You are on page 1of 19

TUGAS TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK DAN PAKAN TERNAK (Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah tehnologi Pengelolaan limbah Pertanian Semester V)

Oleh : Rayi Respati Fitria Prastyan Norma Lailatun N. (101510501041) (101510501044) (101510501089)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

BAB 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan, di samping menghasilkan produk utama, berupa biji-bijian minyak atau serat, juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Dari aspek pakan ternak, produk limbah perkebunan bisa berupa bahan berserat tinggi, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan berserat (hijauan makanan ternak), seperti pucuk tebu, ampas tebu, tandan sawit, hasil pangkasan tanaman penaung (kakao) seperti lamtoro atau gamal. Di samping itu juga ada limbah perkebunan yang memiliki potensi untuk diolah sebagai bahan pakan penguat (konsentrat) seperti lumpur sawit, molasis, bungkil kelapa, cangkang kakao, buah semu mete serta kulit buah kopi. Melalui teknik fermentasi mutu limbah-limbah tersebut dapat ditingkatkan, sehingga kandungan gizinya bisa hampir sama, atau bahkan melebihi kandungan gizi dedak padi. Sehingga limbah-limbah tersebut seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk mengganti dedak sebagai komponen penting dalam ransum ternak, baik ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau) maupun ternak non-ruminansia (ayam, itik, babi). Disamping itu dengan proses pengolahan, diharapkan adanya senyawa senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan ternak dapat dihilangkan atau ditekan dan masa penyimpanannya dapat diperpanjang, sehingga dapat tersedia sepanjang tahun, meskipun panen komoditas perkebunan bersifat musiman. Dalam proses pengolahan, diperlukan proses fermentasi, pengeringan serta penepungan dan atau pencacahan. Agar proses tersebut dapat dilakukan secara efesiens diperlukan peralatan mekanis, seperti alat penepung dan pencacah. Karena itu, dalam pemanfaatan limbah ini, diperlukan pengetahuan dan keterampilan petani untuk menguasai paket teknologi tersebut secara menyeluruh.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara pengelolaan yang dilakukan terhadap limbah kakao yang dihasilkan tersebut? 2. Apa saja manfaat dari limbah kulit kakao? 3. Apa pengaruh limbah kakao bagi lingkungan di sekitarnya? 4. Apa rekomendasi yang dapat diterapkan untuk menangani limbah kakao tersebut? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui cara penanganan dan pengelolaan yang dilakukan terhadap limbah kakao. 2. Untuk mengetahui manfaat dari limbah tanaman kakao 3. Untuk mengetahui pengaruh limbah kakao bagi lingkungan di sekitarnya. 4. Dapat merekomendasikan dalam penanganan limbah kakao agar tidak membahayakan bagi lingkungan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Fauzan (1999), kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan yang berasal dari Amerika Selatan dan sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini mampu berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi para petani. Adapun Secara botani kakao diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili : Malvaceae (Sterculiaceae) Genus : Theobroma Spesies : T. cacao Pemerintah berusaha untuk meningkatkan devisa negara terutama dalam kegiatan ekspor non-migas. Salah satu sektor pendukung yang mampu dikembangkan secara optimal adalah sektor-sektor di bidang perkebunan. Berbagai jenis tanaman perkebunan telah diusahakan dan dikembangkan. Tanaman perkebunan yang dimaksud meliputi karet, kelapa sawit, kakao, kopi, teh dan tebu. Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan yang memiliki posisi cukup baik dalam perdagangan dunia. Kakao juga sebagai salah satu komoditi perkebunan yang banyak diminati oleh konsumen, sehingga nilai ekonomisnya meningkat. Konsumsi tersebut menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat karena pertumbuhan penduduk yang terus bertambah. Tingginya permintaan kakao oleh masyarakat dunia, diperkirakan negara-negara produsen tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu prospek kakao pada saat ini di Indonesia cukup baik (Sulistiyani, dkk, 2006). Menurut Arsyad (2011), dalam kebijaksanaan ekonomi dalam negeri yang mengarah pada upaya peningkatan ekspor non migas dan penerapan kebijaksanaan efisiensi melalui deregulasi, debirokratisasi dan penyesuaian struktural. Untuk pertama kalinya, aturan main menjadi faktor penting dan langsung berkaitan dengan kepentingan nasional di bidang perdagangan termasuk

dalam hal ini komoditas kakao. Selain itu, kebijakan pemerintah dan terjadinya perubahan faktor-faktor eksternal di negara lain juga diduga kuat berdampak terhadap terjadinya perubahan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun bagian ini hanya diekstrak untuk menyajikan analisis dampak rencana pemberlakuan pajak ekspor dan subsidi harga pupuk terhadap produksi dan ekspor kakao Indonesia. Menurut Agus (2010), sentra tanaman kakao di Bali terdapat di Kabupaten Tabanan dan Jemberana. Di Kabupaten Tabanan, kebun kakao paling luas terdapat di Kecamatan Selemadeg yaitu mencapai luas 1.095,134 hektar dengan produksi biji kering sekitar 1.139,41 kg per hektar setiap tahun, yang diusahakan dalam bentuk kelompok tani Hasil kakao yang dicapai oleh petani tersebut masih tergolong rendah, dan sebenarnya masih dapat diti ngkatkan, baik jumlah maupun mutunya. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan petani kakao khususnya dibidang teknologi pemupukan berimbang, pemeliharaan, dan peng endalian hama/penyakit masih relatif rendah. Kondisi kesuburan tanah di daerah tersebut khususnya pada beberapa kebun kakao petani menunjukkan ke suburan yang relatif rendah. Ini terbukti dari hasil analisis tanah yang dilakukan tahun 2008 menunjukkan pH (agak asam), C-organik (rendah-sedang), kadar Ntotal (rendah), P-tersedia dan K- tersedia (rendah-sedang). kondisi tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah : solum tanah minimal 90 cm, gembur, mengandung bahan organik tinggi, mengandung unsur hara yang tinggi dan berimbang, memiliki pH tanah netral (6 - 7,5). Menurut Suhardi (1978), komoditas biji kakao di Indonesia diharapkan memperoleh posisi yang sejajar dengan komoditas tanaman perkebunan lainnya. Sumbangan nyata biji kakao terhadap perekonomian Indonesia dalam bentuk devisa dari ekspor biji kakao dan hasil industri kakao relative besar. Usaha tanaman kakao saat ini di Indonesia mempunyai arti penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi. Sebab selain merupakan sumber devisa negara, juga merupakan tempat tersedianya lapangan kerja dan sumber penghasilan bagi para petani kakao, terutama di daerah-daerah sentral produksi. Indonesia merupakan daerah yang mempunyai potensi yang baik untuk pengembangan kakao, tetapi

hingga saat ini produksi kakao Indonesia hanya merupakan sebagian kecil dari produksi kakao dunia Pada setiap pembibitan tanaman, air memiliki peranan yang sangat penting, kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesis karena turgiditas sel penjaga stomata akan menurun, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Kondisi agroklimat, seperti ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, sifat kimia tanah, ketersediaan unsur hara tanah, dan toksitas sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) dan Pusat Penelitian Kopi & Kakao Jember, tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak sesuai (S3) dan tidak sesuai (N). Dengan demikian dapat diketahui tingkat kesesuaian penanaman kakao di suatu wilayah. Penilian tersebut didasarkan atas kondisi agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah (Wahyuni, 2008). Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang banyak diminati oleh konsumen sehingga nilai ekonomisnya meningkat, konsumen kakao dunia pada dekade terakhir rata rata 1.500.000 ton/ tahun konsumsi tersebut menunjukkan cenderungan yang terus meningkatkan karena pertumbuhan penduduk yang terus bertambah, tingginya permintaa kakao oleh masyarakat dunia diperkirakan negara negara produsen dapat memenuhi kebutuhan tersebut oleh karena itu prospek kakao pada saaat ini diindonesia cukup baik (Dwi, 2006)

BAB 3. PEMBAHASAN

Kasus penanganan limbah pertanian dan perkebunan sampai saat ini masih merupakan kendala dalam program penanganan limbah di tingkat petani. Masalah ini di antaranya adalah keterbatasan waktu, tenaga kerja, maupun keterbatasan areal pembuangan. Di samping itu limbah pertanian dan perkebunan belum banyak dimanfaatkan walaupun dalam beberapa kondisi memiliki potensi sebagai bahan pakan ternak maupun bahan baku pembuatan kompos, sehingga perlu dilakukan pengamatan dalam mendukung program pemanfaatan limbah potensial terutama limbah potensial yang dihasilkan oleh tanaman kakao yaitu limbah kulit kakao. Kita sendiri banyak mengenal tanaman kakao sebagai tanaman yang dapat menghasilkan cokelat. Tapi siapa sangka bahwa selain bijinya yang dapat diproses menjadi cokelat ternyata kulit dari buah kakao yang selama ini menjadi limbah dari industri cokelat juga mempunyai nilai jual yang tinggi. Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao. Berdasarkan penelitian, kulit kakao atau biasa kita sebut kulit cokelat mempunyai kandungan gizi yaitu 22% protein, 39% lemak, bahan kering (BK) 88%, protein kasar (PK) 8%, serat kasar (SK) 40,15, dan TDN 50,8%, metabolisme energi (K.kal) 2,1, pH 6,8. Dari penjelasan tentang kandungan gizi dapat disimpulkan bahwa kulit kakao ini memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dan dapat diolah menjadi limbah yang bernilai jual tinggi.. Maka pada makalah ini kita dapat membahas tentang pendayagunaan limbah kulit kakao untuk menjadi pupuk serta pakan ternak alternative yang dapat meningkatkan produktivitas hewan ternak. Pembuatan pupuk yang terbuat dari kulit kakao sendiri tidak jauh berbeda dengan pembuatan pupuk kompos lain. Kulit kakao yang ada, dikumpulkan dalam satu lubang tanah, lalu dicampur dedaunan, batang pisang dan jerami yang kemudian ditimbun selama kurang lebih 60 hari. Agar hasilnya maksimal, timbunan tersebut tidak boleh dibuka selama proses berlangsung, selain itu bisa ditambahkan mikro organisme pengurai atau cacing tanah agar bisa mempercepat penggemburan. Setelah itu, lubang

bisa digali dan kulit kakao akan berubah menjadi gembur. Lalu, pupuk kompos yang sudah jadi, diangkat dari lubang. Selanjutnya pupuk kompos yang kasar disaring supaya menghasilkan pupuk kompos yang halus, maka pupuk siap digunakan. Secara ekonomi pupuk dari bahan dasar kulit kakao bisa menghemat biaya hingga 50 persen, sehingga petani tidak susah lagi dengan kelangkaan pupuk yang sering terjadi belakangan ini. karena unsur hara yang ada di dalam pupuk yang terbuat dari kakao telah mencukupi. Agar unsur hara pupuk kompos dari kulit kakao mencukupi bisa ditambahkan dengan pupuk ZA dan NSP. Selain menghemat biaya, pupuk dari kulit kakao tersebut sangat ramah lingkungan karena tidak mengandung zat asam berlebih, sehingga tidak membuat struktur tanah menjadi keras. Selain dapat digunakan sebagai pupuk ternyata dari kandungan yang terdapat dari limbah kulit kakao sendiri dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak alternative. Selama ini para peternak sapi, kambing atau unggas sering mengandalkan pakan yang berasal dari rerumputan atau sayuran untuk pakan ternaknya sehari-hari. Dengan pakan yang standar tersebut produktivitas dari hewan ternak tidak dapat maksimal Dan lagi kendala yang sering dialami oleh para petani sendiri adalah terbatasnya pakan tersebut. Perluasan areal untuk penanaman rumput sebagai pakan ternak sangat sulit, karena alih fungsi lahan yang sangat tinggi. Dan pada musim kemarau tanaman rumput terganggu pertumbuhannya, sehingga pakan rumput yang tersedia kurang baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Bahkan di daerah-daerah tertentu rumput pakan ternak akan kering dan mati sehingga menimbulkan krisis pakan rumput. Mengingat sempitnya lahan penggembalaan dan kendala ketersediaan tanaman pakan pada musim kemarau, maka usaha pemanfaatan sisa hasil (limbah) pertanian untuk pakan perlu dipadukan dengan bahan lain yang sampai saat ini belum biasa digunakan sebagai pakan yang dapat meningkatkan produktivitas hewan ternak tersebut. Kulit buah kakao, memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi

dalam penyediaan pakan ternak. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak dapat diberikan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung setelah diolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit buah kakao segar yang dikeringkan dengan sinar matahari kemudian digiling dan dihaluskan selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak. Proses pengolahan limbah kulit kakao menjadi pakan ternak alternative dapat menggunakan dua cara yaitu proses pengolahan limbah kulit kakao tanpa melalui fermentasi dan proses pengolahan dengan melalui fermentasi. Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang umumnya tumbuh di daerah tropis. Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan berupa biji, yang nantinya diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan bubuk coklat, biasa digunakan sebagai minuman penyegar dan makanan ringan. Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Banyak terdapat limbah seperti limbah perkotaan, limbah rumah tangga dan limbah pertanian. Limbah pertanian meliputi semua hasil proses pertanian yang tidak termanfaatkan atau belum memiliki nilai ekonomis. Salah satu cara untuk memanfaatkan limbah pertanian adalah dengan dijadikan kompos, seperti halnya dengan kulit buah kakao. Bahan organik sering disebut segbagai bahan penyangga tanah. Tanah dengan kandungan bahan organik rendah akan berkurang kemampuannya mengikat pupuk kimia sehingga efisiensinya menurun akibat sebagian pupuk hilang akibat pencucian, fiksasi atau penguapan. Kandungan bahan organik dalam tanah semakin lama semakin berkurang, oleh karena itu pemberian pupuk organik pada tanaman perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui penguruh pupuk organik terhadap pertumbuhan tanaman Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk organik yang berasal dari pemanfaatan limbah kulit kakao yang terlebih dahulu dikomposkan dengan menggunakan aktivator EM-4. produsinya pada tahun 1999 adalah 5.890 ton, data estimasi tahun 2002 adalah 5.002 ton sedangkan, produksi kakao Indonesia tahun 1999 adalah 367.475 ton dan estimasi tahun 2002 adalah 433.415 ton. Banyaknya

produksi ini mengakibatkan kulit kakao sebagai limbah perkebunan meningkat. limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini mencapai sekitar 60% dari total produksi buah. Kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman. Kadar air untuk kakao lindak sekitar 86%, dan kadar bahan organiknya sekitar 55,7%. Kompos kulit buah kakao mempunyai pH 5,4, N total 1,30%, C-organik 33,71%; P2O5 0,186%; K2O 5,5%;CaO 0,23%; dan MgO 0,59%. Kulit buah kakao sampai saat ini belum banyak mendapat perhatian masyarakat atau perusahaan untuk dijadikan pupuk organik, umumnya pupuk organik yang digunakan berasal dari kotoran hewan, seperti sapi dan domba. Pengertian Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari pelapukan sisa-sisa makhluk hidup, tanaman, hewan, manusia, dan kotoran hewan. Pupuk ini merupakan pupuk lengkap, artinya mengandung unsur makro dan mikro. Keunggulan pupuk organik antara lain : a. Pupuk organik berfungsi sebagai granulator sehingga dapat memperbaiki struktur tanah. Adanya bahan organik dapat mengikat butiran tanah yang lebih besar dan remah sehingga tanah menjadi lebih gembur. b. Daya serap tanah terhadap air dapat meningkat dengan pemberian pupuk organik karena mengikat air lebih banyak dan lebih lama. c. Pupuk organik dapat meningkatkan kehidupan mikroorganisme dalam tanah. Jasad renik dalam tanah berperan dalam perubahan bahan organik (BO). d. Unsur hara di dalam pupuk organik merupakan sumber makanan bagi tanaman. Walaupun dalam jumlah sedikit, pupuk organik mengandung unsur lengkap. e. Pupuk organik merupakan sumber unsur hara N, P, S. Pengomposan kompos merupakan hasil pelapukan dari berbagai bahan yang berasal makhluk

hidup seperti dedaunan, tanaman, kotoran hewan dan sampah. Proses pembuata kompos dapat dipercepat dengan bantuan manusia. Pupuk dengan C/N ratio yang tinggi kurang baik diberikan, karena proses peruraian selanjutnya akan terjadi di dalam tanah dan CO2 yang dihasilkan akan berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan. Faktor-faktor Keberhasilan dalam Pengomposan Menurut Isroi (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi pengomposan antara lain : 1. Nisbah C/N Nisbah C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada nisbah C/N di antara 30-40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila nisbah C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. 2. Tekstur bahan baku Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran bahan baku juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut, dengan ukuran bahan baku yang ideal 2x2cm. 3. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara dalam tumpukan kompos. 4. Porositas

Porositas adalah ruang diantara partikel dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Ronggarongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan menambah oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. Kelembaban (Moisture content) memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolismemikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. 5. Mikrooranisme Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. 6. Temperatur Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungannya langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60o C menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60o C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. 7. Reaksi kemasaman (pH) Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri, sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan

penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. 8. Kandungan hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. 9. Kandungan bahan berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nikel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan. Prosedur Kerja Pembuatan Kompos Limbah Kulit Kakao Alat dan bahan Alat yang digunakan antara lain: cangkul, golok, timbangan, ember, gembor, dan kantong plastik untuk pengomposan, sedangkan bahan yang digunakan, yaitu limbah kulit kakao, air, fungisida, dan aktivator. Metode pelaksanaan Cara pembuatan kompos limbah kulit kakao hampir sama dengan cara pengomposan nenggunakan bahan lain, berikut ini prosedur kerja dalam pembuatan kompos limbah kulit kakao: 1. Mengumpulkan bahan baku yang masih berserakan di tempat pengumpulan buah kakao saat panen 2. Menjemur bahan baku limbah kulit kakao, dengan tujuan untuk mengurangi kadar air yang tersimpan dalam kulit kakao 3. Memperkecil ukuran bahan (limbah kulit kakao). Untuk memperkecil ukuran bahan dapat dilakukan dengan parang atau mesin pencacah, tujuan dari memperkecil ukuran bahan baku adalah untuk memperluas permukaan, sehingga proses dekomposisi bisa berjalan lebih cepat 4. Menyiapkan aktivator pengomposan. Jenis aktivator yang digunakan adalah (EM-4 atau Promi), kemudian larutkan ke dalam air dengan campuran 125ml EM-

4 dilarutkan dengan 10 liter air. 5. Pemasangan kotak/plastik wadah pengomposan, kotak dapat terbuat dari papan dengan ukuran panjang 2m dan lebar 2m. 6. Memasukkan bahan ke dalam cetakan selapis demi selapis. Tinggi setiap lapisan 20 cm, kemudian siram tiap lapisan dengan larutan aktivator dan air sebanyak 250 ml. lalu bahan tersebut diinjak-injak agar memadat sambil disiram dengan aktivator pengomposan. 7. Setelah kotak penuh, buka kotak dan tutup tumpukan kulit buah kakao dengan plastik. 8. Lalu ikat tumpukan tersebut dengan tali, usahakan jangan ada celah tempat udara masuk. 9. Masa Inkubasi pengomposan terjadi selam selama 1,5 sampai 2 bulan, setiap 10 hari sekali dilakukan kegiatan pengamatan. Pengamatan proses pengomposan Agar proses pengomposan dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan pengamatan secara teratur. Pengamatan dapat dilakukan seminggu sekali hingga kompos siap digunakan .Pengamatan dilakukan secara fisik dan kimia dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Pengamatan secara fisik meliputi: a. Suhu kompos Buka plastik penutup kompos dan raba tumpukan kompos hingga bagian dalam. Seharusnya dalam waktu satu dua hari setelah pembuatan kompos, suhu akan meningkat dengan cepat. peningkatan suhu dapat mencapai 70o C dan dapat berlangsung beberapa minggu, pengukuran suhu kompos dapat menggunakan alat termometer. b. Kelembaban Periksa juga kadar air/kelembaban kompos hingga bagian dalam kompos. Kompos yang baik akan terasa lembab namun tidak terlalu basah, kelembaban yang idel pada waktu proses dakomposisi adalah 60%. c. Penyusutan Sejalan dengan proses penguraian bahan organik menjadi kompos akan terjadi penyusutan volume kompos. Penyusutan volume ini dapat mencapi setengah

(50%) dari volume semula. Apabila selama proses pengomposan tidak terjadi penyusutan volume, kemungkinan proses pengomposan tidak berjalan dengan baik. d. Perubahan warna bahan baku Amati pula perubahan warna yang terjadi pada bahan baku kompos. Biasanya warna berubah menjadi coklat kehitam-hitaman. Seringkali jamur juga ditemukan tumbuh subur di atas tumpukan kompos. Sedangkan pengamatan secara kimia meliputi dua kegiatan pengamatan yaitu: a. Pengukuran pH Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5, pengamatan ini dapat menggunakan kertas lakmus. b. Pengukuran nisbah C/N Salah satu kriteria kematangan kompos adalah nisbah C/N. Analisa ini hanya bisa dilakukan di laboratorium. Kompos yang telah cukup matang memiliki nisbah C/N<20. Apabila nisbah C/N lebih tinggi, maka kompos belum cukup matang dan perlu waktu dekomposisi yang lebih lama lagi. Cara Menentukan kematangan kompos untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji di laboratorium ataupun pengamatan sederhana di lapangan. Berikut ini disampaikan beberapa cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos : 1. Penyusutan bahan baku Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos.Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 2040%. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang. 2. Warna kompos Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya

berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih. 3. Struktur bahan baku Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas akan mudah hancur. 4. Bau Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan bau bahan bakunya sudah berubah, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerob dan menghasilkan senyawasenyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Dan apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang. 5. Suhu Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50o C, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang. Pengemasan kompos Kompos yang sudah matang segera dikemas, kompos tersebut dikemas dengan karung dengan berat 25 kg tiap karung, setelah pengemasan selesai kompos siap untuk dijual atau langsung diaplikasikan pada tanaman Pengelolaan limbah kulit kakao sebagai pupuk organik memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut : Aspek Ekonomi : 1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah. 2. Mengurangi volume/ukuran limbah. 3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya. Aspek Lingkungan : 1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah. 2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.

Aspek bagi tanah/tanaman: 1. Meningkatkan kesuburan tanah. 2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah. 3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah. 4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah. 5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen). 6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman. 7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman. 8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan pada tujuan dan pembahasan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara umum limbah dari produksi tanaman kakao terdiri atas dua macam yaitu limbah cair dan padat. 2. Limbah padat yang berasal dari kulit sisa kakao dapat dimanfaatkan menjadi pakan ternak dan pupuk organik. 3. Dalam proses produksi tanaman kakao memiliki hasil samping berupa limbah cairan yaitu pulp (lender) biji kakao dapat dimanfaatkan sebagai nata de cacao dan sirup. 4. Bentuk pengelolaan limbah dengan memanfaatkan kembali limbah dengan mengaplikasikan sebagai pupuk organik. 5. Pengolaan limbah dilakukan dengan baik, agar tidak menimbulkan adanya bahan berbahaya dan beracun di lingkungan masyarakat sekitar. 4.2 Saran Pemanfaatan limbah kulit kakao sebagai pakan ternak dan pupuk organik perlu dilakukan dalam skala luas sehingga dapat meningkatkan nilai guna limbah tersebut dan dapat bermanfaat bagi masyarakat maupun petani.

DAFTAR PUSTAKA Agus, J. 2010. Teknologi Pembuatan Pakan Ternak dari Limbah Kulit Kakao . Jurnal Litbang Vol. 2 No.1. Arsyad, M. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Pajak Ekspor dan Subsidi Harga Pupuk terhadap Produksi dan Ekspor Kakao Indonesia Pasca Putaran Uruguay. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 8, No. 1. Dwi, P. dan B. Arsana . 2006 . Kambing Peranakan Ettawah, Penghasil Susu Sebagai Sumber Pertumbuhan Baru Sub Sektor Peternakan di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan- Badan Litbang Pertanian. Bogor. Fauzan. 1999. Petunjuk Pemupukan. Jakarta : Redaksi Agromedia. Suhardi. 1978. Dasar Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius. Sulistiyani, D. P. Warsito,. dan D. Suwandi 2006. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao di Lahan Perkebunan Karet. Jurnal Dinamika Pertanian Vol. 21 No. 2. Wahyuni, S. dan N. Sugama. 2008. Hasil Pengkajian Pemanfaatan Limbah Perkebunan (Kakao dan kopi) untuk Pakan Ternak. Kerjasama BPTP Bali dengan Bappeda Prop. Bali.

You might also like