menjadi suatu enzim yang aktif, suatu protein kinase setempat, yang selanjutynya menyebabkan fosforilasi dari banyak enzim intra seluler lainnya. Hasil akhir adalah mengaktifkan beberapa enzim ini sementara menghentikan enzim yang lain. Jadi, secara keseluruhan insulin memimpin proses metabolisme intra seluler untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Efek akhir dari perangsangan insulin (Hudak, C.M, dan Gallo, B.M, alih bahasa Monica, E.D, dkk., 1996 dan Guyton, A.C, alih bahasa Setiawan, I, 1996) sebagai berikut : a) Dalam beberapa detik setelah insulin diberikan dengan membran reseptornya, membran yang mencakup kira-kira 80 % dari sel tubuh ini menjadi sangat permeable terhadap glukosa. Hal ini terutama terjadi pada sel-sel otot dan sel lemak tetapi tidak terjadi pada sebagian besar sel neuron diotak. Didalam sel glukosa dengan cepat di fosforilasi dan menjadi suatu zat yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat yang umum. b) Sebagai tambahan untuk meningkatkan permeabilitas membran terhadap glukosa, membran sel menjadi permeable terhadap banyak asam amino, ion kallllium, dan ion posfor. c) Efek yang lebih lambat terjadi dalam 10-15 menit berikutnya, untuk mengubah tingkat aktifitas dari banyak enzim metabolic seluler yang lain. Efek-efek ini dihasilkan terutama dari perubahan keadaan fosforilasi enzim. d) Efek yang jauh lebih lambat terjadsi selama berjam-jam dan bahkan beberapa hari. e) Efek ini dihasilkan kecepatan translasi RNA messenger pada ribosom untuk membentuk protein yang baru dan efek yang lebih lambat lagiterjadi dari perubahan kecepatan trankripsi DNBA didalam inti sel. Dengan cara ini insulin membentuk kembali sebagian besar proses enzimatik seluler untuk mencapai tujuan metabolic. 3. Etiologi a. Etiologi Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes mellitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus tipe II. Faktor-faktor ini adalah : s Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun) s Obesitas s Riwayat keluarga s Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika) a. Etiologi Ulkus Diabetikum s Kombinasi antara gangguan arteri dengan neuropati perifer s Trauma/ cedera yang berulang tanpa diketahui oleh pasien 4. Tanda dan Gejala a. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM)
7

s Polifagia s Poliuria s Polidipsia s Lemas s Berat badan turun s Mengantuk (somnolen) yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu s Kesemutan s Gatal s Mata kabur s Impotensi pada laki-laki s Pruritus vulva pada perempuan a. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetikum s Penurunan terhadap sensasi nyeri s Perubahan pada retina s Adanya luka yang telah terinfeksi s Denyut nadi berkurang atau bahkan tidak ada pada daerah yang terdapat ulkus
Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe Pada intinya diabetes mellitus tipe 2 ini terjadi akibat predisposisi /kecenderungan genetik (gangguan sekresi insulin pada sel beta dan resistensi insulin) serta perpaduan dengan faktor lingkungan (obesitas misalnya). 1. Gangguan Sekresi Insulin Pada Sel Beta Pada awal perjalanan diabetes tipe 2, sekresi insulin terlihat normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun, secara kolektif, hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan sekresi insulin yang ditemukan pada awal diabetes tipe 2, bukan defisiensi sintesis insulin. Perjalanan penyakit selanjutnya terjadi defisiensi absolut insulin yang ringan sampai sedang. Kemudian terjadi kehilangan 20% 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun, yang terjadi adalah adanya gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta. Hilangnya sinyal pengenalan glukosa oleh sel beta dapat dijelaskan dengan dua mekanisme: a) Adanya peningkatan UCP2 (uncoupling protein 2) di sel beta orang dengan diabetes mellitus tipe 2 yang dapat menyebabkan hilangnya sinyal glukosa yang khas pada penyakit. UCP2 adalah suatu protein mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia dari fosforilasi oksidatif (sehingga menghasilkan panas, bukan ATP) yang kemudian diekspresikan dalam sel beta. Kadar UCP2 intrasel yang tinggi akan melemahkan respon insulin sedangkan kadar yang rendah akan memperkuatnya. b) Adanya pengendapan amiloid di islet Pada 90% pasien diabetes tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada autopsi. Amilin yang merupakan komponen utama amiloid yang mengendap ini secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Namun pada jika kemudian terjadi resistensi insulin yang menyebabkan hiperinsulinemia, maka akan berdampak pada peningkatan produksi amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa atau dengan kata lain amiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel beta. 2. Obesitas / Kegemukan Obesitas dapat pula menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe 2 ini dikarenakan obesitas ini dapat meningkatkan resistansi insulin ke suatu tahap yang tidak lagi dapat dikompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Konsep resistansi insulin adalah sebagai berikut : pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada

membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa resistensi insulin yang berkaitan erat dengan obesitas menimbulkan stres berlebihan pada sel beta yang akhirnya mengalami kegagalan dalam menghadapi peningkatan kebutuhan insulin. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: 1) Usia (meningkat pada usia di atas 65 tahun) 2) Obesitas 3) Riwayat keluarga 4) Kelompok etnik 5) Aktifitas fisik kurang 6) Penyakit lain

5. Patofisiologi Menurut Smeltzer, S.C, dan Bare, B.G, alih bahasa Hartono A, dkk, 2001 : 1220 diabetes mellitus terbagi kedalam beberapa klasifikasi atau tipe-tipe tertentu diantaranya : a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin atau IDDM (Insulin Independent Diabetes Melitus) b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan sindrom tertentu, seperti: 1) Penyakit pancreas 2) Kelainan hormonal 3) Obat/ bahan kimia 4) Kelainan reseptor dan kelainan genital d. Diabetes mellitus gestasional atau GDM (Gestasional Diabetes Melitus) e. Diabetes karena kerusakan toleransi glukosa Tipe-tipe diabetes mellitus yang paling sering terjadi adalah diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan diabetes mellitus tipe II (NIDDM). Sesuai dengan kasus yang terjadi pada Tn. S maka untuk lebih jelasnya akan dijelaskan tentang mekanisme penyakit diabetes mellitus tipe II sebagai berikut. Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah

pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK). Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Untuk sebagian besar pasien ( 75%), penyakit diabetes mellitus tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan. Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress fisiologis yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan. 6. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II a. Komplikasi akut 1) Hipoglikemia Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan, khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan camilan. Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori : gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat. a) Hipoglikemia ringan Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar. b) Hipoglikemia Sedang Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapatkan cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, confuse, penurunan daya ingat, mati rasa didaerah bibir serta lidah, bicara rero, gerakan tidak
10

terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, pengllihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan c) Hipoglikemia Berat Fungsi sitem saraf pusat menagalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi Hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan, atau bahkan kehilangan kesadaran. 2) Diabetes Ketoasidosis Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada diabetes ketoasidosis : (1) Dehidrasi (2) Kehilangan elektrolit (3) Asidosis Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa bersamasama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. 3) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK) Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hipergklikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. b. Komplikasi Kronik Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat menyerang semua sistem organ tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lajim digunakan adalah penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis. 1) Komplikasi Makrovaskuler Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan pasien-pasien non diabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes. Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi ateerosklerotik. Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner, maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA (Transiennt Ischemic Attack). Selain itu ateerosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit okluisif arteri perifer atau penyakit vaskuler perifer. 2) Komplikasi Mikrovaskeler a) Retinopati Diabetik
11

Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler. b) Nefropati Diabetik Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal ajkan mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati c) Neuropati Diabetikum Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah : (1) Polineuropati Sensorik Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer. Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf, khususnya saraf extremitas bagian bawah. Kelainan ini mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi yang simetris dan secara progresif dapat meluas ke arah proksimal. Gejala permulaanya adalah parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan dan peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati ini kaki akan terasa baal. Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui. (2) Neuropati Otonom (Mononeuropati) Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan berbagai fungsi yang mengenai hampir seluruh system organ tubuh. Ada lima akibat utama dari neuropati otonom (Smeltzer, B, alih bahasa Kuncara, H.Y, dkk., 2001 : 1256-1275) antara lain : (a) Kardiovaskuler Tiga manifestasi neuropati pada sistem kardiovaskuler adalah frekuensi denyut jantung yang meningkat tetapi menetap, hipotensi ortostatik, dan infark miokard tanpa nyeri atau silent infark. (b) Pencernaan Kelambatan pengosongan lambung dapat terjadi dengan gejala khas, seperti perasaan cepat kenyang, kembung, mual dan muntah. Konstipasi atau diare diabetik (khususnya diare nokturia) juga menyrtai neuropati otonom gastrointestinal. (c) Perkemihan Retensi urine penurunan kemampuan untuk merasakan kandung kemih yamg penuh dan gejala neurologik bladder memiliki predisposisi untuk mengalami infeksi saluran kemih. Hal ini terjadi pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, mengingat keadaan hiperglikemia akan mengganggu resistensi terhadap infeksi. (d) Kelenjar Adrenal (Hypoglikemik Unawarenass) Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia. Ketidakmampua klien untu mendeteksi tanda-tanda peringatan hipoglikemia akan membawa mereka kepada resiko untuk mengalami hipogllikemi yang berbahaya. (e) Disfungsi Seksual Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada laki-laki merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti. Efek neuropati otonom pada fungsi seksual wanita tidak pernah tercatat dengan jelas.
12

7. Dampak Diabetes Melitus tipe II Terhadap Sistem Tubuh Lain a. Sistem Pernapasan Defisiensi insulin menimbulkan peningkatan glikolisis dijaringan lemak serta ketogenesis dihati. Glikolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak akibat bertambahnya pasokan asam lemak dihati. Dalam mitokondria hati, enzim kartinil asil transferase I terangsang untuk merubah asam lemak bebas menjadi benda-benda keton. Proses ini menghasilkan asam beta hidroksi butirat dan asam asetoasetat yang mengakibatkan asidosis metabolik. Efek kedua yang biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis metabolik dari peningkatan langsung asam-asam keton mempunyai ambang eksresi ginjal yang rendah yaitu 100 200 gram. Asam-asam keton dapat disekresikan berikatan dengan natrium yang berasal dari CES, sebagai akibatnya konsentrasi Na+ dalam CES biasanya berkurang dengan Na+ diganti oleh peningkatan jumlah ion H+, sehingga meningkatkan asidosis. Hal ini dapat dilihat dari pola pernapasan yang cepat dan dalam (kussmaull). b. Sistem kardiovaskuler Defisiensi insulin menyebabkan metabolisme lemak diantaranya pembentukan kolesterol tubuh yang berpengaruh pada proses terjadinya ateroskerosis da mempercepat timbulnya infark pada jantung dan akhirnya pembuluh darah besar menjadi kolaps (komplikasi makrovaskuler) sehingga menjadi pencetus munculnya penyakit jantung koroner seperti AMI (Acute Miokard Infark) dan angina pectoris. Bila gangguan jantung dirasakan oleh penderita diabetes mellitus dengan neuropati maka akan mengancam timbulnya kematian karena penderita tidak merasakan gejala gangguan jantung secara dini. Bila aterosklerosis timbul pada daerah perifer maka akan timbul kelainan pada pembuluh darah kaki berupa ulkus atau gangren diabetic dan pada perabaan arteri dengan denyut yang berkurang sampai menghilang. Komplikasi mikrovaskulerpun dapat terjadi, akibat defisiensi insulin maka glukosa tidak mampu masuk ke jaringan sehingga glukosa lebih banyak terakumulasi diekstrasel bersama glukosa yang telah diubah dalam bentuk lain dengan bantuan enzim adolase reduktase (sorbitol dan fruktosa). Hal ini menyebabkan meningkatnya kekentalan membran sel diantara jaringan dan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan sirkulasi tubuh ke perifer lainnya dan jaringan perifer kekurangan suplai oksigen dan nutrisi. Hal ini cenderung untuk mempertahankan produksi racun akibat metabolisme yang lama yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan terjadi peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah diluar jaringan, maka jaringan akan menjadi hipoksia akibatnya ditandai dengan neuropati, nefropati dan retinopati. c. Sistem Pencernaan Defisiensi insulin menyebabkan kegagalan dalam pemasukan glukosa ke jaringan sehingga sel-sel kekurangan glukosa intrasel dan menimbulkan dampak : 1) Peningkatan penggunaan protein dan glikogen oleh jaringan sehingga menyebabkan penurunan massa sel yang berdampak pada penurunan berat badan. 2) Pembakaran lemak dan cadangan protein untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Proses ini mengahsilkan benda-benda keton yang diakibatkan karena
13

hati tidak mampu menetralisir lemak. Penumpukan asam lemak akan mengiritasi membrane mukosa lambung sehingga menimbulkan perasaan mual dan muntah. Selain itu juga iritasi membrane mukosa lambung dapat merangsang zat-zat proteolitik untuk mengeksresi serotonin, bradikinin dan histamine sehingga timbul nyeri lambung. 3) Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme (starvasi sel). Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel akan merangsang pusat makan bagian lateral dari hypothalamus sehingga timbul peningktan rasa lapar (polifagia). 4) Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan penumpukan sorbitol yang dapat merusak fungsi saraf. Bila kerusakan ini mengenai saraf otonom, maka akan menimbulkan diare atau konstipasi dan gangguan persepsi terhadap lapar. d. Sistem Perkemihan Kekurangan pemasukan glukosa kedalam sel menyebabkan peningkatan volume ekstrasel sehingga terjadi peningkatanosmolaritas sel yang akan merangsang pusat haus di hypothalamus bagian lateral. Pada fase ini klien dapat merasakan polidiopsia dan penurunan produksi urin. Peningkatan sekresi ADH akan menahan pengeluaran urin sehingga volume cairan intraseluler menurun dan merangsang reseptor di hypothalamus untuk menekan sekresi ADH sehingga terjadi osmosis akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi ambang batas ginjal. Diuresis osmotic akan mempercepat pengisian vesika urinaria, sehingga merangsang keinginan untuk berkemih (poliuria) dan kondisi ini bertambah pada malam hari karena terjadi vasokonstriksi akibat penurunan suhu sehingga merangsang keinginan untuk berkemih pada malam hari (nokturia). Selain itu juga gangguan system perkemihan dapat pula terjadi akibat adanya kerusakan ginjal (nefropati), karena adanya penurunan perfusi ke daerah ginjal. e. Sistem Reproduksi Defisiensi insulin dapat menyebabkan terjadinya impotensi dan untuk wanita terjadi penurunan libido. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan penurunan ekstradiol pada gugus protein akibat kegagalan metabolisme protein. Pada wanita sering pula terdapat keluhan keputihan yang disebabkan oleh infeksi kandida dengan mekanisme seperti pada system integumen. f. Sistem Muskuloskeletal Defisiensi insulin menghambat transfer glukosa ke sel dalam jaringan tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan terjadi peningkatan glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan hambatan dalam perfusi ke jaringan otot yang akan mengakibatkan jaringan otot kurang mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk metabolisme, sehingga energi yang dihasilkan berkurang yang berdampak pada timbulnya kelemahan dan bila dibiarkan lebih lanjut dapat mengakibatkan atrofi otot. Defisiensi insulin juga menyebabkan penurunan jumlah sintesa glikogen dalam otot serta peningkatan katabolisme protein. g. Sistem Integumen Defisiensi insulin dapat berdampak pada integritas jaringan kulit yang bisa disebabkan oleh neuropati diabetes dan angiopati diabetes. Neuropati perifer akan menyebabkan penurunan sensasi perifer sehingga pengontrolan terhadap trauma mekanis, termis dan

14

kimia menurun yang akan memudahkan terjadinya luka sehingga mengancam keutuhan jaringan kulit. Teori lain yang mendasari kerusakan jaringan kulit adalah penumpukan endapan lipoprotein sehingga menyebabkan kebocoran protein dan butir-butir darah. Hal ini dapat menimbulkan : 1) Pertahankan jaringan setempat menurun cepat pada kulit dan jika ada luka mudah infeksi dan pada tahap yang lebih lanjut dapat menyebabkan terjadinya syok septicemia. 2) Bila keadaan ini terjadi di kapiler tungkai bawah dapat menimbulkan edema yang hilang timbul pada tungkai karena kebocoran albumin sehingga jaringan mudah terinfeksi, luka sukar sembuh, mudah selulitis dan akhirnya terjadi ulkus atau gangrene diabetikum. h. Sistem Persarafan Defisiensi insulin menimbulkan hambatan glukosa ke dalam sel-sel saraf sehingga mengganggu proses-proses metabolisme sel saraf sehingga akan menimbulkan perubahan biokimiawi jaringan saraf yang mengakibatkan gangguan dalam proses metabolic sel-sel schwann hambata dan kehilangan impuls pada akson. Akibatnya akson tidak dapat menghantarkan impuls dengan sempurna. Dampak lainnya adalah hambatan dalam konduksi saraf yang mengakibatkan gangguan dalam polarisasi membrane akibat dari penurunan pembentukan ATP. Perubahan-perubahan diatas menyebabkan gangguan terhadap fungsi dan konduksi saraf (neuropati) sebagai akibat dari penumpukan sorbitol, fruktosa dan penurunan mioinositol. Bila menyerang saraf otonom dapat menimbulkan konstipasi atau diare, retinopati. Selain itu juga dapat mengakibatkan polineuropati perifer yang pertama kali ditandai oleh hilangnya sensasi pada ujung-ujung ekstrimitas bawah dan adanya rasa kesemutan, nyeri, berkurangnya terhadap sensasi getar, propioseptik, baal-baal dan pada tahap lanjut dapat menimbulkan gangguan motorik yang disertai dengan hilangnya refleks-refleks tendon dalam. i. Sistem Penginderaan Hiperglikemia yang diakibatkan oleh defisiensi insulin menyebabkan gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa) yang menyebabkan terjadinya penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan mata. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habil melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantara enzim adolase reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol ini akan tertumpuk didalam lensa mata sehingga menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi pada lensa mata yang pada tahap lanjut menimbulkan katarak. Hiperglikemia menyebabkan terjadinya pelebaran sakular dari arteriola retina yang pada tahap lanjut dapat menimbulkan retinopati dan kebutaan. 8. Prosedur Diagnostik s Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/ dL). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress. s Gula darah puasa (FBS) normal atau diatas normal

15

s Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5 6% s Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respons terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menandakan ketoasidosis s Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya ateroskelosis. Diagnosis DM dibuat bila gula darah puasa diatas 140 mg/ dL selama dua atau lebih kejadian dan pasien menunjukkan gejala-gejala DM (poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, ketonuria dan kelelahan). Juga, diagnosis dapat dibuat bila contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lain (30 menit, 60 menit atau 90 menit) melebihi 200 mg/ dL. 9. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe II Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes mellitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus : 1) Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut : (a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral) (b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai (c) Memenuhi kebutuhan energi (d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis (e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Perencanaan makan pada penderita diabetes mellitus terdiri dari : 1) Perencanaan makan unsur karbohidrat Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks khususnya yang berserat tinggi seperti : roti gandung utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta/ mie yang berasal dari gandum. Disamping itu, penggunaan sukrosa dengan jumlah yang sedang kini lebih banyak diterima sepanjang pasien masih dapat mempertahankan kadar glukosa serta lemak (mencakup kolesterol dan trigliserida) yang adekuat dan mampu mengendalikan berat badannya. 2) Perencanaan makan unsur protein

16

Rencana makan dapat mencakup penggunaan beberapa makanan sumber protein nabati untuk membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. 3) Perencanaan makan unsur lemak Perencanaan makan yang mempunyai kandungan lemak dalam diet diabetes mencakup penurunan persentase total kalorinya yang berasal dari sumber lemak hingga kurang 30 % total kalori dan pembatasan jumlah lemak jenuh hingga 10 % total kalori. Selain itu juga pembatasan asupan kolesterol hingga kurang dari 300 mg/ hari sangat dianjurkan. 4) Perencanaan makan unsur serat Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dalam darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi 2) Latihan Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan ( resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes. Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosadarah lebih dari 250 mg/ dl (14 mmol/ L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menjadi negative dan kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormone ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah. Pedoman umum latihan pada diabetes : Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindung kaki lainnya Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin Periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan Hindari latihan pada saat pengendalian metabolik buruk 3) Pemantauan Kadar Glukosa Darah Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG; Selfmonitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemiadan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan aka mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. 4) Terapi
17

Obat hipoglikemik oral (OHO) seperti sulfonylurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing agen Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau dengan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah yang akurat sangat penting. 5) Pendidikan Kesehatan Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang dapat ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus. b. Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum 1) Debridemen Debridemen merupakan eksisi pada kulit yang terdapat luka dengan jaringan yang telah rusak. Hal tersebut dikerjakan dengan tujuan untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan mempercepat pembentukan jaringan baru pada luka. Pembedahan debridemen diindikasikan untuk klien dengan ulkus yang sangat luas dan dalam yang disertai dengan adanya jaringan mati pada luka, serta pada klien yang mempunyai risiko terjadinya syock septicemia. Pembedahan debridemen dilakukan tergantung dari luas dan kedalaman ulkus serta dengan mempertimbangkan kemungkinan banyaknya kehilangan darah saat pembedahan. Dokter bedah dapat melakukan debridemen diruang tindakan ataupun diruang operasi. Pembedahan debridemen terdiri dari : a) Mechanical Debridement Mechanical debridement dapat dilakukan secara berulang untuk mengangkat dan membersihkan jaringan luka yang telah mati. Pada mechanical debridement proses perawatan luka merupakan hal yang efektif dan dapat dilakukan dengan penggantian balutan dari balutan lembab ke balutan kering atau juga dari balutan kering ke balutan lembab pula. b) Enzymatic Debridement Enzymatic debridement meliputi penyediaan enzim proteolitik dan fibrinolitik sintesis. Produk ini khusus digunakan untuk jaringan nekrotik saluran pencernaan dan memfasilitasi pembersihan jaringan luka yang telah mati. Enzim proteolitik dan fibrinolitik menyediakan lingkungan yang lembab untuk keefektifan proses penyembuhan luka dan pembentukan jaringan baru serta digunakan secara langsung pada luka. Nyeri dan perdarahan merupakan masalah utama dari penatalaksaan ini dan harus dilakukan secara terus-menerus.Enzymatic debridement merupakan kontraindikasi untuk luka yang sangat luas dan dalam pada tubuh terutama luka yang
18

membentuk suatu lubang atau rongga, pembedahan jaringan saraf dan ulkus akibat neoplasma. c) Surgical Debridement Surgical debridement meliputi eksisi jaringan mati. Terdapat dua teknik yang biasa digunakan untuk surgical debridement pada saat sekarang yaitu eksisi tangensial dan eksisi fasial. Eksisi tangensial dilakukan dengan mengangkat banyak lapisan yang tipis sampai jaringan pada luka tumbuh kembali. Eksisi fasial dilakukan dengan pembersihan inti jaringan lemak sampai ke fasia. Teknik ini sering digunakan untuk luka yang sangat dalam. 2) Grafting Grafting merupakan pencakokan atau penanaman jaringan kulit kepada jaringan kulit lain dengan tujuan untuk menumbuhkan jaringan kulit yang baru sehingga luka dapat menutup secara signifikan. Indikasi untuk dilakukannya autografting adalah sebagai berikut : a) Ulkus yang sangat luas dan dalam serta tidak dapat ditutp dengan grafting karena keluasan dari luka atau hal lain yang menghambat terhadap proses grafting pada luka ulkus. b) Penyembuhan alami yang menyebabkan kehilangan fungsi dari system musculoskeletal seperti adanya deformitas pada persendian, tulang ataupun yang lainnya. Keberhasilan proses pencangkokan atau penanaman kulit dipengaruhi oleh keadaan daerah sekitar luka yang mendukung terjadinya proses granulasi jaringan. Pencangkokan atau penanaman jaringan kulit dapat diperoleh dari donor, kemudian dipindahkan pada luka ulkus yang selanjutnya dijahit pada daerah luka ulkus tersebut. Pengcangkokan keseluruhan jaringan kulit dan penutupan myocutaneus digunakan untuk penutupan luka yang dalam, luka yang luas atau pada organ yang vital. 3) Terapi Pengobatan Agen antibakterial topikal sering diindikasikan untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pada luka dengan nekrosis yang sangat luka atau pada keadaan daya immunitas jaringan luka yang terganggu. Untuk menghindari infeksi pada jaringan luka, penggunaan antibiotic profilaksis biasanya dihindari karena bahaya dari perkembangan strain bacterial yang resisten.
Asuhan Keperawatan Tn. A
A. Biodata Klien 1. Data Klien Nama Usia Jenis Kelamin Tempat Tinggal : Tn. A : 50 Tahun : Laki-laki :-

B. Pemeriksaan Fisik Terfokus 1. Pemeriksaan Fisik a. Pemerikskaan TTV TD : 110/90mmHg Nadi :RR :Suhu :BB sebelum sakit : 75kg 19

BB sekarang : 50kg b. Pemeriksaan Fisik Terfokus 1. Aktivitas / istirahat - Lemah 2. Sirkulasi - Adanya riwayat hipertensi - Penglihatan aga buram 3. Eliminasi - Perubahan pola berkemih (poliuria), 5. Makanan / cairan - Perubahan pola makan (pengen makan terus) - Sering haus

C. Mind Maping
Tn. A 3 50 tahun
Ds : klien mengatakan sering merasa lemas klien mengatakan penglihatan sudah aga buram Klien mengatakan pipis terus Dx: Resiko injuri b/d gangguan penglihatan

Dx: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan

Do : BB sebelum sakit : 75kg, BB sekarang 50kg

Dx: Devisit volume cairan b/d diuresis osmotic

D. Diagnosa Keperawatan
a. Devisit volume cairan b/d diuresis osmotic b. Intoleransi aktivitas b/d penurunan simpanan energi c. Resiko injuri b/d gangguan penglihatan

E. Intervensi 1. Devisit volume cairan b/d diuresis osmotic


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi : a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD orotstatik Rasional : Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. b. Ukur berat badan setiap hari Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat

2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energi


20

Tujuan energi

Pada pasien tidak terjadi kelelahan dengan penurunan produksi

Kriteria hasil : - Mengungkapkan peningkatan tingkat energy - Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan Intervensi : a. Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan. Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah. b. Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu. Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan. c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan aktivitas. Rasional : Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologi. d. Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat. Rasional : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kegiatan akan pada energi pada setiap kegiatan. e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi. Rasional : Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien

3. Resiko injuri b/d gangguan penglihatan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi injuri pada pasien Kriteria hasil : - Mengidentifikasi faktor-faktor resiko injuri Memodifikasi lingkungan sesuai petunjuk untuk meningkatkan keamanan dan penggunaan sumber-sumber secara tepat. Intervensi : a. Hindarkan alat-alat yang dapat menghalangi aktivitas pasien Rasional : Untuk meminimalisir terjadinya cedera b. Gunakan bed yang rendah Rasional : Meminimalkan resiko cedera c. Orientasikan untuk pemakaian alat bantu penglihatan ex. Kacamata Rasional : Membantu dalam penglihatan klien d. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi Rasional : Agar tidak terjadi injuri

21

RESUME ENDOKRIN

KEPERAWATAN DEWASA 1
(Diajukan untuk memenuhi salah satu mata ajar keperawatan dewasa 1)

Disusun oleh : 1. Aiyeni 2. Asri Agung Permana 3. Herdi Dona 4. Irman Gumelar 5. Mirna Minawati Alam 6. Regiliana P 7. Sevi Juliana Sopian 8. Sulistiawati

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KOTA SUKABUMI
2012 2013
22

You might also like