Professional Documents
Culture Documents
KOTA SAMARINDA
Permasalahan banjir yang selama ini mendera Kota Samarinda telah dan terus menjadi
perhatian Pemerintah. Banyak program dan dana yang telah diimplementasikan namun
banjir belum kunjung surut. Hanya dengan bekerja keras dan saling mendukung antara
pemerintah dan semua elemen masyarakat permasalahan banjir akan dapat diatasi.
Samarinda selain sebagai Ibu Kota Kota Samarinda juga Ibu Kota Propinsi Kalimantan
Timur. Kota samarinda saat ini tengah berkembang dengan pesat, namun di tengah
perkembangan ini Kota Samarinda masih selalu didera dengan permasalahan banjir.
Fenomena kejadian banjir saat ini tidak hanya terjadi pada saat musim penghujan namun
pada saat terjadi hujan dengan durasi 3 jam saja sudah dapat mengakibatkan banjir.
Kondisi yang demikian ini sangat mengganggu aktivitas warga Kota Samarinda.
Berbagai upaya telah dilakukan, namun upaya tersebut belum optimal dalam mengatasi
masalah banjir. Upaya tersebut berupa pemeliharaan saluran drainase kota, pembenahaan
sungai-sungai yang melinatasi kota, berbagai studi terkait pengendalian banjir kota,
pembangunan sarana pengendali banjir serat beberapa aturan telah dikeluarkan untuk
pengendalian banjir. Upaya-upaya tersebut ternyata kalah cepat dengan perkembangan
kota. Oleh sebab itulah maka diperlukan suatu penataan terpadu pengendalian banjir
dengan menyusun prioritas penanganan dan pembiayaan sesuai dengan kondisi actual
serata prediksi pembangunan masa mendatang.
Sebagian besar wilayanh Kota Samarinda yang bermasalah dengan banjir adalah wilayah
yang terdapat di DAS Karangmumus (320 km2). Sealin itu terdapat dua sub system lain
yang juga mempunyai masalah banjir yaitu DAS Karang Asam Besar (9,65 km2) DAN
das Karang Asam Kecil (16,25 km2). Sungai Loa Bakung meskipun mempunyai DAS
tidak masuk dalam Kota Samarinda, namun mengingat perkembangan kota dan
peningkatan pemenuhan pemukiman, di DAS ini diprediksi akan berpotensi menjadi
daerah banjir bila tidak ada penganganan secara dini.
Sebelum membicarakan system pengendalian banjir yang efektif dan tepat guna, perlu
dipahami terlebih dahulu sumber penyebab terjadinya banjir. Secara umum permasalahan
banjir terjadi akibat berlebihnya limpasan permukaan dan tidak tertambpungnya limpasan
tersebut dalam badan sungai sehinga air meluap. Terdapat dua faktor utama penyebab
banjir yaitu factor alam (natural) dan factor manusia (man made).
Faktor alam seperti tingginya curah hijan, topografi wilayah, pasang surut air laut, badai,
dan lain-lain. Faktor alamiah ini sulit untuk dikendalikan, kalaupun bias memerluan biaya
yan cukup besar. Faktor kedua adalah manusia, utamanya bersumber pada unsure
pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk akan diikuti dengan peningkatan
Necel © 2009
kebutuhan infrastruktur, seperti pemukiman, sarana air bersih, pendidikan, serta layanan
masyarakat lainnya. Selain itu pertumbuhan penduduk akan diikuti pula oleh peningkatan
penyediaan lahan untuk usaha seperti pertanian, perkebuanan maupun industri.
Peningkatan kebutuhan lahan usaha maupun penyediaan lahan untuk infrastruktur tentu
akan mempengaruhi tataguna lahan, dan berdampak menurunnya potensi serapan air ke
dalam tanah. Selain itu dengan lebih terbukanya lahan maka semakin mudah lapisan
tanah tergerus air hujan maka sedimentasi akan terjadi di sungai, dan akibatnya kapasitas
alir sungai akan menurun.
Berdasarkan uraian di atas permasalahan banjir yang ada di Kota Samarinda dapat
diperkirakan sumber-sumber penyebab banjirnya, sebagai berikut :
1. Penyebab Alamiah
Banjir secara alamiah dapat terjadi karena pengaruh dari iklim, pengaruh phisiografi,
sedimentasi di sungai, kapasitas alur, drainase ataran bamjir yang tidak memadahi serta
pengaruh pasang surut. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci penyebab banjir secara
alamiah di Kota Samarinda.
A. Iklim
Iklim tropis Indonesia ditandai oleh 2 musim, yaitu musim hujan dari bulan Oktober
sampai dengan Maret dan musim kemarau dari bulan April sampai September. Hujan
lebat di musim hujan menyebabkan masalah-masalah yang cukup berarti di
Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan tingginya kepadatan penduduk di daerah
genangan banjir. Kota Samarinda merupakan salah satu Kota yang mempunyai posisi
dekat dengan garis ekuator sehingga kondisi musim yang terjadi tidak berbeda
dengan daerah lain di Indonesia.
Berdasrkan data curah hujan yang ada di wilayah Kota Samarinda menunjukkan
bahwa rerata hujan tahunan sebesar 2.021 mm dengan hari hujan tahunan sebanyak
146 hari. Hujan maksimum harian yang pernah terjadi di wilayah Kota Samarinda
adalah 147 mm yang tercatat di stasiun Temindung. Hujan harian maksimum ini
setara dengan kala ulang 10 tahunan.
Berdasarkan kondisi yang ada tersebut di atas terindikasi bahwa wilayah Kota
Samarinda mempunyai rerata hujan yang cukup tinggi. Tingginya curah hujan ini
akan sangat mempengaruhi kondisi banjir Kota Samarinda, apabila fasilitas drainase
maupun fasilitas pengendali banjir yang lain belum mendukung.
B. Pengaruh Phisiografi
Seperti telah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa pada umumnya perkembangan
wilayah di Pulau Kalimantan berada di tepian sungai, dimana daerah ini relative
datar. Kondisi morfologi setiap sungai di Pulau Kalimantan pada umumnya
mempunyai kemiringan dasar sungai cukup landai, sungai-sungainya lebih panjang
Necel © 2009
dan daerah pengalirannya lebih luas. Beberapa sungai yang mengalir di tengah Kota
Samarinda adalah sungai yang mempunyai kemiringan dasar landai dan banyak
terjadi meandering.
Selain kondisi morfologi sungai yang demikian secara topografi wilayah Kota
Samarinda terutama daerah yang berkembang berada pada dataran (plain) dimana
daerah-daerah ini berada di antara perbukitan, sehingga limpasan air dari perbukitan
tersebut akan terkonsentrasi mengalir pada daerah datar tersebut.
Sebagai ilustrasi daerah rawan banjir di wilayah Sempaja berada di bawah perbukitan
Gunung Cermin dimana perubahan slope baik itu slope lahan maupun sungai cukup
mempengaruhi kelancaran limpasan permukaan. Daerah rawan banjir sepanjang Jl.
Suryanata sampai dengan permepatan Air Putih secara topografi limpasan dari bukit
akan terkonsentrasi menuju Jl. Suryanata sampai permepatan Air Putih. Demikian
pula sengan lokasi rawan banjir sepanjang Jl. Sentosa – arah ke Lempake, di lokasi
ini terjadi perubahan slope antara perbukitan menuju dataran.
C. Sedimentasi di sungai
Pengendapan sedimen di muara sungai akan memperpanjang delta sungai,
mengurangi kemiringan memanjang sungai, mengurangi kapasitas angkut sungai, dan
memperbesar resiko banjir.
Pengurangan kapasitas aliran pada sungai dapat disebabkan oleh erosi. Erosi yang
berlebihan terjadi karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya pengolahan
tanah. Erosi ini menyebabkan sedimentasi di sungai-sungai, dimana hasil erosi
diensapkan pada bagian hilir sungai. Sedimentasi di sungai ini menyebabkan
peninggian (agradasi) dasar sungai dan meningkatkan resiko banjir, kapasitas resapan
daerah pengliran sungai untuk menahan air dengan infiltrasi tergantung pada kondisi
fisik daerah pengliran sungai, khususnya tanaman penutup aliran permukaan.
Mencermati secara fisik aliran air yang ada di sungai yang melintas Kota Samarinda
terlihat pada saat musim penghujan atau sesaat setelah terjadi hujan warna air yang
mengalir di sungai terlihat coklat ke hitam-hitaman. Kondisi ini mengindikasikan
Necel © 2009
bahwa terdapat konsentrasi sedimen yang cukup tinggi. Selain sedimentasi di sungai
indikasi tingginya tingkat erosi di DAS dapat dilihat di saluran-saluran drainase yang
masuk sungai alam. Banyak saluran drainase yang menyempit bahkan ada yang sudah
tidak dapat berfungsi karena sedimentasi di saluran drainase.
Meskipun kepadatan saluran drainase yang ada di Kota Samarinda secara umum telah
mencukupi namun dari hasil pengamatan lapangan didapati kapasitas saluran yang
tidak memadahi. Sebagai contoh adalah saluran drainase di daerah Temindung,
saluran drainase Jl. Cendana, saluran drainase Jl. Kadrie Oening, Jl. Suryanata, Jl.
Slamet Riyadi, dan lainnya. Saluran drainase tersebut selain kapasitasnya terlalu kecil
juga beban sedimen yang tinggi.
Necel © 2009
Banyak comtoh alokasi di DAS yang telah mengalami perubahan seperti di DAS
Karangmumus, dimana di sub DAS sungai Binangat di daerah hulu DAS telah
dilakukan penambangn batubara. Penambangan ini telah merubah daerah peruntukan
DAS yang semula sebagai perkebunan/ladang menjadi daerah terbuka, sehingga akan
sangat memepngaruhi nilai koefisien resapan DAS. Selain di DAS Karangmumus
juga di sub DAS Karang Asam Besar, juga di daerah hulu terdapat pertambangan
batubara.
C. Kawasan Kumuh
Perumahan kumuh sepanjang alur sungai dapat menjadi penghambat aliran.
Rumah0rumah panggung di tepian sungai akan menghambat aliran air di sungai
selain mempersempit alur sungai. Sungai karangmumus, sungai Karang Asam Kecil
dan Karang Asam Besar merupakan tiga sungai penting yang memberi kontribusi
banjir di wilayah Kota Samarinda. Banyak rumah-rumah pangguang di bentaran
sungai ini dan ada kecenderungan bertambah.
Penataan sungai Karangmumus bagian Hilir sampai Jembatan III telah dilaksanakan,
yaitu dengan melakukan restlemen penduduk kawasan bantaran sungai
Karangmumus. Saat ini bagian hilir sungai ini nampak lebih tertata dan aliran sungai
akan lebih lancar. Namun demikian masih diperlukan usaha lebih keras lagi penataan
bagian sungai yang lain sehingga nantinya sungai Karangmumus benar-benar tertata
dan apat digunakan sebagai acuan bagi pengembangan penataan bantaran sungai,
tidak hanya di wilayah Samarinda tapi juga untuk wilayah yang lain.
D. Sampah
Pembuangan sampah, kotoran, dan reruntuhan yang dihasilkan dari penimbunan
sembarangan dari material ke dalam alur-alur drainase akan mengurangi kapasitas alir
saluran. Banyak saluran di wilayah Samarinda yang berkurang kapasitasnya akibat
sedimentasi material sampah, dan untuk penanganan sampah yang masuk saluran
drainase diperlukan biaya besar. Selain itu juga perlu diwaspadai lokasi-lokasi yang
potensial memproduksi sampah seperti daerah pasar yang lokasinya dekat dengan
sungai, lokasi ini potensial sebagai sumber bencana daerah hilir karena sampah yang
lolos ke sungai akan menyumbat saluran daerah hilir. Untuk sungai skala kecil atau
Necel © 2009
saluran di lokasi pasar diperlukan bangunan penyaring sampah (trashrack) sehingga
sampah tidak membebani lokasi hilir pasar.
Terdapat beberapa lokasi yang memproduksi sampah yang berada di atas badan
sungai, sebagai contoh Pasar Damak yang berada di atas alur sungai Karangmumus.
Produksi sampah dari pasar ini cukup besar apabila penanganan tidak baik akan
masuk ke alur sungai Karangmumus dan akhirnya menambah beban sedimentasi
sungai Karangmumus. Selain Pasar Damak, terdapat Pasar Kedondong yang berada di
pinggir sugai Karangasam Besar. Seperti halnya Pasar Damak perlu dilakukan
penertiban terhadap sistem pembuangan sampah sehingga tidak akan menambah
permasalahan pada Sungai Karangasam Besar.
E. Bangunan di sungai
Jembatan dan bangunan pada sungai yang tidak mengikuti rencana pengelolaan
sungai akan menghambat aliran. Pilar atau pondasi bangunan tersebut akan
mempersempit alur yang ada sehingga terjadi pembendungan di lokasi tersebut.
Disamping itu pengetatan ijin bangunan di daerah pinggir sungai dan tidak
mengijinkan dan menertibkan bangunan di sepanjang bantaran sungai.
Necel © 2009
Sungai, yang menetapkan perlunya menetapkan garis sempadan sungai dan pengaturn
penggunaan dataran banjir. Dalam implementasinya khususnya di wilayah Kota
Samarinda masih belum efektif diterapkan dan banyak menghadapi permasalahn sosial.
Sementara situ sistem drainase yang ada di wilayah Kota Samarinda masih belum
mengikuti standar sistem drainase yang benar. Banyak drainase lingkungan yang
langsung masuk ke sungai alam, sehingga apabila terjadi kenaikan muka air di sungai
akan memperngaruhi secara langsung aliran drainase lingkungan tersebut.
Sumber genangan (banjir) di Kota Samarinda khususnya pada daerah hilir, dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Banjir kiriman, aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu diluar
kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah
hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya
sehingga terjadi limpasan. Sebagai contoh lokasi yang sering mendapat
banjir kiriman adalah daerah sekitar jalan Panglima Antasari. Banjir yang
terjadi di daerah atas (hulu) yaitu di DAS Manggis dengan durasi 3-4 jam
akan dapat menyebabkan banjir di daerah Jl. Antasari. Banjir yang terjadi
akibat dari kapasitas alur sungai yang terbatas. Waktu tiba banjir yaitu
perjalanan banjir dari daerah hulu sampai dengan terjadinya genangan di
wilayah ini sekitar 4-5 jam.
b. Banjir lokal, genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah
itu sendiri. Hali ini dapat terjadi kalau hujan yang terjadi melebihi
kapasitas sistem drainase yang ada. Pada banjir lokal, ketinggian genangan
air antara 0,2-0,7 m dan lama genangan bisa mencapai 3-5 jam. Tinggi
genangan maupun lama genangan akan semakin besar apabila pada saat
hujan bersamaan dengan pasang Sungai Mahakam.. kejadian banjir seperti
ini hampir terjadi di semua daerah rendah.
c. Banjir akibat pasang Sungai Mahakam, banjir yang terjadi baik akibat
aliran langsung air pasang dan/atau air balik dari saluran drainase akibat
terhambat oleh air pasang. Banjir pasang merupakan banjir rutin akibat
muka air Sungai Mahakam pasang. Daerah yang mendapat pengaruh
langsung dari air pesang Sungai Mahakam tentunya daerah yang
mempunyai ketinggian di bawah muka air pasang sekitar +1,58 m.
Ketinggian genangan antara 0,20-0,50 m dengan lama genangan antara 2
hingga 4 jam.
Pada sepuluh tahun terakhir, banjir yang terjadi di kota Samarinda semakin meningkat,
baik besaran maupun frekuensinya. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya limpasan
permukaan dari daerah tangkapan air, berkurangnya kapasitas saluran akibat sedimentasi
dan hilangnya tampungan banjir alamiah berupa rawa-rawa.
Saat ini sebagian besar wilayah berkembang di Kota Samarinda telah terlayani oleh
jaringan drainase. Konstruksi saluran drainase yang ada sebagian sudah berupa saluran
dengan pasangan batu dan sebagian saluran tanpa konstruksi batu atau saluran tanah.
Berdasarkan data survey yang pernah dilakukan dalam studi Penyusunan Outline rencana
Induk Drainase Kota Samarinda panjang saluran drainase Kota Samarinda adalah
Necel © 2009
303.112,40 Km yang terdiri dari saluran dengan pasangan batu sepanjang 104.149,40 Km
dan saluran tanpa pasangan 198.963,00 Km.
Dari panjang saluran drainase yang ada di Kota Samarinda banyak saluran yang sudah
tidak berfungsi sebagaimana mestinya bahkan sudah tidak berfungsi sebagai saran
pamatusan air limpasan permukaan. Beberapa masalah ayng terkait dengan saluran
drainase Kota Samarinda seperti berikut :
a. Banyak saluran drainase yang pada saat perencanaan dahulu didesain mampu
untuk mengalirkan air dari daerah tangkapan air namun sekarang kapasitas yang
diencanakan tersebut sudah tidak mampu lagi. Dalam permasalahan ini kapasitas
desain sudah tidak sesuai dnegan debit limpasan yang terjadi.
b. Penurunan kapasitas alir saluran drainase akibat sedimentasi dan sampah yang
masuk di saluran drainase. Kondisi ini banyak dijumpai hampir di seluruh
jaringan drainase yang ada. Sedimen yang ada di saluran berasal baik dari sekitar
lokasi namun juga berasal dari daerah hulu terangkut aliran dan mengendap di
lokasi hilir. Material sampah baik itu sampah organik maupun sampah non
organik banyak menyumbat saluran drainase. Permasalahan ini tidak saja akan
menghambat laju aliran namun juga mengurangi kapasitas saluran.
c. Hambatan utilitas kota juga merupakan salah satu permasalahan besar dalam
sistem drainase Kota Samarinda. Banyak utilitas kota yang menghambat laju
aliran drainase bahkan mengurangi kapasitas alir saluran drainase. Contoh yang
mudah ditemui adalah adanya tiang listrik PLN yang berada di dalam alur saluran
drainase seperti pada saluran drainase Jl. P. Antasari. Pipa air minum juga
merupakan salah satu penghambat laju aliran dan mengurangi kapasitas saluran,
khusus untuk pipa air minum biasanya akan menghambat laju aliran yang akan
masuk gorong-gorong. Pemasangan pipa air khusus yang melintasi gorong-
gorong sepertinya tidak memperhitungkan dimensi dari gorong-gorong ataupun
box culvert. Akibat dari kecerobohan ini pemasangan pipa tersebut tidak hanya
menghambat laju aliran namun juga mengurangi kapasitas dimana akibat dimensi
pipa tersebut maupun akibat sampah yang menyangkut pada piapa air tersebut.
d. Banyaknya bangunan infrastruktur baik yang sifatnya bangunan individu/pribadi
maupun kelompok bangunan yang tidak dilengkapi dengan sarana drainase yang
mencukupi. Kondisi yang demikian ini akan menyebabkan permasalahan
kelancaran aliran permukaan di lokal area tersebut.
e. Masih belum tertatanya sistem drainase yang baik, dalam hal ini dimaksudkan
bahwa tingkatan funsi saluran belum tertata dengan baik, sebagai contoh saluran
drainase primer dapat berfungsi sebagai saluran drainase lingkungan, belum
adanya pemisah antara drainase permukaan dengan saluran air kotor dari rumah
tangga. Selain itu saluran drainase yang ada banyak tertutup oleh plat jembatan
rumah/toko, sehingga akan menyulitkan pemeliharaan saluran.
Masih sedikitnya fasilitas pendukung alam sistem drainase kota seperti pintu-pintu air
untuk memproteksi dampak kenaikan muka air di sungai terhadap saluran drainase,
fasilitas pompa banjir yang masih sangat minim serta minimnya kegiatan operasi dan
pemeliharaan fasilitas drainase.
Necel © 2009
1.4. KONSEP UMUM PENGENDALIAN BANJIR KOTA SAMARINDA
Dengan melihat kondisi perkembangan Kota Samarinda dan analisa penyebab banjir
sebuah konsep perngendalian banjir kota yang dapat diterapkan dibagi dalam tiga bagian
kegiatan yaitu :
1. Pengelolaan Daerah Hulu
2. Konsep Pengendalian Banjir untuk daerah tengah
3. Konsep Pengendalian Banjir daerah hilir
Konsep pengendalian banjir daerah hulu dimaksudkan adalah pengandalian banjir daerah
hulu aliran sungai, hal ini dengan mempertimbangkan bahwa daerah hulu sampai saat ini
merupakan daerah yang masih belum berkembang sehingga lebih mudah dalam
penataannya. Konsep yang dapat dilakukan di daerah hulu adalah memeprbaiki kondisi
DAS rusak dan mempertahankan potensi alamiah DAS sehingga diharapkan dapat
dilakukan reduksi potensi banjir di daerah ini, sehingga beban banjir daerah dibawahnya
dapat lebih ringan. Daerah resapan air hujan terus dioptimalkan fungsinya dengan
menjaga dan melestarikan vegetasi penutup lahan termasuk di dalamnya tidak melakukan
pembukaan lahan yang tanpa dilakukan pengendalian.
Daerah bagian tengah suatu DAS yang ada pada umumnya juga merupakan daerah
tengah wilayah Kota Samarinda saat ini sebagian besar difungsikan sebagai daerah
pengembangan permukiman. Konsep yang dapat diterapkan di daerah tengah adalah
dengan melakukan minimalisasi perubahan tataguna lahan. Tuntutan penyediaan kawasan
permukiman tidak dapat dihindari dan hal ini selaras dengan perkembangan kota, namun
demikian untuk pengembangan wilayah permukiman tidak dilakukan dengan
penimbunan daerah-daerah rendah yang dalam sejarah keberadaan Kota Samarinda
daerah tersebut merupakan daerah parkir air limpasan (retarding basin). Selain itu juga
tidak melakukan pemotongan perbukitan untuk penyediaan lahan/lokasi perumahan atau
penyediaan material timbunan untuk lokasi yang lain. Sedangkan konsep untuk sistem
drainase adalah dengan pembenahan sistem. Saluran drainase harus mengikuti tingkat
fungsionalnya contohnya saluran drainase dari komplek perumahan harus masuk sistem
saluran sekunder sebelum masuk sungai utama. Hal ini untuk menghindari rancaunya
sistem dan menghindari adanya air balik saat musim banjir. Dengan berjalannya sistem
drainase maka tidak diperlukan banyak sistem pintu-pintu pembuangan dar saluran
kolektor.
Daerah hilir wilayah Kota Samarinda yang juga merupakan daerah hilir DAS saat ini
sebagai daerah berkembang baik itu sebagai pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat
perdagangan dan industri selain teradpat daerah permukiman. Pengamanan terhadap aset-
aset tersebut dari bahaya banjir mutlak dilakukan. Konsep pengendalian banjir di daerah
ini adalah dengan memperlancar aliran drainase yang ada yaitu dengan peningkatan
kapasitas alir saluran drainase dan memproteksi aliran di saluran dari pengruh pasang air
Sungai Mahakam. Peningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan pelebaran saluran,
pengerukan sedimen, dan penataan bantaran sungai. Proteksi terhadap pasang air Sungai
Mahakam dilakukan dengan membuat pintu-pintu air otomatis dan sistem pompa untuk
membentu pemasukan air saat Mahakam pasang.
Selain tiga konsep pengendalian banjir berdasarkan wilayah pengembangan, program
pengendalian banjir harus pula dilengkapi dengan adanya Peraturan/Perundangan yang
menjamin ketertiban dalam pelaksanaan program tersebut. Peraturan/Perundangan
tersebut tentunya mencakup subjek, objek, dan alat dalam pegelolaan banjir.
Necel © 2009
1.5. STRATEGI PENGENDALIAN BANJIR KOTA SAMARINDA
Berdasarkan konsep umum tersebut di atas, dapat dilakukan penjabaran konsep tersebut
dalam strategi pengendalian banjir yang diharapkan lebih memberikan arah dan kejelasan
kerangka dasar pelaksanaan program. Berikut beberapa strategi pengendalian banjir Kota
Samarinda :
1. Strategi Penataan Ruang dan Penguasaan Lahan, yaitu memperketat pemanfaatan
ruang kota sesuai dengan RUTRK dan RDTRK yang diimplementasikan dalam
bentuk pengetatan penerbitan izin lokasi dan sertifikat tanah.
2. Strategi Penataan Bangunan dan Lingkungan, yaitu : memperketat proses
legalisasi site-plan kawasan maupun sub-kawasan dengan penekanan pada
ketercakupan empat hal dalam rencana pokok, yaitu :
Pemanfaatan drainase internal sehingga terkoneksi dengan drainase
kota/sungai,
Ketersediaan kolam penampung sementara (Retarding Basin),
Pengamanan daerah-daerah lereng agar terhindar dari erosi dan tetap hijau,
Menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup
3. Strategi Pengawasan dan Penertiban, yaitu meningkatkan dan memperluas operasi
pengawasan bangunan dan penggalian bahan/galian golongan C serta
pertambangan batubara melalui satuan Operasi Pengawasan Bangunan (Polisi
Bangunan).
4. Strategi Pengaturan dan Koordinasi, meliputi :
Adanya kesepakatan antara pihak pemerintah daerah dengan
pengembang/swsta untuk mengentisipasi banjir,
Mengikutsertakan camat dan lurah di wilayah masing-masing untuk di
garis dengan melaporkan hal-hal yang terkait dengan strategi pengawasan
dan penertiban,
Menerbitkan aturan tentang kawasan resapan air dan tampungan air di
dalam kota.
5. Strategi Pembiayaan, meliputi :
Pengalihan kegiatan yang tidak mendesak pada Tahun Anggaran 2005 untuk
kegiatan penanggulangan banjir
Menyisihkan sebagian dana reboisasi dan PBB untuk kegiatan
penanggulangan banjir
Memperkuat komitmen ketersediaan dana untuk tahun 2005 dan seterusnya
sesuai dengan tahapan jangka menengah dan jangka panjang, antara lain
melalui Perda Propinsi maupun Perda Kota Samarinda
6. Strategi Pelibatan dan Pendampingan masyarakat, meliputi saluran
Mengaktifkan budaya/gerakan “Jum`at Bersih” yang diberlakukan terhadap
seluruh lapisan masyarakat di wilayah pemukiman dan sentra-sentra kegiatan,
Melibatkan masyarakat dalam gerakan reboisasi dan penghijauan terutama
pada lahan-lahan kritis di daerah resapan air,
Memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang prinsip-prinsip konservasi
tanah dan air dalam pendayagunaan lahan.
7. Strategi Penataan DAS Karangmumus, Karangasam Kecil, Karangasam Besar,
dan Loa Bakung, meliputi :
Necel © 2009
Mengidentifikasi lahan-lahan kritis pada kawasan lindung, penyangga, dan
budidaya
Melaksanakan program pemulihan lahan kritis berdasarkan skala prioritas
Memberikan kejelasan status hukum kepemilikan lahan
Pengalokasian wilayah untuk pemukiman dengan memperhatikan aspek
biogeofisik dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.
Program prngendalian banjir Kota Samarinda yang telah dicanangkan oleh Pemerintah
saat ini telah berjalan hampir dua tahun anggaran. Berdasarkan monitoring dan kajian
yang dilakukan terdapat program yang perlu dilakukan revisi baik itu terhadap jenis
pekerjaan, waktu pelaksanaan, maupun pendanaan program yang direncanakan.
Bedasarkan program yang telah direncanakan yang terbagi dalam tiga periode yaitu
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, dijabarkan dalam beberapa
kegiatan utama yaitu :
A. Rencana Kegiatan Non Fisik (Makro dan Mikro)
B. Institutional dan Legal Aspek
C. Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Mikro
D. Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Makro
E. Pengadaan dan Pemeliharaan
F. Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Konservasi
Necel © 2009
Instansi pelaksana di bawah Pemerintah Kota Samarinda antara lain Dinas Pekerjaan
Umum Sub Dinas Binamarga dan Pengairan, Kimbangkot, dan Bappedalda Kota
Samarinda. Sedangkan untuk instansi pelaksana tingkat propinsi adalah Dinas Pekerjaan
Umum Propinsi Sub Dinas Pengairan, DPU Cipta Karya, dan Dinas Kehutanan.
Sedangkan instansi pelaksana tingkat pusat dilaksanakan oleh Dinas PU Pengairan dan
Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Kalimantan Timur.
Berdasarkan sistem pendanaan program terbagi dalam tiga sumber dana yaitu mellui
mekanisme :
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Samarinda (APBD II)
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Kalimantan Timur (APBD I)
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Necel © 2009
Trims 4 downloading.
Necel © 2009