Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari tiga fase
yakni bahan-bahan padat, cair dan gas. Fase padat hampir menempati 50 % volume
tanah sebagian besar terdiri dari bahan mineral dan sebagian lainnya adalah bahan
organik. Sisa volume selebihnya merupakan ruang pori yang ditempati sebagian oleh
fase cair dan fase gas yang perbandingannya dapat bervariasi menurut musim dan
pengelolaan tanah.
tanaman sebagai contoh utama. Tanah berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman
yang menangkap sinar matahari. Dengan fungsi tersebut tanah berperan dalam siklus
kehidupan berada pada siklus yang lebih berat ke tanah dalam hubungan ini tanah
senyawa dasar untuk dapat segera menyusul memasuki kembali siklus, terutama
melalui vegetasi.
lebih keras dan menyangga kapasitas drainase, menyimpan air, plastisitas, mudah
untuk ditembus akar, aerase dan kemampuan untuk menahan retensi unsur-unsur hara
tanaman. Semuanya erat hubungannya dengan kondisi fisik tanah. Salah satu sifat
tekstur merupakan perbandingan relatif pasir, debu dan liat atau kelompok partikel
dengan ukuran lebih kecil dari kerikil. Tekstur tanah sering berhubungan dengan
permeabilitas, daya tahan memegang air, aerase dan kapasitas tukar kation serta
Dalam klasifikasi tanah (taksonomi tanah) tingkat famili, kasar halusnya tanah
ditunjukkan dalam sebaran besar butir (particle size distribution) yang merupakan
penyederhanaan dari kelas tekstur tanah dengan memperhatikan pula fraksi tanah
diadakan untuk mengetahui jenis tekstur tanah pada lapisan I, II, dan III pada tanah
Tujuan percobaan tekstur tanah adalah untuk mengetahui kelas tekstur tanah
lapisan I, II dan III pada tanah Alfisol dan Inceptisol serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
pukul 08.00 WITA, di laboratorium Fisika Tanah jurusan Ilmu Tanah, Fakultas
botol tekstur, mesin pengocok, silinder sedimentasi 1000 mL, saringan 0,05 mm,
lapisan I, II, III yang telah dikering udarakan, aquadest, larutan calgon 0,05 %, kertas
dari 2mm.
selama 1 menit.
9. Setelah beberapa detik, dibaca dan dicatat (H1) pada hidrometer beserta
H2 dan t2.
% pasir : c x 100 %
a+b
a+b
% Liat : b x 100 %
a+b
12 11
10 8 9
7 4 5
3
1 2 6
Keterangan :
6 = debu 12 = liat
Tanah Alfisol memiliki tekstur tanah yang liat. Liat tertimbun di horizon
bawah. Ini berasal dari horizon di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan
gerakan air. Dalam banyak pola Alfisol digambarkan adanya perubahan tekstur yang
sangat pendek di kenal dalam taksonomi tanah sebagai Ablup Tekstural Change atau
Partikel tanah liat pada lapisan Alfisol digerakkan oleh air yang meresap dari
horizon A dan disimpan pada horizon B. Hasilnya adalah polipodeon dengan horizon-
horizon yang mempunyai tekstur yang berbeda. Macam pita yang terbentuk
(horizon argilik) dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35 % pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Bila kejenuhan basa sangat tinggi maka
makin ke bawah jumlahnya konstan, sedang bila pada horizon Argilik kadarnya tidak
tinggi maka jumlahnya harus bertambah makin ke horizon bawah. Tanah ini tidak
memiliki epipedon molik, oxik, ataupun horizon spodik. Juga termasuk pada tanah
Alfisol adalah tanah-tanah yang kejenuhan basanya kurang 35 % tetapi pada horizon
Argilik dipadatan lidah-lidah horizon albik dan kejenuhan basa bertambah makin ke
Faktor-faktor pembentuk tanah terdiri dari bahan induk dan faktor lingkungan
yang mempengaruhi perubahan bahan induk menjadi tanah. Alfisol terbentuk dari
bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin. Di daerah
dingin hampir semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang masih muda. Di
daerah basah, bahan induk biasanya lebih tua dari pada di daerah dingin. Alfisol
secara potensial termasuk tanah yang subur meskipun bahaya erosi perlu mendapat
Alfisol pada umumnya berkembang dari batu kapur, olivin, tufa, dan lahar.
Bentuk wilayah beragam dari bergelombang hingga tertoreh, tekstur berkisar antara
sedang hingga halus, drainasenya baik. Reaksi tanah berkisar antara agak masam
hingga netral, kapasitas tukar kation dan basa-basanya beragam dari rendah hingga
tinggi, bahan organik pada umumnya sedang hingga rendah. Mempunyai sifat kimia
dan fisika relatif baik. Alfisol sebagian ditemukan di daerah beriklim kering dan
sebagian kecil di daerah beriklim basah. Alfisol ini dapat pula ditemukan pada
wilayah dengan temperatur sedang dan sub tropika dengan adanya pergantian musim
horizon yang dianggap pembentukannya agak lamban sebagai hasil alterasi bahan
timbunan liat dan besi aluminium oksida yang jelas tidak ada pada golongan ini.
entisol. Tanah-tanah yang dulunya dikelaskan sebagai hutan coklat, andosol dan tanah
proses genesis tanah seperti fisik, biologi, kimia dan proses pelapukan mineral.
untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari tiga bulan berturut-turut
dalam musim kemarau, satu atau lebih horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi
bahan selain karbonat atau silika amorf, tekstur lebih halus dari pasir berlempung
dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang
sedang sampai tinggi. Penyebaran liat ke dalam tanah tidak dapat diukur. Kisaran
kadar C- organik dan kapasitas tukar tempat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub
mempunyai horizon yang banyak mengandung sultat masam (catday) pH < 3,5 ,
mempunyai tekstur yang beragam dari kasar hingga halus, dalam hal ini dapat
tergantung pada tingkat pelapukan bahan induknya. Bentuk wilayah beragam dari
dari dari dangkal hingga dalam. Di dataran rendah pada umumnya tebal, sedangkan
pada daerah-daerah lereng curam solumnya tipis. Pada tanah berlereng cocok untuk
4.1 Hasil
sebagai berikut :
Tabel 4 : Hasil Perhitungan Tekstur Tanah Alfisol Lapisan I, II, dan III
Tabel 5 : Hasil Perhitungan Tekstur Tanah Inceptisol Lapisan I, II, dan III
III 39 % 11 % 51 % liat
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2006
Dik : H1 : 8 gr H2 : 6 gr
t1 : 29 oC t2 : 30 oC
C : 1,15 gr
= 4,88
Berat liat H2 + 0,3 (t2 – 19,8)
= - 0,5
2
= 4,03
= 4,88 gr – 4,03 gr
= 0,85
c
% pasir = x 100 %
a+c
1,15
= x 100 %
4,88 + 1,15
= 19, 07 %
% debu ( a- b)
= x 100 %
a+c
4,88 - 4,03
= x 100 %
4,88 + 1,15
= 14,1 %
b
% liat = x 100 %
a+c
4,03
= x 100 %
4,88 + 1,15
= 66,83 %
Dik : H1 : 10 gr H2 : 7 gr
t1 : 29 oC t2 : 31 oC
C : 1,05 gr
= 5,88
= 4,68
= 5,88 gr – 4,68 gr
= 1,2 gr
c
% pasir = x 100 %
a+c
1,05
= x 100 %
5,88 + 1,05
= 15,15 %
% debu ( a- b)
= x 100 %
a+c
5,88 - 4,68
= x 100 %
5,88 + 1,05
= 17,32 %
b
% liat = x 100 %
a+c
4,68
= x 100 %
5,88 + 1,05
= 67,53 %
Dik : H1 : 10 gr H2 : 6 gr
t1 : 29 oC t2 : 31 oC
C : 1,2 gr
= 5,88
= 4,18
= 5,88 gr – 4,18 gr
= 1,7 gr
c
% pasir = x 100 %
a+c
1,2
= x 100 %
5,88 + 1,2
= 16,95 %
% debu ( a- b)
= x 100 %
a+c
5,88 - 4,18
= x 100 %
5,88 + 1,2
= 24,01 %
b
% liat = x 100 %
a+c
4,18
= x 100 %
5,88 + 1,2
= 59,04 %
Dik : H1 : 10 gr H2 : 6 gr
t1 : 30 oC t2 : 31 oC
C : 3,15 gr
Peny :
= 6,03
= 4,18
= 6,03 gr – 4,18 gr
= 1,85 gr
c
% pasir = x 100 %
a+c
3,15
= x 100 %
6,03 + 3,15
= 34,31 %
% debu ( a- b)
= x 100 %
a+c
6,03 - 4,18
= x 100 %
6,03 + 3,15
= 20,2 %
b
% liat = x 100 %
a+c
4,18
= x 100 %
6,03 + 3,15
= 45,5 %
Dik : H1 : 8,5 gr H2 : 7 gr
t1 : 30 oC t2 : 30 oC
C : 2,55 gr
Peny :
= 5,28
= 4,53
= 5,28 gr – 4,53 gr
= 0,75 gr
c
% pasir = x 100 %
a+c
2,55
= x 100 %
5,28 + 2,55
= 32,6 %
% debu ( a- b)
= x 100 %
a+c
5,28 - 4,53
= x 100 %
5,28 + 2,55
= 9,6 %
b
% liat = x 100 %
a+c
4,53
= x 100 %
5,28 + 2,55
= 59 %
Dik : H1 : 8 gr H2 : 6 gr
t1 : 29 oC t2 : 30 oC
C : 3,1 gr
Peny :
= 4,88
= 4,03
= 4,88 gr – 4,03 gr
= 0,85 gr
c
% pasir = x 100 %
a+c
3,1
= x 100 %
4,88 + 3,1
= 39 %
% debu ( a- b)
= x 100 %
a+c
4,88 - 4,03
= x 100 %
4,88 + 3,1
= 11 %
b
% liat = x 100 %
a+c
4,03
= x 100 %
4,88 + 3,1
= 51 %
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada praktikum tekstur tanah ini, maka
• Pada tanah Alfisol, lapisan I persentase pasir 19,07 %, debu 14,1 %, liat 66,83
• Pada tanah Inceptisol, lapisan I persentase pasir 34,31 %, debu 20,2 %, liat
45,5 %, pada lapisan II persentase pasir 32,6 %, debu 9,6 %, liat 59 %, pada
5.2 Saran
tanah karena mempengaruhi kandungan bahan organik atau unsur hara yang
DAFTAR PUSTAKA
Ali Kemas., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Foth, H. D., 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
Hakim. N., M.Y. Nyapka, A.M Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Dina, G.B Hong,
H.H Baile., 1986, Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas
Lampung : Lampung.
Munir, M., 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. PT. Dunia Pusataka Jaya : Jakarta
Syarief. H. F., Saifuddin. Dr.Ir., 1998, Fisika Kimia Tanah Pertanian. CV Pustaka
Buana : Bandung.
4.2 Pembahasan
pasir 19,07 %, debu 14,1 %, liat 66,83 %. Bahwa tanah pada lapisan ini termasuk
tekstur liat, hal ini terjadi karena persentase liatnya yang lebih besar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Foth (1998), bahwa apabila persentase kejenuhan suatu tanah lebih
dari 50 % maka tanah tesebut masuk dalam tekstur liat dan juga disebabkan oleh
tingkat pelapukan yang terjadi pada masing-masing lapisan relatif besar dan
Persentase tertinggi adalah fraksi liat. Hal ini terjadi karena pada lapisan II mendapat
aliran partikel liat dari horizon A (top soil) atau lapisan I yang digerakkan oleh air
kemudian disimpan pada lapisan II ini. Hal ini sesuai dengan pendapat
Poerwowidodo (1991) bahwa partikel tanah liat pada lapisan Alfisol digerakkan oleh
air yang meresap dari horizon A dan disimpan pada horizon B. Hasilnya adalah
pita yang terbentuk berhubungan dengan kandungan liat dan digunakan untuk
Pada lapisan III persentase pasir 16,95 %, debu 24,01 %, liat 59,04 %.
Persentase tertinggi adalah fraksi liat. Hal ini terjadi karena partikel-partikel liat
sebelumnya pada lapisan I dan lapisan II kembali bergerak bersama air atau
Peristiwa ini disebut iluviasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmawijaya (1990)
bahwa lapisan II memiliki kemampuan untuk menahan air dalam tanah sehingga
Tanah Inceptisol lapisan I persentase pasir 34,31 %, debu 20,2 %, liat 45,5 %,
dan termasuk kedalam tekstur liat. Dilihat dari persentase liatnya ternyata lebih
rendah dari lapisan II, III. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh eluviasi. Sesuai
pendapat Hardjowigeno (1987) bahwa tanah-tanah lapisan atas / top soil adalah zona
pencucian yang miskin akan zat-zat terlarut dan telah kehilangan fraksi liat, besi dan
oksida aluminium.
Kandungan liat tertinggi dimiliki oleh lapisan II pada tanah Inceptisol, yaitu
59 %, yang berarti kemampuan menyerap unsur hara dan tinggi karena permukaan
yang lebih besar. Partikel-partikel liat akan bergabung membentuk kompleks liat pada
lapisan ini dan terhindar dari proses pencucian serta bermuatan listrik yang mampu
mengikat unsur hara bagi tanaman. Hal ini sesuai pendapat Ali Kemas( 2005), bahwa
kehilangan unsur hara karena adanya pencucian sangat kecil karena merupakan zona
pemupukan yang kurang banyak mengandung bahan organik dan mineralisasi, lebih
tinggi kandungan litanya yang bermuatan negatif akan menarik ion bermuatan positif.
Termasuk tekstur liat. Pada lapisan inilah banyak terkandung unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Sesuai dengan pendapat Syarief (1980) bahwa kemampuan
air dan unsur hara tinggi pada tanah yang kandungan liatnya tinggi karena luas
pada lapisan ini dan terhindar dari proses pencucian serta bermuatan listrik mampu
Perbedaan pada tanah Alfisol dan Inceptisol yaitu persentase liat tertinggi
dimiliki oleh lapisan II tanah Alfisol yaitu 67,53 %. Hal ini berarti tanah Alfisol
sangat sukar untuk diolah , peredaran air dan aerasinya tidak baik. Penambahan
bahan organik membantu masalah kekurangan air pada tanah berpasir. Sesuai yang
butiran liat, membentuk ikatan butiran yang lebih besar sehingga akan memperbesar
ruang-ruang udara diantara ikatan butiran, sedangkan pada tanah Inceptisol juga
mengandung tanah dengan tekstur liat namun tak sebanyak kandungan liat yang
dimiliki oleh tanah Alfisol sehingga aerasinya masih cukup baik, namun drainasenya
kurang baik karena tergenang air, itulah sebabnya tanah Inceptisol agak basah,
3 = lempung berpasi