You are on page 1of 11

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.

8, Juli 2011

STRUKTUR GEOLOGI MEMPENGARUHI PENINGKATAN KALORI BATUBARA DI DAERAH BINTUNI PROPINSI PAPUA BARAT Heru Sigit Purwanto Pasacasarjana Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Abstrak Eksplorasi batubara di daerah Tisihu, Bintuni dan sekitarnya adalah untuk menentukan singkapan batuan, singkapan batubara, unsur struktur geologi dan hubungannya peningkatan kalori batubara di daerah telitian. Satuan batuan daerah penyelidikan didominasi Batulempung dan Batupasir dengan Lapisan Batubara di daerah Tisihu memiliki kedudukan lapisan berarah BaratTimur, Baratlaut-Tenggara, dan kemiringan perlapisan batubara secara umum ke arah Selatan. Lapisan batubara didaerah telitian umumnya warna hitam , hitam cerah, brittle, gores coklat kehitaman,kusam mengkilap, konkoidal, getas. Struktur yang dijumpai berupa struktur sesar mendatar barat laut-tenggara dan O sesar turun berarah utara-selatan. Arah kedudukkan umum kekar : N 330-345 O E / 78, N 250-260 E / 86 dengan arah tegasan, 1 = N 310 E atau N 130 E dan Arah kedudukkan umum kekar : N 005 E / 72, N 280 E / 80 , Arah tegasan 1= N 315 E atau N 135 E dibagian timur Kedudukan umum kekar O O O O N 300 -310 E / 76 dan N 020 -035 E / 86 , arah tegasan 1= N 355 E dan N 175 E. Data singkapan batubara di daerah Tisihu dianalisa dan didapatkan 5 seam utama batubara, dengan ketebalan rata-rata seam antara 0,5 4 meter dengan nilai kalori batubara berkisar antara 3255 5010 kal. Abstract Coal exploration in the Bintuni area is inventory field datas and coal outcrops and the objectives of this exploration study is to collect or inventory the newest field datas for completing the morphology and topography condition, coals presence, lateral and vertical coal beds distribution and structural control releted with high calory of coal. All data collected going to be a study material or technical evaluation for starting an economical and profitable mining activity. This exploration study carried out with some detail surface mapping, such as; morphology observation, measured lines section, structures geology, coal outcrops profil measured. Based on the briefly explanation above, the rock succesion within the study area can be divided into three (3) un-formally lithostratigraphy units, from the older to the younges section as follows carbonate unit, claystone unit and sandstone. From the measurements data structural geology elements, such as joints, fault plane, can be interpretated that joints of the Tisihu area have recorded a various strike/dip of the structural geology O O O O O O element for compresion joint N 330 E/7 5 , N 020 E/ 75 and N 350 E/ 70 , N O O O 060 E/ 80 . Tension joint or extentional have general strike/dip are N 280 E/ O O O O O 75 , N 300 E/ 80 and N 005 E/ 75 . While strike slip fault have strike/dip about O O O N 345 -350 E/ 75 exist cross over the north-south trend of the study area. Direction of maximum compression are 1= N 315 E and N 135 E in Eastern and Western 1= N 355 E atau N 175 E. There are five (5) coal seams, everade 0,5 4 m and with calory between 3255 5010 cal. 1

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

1.

Pendahuluan Batubara di daerah Bintuni, Kabupaten Teluk Bintuni, Propinsi Papua Barat secara umum menunjukkan kenampakan yang baik memenuhi syarat untuk di tambang dengan kalori yang berbeda-beda. Berdasarkan kalori yang berbeda-beda dan dalam satu lapisan batubara menyebabkan kekhawatiran beberapa pengusaha yang mempunyai rencana untuk menambang. Secara geologi daerah telitian banyak dipengaruhi oleh adanya kekarkekar dan beberapa sesar mendatar yang memotong beberapa perlapisan batuan dan perlapisan batubara. Penetlitian ini mencoba memfokuskan pada daerah atau lokasi lapisan batubara yang banyak dipengaruhi kekar dan kalorinya berbeda dalam satu lapisan batubara. Secara umum penelitian ini masih bersifat awal dan perlu nantinya dilanjutkan dengan detil atau grid detil, sedangkan daerah telitian termasuk pada area atau kawasan IUP dari PT.Harna Inti Mandiri. Tujuan penelitian ini diantaranya untuk keilmuan yaitu meneliti kandungan kalori batubara yang berubah-ubah serta urutan seam batubara didaerah telitian. 1.1. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara pemetaan permukaan detail, yaitu dengan pengamatan morfologi, lintasan-lintasan terukur struktur geologi, pengukuran profil singkapan batubara dan analisis kimia beberapa contoh batubara. Tahap pengolahan data dilakukan dengan penarikan penampangpenampang untuk penghitungan cadangan dan analisis struktur. Selanjutnya dari data stratigrafi terukur dan beberapa profil singkapan dibuat penampangpenampang untuk mengetahui ketebalan dan cadangan batubara serta sebagai dasar menghitung lapisan penutup batubara ( overburden ) dan stripping ratio. 1.2. Lokasi dan pencapaian daerah penelitian Secara administratif lokasi penyelidikan termasuk wilayah Kecamatan Bintuni, Kabupaten Teluk Bintuni, Propinsi Papua Barat, sedangkan secara Geografis berada pada posisi : Kesampaian pada daerah eksplorasi dapat ditempuh melalui jalan darat menggunakan kendaraan 4 WD dari Manokwari Ransiki (jalan aspal) Memei Km. 68 (jalan logpond HPH Djajanti) dengan waktu tempuh antara 7-8 jam, selanjutnya dari Km. 68 menuju lokasi camp melalui Desa Tisihu dengan berjalan kaki selama 2 jam. 2. Geologi Regional Daerah Telitian Daerah telitian secara fisiografi, daerah ini termasuk ke dalam SubCekungan Ayamaru yang terbentuk pada awal zaman Tersier dan merupakan bagian dari Cekungan Salawati (Van Bemmelen, 1949), batuan dasar (basement) dari cekungan ini terdiri dari batuan beku, batuan volkanik dan batuan metasedimen yang berumur Pra-Tersier. Perkembangan Sub-Cekungan Ayamaru mengalami dua kali siklus transgresi dan regresi. Fase transgresi pertama diduga terjadi pada kala Eosen Awal hingga Eosen Akhir bagian bawah dicirikan dengan terbentuknya Batugamping Faumai (Tef), kemudian disusul oleh fase regresi yang terjadi pada kala Eosen Akhir bagian atas sampai Oligosen Akhir yaitu sampai pada pembentukan 2

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

endapan sedimen klastik berlingkungan darat dari Formasi Sirga (Tos), fase regresi hanya bersifat setempat, sebab di tempat lain mash terjadi genang laut. Fase transgresi berikutnya diperkirakan terjadi pada kala Miosen Awal dicirikan oleh terbentuknya paparan karbonat yang cukup luas, yaitu pada saat pembentukan batugamping Kais (Tmkl) dan Formasi Sekau (Tms) hingga mencapi puncaknya menjelang akhir pengendapan Formasi Klasafet (Tmk) pada kala Miosen Akhir. Fase regresi kedua yang terjadi di daerah ini dimulai pada kala Pliosen Awal, saat pengendapan Formasi Steenkool yang terdri dari Satuan Batulempung (Tpsm), Satuan Batupasir (Tpss) dan Batupasir Anggota Tusuwai (Tpt), hingga terbentuknya endapan sediment klastik darat dari Formasi Befoor pada kala Plistosen atau awal zaman Kuarter. (Pieters, P.E,Hakim,A.S dan Atmawinata,S,1992). Berdasarkan data Geologi Bawah Permukaan Pertamina (Gafoer, 1986) diduga bahwa jalur dari Sorong kearah barat hngga Manokwari merupakan suatu tinggian yeng terbentuk pada awal Tersier Awal, sedangkan di daerah selatannya terbentuk daerah depresi yang merupakan tempar diendapkannya material-material rombakan dari batuan Pra-Tersier. Daerah lekukan dan tinggian (zona depresi) diduga terbentuk akibat aktifitas tektonik yang berlangsung pada zaman Kapur, kedua daerah tersebut dibatasi oleh Jalur Sesar Ransiki yang berarah sumbu barat-timur. Kegiatan tektonik berikutnya terjadi pada kala Miosen-Pliosen, diawali dengan proses pengangkatan pada kala Miosen Tengah yang membentuk Blok Tinggian Arfak, hal tersebut semakin memperjelas perbedaan fisiografi Tinggian Sorong-Manokwari dengan fisiografi daerah depresi yang berada di sebelah selatnnya. Sub-Cekungan Ayamaru gejala ini menghasilkan bentuk-bentuk ketidakselarasan setempat (Van Bemmelen, 1949). Aktifitas tektonik tersebut berlangsung hingga kala Pliosen Awal, yang menghasilkan lipatan serta dilanjutkan denga proses pensesaran berupa sesar naik berarah relatif barat-timur, kemudian diikuti oleh pembentukan sesar-sesar mendatar yang berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Terjadinya periode tektonik Miosen-Pliosen, maka tatanan geologi di dalam SubCekuangn Ayamaru sekarang adalah merupakan produk rombakan dari tatanan geologi pada awal pembentukan sub-Cekungan ini. 2.1. Stratigrafi daerah telitian Batuan penyusun utama daerah ini adalah batuan sedimen, pembagian berdasarkan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan yang dapat diamati di lapangan meliputi jenis batuan dan posisi antar satuan batuan. Sedangkan penamaan satuan batuan yang saling berselingan, pemberian nama satuan didasarkan pada jenis batuan yang paling dominan. Satuan batuan didaerah telitian terdiri dari satuan batugamping, satuan batulempung dan satuan batupasir. a. Satuan Batugamping Satuan batugamping ini tersusun oleh batugamping sebagai penyusun utama serta batulanau sebagai sisipan. Secara megaskopis, batugamping berwarna kuning kecoklatan, warna lapuk coklat tua; kekerasan agak keras sampai keras, mengandung banyak fosil. Batugamping terebu merupakan batugamping bioklastik berlingkungan neritik, mengandung kalkarenit. Beberapa tempat terbentuk terumbu yang banyak mengandung foram besar, diduga merupakan bagian atas dari satuan batuan ini. Batulanau berwarna segar coklat 3

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

muda, warna lapuk coktat tua, non karbonatan, struktur sedimen laminasi sejajar; keras sangat keras. Ditinjau dari ciri-ciri litologinya, maka satuan batugamping dapat disebandingkan dengan batugamping Formasi Kais (Tmkl) yang berumur Miosen dan diendapkan pada lingkungan Neritik. b. Satuan Batulempung Satuan batulempung ini tersusun oleh batulempung sebagai penyusun utama batubara serta batulanau sebagai sisipan. Batulempung berwarna segar abu muda, warna lapuk abu kehitaman; karbonan; kekerasan lunak sampai agak keras. Batulempung disusun oleh fragmen mineral yaitu feldspar, fragmen batuan, mineral bijih, batulempung ini tergolong ke dalam Mudstone, kedudukan O O O O lapisan secara umum N 080 -120 E/ 10 -20 . Batulanau berwarna segar coklat muda, warna lapuk coktat tua, non karbonatan, struktur sedimen laminasi sejajar; keras sangat keras. Batubara barwarna segar hitam, warna gores coklat kehitaman, brittle, kekerasan agak keras keras, terdapat banyak kekar, O O O O kilap lilin, kedudukan umum N 100 -150 E/20 -45 , terdapat beberapa lapisan sisipan batubara pada satuan batulempung dengan ketebalan bervariasi yaitu antara 0,6m 2m (Foto 2.1). Lingkungan pengendapan satuan batulempung ini dapat ditentukan berdasarkan aspek fisika, kimia dan biologi dari batuan itu sendiri. Satuan batulempung ini merupakan perselingan antara batulempung dan batupasir. Struktur sedimen yang berkembang adalah laminasi sejajar (paralel lamination), di beberapa tempat ditemukan laminasi silang siur (cross lamination) pada batupasir, satuan batulempung ini terdapat lensa-lensa batulanau (lenticular). Foto 2.1.. Satuan Batulempung Berdasarkan sifat fisik, dengan sisipan batubara, lokasi komposisi batuan, dan kandungan fosil Sungai Tuhmoho foraminifera bentoniknya, satuan batulempung ini diendapkan pada lingkungan dengan kondisi dipengaruhi kondisi reduksi. Sehingga, dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa satuan batulempung ini diendapkan pada lingkungan payau atau rawarawa yang tertutup. Ditinjau dari ciri-ciri litologinya, maka satuan batulempung ini merupakan bagian dari anggota Batulempung Formasi Steenkool (Tpsm) yang berumur Pliosen dan diendapkan pada lingkungan tertutup. Satuan batulempung ini tersebar sekitar 40 % dari seluruh luas daerah penelitian yang terhampar di sebelah barat hingga ke bagian sebelah timur daerah penelitian serta sebelah selatan berbatasan dengan satuan batupasir, O O O O kedudukan umum lapisan N 080 -100 E/ 10 -20 Satuan ini menempati satuan geomorfologi perbukitan landai. Singkapan yang relatif baik tersingkap namun sebagian besar merupakan singkapan masif yang tidak menunjukkan perlapisan yang jelas. 4

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

c.

Satuan Batupasir Satuan batupasir ini tersusun oleh batupasir dan batupasir sisipan batulempung. Batulanau serta batubara. Secara megaskopis, batupasir berwarna segar coklat muda hingga coklat , warna lapuk coklat kehitaman; berukuran butir pasir sedang sampai pasir kasar; berbetuk butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung; terpilah sedang sampai baik; kemas terbuka; struktur sedimen yang berkembang adalah laminasi sejajar ( paralel lamination), laminasi silang silur (cross lamination); tersusun atas fragmen batuan, fragmen mineral (seperti kuarsa dan feldspar); tidak karbonatan; keras O O O O sampai sangat keras, kedudukan umum lapisan N 080 -110 E/ 10 -30 , batupasir ini disusun oleh fragmen mineral yaitu kuarsa, feldspar dan batuan. Batulempung berwarna segar abu muda warna lapuk abu kehitaman; karbonan; kekerasan lunak sampai agak keras. Batulempung disusun oleh mineral yaitu feldspar, fragmen batuan dan mineral bijih, batulempung ini termasuk ke dalam Mudstone. Batulanau berwarna segar coklat muda, warna lapuk coktat tua, non karbonatan, struktur sedimen laminasi sejajar; keras sangat keras, O O kedudukan secara umum N 100 -110 O O E/ 20 -30 Batubara barwarna segar hitam, warna gores coklat kehitaman, brittle, kekerasan agak keras keras,

Foto 2.2. Satuan Batupasir, lokasi Sungai Tiko

terdapat banyak kekar, kilap lilin Penentuan umur satuan batupasir ini didasarkan oleh kesebandingan dengan peta regional yang ada, mengingat dari beberapa sampel yang dicuci serta di analisis, tidak ditemukan adanya fosil foraminifera baik planktonik maupun bentonik. Satuan batupasair ini disebandingkan dengan anggota Batupasir Formasi Steenkool (Tpss) yang memiliki umur Pliosen. Satuan batupasir ini umumnya memiliki ukuran butir dari pasir kasar sampai pasir sedang, dengan bentuk butir umumnya menyudut tanggung; non karbonatan; struktur sedimen yang berkembang adalah laminasi sejajar ( paralel lamination), di beberapa tempat ditemukan laminasi silang siur ( cross lamination). Berdasarkan sifat fisik serta komposisi batuan dan kandungan fosil foraminifera bentoniknya, satuan batupasir ini diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan dengan kondisi reduksi. Sehingga, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa satuan batupasir ini diendapkan pada lingkungan fluvial. Berdasarkan hasil penyesuaian sifat dan ciri litologi serta posisi stratigrafi, satuan ini dapat disebandingkan dengan anggota batupasir dalam Formasi Steenkool (Tpss). Dijumpai lapisan batubara pada satuan batupasir dengan ciri banyak retakan bahkan hancuran dengan ketebalan bervariansi antara 0,8m 2m dan ada satu seam dengan ketebalan 4 meter akan tetapi kemenerusannya tidak konstan. Secara umum kedudukan lapisan batubara di satuan batuan pasir ini O O O O adalah lapisan N 080 -110 E/ 20 -30 , 5

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

Satuan batupasir ini tersebar sekitar 40 % dari seluruh luas daerah penelitian. Satuan ini terhampar di sebelah barat - timur pada bagian selatan daerah penelitian. Di sebelah utara berbatasan dengan satuan batulempung. Satuan ini menempati satuan geomorfologi perbukitan bergelombang yang memiliki morfologi perbukitan yang memanjang. Singkapan sebagian besar merupakan singkapan massif yang tidak menunjukkan perlapisan batuan. 2.2 Struktur Geologi Daerah Telitian Struktur geologi daerah telitian secara umum dikontrol oleh adanya O O O O kekar-kekar yang secara umum berkedudukan N 330 -345 E/80 , N 060 O O O O O O O O O O 075 E/80 , N 010 -020 E/70 -80 dan N 280 -290 E/70 -80 (Lampiran data pengukuran). Kedudukan kemiringan lapisan batuan dan batubara di bagian selatan relatif bersudut besar sedangkan di bagian utara relatif datar atau bersudut kecil, hal ini disebabkan aktifitas subduksi dari utara dan bagian zona tengah papua terdapat pegunungan.

Foto 2.3 Kedudukan zona sheared O O N 345 E/80 LP 06 pada litologi batubara

Foto 2.4 Kedudukan kekar-kekar sitematis pada litologi batulempung O O N 330 E dan N 280 E, pada LP 09

Foto 2.5 Kedudukan kekar-kekar O O sistematis N 330 E-N255 E pada litologi batupasir, di LP 18 6

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

Foto 2.6 Kedudukan kekar-kekar O O O sistematis N280 E/80 dan N 350 E/ O 85 pada batupasir, di LP 92

Satuan batulempung, abu-abu kehitaman, sisipan batubara. Batubara di daerah Tisihu umumnya diapit oleh litologi batulempung. Satuan batuan O O O O umumnya mempunyai kedudukan N 080 -120 E/ 10 -20 . Selanjutnya terendapkan diatasnya satuan batupasir yang terdiri dari batupasir perlapisan , O coklat kekuningan kedudukan lapisan batuan tersebut secara umum N 100 O O O 150 E/20 -45 di daerahTisihu dan semakin ke arah selatan kemiringannya semakin terjal. Lapisan batubara secara umum terdapat diantara satuan batulempung. Lapisan batubara di daerah telitian ketebalannya ada yang mencapai 2,7 m berdasarkan data permukaan (singkapan). Data bor didapatkan ketebalan batubara yang bervariasi, ada yang sampai 3,3 m, hal tersebut membuktikan bahwa, terjadi penebalan dan penipisan batubara walaupun masih dalam satu lapisan batubara.

Foto 2.7 Singkapan batubara dengan tebal 2,7 m, di anak S.Tiko O O N 088 E/10 , dengan lapisan bawah batulempung.

3.

Analisis Struktur Geologi daerah Telitian

LP 06 359878 - 9817373-53m Ditemukan singkapan Batubara dengan kedudukan N 120 E / 07,di anak sungai Tiko dengan tebal Batubara 50 cm.Lapisan atas berupa soil, batuan O bawah tidak tersingkap. Arah kedudukkan umum kekar : N 330-345 E / 78, O N 250-260 E / 86, Arah tegasan, 1 = N 310 E atau N 130 E 7

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

LP 18 359321-9817842-285 m Dijumpai singkapan Batupasir perselingan dengan Batulempung dengan kedudukan N 089 E / 15, di daerah anak sungai Tiko. Arah kedudukkan umum kekar : N 005 E / 72, N 280 E / 80 , Arah tegasan 1= N 315 E atau N 135 E

LP 36 358110-9818048-316 m Singkapan Batupasir dengan kedudukan N 110 E / 12, dan sisipan batubara di O daerah anak sungai Tiko. Kedudukkan umum kekar : N 315-3205 E / 86, O N 020-030 E / 89. Arah umum= N 315 E atau N 135 E, arah tegasan 1= N 350 E atau N 170 E

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

LP 59 358530 - 9817718-267 m Ditemukan singkapan Batupasir dengan kedudukan N 100 E / 13, dengan O sisipan batubara di daerah anak sungai Tiko. Kedudukan umum kekar N 300 O O O 310 E / 76 dan N 020 -035 E / 86, arah tegasan 1= N 355 E atau N 175 E

LP 92 360522 - 9817583-194 m Ditemukan singkapan Batupasir perlapisan dengan kedudukan N 129 E / 06, di daerah anak sungai Tiko.Tebal Batupasir 1,5 m, sisipan batubara 10cm O O O O 30cm. Kedudukkan umum kekar N 280 -290 E / 80 dan N 350 -360 E / 85. Arah tegasan 1= N 320 E dan N 140 E

Hasil analisis batubara dari beberapa sampel yang diambil didekat zona kekar menunjukan nilai kalori tinggi dibandingkan dengan batubara yang tidak di zona kekar walaupun masih dalam satu lapisan atau satu seam. Peningkatan kalorinya relatif tinggi yaitu antara 200 500 kalori, akan tetapi hal ini perlu diteliti lanjut dengan grid sampling untuk menunjukkan peningkatan konstans kalori batubara dari aspek struktur geologi. Berdasarkan sampel OC 11A pada zona kekar nilai kalorainya 4733 kal dan OC 11B dalam satu seam tetapi tidak dalam zone kekar hasil nilai kalorinya 4243 kal, selanjutnya pada sampel OC 14 hasil kalorinya 5010 kal, sedangkan pada seam yang sama tidak pada zone kekar hasilnya 4878 kal.

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

Tabel 3.1. Hasil analisa kimia beberapa sampel batubara di daerah telitian
Sample Code ANALYSIS FREE MOISTURE TOTAL MOISTURE PROXIMATE MOISTURE VOLATILE MATTER FIXED CARBON ASH TOTAL SULPHUR HGI CALORIFIC VALUE % % % % % % % adb adb adb adb adb adb adb 23.79 39.90 30.45 5.86 0.25 100 4733 33.00 33.51 31.85 1.64 0.11 86 4243 22.15 40.72 48.95 0.77 0.30 78 5010 32.46 27.07 42.24 2.03 0.74 65 3255 23.35 39.14 41.69 6.04 0.27 36 4878 UNIT % % BASIS ar ar OC. 11-A 27.70 44.90 OC. 11-B 18.53 45.42 OC. 12 28.90 45.43 OC. 13 22.73 47.81 OC. 14 28.74 45.38

4.

Kesimpulan

1. Lithostratigrafi daerah penyelidikan didominasi Batulempung dan Batupasir dengan Lapisan Batubara di daerah Tisihu memiliki jurus berarah BaratTimur, Baratlaut-Tenggara, dan kemiringan perlapisan batubara secara umum ke arah Selatan. Litologi umum ditemukan pada daerah telitian berupa satuan batugamping, satuan batulempung dan satuan batupasir O O O O dengan kedudukan secara umum dibagian utara N 080 -120 E/10 -20 dan O O O O dibagian selatan N 100 -130 E/20 -30 . 2. Batubara di daerah telitian terdapat 5 seam dengan ketebalan 0,6 m 4 m, berdasarkan data lapangan diendapkan dalam lingkungan rawa. Kalori batubara berfariasi yang diinterpretasikan karena pengaruh struktur geologi, yaitu antara 3255 kal 5010 kal. 3. Unsur struktur geologi yang dijumpai berupa kekar kekar dan adanya O indikasi sesar, keduduak umum kekar daerah telitian adalah N 330-345 E / O 78, N 250-260 E / 86 dengan arah tegasan, 1 = N 310 E atau N 130 E dan Arah kedudukkan umum kekar : N 005 E / 72, N 280 E / 80 , Arah tegasan 1= N 315 E atau N 135 E dibagian timur Kedudukan umum O O O O kekar N 300 -310 E / 76 dan N 020 -035 E / 86 , arah tegasan 1= N 355 E dan N 175 E. 4. Kalori batubara di daerah telitian secara umum terdapat peningkatan apabila berada di zona kekar , peningkatan berkisar antara 200 kal 500 kal, kalori hasil analisis kimia dari sampel yang diambil berkisar antara 3255 5010 kal

10

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 4, No.8, Juli 2011

Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . ., 2007, Laporan Final Eksplorasi Detail (KW.13.02.LHT.2007) Daerah Sungai Kungkilan, Kec. Merapi Barat, Kab. Lahat, Propinsi Sumatera Selatan, PT. Bumi Merapi Energi. Atmawinata, S., P.E. Pieters, dan A.S. Hakim , Peta Geologi Lembar Ransiki, Irian Jaya, Pusat Penelitian dan Pengenbangan Geologi, Departemen Pertambangandan Energi Republik Indonesia, 1989. Coster, G. L. de., 1974, The Geology of Central and South Sumatera Basin : rd Proc. 3 Ann. Con. IPA, Jakarta, pages 77 110. Tim Geologi PT.HIM , Laporan Ekplorasi daerah Tisihu dan sekitarnya, 2007

11

You might also like