You are on page 1of 15

INFARK MIOKARD AKUT TANPA ELEVASI ST

1. DEFINISI Sindrom koroner akut suatu gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup: 1. infark miokard akut dengan elevasi segmen ST 2. infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST 3. angina pektoris tak stabil (unstable angina pevtoris)

2. EPIDEMIOLOGI

Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyebab utama kematian di amerikaserikat. NSTEMI (Non STElevation Miocardial Infarction) adalah salah satu manifestasiakut kondisi ini. Pada tahun 2004, pusat nasional untuk statistik kesehatan dilaporkandirawat di rumah sakit 896.000 penderita infark miokard (MI).

3. ETIOLOGI

NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atauproses vasokonstrikai koroner sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkakan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Kedaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.

4. PATOFISIOLOGI

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehinggadiameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempatpenyumbatan terjadi.Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparanterhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxid, yang berkerjasebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalammigrasi dan pertumbuhan sel.Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasike sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih danbekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDLteroksidasi disebut sel busa ( foam cell). Makrofag dan trombosit melepaskan faktor pertumbuhan sehingga menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima danproliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosamenutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ketepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Makrofag dan limfosit Tmelepaskan metaloprotease dan sitokin sehingga melemahkan selubung fibrosa. Hal inimengakibatkan ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalamateroma menyebabkan oklusi arteri. Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebutsecara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, danmenyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitasiskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis padaarteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapatmenyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yangburuk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepatiskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalanotot jantung berkontraksi dan berelaksasi.Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel.Miokard normal memetabolisme asam 2

lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air.Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubahmenjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel.Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ olehmonosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigenmenentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard. Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darahkolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat.Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan olehobstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural).Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitudalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibatmengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadihanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktuberbeda-beda.

5. MANIFESTASI KLINIS

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop, atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal. Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunanintensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsiventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard,umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI.

6. FAKTOR RISIKO

a. Umur Seiring dengan bertambahnya umur, maka resiko penyakit jantung akanmeningkat, sama seperti penyakitpenyakit lainnya. Hal ini terkait dengankemungkinan terjadinya atherosclerosis yangmakin besar, terkait dengan deposi lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin menurun seiring denganbertambahnya umur.

b. Jenis kelamin

Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita.Diduga karena pengaruh estrogen. Namun, setelah wanita menopause, insidensiterjadinya hampir sama

c. Genetik

Terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas arteria brakhialis, pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan tunika media.

d. Merokok

Zat-zat yang terkandung di dalam rokok serta asap rokok itu sendiri merupakan zat radikal bebas yang bersifat oksidatif dan dapat merusak pembuluh darah. Hal ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya penurunan elastisitasmaupun kesehatan dari jantung, yang bisa juga menjadi premature tidak lagi mengacupada umur.

e. Hipertensi

Dengan kondisi hipertensi, diketahui bahwa beban usaha serta kontraksi jantung telah meningkat untuk mengompensasi kondisi di perifer yang kemungkinantelah mengalami atherosclerosis. Dan tidaklah tidak mungkin bahwa plak yang ada diperifer tersebut akan mengalami ruptur dan menyumbat pembuluh darah koroner.

f. Diabetes mellitus Individu dengan penyakit ini rentan menderita atherosclerosiskarena akan mengalami berbagai proses yang tidak lazim did alam tubuhnya,terutama di tingkat seluler, yang nantinya akan mempengaruhi pembuluh darah danreaksi-reaksi yang terjadi di dalamnya

g. Dislipidemia terkait dengan kadar lemak dan kolesterol yang tidak terkontrol, yangkemungkinan akan menempel di pembuluh darah

7. DIAGNOSIS

Diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa perubahan elektrokardiografi (EKG) Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien dengan trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan kedalam unstable angina atau Non STEMI.

a. Peningkatan petanda biokimia.

Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial danmasuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik .Oleh sebabitu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yangdisebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase(AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain(MLC) dan cardiac troponin I dan T(cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanyainfark miokard. Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.

b. Skor risiko TIMI Skor risiko merupakan suatu metoda sederhana untuk stratifikasi risiko dan angka faktor risiko. Insidens outcome yang buruk (kematian, re-infark miokard, atau iskemia berat rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan skor risiko 0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7. Skor risiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI 11B dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry. Dengan meningkatnya skor risiko, telah diobservasi manfaat yang lebih besar secara progresif pada terapi dengan LMWH versus UFH, dengan Platelet GP IIb/IIIa receptor blocker tirofiban versus plasebo, dan strategi invasif versus konservatif. Pada pasien untuk semua level skor risiko TIMI, penggunaan klopidogrel menunjukkan penurunan outcome yang buruk relatif sama. Skor risiko juga efektif dalam memprediksi outcome yang buruk pada pasien setelah pulang. Tabel Skor Risiko TIMI untuk UA/NSTEMI Usia 65 tahun 3 faktor risiko PJK

Stenosis sebelumnya 50% Deviasi ST 2 kejadian angina 24 jam Aspirin dalam 7 hari terakhir Peningkatan petanda jantung

c. Serum Kreatinin Terdapat banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan risiko outcome yang buruk. Beberapa penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition in Ischemic Syndrome Management in Patient Limited by Unstable Sign and Symptom (PRISMPLUS), Treat Angina with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with Invasive or Conservative Strategy (TACTICS)-TIMI 18, dan Global Use Strategies to Open Occluded Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemuanya menunjukkan pasien-pasien dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memilki gambaran risiko tinggi yang lebih besar dan Outcome yang kurang baik. Walaupun strategi invasif banyak bermanfaat pada pasien dengan disfungsi ginjal, namun mempunyai risiko perdarahan yang lebih banyak. Karena molekul kecil inhibitor GP IIb/IIIa dan LMWH dieksresikan lewat ginjal, terapi ini seharusnya diberikan dengan perhatian khusus pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Walaupun disungsi ginjal dapat mengganggu klirens troponin, namun tetap merupakan prediktor keluaran yang bernilai pada pasien tersebut.

d. PETANDA BIOLOGIS (BIOMARKER) MULTIPEL UNTUK PENILAIAN RISIKO Newby at al. Mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin, creatinin kinase-MB dan troponin I menunjukkan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabanite et al. Mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA/NSTEMI yaitu: 1. Ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi 2. Inflamasi vaskular 7

3. Kerusakan ventrikel kiri Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap petandapetanda seperti cardiac-spesific troponin, C-reactive protein dan brain natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, di mana risiko relatif, mortalitas 30 hari pasien-pasien dengan biomarker 0, 1, 2, dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1, 2.1, 5.7, dan 13.0 berturut-turut. Pendekatan dengan berbagai petanda laboratorium ini sebaiknya tidak digunakan sendirisendiri tapi seharusnya dapat memperjelas penemuan klinis.

e. EKG Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresisegmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atautanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST 0,5 mm di V1-V3 dan 1 mm di sandapan lainnya. Selain itudapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI. Kaul et al. Menunjukkan peningkatan risiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI

8. PENATALAKSANAAN a. Terapi Antiiskemia Untuk menghilangkan rasa nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang, dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta.terapi anti iskemia terdiri dari nitrogliserin sub lingual dan dapat dilanjutkan dengan intraven, dan penyekat beta oral. Antagonis kalsium nondihidropiridin dapat diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang toleran dengan obat penyekat beta. Nitrat Diberikan pertama kali harus sublingual. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian 10ug/menit).setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitrat oral. Penyekat Beta Berikan oral dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem pada pasien dengan nyeri dada persisten setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan pada pasien dengan kontraindikasi penyekat beta. Jika nyeri dada menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena, morfin sulfat dengan dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit dosis total 20 mg. intravena (mulai 5-

Tabel 1. Penyekat Beta Dalam Praktek Klinis

Aktivitas Obat Selektivitas Agonis Dosis Umum Untuk

10

Angina Psrsial Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak a Tidak Tidak Tidak 20 80 mg 2 kali sehari 50 200 mg 2 kali 50 200 mg/hari 40 80 mg/hari 10 mg 2 kali 200 600 mg 2 kali 10 20 mg/hari 10mg/hari 50 300 mg 2 kali

Propanolol Metoprolol sehari tenolol adolol Timolol sehari Asebutolol sehari etaksolol Bisoprolol Esmolol sehari (intravena) abetolol sehari Pindolol sehari

Tidak eta 1 eta 1 Tidak Tidak

Beta 1 eta 1 Beta 1 eta 1

Tidak

a a

200 600 mg 2 kali 2,5 7,5 mg 3 kali

Tidak

b. Terapi Antitrombotik 1. Terapi Antipatelet

a) Aspirin

11

aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telat dibuktikan dari penelitian klinis multiple dan beberpa meta-analisis, sehingga aspirin menjadi tulang punggung dalam penatalaksanaan UA NSTEMI.

b) Klopidogrel

klopidogrel direkomendasikan sebagai obat lini pertama (first-line drug) pada UA NSTEMI dan ditambahkan aspirin pada pasien dengan dengan UA/NSTEMI, kecuali mereka dengan resiko tinggi perdarahan da pasien yang memerlukan CABG segera. Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien : Yang direncanakan untuk mendapat pendekatan non invasive dini Yang diketahui tidak merupakan kandidat operasi koroner Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama >24-36 jam.

Pada pasien-pasien yang direncanakan untuk kateterisasi diagnostik dalam 24-36 jam presentasi, menjadi alas an untuk tidak memberikan klopidogrel sampai dengan temuan

angiogram koroner meniadakan kebutuhan operasi bypass segera. Klopidogrel adalah inhibitor fungsi platelet yang ireversibel, maka direkomendasikan juga agar obat ini dihentikan selama 5 atau 7 hari sebelum operasi.

c) Antagonis GP IIb/ IIIa merupakan reseptor yang bekerja mengaktivasi membrane platelet. GPIIB/IIIA juga menghambat agregasi platelet terutama setelah dilakukan PCI.

Antagonis GP IIb/ IIIa dapat mengurangi insidens kematian atau infark miokard pada pasien UA/NSTEMI yang menjalani PCI dan penggunaanya pada keadaan ini diindikasikan secara jelas. Berdasarkan penelitian PCI-CURE dan CREDO, klopidogrel tidak terlihat menambah resiko perdarahan terhadap antagonis Antagonis GP IIb/ IIIa.

12

c. Terapi Antikoagulan UFH (Unfaractionated Heparin) Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam tujuh penelitian acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah digunakan dalam tatalaksana UA/NSTEMI untuk lebih dari 15 tahun.namun demikian kerugianya termasuk didalamnya ikatan yang non spesifik dan menyebabkan inaktivasi platelet, endotel vascular, fibrin, platelet faktor 4 dan sejumalh protein sirkulasi. LMWH (Low Molecular Weight Heparin) Pentingnya pemantauan efek antikoagulan tidak diperlukan dan kejadian trombositopenia yang diinduksi heparin berkurang. LMWH merupakan inhibitor utama pada sirkulasi thrombin dan juga pada faktor Xa sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kinerja thrombin dalam sirkulasi(efek anti faktor IIa-nya, seperti juga UFH, juga dapat mengurangi pembentukan thrombin. Keuntunganya adalah absorbs yang cepat dan dapat diprediksi setelah pemberian subkutan. STRATEGI INVASIF DINI VS KONSERVATIF DINI Tabel 2. Pengunaan Klinis Terapi Antitrombolitik Terapi antiplatelet

Aspirin dilanjutkan 75-

Dosis awal 162-325 mg formula noneterik

160 mg/ hari formula enteric atau nonenterik. Klopidogrel (plavix) Terapi Antiplatelet Intravena Abciximab(reopro) menit (maksimum 10 ug/menit) untuk 12-24 jam. Eptifibatid 180 ug/kg bolus dilanjutkan infus 2 ug/kg permenit 13 0,25 mg/kg bolus dilanjutkan infus 0,125/kg per Dosis looding 300 mg dilanjutkan 75 mg/hari.

untuk 72-96 jam. Tirofiban 0,1 ug /kg permenit untukn 48-96 jam. Heparin Dalteparin(fragmin) 2kali sehari) Enoksaparin(lovenox) bolus 30 1 mg/kg SC tiap 12 jam: dosis awal boleh didahului 120 IU/kg SC tiap 12 jam(maksimum 10.000 IU 0,4 ug/kg permenit untuk 30 menit dilanjutkan infus

Mg intravena. Heparin (UFH) dilanjutkan infus 12-15 U/kg perjam (maksimum awal 1000 U/jam dititrasi Sampai aPTT 1,5-2,5 kali control. Bolus 60-70 U/kg ( maksimum 5000 U ) IV

9. TATALAKSANA PREDISCHARGE DAN PENCEGAHAN SEKUNDER Tatalaksana terhadap faktor antara lain mencapai berat badan yang optimal, nasehat diet, menghentikan merokok, olahraga, pengontrolan hipertensi, dan tatalaksana intensif diabetes militus dan deteksi adanya diabetes yang tidak dikenali sebelumnya.

Tabel 3. Rekomendasi klas 1 Untuk Pengunaan Strategi Invasive Dini

14

Indikasi klas 1(level avidence:A) -angina rekuren saat istirahat /aktivitas tingkat rendah walaupun mendapat terapi -peninggian troponin I atau T -Depresi segmen ST baru -angina /iskemia rekuren baru dengan gejala gagal jantung kongesif, ronki,regurtasi Mitral -tes stress positif -fraksi ejeksi kurang dari 40% -penurunan tekanan darah -takikardi ventrikel sustained -PCL<6 bulan

REFERENSI : Sudoyo, Aru W., dkk.. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI Rani, A. Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: FKUI

15

You might also like