You are on page 1of 10

REFLEKSI KASUS PENANGANAN ULKUS MANUS DIABETIK GRADE III

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Jogja

Diajukan kepada : dr. Mulyo Hartana., Sp.PD Disusun oleh : Arief Darmawan 2006 031 0098

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2010

REFLEKSI KASUS PENANGANAN ULKUS MANUS DIABETIK GRADE III


I. KASUS Kasus diambil dari Bed Site Teaching Yun Khaeriyah tentang Ulkus Manus Diabetik pada penderita diabetes mellitus tipe II non-obes dengan ikhtisar pasien sebagai berikut: Pasien datang ke poli penyakit dalam dengan keluhan bengkak pada telapak tangan sebelah kanan yang sudah dideritanya selama + 11 hari. Pasien menderita diabetes melitus sejak 6 bulan yang lalu dan pasien mengaku mendapatkan pengobatan oral secara rutin dari puskesmas. Sampai dipoli gula darah sewaktu pasien diperiksa dan didapatkan GDS 511 mg%, kemudian pasien dianjurkan untuk mondok di rumah sakit, setelah mondok abses pecah dan menjadi ulkus manus. INFORMASI TAMBAHAN PASIEN Vital Sign; Tekanan Darah : 120/70 mmHg : 14 kali/menit Nadi : 80 bpm, reguler Suhu Respirasi : 37,9oC

Isue penting: 1. Diabetes Mellitus Tipe II dengan Ulkus Manus (Riwayat DM + 6 bulan) 2. Subfebris (Suhu = 37,9oC) 3. Leukositosis (AL = 37,59) 4. Anemia (Hb = 7,1 g/dl) 5. Hipoalbumin (Protein Albumin = 2,76 gr/dl) Deskripsi Ulkus: Ulkus terletak di manus, pada thenar dextra berlanjut menuju ventral pollex dextra hingga phalanx distalis pollex dextra. Kedalaman ulkus + 3 mm menembus otot dan tampak os phalanx proximalis pollex dextra. Selulitis terlihat pada regio thenar dextra, tampak abses dan dicurigai adanya osteomielitis (positive predictive value: 90%). Gangren (-). Kesan Ulkus Ulkus Manus Diabetik Grade III

II. PERMASALAHAN Ulkus manus diabetik grade III dengan leukositosis, anemia dan hipoalbumin

III. PEMBAHASAN A. Pendahuluan

Ulkus diabetik merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas dan penyebab dua pertiga dari semua kasus amputasi pada nontraumatik di Amerika Serikat. Suatu review pada 80 orang penderita yang menjalani amputasi ekstremitas di Pusat Kesehatan Veteran di Seattle tahun 19841987, terdapat masalah yang mendasari perlunya dilakukan amputasi pada penderita tersebut yaitu: iskemia, neuropati, penyembuhan luka yang buruk, trauma minor, ulserasi kulit dan gangren.

Berikut klasifikasi ulkus diabetik yang disusun oleh Wagner: 1. Grade 0: Tidak ada ulkus pada kulit yang memiliki resiko tinggi (Kelainan bentuk ekstremitas akibat neuropati) 2. Grade 1: Ulkus superfisial yang mengenai seluruh tubuh lapisan kulit tetapi tidak mengenai jaringan di bawahnya (Terbatas pada kulit). 3. Grade 2: Ulkus dalam, menembus sampai otot dan ligamentum, tetapi tanpa melibatkan tulang ataupun pembentukan abses. 4. Grade 3: Ulkus dalam dengan selulitis atau disertai pembentukan abses, sering disertai osteomielitis. 5. Grade 4: Gangren terlokalisasi 6. Grade 5: Gangren luas yang mengenai seluruh bagian regio tubuh, misal kaki Suatu klasifikasi lain yang sangat praktis dan sangat erat dengan pengeloaan adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah gangren diabetes (Edmonds 2004 2005) 1. Stage 1 : Normal foot 2. Stage 2 : Hight risk foot 3. Stage 3 : Ulcerated foot 4. Stage 4 : Infected foot 5. Stage 5 : Necrotic foot 6. Stage 6 : Unsavable foot B. Cek Keterlibatan Penyakit Arteri Perifer dan Osteomielitis Sebelum diputuskan untuk memilih penanganan yang ditentukan untuk ulkus yang dalam, perlu ditentukan ada tidaknya keterlibatan vaskular perifer atau tulang. 1. Evaluasi penyakit arteri perifer Jika terdapat gejala-gejala nyeri, teraba dingin dan tidak adanya rambut meningkatkan kecurigaan adanya penyakit arteri perifer, tetapi tidak terlalu sensitive atau spesifik untuk menolong penderita secara

individual. Pemeriksaan yang lebih bermanfaat adalah pemeriksaan pulsasi arteri dan atau angiografi. Pada ulkus pedis dapat dilakukan pemeriksaan waktu pengisian vena atau pengukuran the ankle to arm index. Indeks normal > 1,0. Indeks yang kurang dari 0,9 memiliki 95% kepekaan terhadap adanya hasil positif adanya penyakit arteri perifer pada pemeriksaan angiografi. Indeks yang rendah pada penderita tanpa ulkus kaki tidak berhubungan dengan resiko terjadinya ulkus kaki dikemudian hari, akan tetapi indeks yang rendah pada penderita dengan ulkus kaki menunjukan bahwa prognosisnya akan lebih baik dengan pembedahan rekonstruksi vaskular. 2. Evaluasi pada ulkus yang melibatkan tulang Osteomielitis cenderung terjadi (positive predictive value: 90%). Jika tulang tampak pada dasar ulkus atau jika tulang dapat dengan mudah dilihat dengan mengeksplorasikan ulkus dengan probe stainless steel yang tumpul dan steril. Tanda lain yang menduga adanya esteomielitis adalah jika kedalaman ulkus lebih dari 3 mm dan adanya laju endap darah di atas 40 mm/jam. Pemeriksaan radiologis dapat berguna jika diagnosis tetap belum jelas. Diagnosis dapat ditegakkan jika tampak osteomielitis pada foto polos. Akan tetapi perubahan radiologis dapat muncul terlambat pada kasus osteomielitis dan pemeriksaan radiologis yang negatif tidak mengesampingkan adanya osteomieltis. Cara pemeriksaan lain yang telah digunakan meliputi radionuclide bone imaging, magnetic resonance imaging (MRI) dan imaging dengan leukosit berlabel indium. C. Penanganan Ulkus Diabetik Grade III Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akan mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia, hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya harus dikendalikan. Penatalaksanaan ulkus diabetika terutama difokuskan untuk mencegah dan menghindari amputasi ekstremitas. Penanganan ulkus diabetik memerlukan pendekatan yang terpadu dari berbagai disiplin ilmu berupa kolaborasi antara dokter, laboran, fisoterapis, ahli gizi, perawat dan penderita itu sendiri. Berikut hal-hal yang dilakukan dalam penanganan ulkus diabetik grade III: 1. Pemondokkan di rumah sakit Pemondokan dilakukan untuk dilakukan perawatan luka, debridement, kultur sensitifitas kuman terhadap antibiotik serta edukasi perawatan dirumah jika luka telah membaik. 2. Kontrol Nutrisi dan Metabolik Faktor nutris merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengarh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12

gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20%, dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemi yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total. 3. Kontrol Stress Mekanis/Mengurangi tekanan (Off-loading) Pengurangan tekanan ini lebih banyak dilakukan pada ulkus kaki. Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, total contact cast. Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikian kesembuhan antara 73%100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet, sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit). Kerugian pada pemakaian total contact cast adalah perlunya keahlian pada pemasangannya, tidak bisa melihat luka setiap hari, sulit menjalankan aktifitas sehari-hari dan mahal. Total contact cast merupakan kontraindikasi pada penderita ulkus dengan infeksi atau osteomielitis. 4. Debridemen Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu: a. Debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah. b. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. c. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses

granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk : a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi, b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan, c. Menghilangkan jaringan kalus, d. Mengurangi risiko infeksi lokal. Catatan: Ingat, antibiotika tidak dapat menggantikan debridement luka yang baik. Pada pasien ini debridemen belum dapat dilakukan dikarenakan anemia (Hb = 7,1 gr/dl) dan hipoalbuminemia (Albumin = 2,76 gr/dl). Jika dilakukan maka akan mempersulit penyembuhan luka. 5. Dressing Pada Ulkus Diabetik Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Sebagai contoh: Ulkus yang terjadi dievaluasi dengan teliti, termasuk dalamnya luka harus ditelusuri denga peralatan tumpul yang steril sehingga dapat diketahui persis kedalaman dari luka tersebut, permukaan luka harus cukup lebar untuk memudahkan masuknya oksigen kemudian luka dibersihkan dengan NaCl 0,9%. Bila luka agak dalam maka dilakukan tampon untuk menyerap debris. Drainase pus harus menyeluruh dan ekstensif kemudian dilakukan kompres luka dengan larutan NaCl 0,9% hangat untuk merangsang pertumbuhan granulasi dari jaringan. Penggunaan metronidazole dalam kompres ulkus diabetik belum memiliki eviden based medicine. Saat ini dikembangkan penggunaan PRP dalam pengelolaan ulkus diabetik yang berguna untuk mempercepat penyembuhan ulkus. Platelet-kaya plasma (PRP) merupakan aplikasi praktis pertama dari teknik jaringan, temuan klinis telah menghasilkan sebuah hasil dalam berbagai pengaturan. Melalui degranulasi) setidaknya 6 faktor pertumbuhan yang berbeda (sitokin) yang merangsang penyembuhan tulang dan jaringan lunak. 6. Obat-Obatan Pencegahan infeksi sistemik karena luka lama yang sukar sembuh dan penanganan pengobatan DM merupakan faktor utama keberhasilan pengobatan secara keseluruhan. Pemberian obat untuk sirkulasi darah perifer dengan pendekatan multidisiplin (rheologi/prostaglandin vasodilator perifer/naftidrofuril oksalat neurotropik/vitamin B19 antikoagulan/warfarin antioksidan antibiotika) / 3 ANTI REVANE merupakan pokok pengobatan (reologi

vasoaktif neurotropik). Berikut pengendalian infeksi yang dapat dilakukan: Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada ulkus diabetik yang terinfeksi. Antibiotika yang disarankan pada ulkus diabetik terinfeksi. 1) Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. 2) Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: - Ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime /ceftazidime + metronidazole/clindamycin. - Fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: - Ampicillin/sulbactam +aztreonam, - Piperacillin/tazobactam + vancomycin, - Vancomycin + metronidazole+ceftazidime, - Imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. 3) Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu. Catatan: Infeksi jaringan lunak oleh Staphylococcus dan Streptococcus pada sebagian besar pasien. Osteomyelitis (90% osteomyelitis diakibatkan oleh Pseudomonas aeruginosa). Contoh dosis dan informasi obat kombinasi Cefotaxime + metronidazole; Sefotaksim merupakan sefalosporin generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih luas dibandingkan dengan generasi kedua (2nd Sefuroksim, 1th Sefradin). Efek samping utama dari sefalosporin adalah hipersensitivitas dan sekitar 10% dari pasien sensitif terhadap penisilin juga akan alergi terhadap sefalosporin. Sefotaksim dose: injeksi intramuskular, intravena atau infus: 1gr/12jam, dapat ditingkatkan sampai 12 gram perhari dalam 3-4 kali pemberian. (Dosis di atas 6 gr perhari diperlukan untuk infeksi pseudomonas). Pemberian antimikroba anaerob dapat diberikan seperti metronidazole. Metronidazole merupakan antimikroba yang sangat baik terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Hati-hati pada penderita gangguan fungsi hati dan ginjal, wanita hamil dan menyusui. Efek samping: mual, muntah, urin berwarna gelap, urtikaria dan anafilaksis.

Metronidazole dose untuk infeksi anaerob ( biasanya selama 7 hari): Oral, dosis awal 800mg, kemudian 400mg/8jam atau 500mg/8jam. Rektal, 1gr/8jam selama 3 hari, kemudian 1gr/12jam. Infus intravena, 500mg/8jam.

D. Pencegahan Tingkat Tiga Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa penanganan ulkus diabetik memerlukan pendekatan yang terpadu dari berbagai disiplin ilmu berupa kolaborasi antara dokter, laboran, fisoterapis,ahli gizi, perawat dan penderita itu sendiri. Oleh karena itu dalam pencegahan, diperlukan kesadaran penderita untuk melakukan beberapa hal dibawah ini: 1. Daily Self Inspection, pada pasien dengan gangguan penglihatan, memerlukan orang terdekat untuk melakukannya. 2. Membasuh dan membersihkan tangan dan kaki dengan baik, keringkan tangan dan kaki dengan handuk lembut hingga ke sela-sela jari. Kondisi yang terlalu lembab akan menjadi sarang jamur. 3. Perawatan kuku; pemotongan kuku yang terlalu pendek akan melukai jaringan disekitarnya, pertumbuhan kuku kedalam jaringan mengakibatkan luka infeksi pada jaringan disekitar kuku. Hal ini diakibatkan perawatan kuku yang tidak tepat salah satunya kebiasaan mencungkil kuku yang kotor. Kuku juga merupakan sumber kuman jadi bila ada luka akan mudah terinfeksi yang ditandai dengan sakit jaringan sekitar kuku, merah, bengkak, dan keluar cairan nanah. Kegiatan memotong kuku yang tidak diakhiri dengan kegiatan mengikir kuku, maka akan melukai jaringan sekitar. 4. Gunakan sarung tangan yang tidak ketat pada kegiatan yang beresiko. Gunakan alas kaki yang baik (aspek pemilihan alas kaki). 5. Lakukan latihan jasmani atau senam kaki untuk memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot, sehingga mencegah terjadinya deformitas pada ekstremitas. 6. Kontrol rutin ke dokter, untuk menjaga kadar gula darah. Dan hendaknya dokter memeriksa dan menanyakan kondisi ekstremitas dan hal lain yang berkaitan dengan luka pada penderita diabetes. Observasi untuk kemampuan dalam sensasi panas dan getaran, periksa adakah kalus, deformitas dan infeksi.

IV. KESIMPULAN

Penatalaksanaan ulkus diabetika grade III terutama difokuskan untuk mencegah dan menghindari amputasi ekstremitas bawah. Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akan menangani pasien dengan ulkus diabetik sebaiknya dapat melakukan penilaian ulkus diabetik secara menyeluruh, melakukan identifikasi derajat ulkus, penyebab terjadinya ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka serta menilai ada tidaknya infeksi. Apakah ada keterlibatan penyakit arteri perifer sangatlah penting karena revaskularisasi perlu dilakukan bila terdapat gangguan arteri perifer. Berikut kesimpulan faktor yang harus dikendalikan: 1. Mechanical Control-Pressure Control 2. Metabolic Control 3. Vaskular Control 4. Educational Control 5. Wound Control 6. Mikrobiological Control-Infection Control

V. REFERENSI Astriani, Dini. (2010). Terapi Platelet rich plasma (PRP) pada penderita ulkus diabetikum. Diakses 14 Desember 2010 dari http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php? page=Terapi+Platelet+rich+plasma+%28PRP %29+pada+penderita+ulkus+diabetikum DITJEN PP & PL. (2008). Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Resiko Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fitra, Nanang. (2008). Pola Kuman Aerob dan Sensitifitas Pada Gangren Diabetik. Tesis Fakultas Kedokeran Sumatera Utara. Informatorium Obat Nasional Indonesia. (2008). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. KOPERKOM: Sagung Seto. Jude, Edward. (2010). Debridement of diabetic foot ulcers. Diakses 2 Desember 2010 dari http://www.library.nhs.uk/diabetes/ViewResource.aspx? resID=238076. Karmila, Nina. (2009). Pengaruh Pemberian Warfarin Selama 7 Hari Terhadap Status Hiperkoagulasi Penderita Ulkus Kaki Diabetik. Tesis Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam malik, Medan Novita, Liza. (2009). Ulkus Kruris. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Diakses 2 Desember 2010 dari www.doctors-filez.tk Scheffler NM, 2004 Nov-Dec, Innovative treatment of a diabetic ulcer: a case study. ): 111-2 (journal article - case )

Suhartono. (2009). Hiperkoagulasi Pada Penderita Ulkus Kaki Diabetik. Tesis Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam malik, Medan Trihastuti, Rini. (2008). Faktor-faktor Resiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus. RSUD dr. Moewardi Surakarta. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang Waspadji, Sarwono. (2006). Kaki Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1933-1936.

Yogyakarta, 10 Desember 2010 Dokter Pembimbing;

dr. Mulyo Hartana., Sp.PD

You might also like