You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan
sejak tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan menengah dan merupakan salah satu
subjek yang ada dalam kurikulum pendidikan kita. Tujuan pembelajaran matematika yaitu:
(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasi
konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; (2)
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;
(4) mengkomunilkasikan gagasan dengan symbol, diagram, atau media lain untuk
menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi yang terjadi antara seseorang
dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam
menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah
diprogramkan. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penelitian yang tepat ketika
pesera didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran
dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu. Guru harus
menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode mengajar
(Mulyasa, 2004: 100)
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran matematika paad pendidikan formal di
Indonesia dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap dan minat peserta didik terhadap
pelajaran matematika. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang
senantiasa masih sangat memprihatinkan. Bisa dikatakan setiap diadakan ulangan baik
ulangan harian maupun ulangan umum perolehan nilai dalam mata pelajaran matematika
selalu saja menempati urutan terendah. Bahkan seringkali anak tidak menyadari tentang apa
yang sedang dipelajari dalam belajar matematika.
Tidak sedikit siswa yang menganggap matematika sebagai suatu mata pelajaran yang
membosankan, menyeramkan, sulit dan menakutkan. Sehingga banyak siswa yang berusaha
menghindari mata pelajaran matematika. Hal ini jelas sangat berakibat buruk bagi
perkembangan pendidikan matematika kedepannya. Matematika sebagai mat apelajaran yang
sulit dan tidak disukai siswa, diungkapkan oleh Russefendi (1991) yang mengungkapkan
bahwa matematika bagi anak-anak pada umumnya marupakan mata pelajaran yang tidak
disenangi, dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan. Pendapat
tersebut juga sejalan dengan pendapat Wahyudin (1999) yang mengungkapkan bahwa
matematika susah untuk dipelajari dan diajarkan, karena itu siswa kurang menguasai konsep
matematika. oleh karena itu, perubahan proses pembelajaran matematika yang
menyenangkan harus menjadi prioritas utama.
Dalam pembelajaran matematika sering kita temui adanya siswa yang yang kesulitan
dalam menerima materi yang diajarkan. Kesulitan ini disebabkan antara lain faktor internal
yaitu: motivasi, intelegensi, minat dan keadaan psikologis siswa. Sering kita temui siswa
yang kurang tertarik mengikuti pelajaran matematika bahjan ada pula siswa yang takut dan
benci ada pelajaran matematika. Mungkin hal ini merupakan gejala yang disebabkan oleh
materi matematika yang dipelajari dan cara penyajian yang kurang sesuai dengan kematangan
siswa, sehingga kegiatan belajar-mengajar tidak bermaksa dan hasil pun kurang memuaskan.
Hal lain yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran matematika adalah
penggunaan metode dan strategi belajar yang kurang tepat. Pada pelajaran matematika, siswa
sangat sulit mengikuti materi yang disampaikan guru dengan metode ceramah di depan kelas
karena banyak istilah dan simbol. Hal ini membuat siswa merasa kurang mampu dan sulit
memahami matematika.
Kurangnya penghargaan guru bagi siswa terhadap usaha yang dilakukan dalam suatu
pembelajaran matematika terutama bbagi siswa yang kemampuan akademiknya kurang, ikut
memberi pengaruh sikap siswa terhadap matematika. Akibatnya siswa kurang berminat
dalam belajar, merasa minder bahkan frustasi terhadapa pembelajaran matematika.
Pembelajaran dikatakan berhasil dilihat dari dua segi yaitu segi proses dan segi hasil.
Segi proses yaitu keterlibatan peserta didik baik secara afektif, fisik dan mental serta sosial
dalam proses pembelajaran adalah lebih dari 75%. Sedangkan segi hasil yaitu apabila dalam
proses pembelajaran itu mengakibatkan perubahan perilaku individu menjadi lebih baik.
Jika kita ingin meningkatkan prestasi siswa dalam pelajaran matematika, maka tidak
akan terlepas dari upaya peningkatkan kualitas pembelajaran matematika tersebut disekolah.
Perubahan demi perubahan kurikulum yang berlaku menuntut perubahan paradigma dalam
pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan persekolahan.
Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pembelajaran di sekolah.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa diperlukan aspek afektif dalam pembelajaran?
2. Apakah pengertian minat belajar matematika?
3. Bagaimana cara mengukur minat belajar matematika siswa?
4. Bagaimana cara meningkatkan minat belajar matematika siswa?

1.3 Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui mengapa diperlukan aspek afektif dalam pembelajaran
2. Untuk mengetahui apakah pengertian minat belajar matematika
3. Untuk mengetahui cara mengukur minat belajar matematika siswa
4. Untuk mengetahui cara meningkatkan minat belajar matematika siswa

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Aspek Afektif Dalam Pembelajaran
2.1.1 Hakikat Pembelajaran Afektif
Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan
hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia
meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan
dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal
perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik
manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan.
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan
belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan
mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu
membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah
ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat
kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk
itu semua
dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah
afektif.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh
kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif
terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat
mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini,
namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk
meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang
optimal, dalam merancang program
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan
karakteristik afektif peserta didik.



2.1.2 Tingkatan Ranah Afektif
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai
komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap
ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi
Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan
characterization.
1. Tingkat receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku,
dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang
menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar
senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi
kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
2. Tingkat responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi
ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons,
berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi
pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan
kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang
membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3. Tingkat valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya
keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau
penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada
tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara
jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai
diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran
pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya
pengembangan filsafat hidup.

5. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta
didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga
terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi,
dan sosial.

2.1.3 Karakteristik Ranah Afektif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai
ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi
seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk
ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan
dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari
senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding
yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang
menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai
positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau
bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target
mengacu pada objek, aktivitas, atau ide
sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada
beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika,
situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan.
Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui.
Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut
cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.

2.2. Minat Belajar Matematika
1. Pengertian Minat
Minat merupakan suatu kesukaan, kegemaran, atau kesenangan akan sesuatu. Minat
akan mengarahkan tindakan seseorang terhadap suatu objek atas dasar rasa senang atau tidak
senang. Jadi perasaan senang dan tidak senang merupakan dasar dari suatu minat.
Menurut Carl Safran dalam Dewa Ketut Sukardi (1988: 61) mengemukakan bahwa minat
adalah suatu sikap atau perasaan yang positif terhadap suatu aktivitas orang, pengalaman atau
benda.
Cony Semiawan dalam Dewa Ketut Sukardi (1988: 61) mendefinisikan minat sebagai
suatu keadaan mental yang menghasilkan respon terarah kepada suatu situasi atau objek
tertentu yang menyenangkan dan memberi kepuasan kepadanya.
Reber dalam Syah (1995: 136) mengemukakan bahwa minat mempunyai
ketergantungan pada faktor internal seperti perhatian, keinginan kemauan dan kebutuhan.
Slameto (2003: 180) memberikan pengertian bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan
rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya
adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dan sesuatu di luar diri.
Selanjutnya Dewa Ketut Sukardi (1988: 62) mengemukakan bahwa minat adalah suatu
perangkat mental yang terdiri dari kombinasi, perpaduan, dan campuran dari perasaan,
prasangka, cemas, takut, dan kecenderungan-kecenderungan lain yang bisa mengarahkan
individu kepada suatu pilihan tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu
kecenderungan sikap mengorbankan waktu, tenaga, harta, dan pikiran dengan niat yang tulus
tanpa paksaan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus yang
disertai dengan rasa senang. Jadi minat belajar matematika adalah keterlibatan seseorang
dengan segenap kegiatan yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memperoleh
pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang pelajaran matematika yang dipelajarinya
melalui latihan dan pengalaman.

2. Minat Belajar Matematika Siswa
Perasaan senang dan tidak senang merupakan dasar dari suatu minat. Minat seseorang
akan dapat diketahui dari pernyataan senang dan tidak senang ataupun suka atau tidak suka
terhadap suatu obyek tertentu. Begitu pula minat seorang siswa dapat diketahui dari
kecenderungannya terpikat atau tertarik terhadap sesuatu pengalaman dan ingin untuk
melestarikan pengalaman tersebut.
Minat siswa terhadap pelajaran merupakan kekuatan yang akan mendorong siswa
untuk belajar. Siswa yang berminat (sikapnya senang) kepada pelajaran akan tampak
terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima
kepada pelajaran. Mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk bisa terus tekun
karena tidak ada pendorongnya.
Minat merupakan faktor psikologis yang akan mempengaruhi belajar. Minat yang
dapat menunjang belajar adalah minat kepada bahan/mata pelajaran dan kepada guru yang
mengajarnya. Apabila siswa tidak berminat kepada bahan/mata pelajaran juga kepada
gurunya, maka siswa tidak akan mau belajar oleh karena itu apabila siswa tidak berminat
sebaiknya dibangkitkan sikap positif (sikap menerima) kepada pelajaran dan kepada gurunya,
agar siswa mau belajar memperhatikan pelajaran.
Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Minat terhadap
sesuatu merupakan hasil belajar dan menyokong belajar selanjutnya. Orang yang berminat
terhadap sesuatu, dia akan berusaha untuk mendapatkannya. Demikian pula siswa yang
berminat terhadap matematika, maka dia akan berusaha dan berkorban semaksimal mungkin
untuk dapat menyelesaikan persoalan matematika yang dihadapinya. Wujud pengorbanannya
dapat berupa melengkapi fasilitas belajar yang dibutuhkan dalam matematika seperti
kalkulator, tabel logaritma, mistar, jangka, busur, kertas grafik, dan lain-lain. Disamping itu
waktu dan frekuensi belajar matematika akan lebih banyak atau paling tidak sama dengan
pelajaran yang lain.
Minat belajar matematika bukan saja karena materinya yang menarik akan tetapi
didukung oleh cara penyampaian materi yang baik dari para pengajar. Makin baik cara
penyampaiannya makin besar pula kemungkinan siswa berminat belajar matematika.
Minat dan keterlibatan orang tua dalam program sekolah dapat menjadi faktor yang
,menentukan dalam meningkatkan prestasi siswa di sekolah, misalnya orang tua mau
mendengarkan pendapat anaknya tentang sekolah, menolong anak menyesuaikan diri di
kelas, bahkan turut aktif menjadi pelatih dalam kegiatan ekstra kokurikuler.
Di samping peranan aktif orang tua dalam perkembangan belajar siswa perlu juga
mendapat perhatian yang khusus karena minat merupakan salah faktor penunjang
keberhasilan proses belajar, disamping itu bahwa minat yang timbul dari kebutuhan siswa
akan merupakan salah satu faktor penting bagi siswa dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
atau usahanya. Oleh karena itu minat pada siswa-siswa terutama minat belajar harus
diperhatikan dengan seksama hal ini untuk memudahkan membimbing dan mengarahkan
siswa belajar, sehingga siswa tidak perlu mendapat dorongan dari luar jika pekerjaan yang
dilakukan cukup menarik minatnya.
Guru sebagai tenaga pengajar di kelas akan berusaha sedapat mungkin untuk
membangkitkan minat belajar pada siswa-siswanya dengan berbagai cara, salah satu caranya
dengan memperkenalkan kepada siswa berbagai macam kegiatan-kegiatan belajar, seperti
bermain sambil belajar matematika sehingga anak-anak menunjukkan minat yang besar.



Ada beberapa syarat yang diperlukan untuk membangkitkan minat siswa:
1. Belajar harus menarik perhatian
Obyek atau keadaan yang menarik perhatian, pasti kemudian hari akan terjadi minat
untuk lebih mendekati atau mendalami masalahnya.
Agar pengajaran memperoleh hasil yang sebaik-baiknya, pendidik (guru) harus berusaha
membangkitkan minat peserta didik terhadap bahan pelajaran yang sedang diajarkan
untuk mendapatkan perhatian misalnya memberi contoh-contoh yang konkret.
Untuk dapat membangkitkan perhatian spontan (perhatian yang bersumber dari peserta
didik) seorang pendidik harus:
a. Mengajar dengan cara yang menarik misalnya menyesuaikan bahan pelajaran yang
diajarkan dengan dunia siswa seperti memanfaatkan lingkungan.
b. Mengadakan selingan yang sehat: tentu jika selingan-selingan disesuaikan dengan
pelajaran matematika yang berwawasan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Menjelaskan dari yang mudah ke yang sukar atau dari yang konkret ke yang
abstrak.
d. Sedapat mungkin atau menghilangkan saat atau keadaan yang menyebabkan
perhatian jadi tak perlu.
e. Penggunaan alat-alat peraga: hal ini dapat dilakukan dengan cara:
(1) langsung yaitu memperlihatkan bendanya sendiri, mengadakan percobaan-
percobaan yang dapat diamati peserta didik misalnya pendidikan membawa alat-alat
atau benda-benda ke dalam kelas atau membawa peserta ke laboratorium, pabrik-
pabrik, kebun binatang dan sebagainya.
(2) tidak langsung yaitu dengan menunjukkan benda tiruan misalnya model, gambar,
photo-photo, film dan sebagainya.
Pendidikan yang mengajar didepan kelas, dan orang tua harus membantu atau
membimbing anak belajar di rumah dan harus bersama-sama berusaha untuk dapat
membangkitkan minat belajar peserta didik dengan cara:
a. Menjelaskan tujuan bahan pelajaran yang akan diberikan dengan jelas.
b. Berusaha menghubungkan apa yang diketahui dan yang akan diketahui,
maksudnya bahwa hubungan pelajaran pertama dengan pelajaran berikutnya
harus ada hubungannya.
c. Mengadakan kompetisi yang sehat dalam belajar.
d. Menggunakan pujian dan hukum yang bijaksana
2. Objek atau keadaan yang kekuatannya menarik akan menimbulkan minat belajar,
misalnya bau yang harum orang akan mencari dari mana timbulnya bau yang harum
itu.
Dalam dunia pendidikan bahwa pelajaran yang diberikan jangan bersifat verbalistis,
tetapi peserta didik dilatih bekerja sendiri atau memberi kesempatan pada peserta
didik turut aktif selama pengajaran berjalan. Dengan demikian selama berlangsungnya
pengajaran pendidik (guru) harus berusaha membangkitkan aktifitas baik jasmani
maupun rohani.
Keaktifan jasmani adalah kegiatan yang nampak bila peserta didik sibuk bekerja,
sedangkan keaktifan rohani adalah kegiatan yang nampak bila peserta didik
mengamati dengan teliti, mengingat, memecahkan persoalan dan mengambil
kesimpulan.
Untuk membangkitkan minat belajar aktivitas jasmani dan rohani harus digabung
karena tanpa berbuat anak tidak berpikir, agar dapat berpikir diberi kesempatan untuk
berbuat sendiri.
3. Masalah Berulang-Ulang Terjadi
Masalah yang berulang-ulang terjadi akan merupakan pendorong bagi peserta didik
untuk membangkitkan minat belajar karena masalah tersebut sering muncul sehingga
merupakan suatu kebiasaan. Jika situasi ini dirasa sangat menarik perhatian anak didik
akan menimbulkan minat belajar yang lebih besar dan mengulangi masalah karena
sesuai dengan keadaan tepat sehingga tidak menimbulkan kejenuhan.
Untuk menghindarkan ingatan yang setengah-setengah atau yang belum mengerti
maka pengulangan perlu dilakukan dengan cara mengulang secara teratur, supaya
bahan pelajaran yang diajarkan benar-benar dikuasai dan siap digunakan.
4. Semua kegiatan harus kontras
Hal-hal yang tidak sama bahkan menimbulkan kontras akan dapat menarik perhatian
seseorang, sehingga dapat menimbulkan minat untuk mengetahui lebih lanjut.
Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara sadar dan aktif, berarti
aktivitas berpusat pada siswa sedangkan pendidik lebih banyak berfungsi sebagai
fasilitator (pemudah) terjadinya proses belajar. Sebagai kriterianya dapat dilihat
bahwa siswa mengalami perubahan dan atau pertambahan pengetahuan, sikap dan
keterampilan.
Komponen-komponen proses belajar mengajar yang harus dilakukan sebagai usaha
membangkitkan minat belajar anak atau siswa antara lain merumuskan tujuan
pengajaran, mengembangkan atau menyusun alat-alat evaluasi, menetapkan kegiatan
belajar mengajar, merencanakan program dengan menggunakan metode mengajar
yang tepat. Dengan mengetahui komponen-komponen proses belajar mengajar, orang
tua bersama guru akan lebih mudah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
Akhirnya diharapkan agar lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah khususnya
kelas merupakan tempat-tempat yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan
minat belajar secara utuh dan terpadu.
Menurut Russefendi dalam Lisnawaty (1993: 72) agar anak didik memahami dan
mengerti konsep (struktur) matematika seyogyanya diajarkan dengan urutan konsep murni,
dilanjutkan dengan konsep notasi, dan diakhiri dengan konsep terapan. Disamping itu untuk
dapat mempelajari dengan baik struktur matematika maka representasinya (model) dimulai
dengan benda-benda konkret yang beraneka ragam.
Menurut Lisnawaty (1993: 65) bahwa matematika untuk suatu negara penting karena
jatuh bangunnya suatu negara tergantung dari kemajuan dibidang matematika. Oleh karena
itu sebagai langkah awal untuk mengarah pada tujuan yang diharapkan adalah mendorong
atau memberi motivasi bagi masyarakat khususnya peserta didik (siswa) untuk berminat
belajar matematika. Bagi para peserta didik yang sudah mempunyai minat untuk belajar
matematika akan merasa senang dan dengan penuh perhatian mengikuti pelajaran tersebut.

3. Fungsi minat dalam belajar
Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usaha yang dilakukan
seseorang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih serius dan tidak mudah
putus asa dalam menghadapi tantangan. Jika seorang siswa memiliki rasa ingin belajar, ia
akan cepat dapat mengerti dan mengingatnya.
Elizabeth B. Hurlock menulis tentang fungsi minat bagi kehidupan anak sebagaimana
yang ditulis oleh Abdul Wahid sebagai berikut:
a. Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita.
Sebagai contoh anak yang berminat pada olah raga maka cita-citanya adalah menjadi
olahragawan yang berprestasi, sedang anak yang berminat pada kesehatan fisiknya maka
cita-citanya menjadi dokter.
b. Minat sebagai tenaga pendorong yang kuat.
Minat anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk belajar kelompok di
tempat temannya meskipun suasana sedang hujan.
c. Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas.
Minat seseorang meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran tapi antara satu
anak dan yang lain mendapatkan jumlah pengetahuan yang berbeda. Hal ini terjadi karena
berbedanya daya serap mereka dan daya serap ini dipengaruhi oleh intensitas minat
mereka.
d. Minat yang terbentuk sejak kecil/masa kanak-kanak sering terbawa seumur hidup karena
minat membawa kepuasan.
Minat menjadi guru yang telah membentuk sejak kecil sebagai misal akan terus terbawa
sampai hal ini menjadi kenyataan. Apabila ini terwujud maka semua suka duka menjadi
guru tidak akan dirasa karena semua tugas dikerjakan dengan penuh sukarela. Dan apabila
minat ini tidak terwujud maka bisa menjadi obsesi yang akan dibawa sampai mati.
Dalam hubungannya dengan pemusatan perhatian, minatmempunyai peranan dalam
melahirkan perhatian yang serta merta, memudahkan terciptanya pemusatan perhatian, dan
mencegah gangguan perhatian dari luar.
Oleh karena itu minat mempunyai pengaruh yang besar dalam belajar karena bila
bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tersebut tidak
akan belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Sedangkan bila
bahan pelajaran itu menarik minat siswa, maka ia akan mudah dipelajari dan disimpan karena
adanya minat sehingga menambah kegiatan belajar.
Fungsi minat dalam belajar lebih besar sebagai motivating force yaitu sebagai
kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan
tampak terdorong terus untuk tekun belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya
menerima pelajaran. mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun
karena tidak ada pendorongnya. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang baik dalam
belajar seorang siswa harus mempunyai minat terhadap pelajaran sehingga akan mendorong
ia untuk terus belajar.

2.3 Cara Mengukur Minat Belajar Matematika Siswa
1. Angket (kuesioner)
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya.Angket ini disusun
sedemikian rupa sehingga responden bebas untuk mengungkapkan pendapatnya dalam
memilih jawaban, sehingga data akan terkumpul sesuai dengan kenyataan yang terjadi di
lapangan.
Jenis angket yang akan digunakan adalah angket tertutup sehingga mempermudah
responden untuk mengisinya. Angket tersebut diberikan kepada sejumlah responden yang
telah ditentukan sebelumnya.
Angket disusun dengan langkah-langkah yang disarankan oleh Sudjana:
a. Pembuatan kisi-kisi berdasarkan variabel yang akan diteliti.
b. Menyusun pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi yang akan dibuat serta melakukan
diskusi dan konsultasi dengan pembimbing.
c. Validasi isi.
d. Menggunakan kata-kata yang mudah diteliti oleh semua responden.
e. Pertanyaan dikemukakan dengan urutan yang baik sesuai denganpermasalahan dan
tujuan yang telah ditentukan

Kisi-Kisi Angket Minat Belajar Matematika Siswa

Nomor Soal
No Indikator Pernyataan positif Pernyataan
negatif
Jumlah
1 Perasaan Senang 1, 2, 3,4,20 29,30,31,32,
2 Ketertarikan
Siswa
17,18,19,33 5,6,7,8 ,24,37,38
3 Perhatian 9,10,11,12, 35, 36, 13,14,15,16
4 Keterlibatan
siswa
25,26,27,28,34, 21,22,23,39,40,


Skor Alternatif Jawaban Angket Minat Belajar Matematika Siswa

Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak
Setuju
Positif 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4


Kuesioner Minat Belajar
KUESIONER MINAT BELAJAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA

Nama :
Kelas :
Hari/tanggal :
Petunjuk :
- Perhatikan dan cermati setiap pernyataan sebelum memilih jawaban.
- Berilah tanda centang () pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia.
- Gunakan kejujuranmu dan jangan terpengaruh oleh jawaban teman.
Keterangan pilihan jawaban :
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No. Pernyataan
Pilihan Jawaban
SS S TS STS
1. Saya sudah belajar Matematika pada malam hari
sebelum pelajaran esok hari.

2. Saya sampai di sekolah sebelum pukul 07.00
3. Saya sudah mempersiapkan buku pelajaran Matematika
ketika guru memasuki kelas.

4. Matematika adalah pelajaran yang menarik dan
menantang.

5. Saya sering melamun ketika pelajaran berlangsung
6. Saya cenderung pasif ketika diskusi kelompok
7. Saya suka bercanda ketika pelajaran
8. Saya mengerjakan soal dengan cepat dan sering tidak
teliti

9. Saya akan meminta Guru untuk memperingatkan anak-
anak yang membuat keributan di luar kelas saat
pelajaran berlangsung.

10. Saya akan pindah ke bangku yang jauh dari keributan di
luar kelas ketika pelajaran.

11. Saya tetap memperhatikan penjelasan guru meskipun
saya duduk di bangku paling belakang.

12. Saya tidak menghiraukan anak-anak yang berlalu-lalang
di luar kelas kelas.

13. Saya belajar Matematika ketika akan menghadapi
ulangan

14. Saya tidak peduli pada kesulitan pelajaran Matematika
15. Saya belajar Matematika jika disuruh orang tua.
16. Saya sering membolos ketika mengikuti les Matematika
17. Saya menggunakan alat-alat peraga yang bisa
membantu saya belajar Matematika dengan mudah.

18. Saya sering melihat tayangan pembelajaran Matematika
di televisi.

19. Saya sering mencari informasi di internet tentang
sejarah Matematika.

20. Saya senang bermain tebak-tebakan bilangan bersama
teman.

21. Saya kebingungan ketika belajar Matematika.
22. Saya bangun kesiangan sehingga terlambat sampai di
sekolah.

23. Saya masih sibuk mencari buku pelajaran ketika Guru
mulai menyampaikan materi.

24. Matematika merupakan pelajaran yang sulit dipahami.
25. Saya memperhatikan penjelasan guru tentang materi
Matematika.

26. Saya aktif selama proses pembelajaran Matematika di
luar kelompok.

27. Saya tidak bergurau ketika pelajaran
28. Saya mengerjakan latihan soal dengan cermat.
29. Saya senang memperhatikan anak-anak yang bermain di
luar kelas
30. Saya akan keluar kelas dan ikut bermain bersama anak-
anak lain ketika pelajaran berlangsung.

31. Saya suka duduk di belakang karena jauh dari pantauan
guru

32. Saya suka menyapa anak-anak yang berlalu-lalang di
luar kelas

33. Saya mengulangi pelajaran Matematika setelah pulang
dari sekolah.

34. Saya tidak malu untuk bertanya kepada Guru apabila
saya mengalami kesulitan berhitung.

35. Saya menyisihkan waktu 3 jam untuk mengerjakan
latihan soal di rumah.

36. Saya mengikuti bimbingan/les Matematika dengan
rutin.

37. Saya senang menggunakan alat-alat peraga untuk
bermain bukan untuk belajar.

38. Saya tidak suka menonton channel pembelajaran di
televise

39. Di internet saya tidak belajar tentang Matematika tetapi
bermain game online dengan teman-teman.

40. Saya banyak bergurau dengan teman-teman ketika
belajar kelompok

Jumlah
Skor Total








2.4 Analisis Instrumen Angket
Instrumen yang digunakan untuk meneliti minat belajar siswa adalah angket sikap
model Likert dengan tiga kategori respon, Tidak Setuju (TS), Setuju (S), Sangat setuju (SS).
A. Validitas I nstrumen Angket
Rumus yang digunakan untuk mengetahui validitas angket menggunakan rumus :

()()
*(

) (

)+ *

)+

(Arikunto 2006: 170)
Keterangan :
r
11
= koefisien korelasi antara X dengan Y
X = skor tiap item
Y = skor total
N = jumlah subjek yang diteliti
Analisis butir dilakukan untuk mengetahui valid atau tidaknya butir pernyataan dalam
instrumen dengan cara skor yang ada dalam butir pernyataan dibandingkan dengan skor total,
kemudian dibandingkan pada taraf signifikasi 5%.
Harga r
xy
tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga

dengan taraf
signifikasi 5%, suatu butir soal dikatakan valid jika harga

>

.
Jika diambil tingkat kesalahan dengan banyaknya peserta uji coba N = 25
siswa, maka diperoleh

= 0,396.
Hasil analisis uji coba soal, diperoleh 33 soal yang valid yaitu soal nomor 1, 2, 3, 6, 7,
8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 36,
38, 39, dan 40, sedangkan 7 soal yang tidak valid yaitu nomor 4, 5, 10, 18, 27, 32, dan 37
perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran.

B. Reliabilitas Angket
Reliabilitas angket dapat diuji dengan menggunakan rumus alpha.
|
|
.
|

\
|

|
.
|

\
|

=

2
2
11
1
1
t
b
k
k
r
o
o

(Arikunto, 2006: 171)

Keterangan :
11
r = reliabilitas instrumen
k = jumlah butir pernyataan
2
b
o = jumlah varian butir pernyataan
2
t
o = jumlah varian total

Apabila harga
11
r dikonsultasikan dengan

dengan taraf signifikasi 5%


ternyata lebih besar, berarti instrumen tersebut reliabel. r
11
>

maka instrumen dalam


penelitian ini reliabel.
|
|
.
|

\
|

|
.
|

\
|

=

2
2
11
1
1
t
b
k
k
r
o
o

|
.
|

\
|

|
.
|

\
|
=
4 , 307
56 , 35
1
39
40
11
r

( ) 884 , 0 ) 03 , 1 (
11
= r

907 , 0
11
= r
Dari hasil analisis data nilai
11
r sebesar 0,907. Jika diambil tingkat kesalahan
dengan banyaknya peserta uji coba N = 25 siswa, maka diperoleh

= 0,396.
Karena

>

maka dapat disimpulkan bahwa angket yang diuji coba adalah reliabel.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu., Supriyono, W. 1990. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, 1996. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Nana Sudjana. 1989. Penelitian pendidikan. Bandung: Sinar Baru

You might also like