You are on page 1of 31

1

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dunia kedokteran saat ini sangat maju dengn pesat terutama dengan pekembangan dan aplikasi komputer bidang kedokteran sehingga ilmu radiologi turut berkembang pesat mulai dari pencitraan organ sampai ke pencitraan selular atau molekular. Di Indonesia perkembangan kedokteran terutama dalam bidang radiologi masih banyak dilakukan serta perlu dukungan pemerintah. Pemeriksaan radiografi polos dalam kasus kedaruratan di negara maju perannya sudah semakin sempit dan diganti dengan teknologi CT scan serta perangkat digital lainnya termasuk USG dan MRI meskipun demikian, alat tersebut masih tetap dipakai karena murah, mudah dan cepat untuk kasus tertentu. Di Indonesia dengan pengembangan program pemerintah pusat dan daerah sudah banyak penempatan alat radiologi dasar di puskesmas besar sehingga dapat membantu dokter yang bertugas dan tidak perlu merujuk ke kota atau RS besar hanya untuk diagnosis penyakit tertentu. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah definisi foto polos abdomen? 2. Bagaimana prinsip pemeriksaan foto polos abdomen? 3. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dilakukan foto polos abdomen? 4. Apa saja macam-macam pemeriksaan foto polos abdomen? 5. Bagaimana teknik pemeriksaan foto polos abdomen? 6. Bagaimana prosedur pemeriksaan foto polos abdomen? 7. Bagaimana anatomi radiografi pada foto polos abdomen? 8. Bagaimana cara mengitepretasi fotopolos abdomen? 9. Apa saja gambaran patologis pada foto polos abdomen? 1.3. Tujuan 1. Mengetahui definisi foto polos abdomen. 2. Mengetahui prinsip pemeriksaan foto polos abdomen.

3. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi dilakukan foto polos abdomen. 4. Mengetahui macam-macam pemeriksaan foto polos abdomen. 5. Mengetahui teknik pemeriksaan foto polos abdomen. 6. Mengetahui prosedur pemeriksaan foto polos abdomen. 7. Mengetahui anatomi radiografi pada foto polos abdomen. 8. Mengetahui cara mengitepretasi fotopolos abdomen. 9. Mengetahui gambaran patologis pada foto polos abdomen. 1.4. Manfaat 1. Memperluas wawasan mahasiswa kedokteran mengenai peran dilakukannya pemeriksaan foto polos abdomen sebagai salah satu sarana pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis adanya suatu penyakit terutama di regio abdomen. 2. Membantu mahasiswa kedokteran untuk mengintepretasi adanya suatu kelainan pada foto polos abdomen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Foto polos abdomen adalah suatu pemeriksaan abdomen tanpa menggunakan kontras dengan sinar X yang menggambaran struktur dan organ di dalam abdomen, yaitu : lambung, hati, limpa, usus besar, usus kecil, dan diafragma yang merupakan otot yang memisahkan dada dan daerah abdomen. 2.2 Prinsip Kerja Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya dan ultra violet, tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Gelombang /sinar elektromagnetik terdiri atas : listrik, radio, inframerah, cahaya, ultraviolet, sinar-X, sinar gamma, dan sinar kosmik. Sinar-X bersifat heterogen, panjang gelombangnya bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan antara Sinar-X dengan sinar elektomagnetik lainnya juga terletak pada panjang gelombang, dimana panjang gelombang sinar-X sangat pendek, yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya yg kelihatan. Karena panjang gelombang yg pendek itu, maka sinar-X dapat menembus benda-benda. Panjang gelombang sinar elektromagnetik dinyatakan dalam satuan Angstrom. Gelombang yang dipergunakan dalam dunia kedokteran antara 0,50 A-0,125 A. 1A = 10 cm ( 1/100.000.000 cm ) Sinar-X mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu : daya tembus, pertebaran, penyerapan efek fotografik, pendar fluor (fluoresensi), ionisasi, dan efek biologik. 1. Daya Tembus Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus sangat besar dan digunakan dalam radiografi. Makin tinggi tegangan tabung (besaran KV) yang digunakan, makin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembusnya.

2. Pertebaran Apabila berkas sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas tersebut akan bertebaran ke segala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada bahan/ zat yang dilaluinya. Hal ini akan menimbulkan gambar radiograf dan pada film akan tampak pengaburan kelabu secara menyeluruh. Untuk mengurangi akibat radiasi hambur ini, maka diantara subjek dengan film rontgen diletakkan grid. 3. Penyerapan Sinar-X dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan bahan/zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya, makin besar penyerapannya. 4. Efek Fotografik Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak bromida) setelah diproses secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap. 5. Pendar fluor (Fluorensi) Sinar-X menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium- tungstat atau Zink- sulfid memendarkan cahaya (luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar-X. Luminisensi ada 2 jenis, yaitu : a. Fluoresensi : memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar-X saja. b. Fosforisensi : pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat walaupun radiasi sinar-X sudah simatikan (after-glow) 6. Ionisasi Efek primer sinar-X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel-partiel bahan atau zat tersebut. 7. Efek Biologik Sinar-X akan menimbulkan perubahan- perubahan biologik pada jaringan. Efek biologik ini digunakan dalam pengobatan radioterapi. Untuk pembuatan sinar-X diperlukan sebuah tabung roentgen hampa udara dimana terdapat elektron- elektron yng diarahkan dengan kecepatan tinggi pada suatu sasaran (target). Dari proses tersebut diatas terjadi suatu keadaan dimana

energi elektron sebagian besar diubah menjadi panas (99%) dan sebagian kecil (1%) diubah menjadi sinar-X. Suatu tabung pesawat rontgen mempunyai beberapa persyaratan, yaitu : Mempunyai sumber elektron Gaya yang mempercepat gerakan elektron Lintasan elektron yang bebas dalam ruang hampa udara Alat pemusat berkas elektron (focusing cup) Penghenti gerakan elektron Urutan proses terjadinya sinar X dari tabung roentgen adalah sebagai berikut : 1. Katoda (filamen) dipanaskan (lebih dari 20.000C) sampai menyala dengan menggunakan aliran listrik yang berasal dari transformator. 2. Karena panas, elektron- elektron dari katode (filamen) terlepas. 3. Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi, elektronelektron akan dipercepat gerakannya menuju anoda dan dipusatkan ke alat pemusat (focusing cup). 4. Filamen dibuat relatif negatif terhadap sasaran (target) dengan memilih potensial tinggi. 5. Awan- awan elektron mendadak dihentikan pada sasaran (target) sehingga terbentuk panas (>99%) dan sinar-X (<1%). 6. Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluanya sinar-X dari tabung, sehingga sinar-X yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela. 7. Panas yang tinggi pada sasaran (terget) akibat benturan elektron ditiadakan oleh radiator pendingin Jumlah sinar-X yang dilepaskan setiap satuan waktu dapat dilihat dari alat pengukur miliampere (MA), sedangkan jangka waktu pemotretan dikendalikan oleh alat pengukur waktu. Daya tembus sinar X berbeda-beda sesuai dengan benda yang dilaluinya. Benda-benda yang mudah ditembus sinar X akan memberi bayangan hitam (radiolusen). Benda-benda yang sukar ditembus sinar X akan memberi bayangan putih (radioopak). Diantaranya terdapat bayangan perantara yang tidak terlalu

hitam atau radiolusen sedang (moderately radiolucent) dan tidak terlalu putih atau radioopak (moderately radio-opaque). Diantara radiolusen sedang dan radioopak sedang bayangan keputih-putihan (intermediate)/ berdasarkan mudah tidaknya ditembus sinar X, maka bagain tubuh dibedakan atas : 1. Radiolusen (hitam) : gas dan udara. 2. Radiolusen sedang : jaringan lemak. 3. Keputih-putihan : jaringan ikat, otot, darah, kartilago, epitel, batu kolesterol, batu asam urat. 4. Radioopak sedang : tulang dan garam kalsium. 5. Radioopak (putih) : logam-logam berat. 2.3 Indikasi Pada kondisi akut abdomen, foto polos abdomen biasanya merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan. Pemeriksaan lainnya seperti USG, CT Scan dan IVP digunakan untuk mencari kelainan yang lebih spesifik. Dalam keadaan akut, abdominal X ray digunakan untuk mendiagnosis: Obstruksi usus Perforasi saluran cerna Pankreatitis Batu ginjal atau batu empedu Distribusi faeces

2.4 Kontraindikasi Tidak ada kontraindikasi mutlak pada foto polos abdomen, tetapi jika mungkin harus dihindari pada wanita sampai akhir periode reproduksi dan wanita hamil untuk mencegah paparan radiasi. 2.5. Macam-macam Pemeriksaan Foto Polos Abdomen a) Pemeriksaan radiodiagnostik sederhana, tanpa persiapan : Foto polos abdomen tanpa persiapan dimana terutama melihat gambaran distribusi dari gas dalam usus serta kelainannya (BOF).

b) Pemeriksaan radiodiagnostik sederhana dengan persiapan sebelumnya : Dikerjakan terutama bila nantinya diperkirakan akan ada gangguan dari hasil photo bila kondisi penderita belum memenuhi syarat, yaitu.: Foto polos abdomen melihat saluran kencing (BNO atau KUB) dalam hal ini kotoran dalam usus sangat mengganggu hasil photo sehingga harus dibersihkan sebelumnya. Foto polos abdomen dengan persiapan untuk melihat keadaan ginjal dan salurannya serta bagian belakang abdomen , Dalam hal ini kita harus membersihkan sisa makanan (faecal material) dari usus yang akan mengganggu gambaran di film. Sehingga diperlukan penanganan sebelum pemeriksaan dengan mempersiapkan penderita dengan makanan yang bebas serat selama beberapa hari, kemudian dibersihkan dengan pencahar agar kotoran makanan dalam usus yang ada dikeluarkan semua dengan demikian usus akan bersih dari kotoran sisa makanan/faecal material yang menutupi daerah dibelakangnya. Hal ini tidak dapat kita kerjakan sendiri terutama penderita rawat inap, perlu bantuan rekan kerja terkait. Persiapan Penderita untuk BNO / Foto Polos Abdomen ; Tujuan : membersihkan usus dari faecal material, agar photo polos abdomen bebas dari bayangan faecal material yang menutupi bayangan organ abdomen, yaitu : bayangan ginjal, limpa, psoas shadow dan adanya kalsifikasi/batu didaerah tractus urinarius dan di kandung empedu. Dasar : faecal material adalah bentukan sisa makanan berserat didalam usus, terutama colon yang dapat hilang sesudah 2-3 hari keluar bersama defecasi. Cara : makan bebas serat 2-3 hari sebelum pemeriksaan dilanjutkan dengan pencahar/laxant/urus-urus malam sebelum pemeriksaan (dengan minum banyak air sebagai pembantu untuk mengencerkan faecal material, sekitar 1-1,5 liter air pada malam tersebut), sesudah itu puasa pada pagi hari pemeriksaan dan diberikan pencahar suppositoria per anum pada pagi hari tersebut untuk

merangsang defekasi dan menghabiskan sisa makanan dalam rektum dan kolon sigmoid. Diingatkan agar jangan merokok dan banyak bicara (aerophagia) Obat-obatan : Garam inggris (sulfas magnesicus) atau pencahar lain yang relatif kuat. 2.6. Teknik Pemeriksaan Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm. Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu : 1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP). 2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP. 3. Tiduran miring ke kiri (Left Lateral Decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP. 2.7. Prosedur Kerja a) Posisi AP supine Persyaratan teknis : ukuran film 35x43 cm/30x40 cm, posisi memanjang menggunakan grid yang bergerak maupun statis, dengan variasi 70-80 kV dan 20-25 mAs. Sedangkan posisi pasien:
Tidak ada persiapan khusus untuk pemeriksaan foto polos abdomen

Suppositoria supposutoria atau Microlax.

per

anum,

seperti

Dulcolax

Pemeriksaan radiologi yang memerlukan persiapan ini : Colon inloop / Barium enema. I.V.P. (Intravenous Pyelography).

Penderita diminta untuk melepaskan pakaian dan perhiasan untuk

menghidanri

terjadinya

artefak

pada

film

dan

memakai

perlindungan untuk daerah gonad, terutama untuk pria


Pasien tidur terlentang, lengan pasien diletakkkan di samping

tubuh, garis tengah badan terletak tepat pada garis tengah pemeriksaan, kedua tungkai ekstensi.
Posisi obyek : bagian tengah kaset setinggi krista iliaka dengan batas

tepi bawah setinggi simfisis pubis, tidak ada rotasi pelvis dan bahu. Pusat sinar pada bagian tengah film dengan jarak minimal 102 cm

Gambar 2.1. Posisi AP Supine Kriteria hasil foto polos abdomen yang baik antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tampak diafragma sampai dengan tepi atas simphisis pubis Alignment kolom vertebra di tengah, densitas tulang costae, pelvis dan panggul baik. Processus spinosus terletak di tengah daan crista iliaca terletak simetris Pasien tidak bergerak saat difoto yang ditandai dengan tajamnya batas gambar costae dan gas usus Foto dapat menggambarkan batas bawah hepar, ginjal, batas lateral muskulus psoas dan procesus transversus dari vertebra lumbal. Marker yang jelas untuk mengindikasi posisi pasien saat pemeriksaan

10

b) Posisi Left Lateral Decubitis (LLD) Pasien tidur miring ke kiri, tekuk lengan melingkari kepala. Film diletakan di depan atau belakang perut pasien. Mengikuti area simphisis pubis pada film. Titik tengah terletak pada garis tengah film. Arah sinar horizontal 90o dengan film dengan proyeksi AP untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.

Gambar 2.2. Posisi LLD c) Posisi Setengah Duduk/ berdiri Pasien dapat dengan posisi duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP 90o dari film. Posisi pasien dalam posisi anteroposterior dengan bagian belakang tegak. Pastikan punggung tidak rotasi. Letakan lengan dan tangan dalam posisi anatomi. Pasien tidak boleh bergerak. Point sentral terletak pada garis tengah tubuh dengan garis tengah film.

Gambar 2.3. Posisi AP

11

Pengambilan foto dengan posisi ini dipengaruhi oleh gravitasi, sehingga yang paling utama nampak adalah: Udara bebas Fluid sinks Kidneys drop Transverse colon drops Small bowel drops Breasts drop Lower abdomen bulges dan penambahan densitas pada X-ray Diaphragm descends Gambar 2.4. Hasil foto polos abdomen posisi erect

Gambar 2.4. Gambaran Foto Polos Abdomen pada Posisi Erect Posisi erect ditandai dengan T11 Berdasarkan posisis dari payudara, menyebabkan penambahan densitas pada kuadran kanan dan kiri. Gas di fundus gaster- khas pada posisi erect

12

Kuantitas yang kecil pada gas yang terjebak di perut Letak film di tengah atas akan menunjukan dasar paru tetapi tidak dapat melihat bagian dari pelvis. Posisi kolon akan jatuh mengikuti gravitasi dan memenuhi abdomen bagian bawah anterior, menyebabkan penambahan densitas pada abdomen bagian bawah.

2.7. Anatomi Radiografi Abdomen membentang dari diafragma hingga pelvis. Hanya lambung dan kolon yang dalam keadaan normal mengandung udara di dalam lumennya. Usus halus biasanya tidak mengandung udara di dalamnya. Batas udara cairan normal terdapat di dalam lambung, duodenum dan kolon, namun tidak lazim ditemukan di dalam usus halus. Hati, kandung empedu dan limpa merupakan organ padat intraperitoneum yang terletak berturut-turut di daerah subkostalis kanan dan kiri. Di dalam retroperitoneum, terdapat ginjal dan fasia perirenalis, kelenjar adrenal, kelenjar getah bening, pancreas, aorta, vena cava inferior dan muskulus psoas. Abdomen atau lebih dikenal dengan perut berisi berbagai organ penting dalam sistem pencernaan, endokrin dan imunitas pada tubuh manusia. Ada sembilan pembagian regio (daerah) di abdomen berdasarkan regio organ yang ada didalamnya, yaitu : 1. Hypochondrium kanan: sebagian hati, kantung empedu dan bagian atas ginjal kanan 2. Epigastrium : ginjal kanan dan kiri, sebagian hati dan lambung serta sebagian kantung empedu 3. Hypochondrium kiri: limpa, sebagian lambung, bagian atas ginjal kiri, sbagian usus besar 4. Lateralis kanan: sebagian hati dan usus besar serta bagian bawah ginjal kanan 5. Umbilicalis: sebagian besar usus halus, pankreas, ureter bagian atas, usus besar, serta bagian bawah kantung empedu 6. Lateralis kiri: sebagian kecil usus besar dan bagian bawah ginjal kiri 7. Inguinalis kanan: sebagian kecil usus besar

13

8. Pubic : usus buntu, sebagian usus halus dan usus besar, ureter kanan dan kiri, serta sebagian kantung kemih 9. Inguinalis kiri: sebagian kecil usus besar

Gambar 2.5. Pembagian Regio Abdomen Berdasarkan pembagian regio abdomen, maka penyakit yang terjadi pada masing-masing region dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Hypochondrium kanan: hepatomegali, sirosis hepatik. Epigastrium : gastritis, hepatomegali, batu empedu dan batu ginjal, sirosis hepatik. Hypochondrium kiri: spleenomegali. Lateralis kanan: batu empedu, batu ginjal. Umbilicalis: ulcus usus halus 12 jari, kerusakan usus halus batu ureter Lateralis kiri: batu ginjal Inguinalis kanan: hernia, KET, appendisitis. Pubic : appendisitis (agak kekanan), hernia, batu ureter Inguinalis kiri: hernia, KET.

14

Gambar 2.6. Anatomi Radiografi Foto Polos Abdomen 2.8. Intepretasi Foto Polos Abdomen Dengan penggunaan USG dan CT scan, pemeriksaan abdomen menjadi jauh lebih mudah. Walaupun demikian, foto polos abdomen masih merupakan pemeriksaan yang sangat berguna terutama pada pasien akut abdomen.

Gambar 2.7. Hasil Foto Polos Abdomen Normal Posisi Supine

15

Gambar 2.8. Intepretasi Foto Polos Abdomen Normal Penilaian Kualitas: nama pasien yang sebenanya, pajanan yang baik, tanpa rotasi dan penanda anatomis (L atau R) pada foto. Foto telentang (AP) termasuk foto abdomen yang rutin dilakukan. Foto tegak atau dekubitus abdomen diperlukan untuk mendeteksi batas cairan (fluid level). Untuk medeteksi udara bebas intraperitoneum dapat digunakan foto tegak thorak atau foto dekubitus kiri abdomen. Penilaian gambaran gas usus: normalnya, lambung dan usus besar mengandung gas. Satu-satunyagambaran batas cairan yang normal terdapat didalam lambung dan kadang-kadang di dalam duodenum proksimal. Tentukan posisi lambung di kuadran kiri atas dan kolon yang membingkai tepi-tepi abdomen pada foto terlentang. Pada foto tegak, kolon dilekatkan pada fleksura hepatic dan splenik oleh ligamentum hepatokolikum dan frenikokolikum yang bersifat konstan. Bila terdapat gas di dalam usus halus atau dicurigai terdapat dilatasi usus halus, dianjurkan melakukan foto tegak atau dekubitus abdomen untuk memperlihatkan batas cairan.

16

Jejenum mengalami dilatasi bila diameternya >3,5 cm, usus halus pertengahan mengalami dilatasi bila diameternya >3 cm dan ileum dilatasi bila diameter yang terdilatasi terdapat plika sirkularis (valvulae coniventes) atau lipatan yang menyilang diameter jejunum secara transversal. Bila kolon tampak dilatasi, haustra harus ditemukan untuk memastikan bahwa kolon tersebut mengalami dilatasi. Haustra tampak saling mengunci (interdigitasi) dan tidak menyilang diameter kolon, berbeda dengan plika sirkulasi (valvulae coniventes) di jejunum. Kolon mengalami dilatasi bil;a diameter kolon transversum >3,5 cm atau diameter sekum pada dasarnya >8 cm. Bayangan psoas diperiksa secara bilateral: seharusnya simetris dengan tepi lateral sedikit konkaf. Periksa bayangan ginjal, seharusnya memiliki panjang normal 10-12 cm atau panjang longitudinal sepanjang 3,5 vertebra. Bayangan hati dan limpa. Tepi inferior hati berbatas tegas, khususnya di bagian lateral. Cairan adanya pengumpulan atau cairan bebas intraperitoneum. Garis lemak (fat line) properitoneal bergeser kearah lateral oleh cairan bebas. Cari adanya batu radioopak dan kalsifikasi di daerah kandung empedu, ginjal dan ureter. Hati-hati dengan phlebolith vena pelvis yang dapat menyerupai batu. Phlebolith berbentuk oval, halus dan terdapat bayangan lusen kecil di dalamnya. Batu tampak padat dengan tepi tidak teratur. Kalsifikasi pancreas berbentuk titiktitik dan aksis oblik. Kalsifikasi vascular sering ditemukan di aorta pada pasien usia lanjut, penderita diabetes dan penderita aortitis yang disebabkan oleh penyakit Takayashu. Carilah adanya massa jaringan lunak dan gas ekstraluminal. Udara akan terlihat hitam karena meneruskan sinar-X yang dipancarkan dan menyebabkan kehitaman pada film sedangkan tulang dengan elemen kalsium yang dominan akan menyerap seluruh sinar yang dipancarkan sehingga pada film akan tampak putih. Diantara udara dengan tulang misalnya jaringan lunak akan menyerap sebagian besar sinar X yang dipancarkan sehingga menyebabkan keabu-abuan yang cerah bergantung dari ketebalan jaringan yang dilalui sinar X. Udara akan terlihat relatif banyak mengisi lumen lambung dan usus besar sedangkan dalam jumlah sedikit akan mengisi sebagian dari usus kecil. Sedikit udara dan cairan juga mengisi lumen usus halus dan air fluid level yang minimal

17

bukan merupakan gambaran patologis. Air fluid level juga dapat djumpai pada lumen usus besar, dan tiga sampai lima fluid levels dengan panjang kurang dari 2,5 cm masih dalam batas normal serta sering dijumpai di daerah kuadran kanan bawah. Dua air fluid level atau lebih dengan diameter lebih dari 2,5 cm panjang atau kaliber merupakan kondisi abnormal dan selalu dihubungkan dengan pertanda adanya ileus baik obstruktif atau paralitik. Banyaknya udara mengisi lumen usus baik usus halus dan besar tergantung banyaknya udara yang tertelan seperti pada keadaan banyak bicara, tertawa, merokok dan lain sebagainya. Pada keadaan tertentu misalnya asma atau pneumonia akan terjadi peningkatan jumlah udara dalam lumen usus halus dan usus besar secara dramatik sehingga untuk pasien bayi dan anak kecil dengan keluhan perut kembung sebaiknya juga difoto kedua paru sekaligus karena sangat besar kemungkinan penyebab kembungnya berasal dari pneu-monia di paru. Beberapa penyebab lain yang mempunyai gambaran mirip dengan ileus antara lain pleuritis, pulmonary infarct, myocardial infarct, kebocoran atau diseksi aorta torakalis, payah jantung, perikarditis dan pneumotoraks. Selain komponen traktus gastrointestinal, juga dapat terlihat kontur kedua ginjal dan muskulus psoas bilateral. Adanya bayangan yang menghalangi kontur dari ginjal atau m.psoas dapat menujukkan keadaan patologis di daerah retroperitoneal. Foto radiografi polos abdmen biasa dikerjakan dalam posisi pasien terlentang (supine). Apabila keadaan pasien memungkinkan akan lebih baik lagi bila ditambah posisi berdiri. Untuk kasus tertentu dilakukan foto radiografi polos tiga posisi yaitu posisi supine, tegak dan miring kekiri (left lateral decubitus). Biasanya posisi demikian dimintakan untuk memastikan adanya udara bebas yang berpindah-pindah bila difoto dalam posisi berbeda. 2.9. Gambaran Patologis Foto Polos Abdomen A. Gambaran udara bebas intraperitoneum Foto toraks tegak dan foto dekubitus kiri abdomen sangat sensitif untuk mendeteksi udara bebas intraperitoneum dalam volume kecil (<5 ml). Penyebab tersering gambaran ini adalah perforasi usus akibat luka tau trauma tembus, dan infark dinding usus.

18

Pada foto toraks tegak, udara berbentuk bulan sabit tampak dibawah diafragma. Udara subdiafragmatik harus dibedakan dengan pneumotoraks subpulmonal. Bila tidak yakin apakah terdapat udara bebas intraperitoneum atau tidak, foto dekubitus kiri pada abdomen bagian atas akan menunjukkan udara bebas dalam bentuk bulan sabit dengan densitas rendah disebelah lateral dari tepi lateral lobus kana hati. Pada foto terlentang abdomen, udara bebas sulit dideteksi. Ada dua tanda yang dapat membantu : tanda Rigler, yaitu adanya gas di dinding usus sisi manapun, dan tanda garis ligamentum falsiform hepatis yang terbentuk di kuadran kanan atas oleh udara bebas.

Gambar 2.9. Foto terlentang abdomen menunjukkan udara bebas intraperitoneum. Perhatikan ligamentum falsiforme di kuadran kanan atas dan gambaran kedua sisi dinding usus di bagian tengah.

19

Gambar 2.10. Foto ini menegaskan adanya udara bebas subdafragma pada foto toraks tegak. B. Gambaran gas di luar usus Gas dapat dideteksi di dinding kandung empedu pada kolesistitis emfisematosa dan di dalam lumen kandung empedu bila terdapat fistula dengan usus atau bila terdapat anastomosis dengan percabangan bilier. Gas berada di dalam parenkim ginjal disebabkan oleh pielonefritis emfisematosa. Hal ini biasanya akibat infeksi ginjal berat oleh E. Coli pada penderita diabetes.

Gambar 2.11. Gas bebas perirenal dan renal pada penderita diabetes yang mengalami infeksi E. Coli pada ginjalnya C. Gambaran gas intramural Gas di dalam dinding usus tampak sebagai bayangan lusen linear di dalam dinding usus. Ini biasanya disebabkan oleh infark dinding usus. Pada bayibayi prematur, gas intramural dapat terlihat pada keadaan necrotizing enterocolitis (NEC). Pada bayi-bayi ini juga sering terdapat gas di dalam vena porta.

20

Gambar 2.12. Pandangan setempat kolon pada bayi prematur menunjukkan udara intramural yang disebabkan oleh NEC. D. Obstruksi usus Diagnosis obstruksi usus dibuat secara klinis dan ditegakkan dengan foto polos. Foto terlentang, tegak, dan dekubitus abdomen biasanya diperlukan. Penyebab tersering obstruksi usus halus adalah adhesi akibat pembedahan sebelumnya, peritonitis, apendisitis, hernia inkarserata, intusepsi, volvulus, kelainan kongenital berupa stenosis atau atresis, tumor, dan batu empedu yang masuk ke dalam usus. Terlepasnya batu empedu pada lumen intestinal dapat menimbulkan keadaan seperti ileus dan disebut sebagai gallstone ileus yang pada pencitraan menunjukan gambaran seperti ileus obtruktif namun tanpa disertai air fluid levels yang signifikans dan biasanya ditemukan batu radiopak yang berasal dari batu empedu. Gambaran radiologis obstruksi usus pada foto polos abdomen diantaranya adalah : a) Single bubble appearance Terjadi pada kondisi kelainan kongenital hipertrofi pilorus, yakni adanya hipertrofi pada lapisan sirkular otot pilorus, terbatas pada lingkaran pilorus dan jarang berlanjut ke otot gaster. Pada foto polos abdomen tampak adanya single bubble appearance, yaitu terdapat satu gelembung udara akibat pelebaran lambung.

Gambar 2.13. Atresia pylorum pada neonatus.

21

Foto supine menunjukkan gambaran distensi dari lambung dan tidak adanya gas dalam usus (single bubble appearance)

b) Double bubble appearance Terjadi pada kondisi kelainan kongenital obstruksi duodenum berupa atresia, stenosis, atau malrotasi, pankreas anuler atau membran duodenum. Pada foto polos abdomen tampak adanya double bubble appearance, yaitu pelebaran duodenum dan lambung secara bersamaan dan tidak tampak udara mengisi usus halus dan kolon.

Gambar 2.14. Foto supine abdomen pada neonatus dengan atresia duodenum menunjukkan adanya double bubbles apperance : distensi dari lambung (S) dan duodenum proksimal (D). c) Coiled spring appearance Terjadi pada kondisi intususepsi atau invaginasi yang menggambarkan masuknya segmen proksimal usus (intueuseptum) ke dalam lumen usus distal (intususepiens). Paling sering sering terjadi di daerah ileokolika, tetapi dapat juga yeyuno-ileal, dan kolokolika. Pada foto polos abdomen tampak tanda obstruksi usus halus berupa bayangan seperti sosis di bagian tengah abdomen dan bayangan per mobil (coiled spring appearance).

22

Gambar 2.15. Coiled spring appearance pada usus halus. d) Herring bone sign Terjadi pada kondisi ileus obstrukstif. Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi akibat pengumpulan gas dalam lumen usus memberikan gambaran herring bone appearance pada foto polos abdomen, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra (dari ikan), dan muskulus yang sirkular menyerupai kostanya.

Gambar 2.16. Herring bone apperance e) Step ladder appearance Terjadi pada kondisi ileus obstruksi. Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi. Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi

23

datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak. Pada foto polos abdomen tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek dan bertingkat-tingkat seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi.

Gambar 2.17. Step ladder appearance f) Coffee bean sign Terjadi pada kondisi kelainan kongenital volvulus, yakni pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus. Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Biasanya volvulus didapatkan di bagian ileum dan kolon. Pada foto polos abdomen tampak gambaran patognomonik berupa gambaran segmen sekum yang amat besar berbentuk ovoid di tengah perut yang disebut coffee bean sign. Gambaran ini merupakan gambaran khas volvulus dari usus (sigmoid).

24

Gambar 2.18. Coffee bean sign pada volvulus sigmoid Hal-hal yang perlu diperhatikan pada foto polos abdomen tiga posisi pada kondisi obstruksi usus adalah : 1. Posisi terlentang (supine). Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (herring bone appearance). 2. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis didapatkan adanya air fluid level dan step ladder appearance. 3. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedangkan jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level. E. Batu radioopak Gambaran radioopak pada foto polos abdomen merupakan tanda adanya kalsifikasi berupa batu. Gambaran batu ini biasanya terjadi pada kondisi nefrolithiasis, ureterolithiasis, vesicolithiasis, kolelithiasis, dan kolelistitis. Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radioopak. Penilaian batu ginjal pada foto polos abdomen yang penting diperhatikan adalah : jumlah, densitas, bayangan batu, lokasi, komplikasi (obstruksi, parut ginjal, atau pembentukan striktur), terjadinya anomali, dan nefrokalsinosis. Berdasarkan opasitasnya batu pada traktus urinarius dibagi menjadi tiga : batu opak (batu kalsium), batu semiopak (batu magnesium-amoniumfosfat atau MAP), dan batu radiolusen (batu asam urat dan batu sistin). Batu radiolusen adalah batu dengan kandungan kalsium yang minimal sehingga tidak dapat dilihat pada foto polos abdomen yang biasanya mengandung komponen asam urat. Dalam keadaan demikian dapat

25

dilakukan pemeriksaan CT scan polos tanpa media kontras untuk mengevaluasinya. Batu pada traktus urinarius biasanya bersifat multilayer dan permukaannya dapat kasar atau halus. Batu pada vesica urinaria lebih bulat dengan permukaan regular sedangkan batu pada ureter atau uretra biasanya berbentuk irregular. Kadang-kadang dijumpai batu yang mengisi dan menyerupai pelviocalices ginjal yang disebut staghorn stone. Batu kecil dan halus yang dijumpai pada calices minores kedua ginjal dijumpai pada kelainan yang disebut nephrocalcinosis.

Gambar 2.19. Bayangan Radioopak pada Nefrolithiasis dan Vesicolithiasis Batu pada kandung empedu dan salurannya biasa dijumpai pada kuadran kanan atas dan biasanya berbentuk poligonal. Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 1015% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

26

Gambar 2.20. Bayangan batu empedu kalsium di dalam lumen kandung empedu yang berasal dari endapan kalsium karbonat. F. Cairan bebas intraperitoneal Akumulasi dari cairan bebas intraperitoneal di abdomen merupakan tanda adanya suatu ascites. Penyebab ascites antara lain : hipoproteinemia, sirosis hepatik, CHF, pankreatitis, keganasan dengan metastase peritoneal, limfoma, dan sumbatan vena cava inferior.

Gambar 2.21. Foto polos abdomen dengan ascites tanpa adanya massa atau kalsifikasi

27

Pada foto polos abdomen dalam posisi supine akan tampak gambaran sebagai berikut : a) Usus akan tampak melayang di dalam cairan ascites. b) Abdomen berbentuk bulging. c) Gambaran abu-abu atau ground-glass appearance karena kontras berkurang dan warna abu-abu yang disebabkan hamburan sinar radiasi dari cairan di dalam abdomen. d) Bayangan liver, garis psoas, ginjal tampak kabur karena adanya cairan di sekitar organ tersebut. e) Peningkatan hemidiafragma kanan dan kiri. G. Massa jaringan lunak Abses tampak sebagai massa jaringan lunak yang dapat mengandung gas. Abses dapat dikelirukan dengan gambaran kolon pada foto polos. Cairan intraperitoneum dan abses berkumpul di bagian yang paling rendah di rongga peritoneum : ruang subfrenik, ruang subhepatik (antara lobus kanan hati dan ginjal), dan di dalam pelvis di ekskavasio retrovesikalis atau cavum douglas (ekskavasio retrouterina).

Gambar 2.22. Bayangan Limpa Membesar (Splenomegaly) H. Psoas line asimetris Bayangan garis otot psoas yang asimetris menunjukkan adanya suatu abses iliopsoas. Abses iliopsoas biasanya berasal dari penyebaran hematogen dari infeksi lokal pada tulang, seperti tulang-tulang columna

28

vertebralis, ileum, dan sendi sakroiliaka. Otot psoas kaya akan pembuluh darah, sehingga sangat mudah terjadi infeksi akibat penyebaran hematogen dari organ lain. Otot psoas berawal dari prosesus transversus vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis kemudian meluas ke bawah dan bergabung dengan otot iliaka pada level L5-S2, membentuk otot iliopsoas. Otot iliopsoas berjalan melewati ligamen inguinal yang kemudian berinsersi di trokanter minor dari tulang femur.

Gambar 2.23. Bayangan Garis Psoas Kanan Menghilang I. Trauma Selain keadaan patologis traktus gastrointestinal, foto radiografi polos abdomen juga dapat membantu untuk kelainan lainnya seperti trauma tumpul abdomen yang dapat mengevaluasi awal kemungkinan kontusio ginjal atau perdarahan retroperitoneal dengan menilai kontur ginjal atau kontur psoas yang terlihat suram atau terselubung, fluid collection pada cavum peritoneum, free air, perubahan controur organ abdomen, fraktur iga, spine, pelvis.

29

Gambar 2.24. Fraktur kompresi pada vertebra lumbal 1

BAB III KESIMPULAN


3.1. Kesimpulan Foto polos abdomen adalah suatu pemeriksaan abdomen tanpa menggunakan kontras dengan sinar X yang menggambaran struktur dan organ di dalam abdomen. Daya tembus sinar X berbeda-beda sesuai dengan benda yang dilaluinya. Benda-benda yang mudah ditembus sinar X akan memberi bayangan hitam (radiolusen). Benda-benda yang sukar ditembus sinar X akan memberi bayangan putih (radioopak). Tujuan pemeriksaan foto polos abdomen adalah untuk melihat distribusi gas dalam abdomen, udara bebas dalam abdomen, massa atau jaringan lunak abnormal, dan kalsifikasi di dalam abdomen. Teknik pemeriksaan abdomen yaitu : tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi antero-posterior (AP), duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan dengan sinar horizontal proyeksi AP, dan tiduran miring ke kiri (Left Lateral Decubitus) dengan sinar horizontal proyeksi AP. Intepretasi foto polos abdomen meliputi : penilaian kualitas foto, penilaian gambaran gas usus, penentuan posisi lambung di kuadran kiri atas dan kolon yang membingkai tepi-tepi abdomen pada foto terlentang, bayangan hati dan limpa, apakah terdapat cairan bebas intraperitoneum, menentukan adanya batu radioopak dan kalsifikasi di daerah kandung empedu, ginjal dan ureter, adanya massa jaringan lunak dan gas ekstraluminal, melihat kontur kedua ginjal dan muskulus psoas bilateral. 3.2. Saran Foto polos abdomen merupakan salah satu pemeriksaan yang paling mudah dilakukan (karena murah, serta aman, dan tidak infasif) untuk melakukan suatu penilaian adanya kelainan dalam abdomen. Untuk itu sebaiknya foto polos

30

abdomen dilakukan pada lini pertama sebelum pemeriksan lanjutan dilakukan. Pada kasus-kasus yang sulit perlu untuk dilakukan pemeriksaan penunjang lain seperti Barium enema, Colon in loop, USG, dan CT scan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bell, G.A 1986. Basic Radiographic Positioning and Anatomy, Bailliere Tindall, England 2. Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Malang : Sagung Seto 3. Price, S. A. 2000. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC 4. Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi kedua. Jakarta : FKUI 5. Sjamsuhidajat, R dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar-Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 6. Sudarmo, Pulunggano dan Irdam, Ade Indrawan. 2008. Pemeriksaan Radiografi Polos Abdomen pada Kasus Gawat Darurat. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 58 (12) : 537-541

31

You might also like