You are on page 1of 14

1.

Isu Lingkungan Global Isu lingkungan global merupakan permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi dunia serta menyeluruh. Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa dekade belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat isu lingkungan ini mencuat. Isu lingkungan global yang mencuat ke permukaan yang bersifat global serta yang paling penting dalam lingkungan adalah mengenai pemanasan global. Pemanasan global atau yang sering kita sebut global warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,laut, dan daratan bumi. Pemanasan global atau global warming menjadi isu global mutakhir terkait lingkungan hidup dimana pencemaran dan pengrusakan terhadap lingkungan dianggap sebagai faktor penyebab hilangnya sifat kealamiahan bumi akibat pemanasan global. Dunia pun menyadari untuk melakukan upaya keras mengingat semakin terancamnya eksistensi kehidupan. Diperkirakan, setiap tahun dilepaskan 18,35 miliar ton karbon dioksida (18,35 milliar ton karbon dioksida ini sama dengan 18,35 X 1012 atau 18.350.000.000.000/kg karbon dioksida).Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi. Inilah yang disebut dengan Efek Rumah Kaca Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 0.18 C (1.33 0.32 F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca”>gasgas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut. Sebagian besar para ilmuawan telah mencapai suatu kesepakatan mengenai fenomena yang terkenal dengan nama pemanasan global dan telah menjadi sorotan utama masyarakat dunia sekarang. Selama setengah abad sekarang ini, gas rumah kaca CO2, methan, nitrat oksida dan CFC dilepaskan ke atmosfir bumi dalam jumlah yang sangat besar dan dengan konsekuensi yang sangat besar. Menurut laporan panel antara pemerintahan antar perserikatan bangsa-bangsa/IPCC, telah terjadi kenaikan suhu minimum dan maksimum bumi antara 0,5-1,5 derajat. Kenaikan itu terjadi pada suhu minimum dan maksimum disiang hari maupun malam hari antara 0,5 sampai 2,0 derajat celcius atau temperature rata-rata global telah meningkat sekitar 0,6 derajat celcius (33 derajat F) diabandingkan dengan masa sebelum industri. Jika emisi gas-gas berbahaya ini terus meningkat sesuai dengan kecenderungan yang terjadi, konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dan mencapai dua kali lipat dari sebelum era industri pada tahun 2100. jika ini terjadi, maka konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi selama jutaan tahun terakhir ini. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya temperature rata-rata global sebesar 2,5 derajat celcius, dengan peningkatan 4 derajat celcius di daratan. Angka tersebut sepertinya kecil dan tidak berarti, tetapi ketika temperature permukaan bumi meningkat 4 derajat C, peningkatan ini sebenarnya cukup untuk mengakhiri zaman Es. Saat ini, ketinggian lautan sudah meningkat karena blok-blok es di lautan mulai mencair. Para ilmuawan mengatakan bahwa abad paling dalam millennium terakhir

adalah abad ke-20. tidak mengehrankan jika tinggi lautan selama abad ke-20 adalah sekitar 10 cm, dan sebagian besar diantaranya terjadi pada abad ke-20. Kenaikan suhu secara execeptional sangat mencemaskan dibandingkan dengan bencana seperti banjir dan kekeringan karena kenaikan suhu tidak tergantung dari musim dan bersifat lintas batas sehingga efek distruksinya besar. Selain dari itu, kenaikan suhu durasinya lama dan polanya kontinu sehingga menguras totalitas energi. Berbeda dengan banjir dan kekeringan, sekalipun polanya saat itu acak tetapi magnitude banjir besar terjadi pada musim hujan dan magnitude kekeringan ekstrem terjadi pada puncak musim kemarau. Perubahan iklim sudah tidak lagi menyangkut kepentingan lingkungan hidup. Namun, sudah meluas pada aspek keamanan pangan, ketersediaan air bersih, kesehatan masyarakat, gangguan cuaca berupa badai yang kian meningkat intensitasnya serta ancamannya. Intinya, resiko resiko yang dihadapi manusia naik tajam. Tidak hanya mengarah pada kerusakan harta benda atau lingkungan, tetapi juga mengancam jiwa manusia. Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya. Pemanasan global seperti dilaporkan 441 pakar Intergovernmental panel on Climate change, 10 April 2007, menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi lima tahun mendatang berupa kegagalan panen, kelangkaan air, dan kekeringan. Diperkirakan asia akan mengalami dampak yang paling parah, produksi pertanian tiongkok dan banglades akan anjlok 30 persen, India akan mengalami kelangkaan air dan 100 juta rumah warga pesisir akan tergenang. Laju pemanasan global yang tidak terkendali akan makin mempercepat pencairan es dikutub dan meningkatkan permukaan air laut secara drastic. Dampaknya, kawasan pulau kecil dan pesisir makin tenggelam. Kemudian menimbulkan sedimentasi yang menutup permukaan terumbu karang. Fenomena tersebut juga akan memicu tingkat keasaman terumbu karang yang menimbulkan pemudaran (bleaching) hingga kepunahan ekosistem tersebut akibat sedimentasi dan intensitas cahaya matahari yang berkurang. Sifat perubahan iklim tentu tidak mengenal batas Negara. Begitu pula distribusi dan dampaknya, bahkan akan menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidak adilan antar Negara. Negara-negara industri adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim, sedangkan Negara yang sedang berkembang yang sedikit konstribusinya dalam fenomena pemanasan global ini justru terkena dampak yang nyata. Oleh karena itu, semua pihak harus menyatakan perang melawan pemanasan global dengan perannya masing-masing. Industri transportasi, ahli pertanian, aktifis lingkungan, pemerintah hingga individu harus mengerem peningkatan pemanasan global.

2. Isu Lingkungan Nasional Isu lingkungan nasional yaitu permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak dalam skala nasional. Salah satu isu lingkungan nasional yaitu sampah. Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk padat sebagai akibat aktivitas manusia yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya atau dibuang sebagai barang tidak berguna.

Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. (Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996). Berangkat dari pandangan tersebut sehingga sampah dapat dirumuskan sebagai bahan sisa dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari: 1. Rumah tangga 2. kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan. 3. fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas 4. fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan, 5. Industri 6. hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai. Sampah padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Sampah Organik Sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll. 2. Sampah Anorganik Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol, tas plsti. Dan botol kaleng Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. Berdasarkan asalnya,kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik. Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan. Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif yang tidak sedikit.

1. Dampak bagi kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:

- Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. - Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit). - Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah. - Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator. 2. Dampak Terhadap Lingkungan Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak. 3. Dampak terhadap keadaan social dan ekonomi - Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana. - Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan. - Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas). - Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain. - Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

3. Isu Lingkungan Lokal Isu lingkungan lokal merupakan yaitu permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak sangat dirasakan bagi daerah lokal. Salah satu isu pencemaran lokal pada propinsi Kalimantan Barat yaitu pencemaran sungai Kapuas. Sungai Kapuas merupakan sungai yang ada di Kalimantan Barat dan telah menjadi sumber air yang digunakan oleh

penduduk setempat untuk melakukan aktifitas seperti mencuci, mandi dan lain sebagainya. Menurut D. Dwidjoseputro (1990:125), pencemaran air merupakan suatu perubahan kualitas fisik, kimia dan biologi air yang tidak diinginkan, sehingga dapat menimbulkan kerugian kerena mempengaruhi sistem kehidupan. Apabila semua kegiatan industri dan teknologi memperhatikan dan melaksanakan pengolahan air limbah industri dan masyarakat umum juga tidak membuang limbah secara sembarangan maka masalah pencemaran air sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Namun, dalam kenyataannya masih banyak industri atau suatu pusat kegiatan kerja yang membuang limbahnnya ke lingkungan melalui sungai Kapuas. Pembuangan air limbah secara langsung ke lingkungan inilah yang menjadi penyebab utama pencemaran air di sungai Kapuas. Persoalan kualitas air adalah persoalan serius daerahKalomantan Barat, di mana 70 persen masyarakat Kota Pontianak dan Kalbar masih menggunakan air Sungai Kapuas secara langsung sebagai air konsumsi sehari-hari, baik melalui proses penyaringan PDAM maupun tidak. Pencemaran berbagai zat kimia berbahaya di Sungai Kapuas di Kalimantan Barat saat ini sudah terjadi mulai bagian hulu hingga hilir sungai. Sungai Kapuas tak hanya tercemari zat kimia merkuri, tetapi juga limbah pabrik, bakteri coli, dan ada juga indikasi tercemar pestisida dari perkebunan. Dari penelitian Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Pontianak pertengahan 2008 di hulu Sungai Kapuas, di Kabupaten Sintang dan Sekadau, tampak bahwa sungai dengan panjang 1.086 kilometer itu secara kimiawi dan biologis sudah tercemar. Temuan ini melengkapi penelitian beberapa tahun sebelumnya, saat ditemukan kandungan Hg yang melebihi ambang batas di bagian hilir Sungai Kapuas. Sungai Kapuas telah menunjukan gejala tercemar oleh zat kimia merkuri, limbah pabrik, bakteri coli, dan ada juga indikasi tercemar pestisida dari perkebunan. Hal ini terlihat pada saat musim hujan sungai menjadi keruh dan tidak jernih lagi. Sehingga menimbulkan kekhawatiran apabila kondisi ini dibiarkan maka 5 tahun ke depan, akan tak melihat lagi sungai yang jernih dan layak untuk dikonsumsi. Merkuri merupakan bahan kimia yang biasa digunakan untuk memurnikan butiran emas pada penambangan emas tanpa izin. Merkuri yang masuk ke tubuh manusia bisa mengganggu sistem saraf dan sistem enzym yang berguna bagi metabolisme tubuh. Dampak pada manusia: menderita tremor, hilang ingatan, mengganggu pertumbuhan janin. Beradasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Sungai Kapuas juga ditemukan adanya biota Benthos jenis Chironomous. Jenis ini hanya dapat hidup di daerah tercemar. Di sana juga dijumpai plankton yang hanya hidup di air tercemar. Sejauh ini, air Sungai Kapuas dikatakannya masih kerap dimanfaatkan untuk industri, perhotelan, rumah makan dan sejenisnya. Pencemaran di daerah aliran sungai (DAS) Kapuas selama ini dijelaskannya akibat pengaruh aliran hulu ke hilir, kandungan merkuri akibat aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI), limbah rumah tangga dan industri. Mudahnya merkuri dijual di pasaran Kalbar, baik dalam kemasan kantung maupun botol plastik, turut berdampak mencemari Sungai Kapuas. Harga senyawa yang dipakai untuk aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin ini pun amat terjangkau bila dibandingkan dengan harga emas yang melangit.Merkuri dijual seharga Rp 25 ribu per gram. Bapedalda Provinsi Kalbar pun belum diketahui nama perusahaan yang mengelola distribusi merkuri di Kalbar. Sebab, di negara ini pun belum ada satu pabrik pun yang memproduksi merkuri dalam kapasitas untuk diperjualbelikan.

Dari hasil penelitian yang telah mereka lakukan di beberapa wilayah yang selama ini dijadikan sebagai kawasan pertambangan emas, daerah di DAS Kapuas yang memiliki kandungan air raksa tertinggi terdapat diwilayah kecamatan Timpah. Dibandingkan hasil penelitian 2001, terdapat sedikit penurunan kadar mercury yang terkandung dalam air sungai di DAS Kapuas. Dari 50 lokasi yang dijadikan sampel penelitian ketika itu, diketahui kandungannya telah mencapai 0,0262 hingga 0,0351 miligram air raksa per 1 liter. Namun pencemaran itu harus diwaspadai sedini mungkin,mengingat pengonsumsian air raksa bisa terjadi tidak secara langsung tanpa harus lebih dahulu menggunakan air sungai yang tercemar seperti untuk minum atau memasak.Antara lain seperti mengkonsumsi ikan sungai.

4. Studi Kasus Tidak dapat dipungkiri lagi, manusia sebagai makhluk yang lebih berkuasa merupakan pemeran utama adanya pemanasan global. Hal ini disebabkan manusia lah yang penyumbang gas rumah kaca terbesar. Dari berbagai aktivitasnya penggunaan energi fosil merupakan penyumbang gas rumah kaca terbanyak. Berdasarkan World Development Report 1998/99 dari Bank Dunia, total emisi CO2 dunia pada tahun 1995, baik berasal dari penggunaan energi maupun dari sumber lain sebesar 22.700 juta ton. Amerika Serikat menempati urutan pertama dalam hal pembuangan emisi gas CO 2 sebanyak 24,1% (melebihi Jepang, India, China, maupun gabungan tiga negara ini, maupun jika dibandingkan dengan Eropa). Selain penggunaan energi fosil, pemakaian barang-barang yang akan menimbulkan aerosol yang berlebihan di atmosfer juga menimbulkan pemanasan global. Sebagai contoh penggunaan freon pada AC, pemakaian hair dan parfum spray maupun asap kendaraan bermotor yang menimbulkan senyawa timbal (Pb). Semakin berkurangnya hutan memegang peranan dalam pemanasan global. Kawasan hutan merupakan areal yang mempunyai manfaat langsung bagi masyarakat, namun pada kenyataannya selama ini belum banyak dipahami kalangan awam sebagai sesuatu yang berarti. Mereka menilai kawasan hutan merupakan kawasan tutupan hutan yang hanya mempunyai makna ekonomi jika kayu yang ada di dalamnya bisa dijual atau dimanfaatkan untuk bangunan. Air yang terserap dari gunung menciptakan kesuburan tanah dan menjaga kecukupan air masyarakat yang keluar lewat mata air kemudian dialirkan melalui sungai-sungai dan air tersebut dimanfaatkan untuk lahan pertanian masyarakat sekitar. Memang sangat berorientasi pada kepentingan manusia yang ada disekitar kawasan hutan, namun jika dihubungkan secara global, ekosistem hutan lebih dari itu. Hutan telah berjasa dalam keseimbangan iklim, mengurangi polusi, mereduksi, menyerap CO2 dan mengurangi pemanasan global. Beberapa tahun terakhir ini penjarahan hutan atau penebangan liar di kawasan hutan makin marak terjadi dimana-mana seakan-akan tidak terkendali. Ancaman kerusakan hutan ini jelas akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa besarnya karena adanya efek El-Nino dari hilangnya hutan, terutama pada kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi ekologis dan biodiversiti besar. Badan Planologi Departemen Kehutanan melalui citra satelit menunjukkan luas lahan yang masih berhutan atau yang masih ditutupi pepohonan di Pulau Jawa tahun 1999/2000 hanya tinggal empat persen saja. Kawasan ini sebagian besar merupakan wilayah tangkapan air pada

daerah aliran sungai (DAS). Akibat dari kejadian ini hilangnya suatu kawasan hutan yang tadinya dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek. seperti kebutuhan air, oksigen (O2), kenyamanan (iklim mikro), keindahan (wisata), penghasil kayu, rotan, dammar, penyerapan karbon, pangan dan obat-obatan, sekarang ini sudah sulit di dapatkan lagi.

A. Penyebab pemanasan global


1. Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi http://id.wikipedia.org/wiki/Infra_merah”>infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, http://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_dioksida”>karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 C (59 F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 C (59 F) dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.

2. Efek umpan balik


Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat. Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan. Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

3. Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950. Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 2535% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-

gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca. Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari http://id.wikipedia.org/wiki/Amerika_Serikat”>Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat keterangan dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat keterangannya selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Frhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

B. DAMPAK DARI PEMANASAN GLOBAL Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

1. Iklim Mulai Tidak Stabil


Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerahdaerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerahdaerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_air”>siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi,

beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

2. Peningkatan permukaan laut


Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 25 cm (4 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 88 cm (4 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di http://id.wikipedia.org/wiki/Amerika_Serikat”>Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

3. Suhu global cenderung meningkat


Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

4. Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

5. Dampak sosial dan politik


Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu) Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain. C. PENGENDALIAN PEMANASAN GLOBAL Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-tahun. Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan. Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Daerah pantai dapat dilindungi dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di pantai untuk pindah ke daerah yang lebih tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca. Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang

mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca. Gas karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan. Salah satu sumber penyumbang karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Beberapa konferensi dan perjanjian tingkat internasional juga semakin gencar diupayakan. Perjanjian itu lebih mengarah ke perdagangan karbon dan peraturan pemotongan emisi bagi negara-negara industri yang memegang presentase paling besar dalam pelepasan gas-gas rumah kaca.

Faktor Penyebab Kerusakan Lingkungan. Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Sedangkan lingkungan hidup menurut S.J Mcnaughton & larry l. Wolf adalah semua faktor ekstrenal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengarui kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme. Berikut Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan : Faktor Alam. Kerusakan lingkungan yang disebabkan faktor alam pada umumnya merupakan bencana alam seperti letusan gunung api, banjir, abrasi, angin puting beliung, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Indonesia sebagai salah satu zona gunung api dunia, sering mengalami letusan gunung api akan tetapi pada umumnya letusannya tidak begitu kuat sehingga kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya terbatas di daerah sekitar gunung api tersebut, seperti flora dan fauna yang tertimbun arus lumpur (lahar), awan panas yang mematikan, semburan debu yang menimbulkan polusi udara, dan sebagainya. Banjir yang disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi, diikuti pula dengan kerusakan hutan yang semakin meluas. Banjir yang sering pula disertai dengan tanah longsor telah menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan kehidupan. Kerusakan lingkungan hidup di tepi pantai disebabkan oleh adanya abrasi yaitu pengikisan pantai oleh air laut yang terjadi secara alami. Untuk menyelamatkan pantai dari kerusakan akibat abrasi,

perlu dibangun tanggul-tanggul pemecah ombak yang berfungsi sebagai penahan abrasi di tepi pantai. Angin tornado di Amerika Serikat, akan menimbulkan kerusakan lingkungan seperti tumbangnya pohon-pohonan, banyak rumah-rumah dan tanaman yang rusak, jaringan listrik yang putus, dan sebagainya. Gempa bumi adalah kekuatan alam yang berasal dari dalam bumi, menyebabkan getaran terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi sering terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Gempa bumi yang lemah tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan, tetapi bila gempa yang terjadi sangat kuat, akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar. Faktor Manusia Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia jauh lebih besar dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh proses alam. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia berlangsung secara terus menerus dan makin lama makin besar pula kerusakan yang ditimbulkannya. Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia terjadi dalam berbagai bentuk seperti pencemaran, pengerukan, penebangan hutan untuk berbagai keperluan, dan sebagainya. Limbah-limbah yang dibuang dapat berupa limbah cair maupun padat, bila telah melebihi ambang batas, akan menimbulkan kerusakan pada lingkungan, termasuk pengaruh buruk pada manusia. Salah satu contoh kasus pencemaran terhadap air yaitu Kasus Teluk Minamata di Jepang. Ratusan orang meninggal karena memakan hasil laut yang ditangkap dari Teluk Minamata yang telah tercemar unsur merkuri (air raksa). Merkuri tersebut berasal dari limbah-limbah industri yang dibuang ke perairan Teluk Minamata sehingga kadar merkuri di teluk tersebut telah jauh di atas ambang batas. Kasuskasus pencemaran perairan telah sering terjadi karena pembuangan limbah industri ke dalam tanah, sungai, danau, dan laut. Kebocoran-kebocoran pada kapal-kapal tanker dan pipa-pipa minyak yang menyebabkan tumpahan minyak ke dalam perairan, menyebabkan kehidupan di tempat itu terganggu, banyak ikan-ikan yang mati, tumbuh-tumbuhan yang terkena genangan minyak pun akan musnah pula. Pengerukan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan seperti pertambangan batu bara, timah, bijih besi, dan lain-lain telah menimbulkan lubanglubang dan cekungan yang besar di permukaan tanah sehingga lahan tersebut tidak dapat digunakan lagi sebelum direklamasi. Penebangan-penebangan hutan untuk keperluan industri, lahan pertanian, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya telah menimbulkan kerusakan lingkungan kehidupan yang luar biasa. Kerusakan lingkungan kehidupan yang terjadi menyebabkan timbulnya lahan kritis, ancaman terhadap kehidupan flora, fauna dan kekeringan. Terima kasih atas kunjungannya di blog "Menara Ilmu" semoga artikel tentang Faktor Penyebab Kerusakan Lingkungan bermanfaat untuk anda. Sumber : (http://id.wikipedia.org) (http://carapedia.com) (http://kumpulan-makalah-dan-artikel.blogspot.com) Anda baru saja membaca artikel di Menara Ilmu berkategori Mipa dengan judul Faktor Penyebab Kerusakan Lingkungan. Anda bisa sebarkan artikel ini dengan URL http://menarailmuku.blogspot.com/2012/12/faktor-penyebab-kerusakan-lingkungan.html. Terima kasih! 1 1 0 0 1074 Artikel Menarik Lainnya: Lahirnya Teori Atom Lahirnya Teori Atom Contoh Makalah Isoflavon dalam Kedelai M... Contoh Makalah Isoflavon dalam Kedelai M... Materi Biologi Sel Materi Biologi Sel Ekologi Tanaman dan Serangga Ekologi Tanaman dan Serangga Pengantar Dasar Ekologi Pengantar Dasar Ekologi Ciri-Ciri dan Perkembangan Ontogeni pada... Ciri-Ciri dan Perkembangan Ontogeni pada... Embriologi dan Reproduksi Hewan Embriologi dan Reproduksi Hewan Ditulis oleh: sukiman palumbai Beri Komentar Untuk "Faktor Penyebab Kerusakan Lingkungan" Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Menara Ilmu di Facebook Sponsor Menara Ilmu Site Info Copyright 20132030 MENARA ILMU All Rights Reserved Support Bank Mandiri Bank Terbaik di Indonesia | Contoh Makalah Anda baru saja mencopy artikel di Blog Menara Ilmu dengan judul Faktor Penyebab Kerusakan Lingkungan .Jika anda ingin menggandakan artikel ini, sertakan URL berikut

sebagai sumber : http://menarailmuku.blogspot.com/2012/12/faktor-penyebab-kerusakanlingkungan.html

You might also like