You are on page 1of 41

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. KONSEP DASAR TEORI 1. Definisi Deabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan prnyimpanannya. Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk beraksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan hipterglikemia yang dapat mengakibatkan

komplikasi metabolik takut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemia hiperosmoler nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangkanpanjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit saraf). Diabetes juga disertai dengan meningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang

mencakup infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer. 2. Tipe Diabetes Ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda; penyakit ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik, dan terapinya. Klasifikasi diabetes yang utama adalah: Tipe I: diabetes melitus tergantung insulin (insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)) Tipe II: diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)) Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya Diabetes melitus gestasional (gestational diabetes melitus (GDM))

Tabel Klasifikasi diabetes Melitus dan Intoleransi Glukosa yang Berhubungan Klasifikasi sekarang Ciri-ciri Klinik

Tipe I Diabetes Melitus Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia tergantung insulin muda (< 30 tahun) Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis; dengan penurunan berat yang baru saja terjadi Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi atau

lingkungan (misalnya, virus) Sering memiliki antibodi sel pulau Langerhans Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapat terapi insulin Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasisdosis diabetik

Tiep II Diabetes Melitus tidak tergantung insulin

Awitan terjadi di segala usia, biasanya di atas 30 tahun Biasanya bertubuh gemuk (obese) pada saat diagnosis Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau

lingkungan Tidak ada antibodi sel pulau langerhana Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darahnya melalui penurunan berat badan Agens hipolikemia ogal dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan tidak berhasil Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah hiperglikemia Ketosis jarang terjadi, kecuali bial dalam keadaan stres atau menderita infeksi Komplikasi akut; sindrom hiperosmoler nonketotik

Diabetes melitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom

Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit: pankreastitis; kelainan hormonal; obat-obat seperti glukokortikoid dan preparat yang mengandung estrogen penyandang diabetes Bergantung pada kemampuan pankreas untuk

menghasilkan insulin; pasien mungkin memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin

Diabetes gestasional

Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menhambat kerja insulin Tisiko terjadinya komplikasi perinatal di atas normal, khususnya makrosomia (bayi yang barukuran besar) Diatasi dengan diet dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahankan secara ketat kadar glukosa darah normal Terjadi pada sekitar 2%-5% dari seluruh kehamilan Intolenransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tapi dapat kambuh kembali Pada kehamilan berikutnya 30% - 40% akan mengalami diabetes yang nyata (biasanya tipe II) dalam waktu 10 tahun (khususnya jika obesitas) Faktor risiko mencakup obesitas, usia diatas 30 tahun, riwayat diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan bayi yang besar (lebih dari 4,5 kg) Permeriksaan skrining (tes toleransi glukosa) harus dilakukan pada SEMUA wanata hamil dengan usia kehamilan antara 24 hingga 28 minggu secara abnormal

3. Etiologi a. Diabetes tipe I: 1) Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. 2) Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. 3) Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang

menimbulkan destruksi selbeta. b. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko : 1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) 2) Obesitas 3) Riwayat keluarga

4. Patofisiologi Diabetes Diabetes tipe I Pada dibates tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Hipterglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hari meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia prostprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami penihgkatan dalam berkemih (pulluria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga menggaunggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makanan (polidipsia). Difisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunya simpanan kalori. Gejala lainya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita darisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan Keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hipervertilasi, napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektolit sesuai kebutuhan akan memperbaikai dengan cepat kelaianan metabolik terseut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan

latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reserptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam merabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikan insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, haus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika selsel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan inslin, maka kadar glukosa akan meningkatkan dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diaberik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (NHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas . akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). 6

Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%). Penyakit diabetes tipe II yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyikt diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa kmplikasi diabetes jangka panjang ( misalnya, kelinan mata, neuropati perifer, kalainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan. Penangann primer diabetes tipe II adalah denang menrunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambakan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa dara. Jika pneggunaan obat oral dengan dosis maksinal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat

memuaskan, makan insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stres fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan. Diabetes dan Kehamilan Diabetes yang terjadi selama kehamilan perlu mendapat perhatian khusus. Wanita yang sudah diketahui menderita diabetes sebelum terjadi pembuahan harus mendapatkan penyuluhan atau konseling rentang

penatalaksanaan diabetes selama kehamilan. Pengendalian diabetes yang buruk (hiperglikemia) pada saat pembuahan dapat disertai timbulnya malformasi kengenital. Karena alasan inilah, wanita yang menderita diabetes harus mengendalikan penyakitnya dengan baik sebelum konsepsinya terjadi dan sepanjang kehamilannya. Dianjurkan agar wanita yang menderita diabetes sudah memulai program terapi yang intensif (pemeriksaan kadar glukosa darah empat kali perhari dan pemberian suntikan insulin tiga hingga empat kali perhari) dengan maksud untuk mencapai kadar hemoglobin A 1C yang normal tiga bulan sebelum pembuahan. Pemantauan yang ketat dan pemeriksaan oleh dokter spesialis untuk kehamilan berisiko tinggi sangat dianjurkan. Diabetes yang tidak terkontrol pada saat melahirkan akan disertai dengan peningkatan insidens makrosomia janini (bayi yang sangat besar), 7

persalinan dan kelahiran yang sulit, berdah Sesar serta kelahiran mati (stillbierh). Di samping itu, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita hiperglikemia dapat mengalami hipoglekemia pada saat lahir. Keadaan ini dpat terjadi karena pankreas bayi yang normal telah mensekresikan insulin untuk mengimbangi keadaan hiperglikemia ibu. Bayi ini membutuhkan pemantauan yang ketat dalam kamar bayi, dan kadar glukosa darahnya hrus sering diukur. Jika terjadi hipoglikemia, pemberian air gula harus segera dilaksanakan. Diabetes gestasional Diabetes gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi kemungkinan diabetes. Penata laksanaan pendahuluan mencakup modifikasi diet dan pemantauan kadar glukosa. Jika hiperglikemia tetap terjadi, preparat insulin harus diresepkan. Obat hipoglikemia oral tidak boleh digunakan selama kehamilan. Tujuan yang akan dicapai adalah kadar glukosa selama kehamilan yang berkisar dari 70 hingga 100 mg/dl sebelum makan (kadar nuchter) dan kurang dari 165 mg/dl pada 2 jam sesudah makan (kadar gula 2 jam postprandinal). Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Walaupaun begitu, banyak wanita yang mengalami diabetes gestasinal ternyata di kemudian hari menderita diabetes tipe II. Oleh karena itu, semua wanita yang menderita diabetes gestasional harus mendapatkan konseling guna mempertahankan berat badan idealnya dan melakukan latihan secara teratur sebagai upaya untuk manghindari awitan diabetes tipe II.

Patofisiologi/Pathways
Defisiensi Insulin

glukagon

penurunan pemakaian glukosa oleh sel

glukoneogenesis

hiperglikemia

lemak

protein

glycosuria

ketogenesis

BUN

Osmotic Diuresis

ketonemia

Nitrogen urine

Dehidrasi

Kekurangan volume cairan

Mual muntah

pH

Hemokonsentrasi

Resti Ggn Nutrisi Kurang dari kebutuhan

Asidosis

Trombosis

Koma Kematian

Aterosklerosis

Makrovaskuler

Mikrovaskuler

Retina Jantung Serebral Ekstremitas Retinopati diabetik Ggn. Penglihatan Ggn Integritas Kulit

Ginjal

Nefropati

Miokard Infark

Stroke

Gangren

Gagal Ginjal

Resiko Injury

5. Tanda dan Gejala Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Dari pasien diabetes mellitus sensiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat kedokter dan kemudian didiagnosa sebagai diabetes melitus ialah keluhan poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan menurun, kelainan kulit : gatal, bisul-bisul, kelebihan genekologis: keputihan,

kesemutan, rasa baal, kelemahan tubuh, luka atau bisul-bisul yang tidak sembuh-sembuh, infeksi saluran kemih, visus menurun. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Glukosa darah sewaktu b. Kadar glukosa darah puasa c. Tes toleransi glukosa Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu - Plasma vena - Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa - Plasma vena Darah kapiler Belum pasti DM DM

< 100 <80

100-200 80-200

>200 >200

<110 <90

110-120 90-110

>126 >110

10

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) 3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl 7. Penatalaksanaan Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes : a. Diet b. Latihan c. Pemantauan d. Terapi (jika diperlukan) e. Pendidikan 8. Komplikasi Diabetes Melitus a. Komplikasi akut diabetes 1) Hipoglikemia (reaksi insulin) 2) Diabetes Ketoasidosis 3) Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Nonketotik b. Komplikasi jangka panjang diabetes 1) Komplikasi makrovaskuler a) Penyekit arteri koroner b) Penyakit serebro vaskuler c) Penyakit vaskuler perifer/gangren 2) Komplikasi mikrovaskuler a) Retinopatik diabetic b) Nerfropati c) Neuropati diabetes

11

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data bergantung pada berat dan lamanya ketidak seimbangan metabolik dan pengaruh pada fungsi organ. Aktivitas/Istirahat Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan. Kram otot, otonus otot menurun. Gangguan tidur/istirahat. Tanda: takikandia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas. Letargi/disorentasi, koma. Penurunan kekuatan otot. Sirkulasi Gejala: adanya riwayat hipertensi; IM akut. Klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama. Tanda: Takikardia Perubahan tekana darah postural; hipertensi Nadi yang menurun/ tak ada. Disritmia. Krekels; DVJ Kulit panas, kering, dan kemerahan; bola mata cekung. Integritas Ego Gejala: Stres; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi. Tanda: Ansietas, peka rangsangan. Eliminasi Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang Nyeri tekan abdornen. Diare. Tanda: urine encer, pucat, kuning; poliuri (dapat berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asites. Bising usus lemah dan menurun: hiperaktif (diare). 12

Makanan/cairan Gejala: hilang napsu makan. Mual/muntah. Tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat. Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu. Haus. Penggunaan diuretik (tiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, tugor jelek. Kekakuan/distensi abdomen, muntah. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhhan metabolik dengan

peningkatan gula darah). Bau halitosis/manis, bau buah (napas aseton). Neurosensori Gejala: pusing/pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia. Gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (rahap lanjut).

Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA). Nyeri/kenyamanan Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati. Pernapasan Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak). Tanda: lapar udara. Batuk, dengan/tanpa sputum purulen (infeksi). Frekuensi pernapasan. Keamanan Gejala: kulit kering, gatal; ulkus kulit. Tanda: Demam. Diaforesis. Kulit rusak, lesi/ulserasi. 13

Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak. Parestesia/paralisis otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menutun dengan cukup tajam). Seksualitas Gejala: rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah impoten pada pria; kesulitan orgasme pada wanita. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: Faktor risiko keluarga; DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat. Pengguanaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid); dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Pertimbangan DRG menunjukan rerata lawan dirawat: 5,9 hari.

Rencana Pemulangah: Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, glukosa darah. perawatan diri, pemantauan terhadap

Pemeriksaan Diagnostik a. Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/dL, atau lebih. b. Aseton plasma (keton): Positif secara mencolok. c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat. d. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l. e. Elektrolit: Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun. Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),

selanjutnya akan menurun. Fosfor: lebih sering menurun. f. Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan konrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden (mis. ISK baru).

14

g. Gas darah arteri: biasanya menunjukan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asam metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. h. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stres atau infeksi. i. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan fungksi ginjal). j. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA. k. Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi. (autoantibodi). l. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkat glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. m. Urine: gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. n. Kaltur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada kulit. o. Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi: 1) Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus claw. 2) Derajat I 3) Derajat II 4) Derajat III : ulkus superfisial terbatas pada kulit. : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang. : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

5) Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis. 6) Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.

p. Ankle Brachial Pressure Index (ABPI): test non invasive untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial). Tekanan darah sistolik diukur dengan menggunakan alat yang disebut simple hand held vascular Doppler ultrasound probe dan tensimeter (manometer mercuri atau aneroid). Pemeriksaan ABPI sebaiknya dilakukan pada pasien yang 15

mengalami luka pada kaki untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri sehingga dapat menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau mixed ulcer. Sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat. Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk ukuran lingkar kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau edema. PROSEDUR PENGUKURAN ABPI 1) Anjurkan pasien berbaring terlentang, posisi kaki sama tinggi dengan posisi jantung. 2) Pasang manset tensimeter di lengan atas dan tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45 derajat. 3) Palpasi nadi radialis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas tekanan darah sistolik palpasi. 4) Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic brachialis. 5) Ulangi pada lengan yang lain. 6) Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri dorsalis pedis atau arteri tibilias dengan sudut 45 derajat. 7) Palpasi nadi dorsalis pedis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas tekanan darah sistolik palpasi. 8) Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe hasilnya merupakan tekanan darah systolic ankle. 9) Ulangi pada kaki yang lain. 10) Pilih tekanan darah systolic brachialis tertinggi (diantara lengan kanan dan kiri) dan tekanan darah systolic ankle teritnggi (diantara kaki kanan dan kaki kiri). Nilai ABPI = Tekanan darah sistolik brachialis/ Tekanan darah sistolik ankle INTERPRETASI NILAI ABPI MENURUT ADA 1) ABPI = > 1.3 : dugaan kalsifikasi arteri 2) 0,91-1,3 : normal

16

3) 0,9-0,8 : ringan 4) 0,79-0,5 : sedang 5) <0,50 : berat Dalam penentuan nilai ABPI kadang ditemukan tekanan darah sistolik false tinggi ditemukan pada pasien diabetic. Hal ini disebabkan tekanan manset tidak mampu menekan pembuluh darah distal yang mengalami kalsifikasi. q. Pemeriksaan HbA1C Pemeriksaan HbA1c merupakan pengukuran rata-rata konsentrasi glukosa darah dalam waktu 1-3 bulan sebelumnya. Hemoglobin terglikasi (HbA1c) merupakan gugus heterogen yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan hemoglobin. Kecepatan pembentukan HbA1c proporsional dengan konsentrasi glukosa darah. Pemeriksaan ini sangat diperlukan dalam upaya manajemen DM yang optimal untuk memperkecil risiko komplikasi diabetes. Menilai kualitas pengendalian diabetes dengan tujuan untuk mencegah komplikasi diabetes dan menilai efektivitas perubahan terapi setelah 2-3 bulan. Tidak direkomendasikan untuk skrining dan diagnosis diabetes. Nilai Rujukan: 1) Orang normal : 4,0 6,0 % 2) DM terkontrol baik : kurang dari 7% 3) DM terkontrol lumayan : 7,0 8,0 % 4) DM tidak terkontrol : > 8,0 % r. Gastropatik Diabetikum Kondisi ini ditandai oleh perlambatan pengosongan lambung dan dihubungkan dengan gejala gastrointestinal bagian atas tanpa adanya obstruksi mekanik. Perlambatan pengosongan lambung pada pasienpasien diabetes diakibatkan oleh hiperglikemia yang tidak terkontrol, gizi buruk, dan dehidrasi, yang akan menyebabkan kualitas hidup yang buruk, perawatan lama di rumah sakit, dan menurunnya tingkat produktivitas. Namun, mendiagnosis gastroparesis diabetik tidak semudah yang dibayangkan, gejalanya tidak spesifik dan banyaknya diagnosis banding. Begitu pula, penatalaksanaannya juga tak mudah, diagnosis umumnya

17

terlambat, pelayan kesehatan tidak mengenali gastroparesis diabetik sebelum timbul komplikasi serta masih adanya bias terapi. Penelitian terkontrol acak mengenai terapi gastroparesis diabetik pun masih sangat sedikit. Sehingga, keterampilan menegakkan diagnosis serta

menatalaksana pasien gastroparesis diabetik penting diketahui dan dikuasai oleh dokter umum. Mengenai definisi gastroparesis diabetik belum ada konsensus yang jelas. Bell et al. menjelaskan gastroparesis diabetik sebagai neuropati yang terjadi di saluran cerna pada pasien diabetes. Talley menggunakan istilah diabetik gastropati merujuk pada sindrom klinik dari gejala saluran cerna atas yang memperlihatkan gangguan motilitas pada pasien diabetes dengan atau tanpa keterlambatan pengosongan lambung. Namun, seluruhnya setuju bahwa keterlambatan pengosongan lambung pada gastroparesis diabetik terjadi tanpa adanya obstruksi mekanik. Pedoman dari American Gastroenterological Association (AGA) tentang diagnosis dan terapi gastroparesis menyatakan bahwa diagnosis gastroparesis sebaiknya didasarkan pada adanya gejala dan tanda yang sesuai, perlambatan pengosongan lambung, dan tidak adanya lesi obstruksi struktural di lambung atau usus halus. Tujuan pengobatan pasien gastroparesis diabetik adalah untuk menjaga kadar glukosa darah terkontrol, mengontrol gejala saluran cerna atas, menjamin hidrasi dan nutrisi yang cukup, meningkatkan pengosongan lambung, dan mencegah komplikasi seperti dehidrasi, malnutrisi, dan perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan medis dengan obat-obatan prokinetik, agen antiemetik, dan analgesik dibutuhkan untuk mengontrol gejala gastroparesis diabetik. Narkotika sebaiknya dihindari pada pasien gastroparesis diabetik, sejak diketahui agen ini (seperti morfin) dapat memperlambat pengosongan lambung. Pendekatan nonfarmakologi untuk tatalaksana gastroparesis diabetik refrakter meliputi injeksi toksin botulinum dan stimulasi elektrik lambung. Beberapa gejala dan komplikasi dari gastroparesis diabetik berat dan refrakter dapat diatasi dengan bedah melalui pyloroplasty dan antrectomy.

18

Prioritas Keperawatan 1. Memperbaiki ciaran/elektrolit dan keseimbangn asam-basa. 2. Memperbaiki metabolisme abnormal. 3. Mengidentifikasi/membantu yang mendasarinya. 4. Mencegah komplikasi. 5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis, perawatan diri, dan kebutuhan pengobatannya. Tujuan Pemulangan 1. Homeostasis dapat dipertahankan. 2. Faktor-faktor penyebab/pencetus dapat dikontol/dikoreksi. 3. Komplikasi dapat dicegah/dapat diminimalkan. 4. Proses penyakit/prognosis, kebutuhan akan perawatan diri dan penanganan terhadap penyebab/penyakit

pengobatannya dapat dipahami.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Diagnosa Keperawatan: Dapat dihubungkan dengan: Kekurangan Volume Cairan Diuresis osmotik (dari hiperglikemia). Kehilangan gastrik berlebihan: Diare, muntah. Masukan dibatasi: Mual, kacau mental.

Kemungkinan dibuktikan oleh:

Peningkatan haluaran urine, urine encer. Kelemahan; haus, penurunan barat badan tiba-tiba. Kulit/membran mukosa kering, tugor kulit buruk. Hipotensi, takikardia, pelambatan pengisian kapiler.

Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi-Pasien akan:

Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, tugor kuit dan pnegisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individual, dan kadar elektrolit dalam batas normal.

19

Tindakan/Intervensi Mandiri 1. Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan dengan

lamanya/intensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urine yang sangat berlebihan. Rasional Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Tanda dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumya (beberapa jam sampai beberapa hari). Adanya proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air tidak kasatmata. 2. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik. Rasional Hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat tingan hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisis duduk/berdiri. Catatan: Neuropati jantunga dpat memutuskan refleks-refleks yang secara normal meningkatkan denyut jantung. 3. Pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton. Rasional Paru-paru mengeluarkan kopensasi asam karbonat res melalui piratoris pernapasan terhadap yang

menghasilkan

alkalosis

keadaan

ketoasisdosis. Pernapasan yang berbau aseton berhubungan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila kotosis barus terkoreksi. 4. Frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas dan adanya periode apnea dan muculnya sranisis. Rasional Koreksi hiperglikemia dan asidosis akana menyebabkan pola dan grekuensi pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapasan; pernapasan dangkal, pernapasan cepat; dan munculnya sianosis mungkin merupakan infikasi dari kelelahan pernapasan dan/atau mungkin pasien itu kehilangan kemampuanya untuk melakukan kompensasi pada asidosis. 5. Suhu, warna kulit, atau kelembabanya. Rasional

20

Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi. 6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, tugor kulit, dan membran murkosa. Rasional Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat. 7. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine Rasional Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan. 8. Ukur berat banda setiap hari Rasional Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. 9. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikti 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan Rasional Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi. 10. Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulakan rasa nyaman. Selimuti pasien dengan selimut tipis. Rasional Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap pasien lebih lanjut akan dapat menimbulkan kehilangan cairan. 11. Kaji adanya perubahan mental/sensori. Rasional Perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang tinggi atau yang rendah (hiperglikemia atau hipoglikemia), elektrolit yang abnormal, asidosis, penutunan perfusi serebral, dan berkembangnya hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan kesadaran dapat menjadi predisposisi (perncetus) aspirasi pada pasien. 12. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung. 21

Rasional Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung yang seringkali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan ata elektrolit. 13. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan adanya distensi pada vaskuler. Rasional Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangatg berptensi menimbulkan kelebihan beban cairan dan GJK. Tindakan/Intervensi Kolaborasi 1. Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi; Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dektrosa.

Rasional Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual. Albumin, plasma, atau dekstran.

Rasional Plasma ekspander (pengganti) kadang dibutuhkan jika kekurangan tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha-usaha rehidrasi yang telah dilakukan. 2. Pasang/pertahankan keteter urine tetap terpasang. Rasional Memberikan pengukuran yang tepat/akurat terhadap pengukuran haluaran urine terutama jika neuropati atonom menimbulkan gangguan katung kemih (retensi urine/inkontenensia). Dapat dilepas jika pasien berada dalam keadaan stabil untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi. 3. Pemeriksaan laboratorium seperti: Hematokrit (Ht).

Rasional. Mengkaji tingkat hidrasi dan seringkali meningkat akibat hemokonsentrasi yang terjadi setelah dieresis osmotik. BUN/Kreatinin.

22

Rasional Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginjal. Osmolalitas darah.

Rasional. Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia dan dehidrasi. Natrium.

Rasional. Mungkin menurut yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intresel (dieresis osmotik). Kadar natrium yang tinggi mencerminkan kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam bersepons terhadap sekresi aldosteron. Kalium.

Rasional Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam berespons pada asidosis, namun selanjutnya kalium ini akan hilang melalui urine, kadar kalium absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi, kekurangan kalium serum justru akan telihat. 4. Berikankan kalium atau elektrolit yang lain melalui IV atau melalui oral sesuai indikasi. Rasional. Kalium harus ditambah pada IV (segera aliran urine adekuat) untuk mencegah hipokalemia. Catatan: kalium fosfat dapat diberikan jika cairan IV mengandung natrium klorida untuk mencegah kelebihan beban klorida. 5. Berikan bikarboat jika pH kurang dari 7,0. Rasional. Diberikan dengan hari-hari untuk membantu memperbaiki asidosis pada adanya hipotensi atau syok. 6. Pasang selang NG dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi. Rasional. Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.

23

Diagnosa Keperawatan: Dapat dihubungkan dengan:

Nutrisi, Perubahan: Kurang dari Kebutuhan Tubuh Ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan

penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan metabolisme protein/lemak). Penutunan masukan oral; anoreksia, mual, lambung penuh nyeri abdomen, perubahan kesadaran. Status hipermetabolisme: Pelepasan hormone stress (mis., epinefrin, kortisol, dan hormone pertumbuhan), proses infeksius.

Kemungkinan dibuktikan oleh:

Melaporkan masukan makanan takadekuat, kurang minat pada makanan. Penurunan berat badan; kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk. Diare.

Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi-Pasien akan:

Mencerna jumlah kalori/nutrient yang tepat. Menunjukan tingkat energy biasanya. Mendemonstrasikan berat badan stabil atau

penambahan ke arah rentang biasanya/yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.

Tindakan/Intervensi Mandiri 1. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi. Rasional. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan utilasasinya). 2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien. Rasional. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan kebutuhan terapeutik. 3. Auskkultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntah makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. 24

Rasional. Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi. Catatan: kesulitan jangka panjang dengan penurunan pengosongan lambung dan motilitas usus yang rendah

mengisyaratkan adanya neuropati atonom yang mempengaruhi saluran percernaan dan memerlukan pangobatan secara simptomatik. 4. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral. Dan selanjutnya terus mengupayakan pemberian makanan yang lebih sesuai dengan yang dapat ditoleransi. Rasional. Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik. 5. Identifikasi etnik/cultural. Rasional. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukan dalam perncanaan makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang. 6. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan ini sesuai dengan indikasi. Rasional. Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien. Catatan: Berbagai metode bermanfaat untuk perencanaan diet meliputi pergantien daftar menu, system perhitungan kalori, indeks glikemik atau seleksi awal menu. 7. Observasi tanda-tanda hipoglikemia. Seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar. Peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing, sempoyongan. Rasional. Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemi dapat terjadi. Jika pasien dalam keadaan koma, hipoglikemia mungkin terjadi tanpa makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan

memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran. Ini secara potensial dapat 25

mengancam kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui tindakan protocol yang direncanakan. Catatan: DM tipe I yang telah berlangsung lama mungkin tidak akan menunjukan tanda-tanda hipoglikemia seperti biasanya karena respons normal terhadap gula darah yang rendah mungkin dikurangi. Tindakan/Intervensi Kolaborasi 1. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan f inger stick. Rasional Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akura (menunjukan keadaan saat dilakukan pemeriksaan) dari pada memantau gula dalam urine (reduksi urine) yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal pasien secara individual atau adanya retensi urine/gagal ginjal. Catatan: beberapa penelitian telah menemukan bahwa glukosa urine 20% berhubungan dengan gula darah antara 140-360 mg/dl. 2. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aston, pH, dan HCO3. Rasional Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal, glukosa kemudian dapat masuk kedalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Ketika hal ini terjadi, kadar aseton akan menutun dan asidosis dapat dikoreksi. 3. Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan metode IV secara intermiten atau secara kontinu. Seperti bolus IV diikuti dengan tetesan yang kontinu melalui alat pompa kira-kira 5-10 UI/jam sampai glukosa darah mencapai 250 mg/dl. Rasional Insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dpat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan utama karena absorpsi dari jaringan subkutan mungkin tidak mennetukan/sangat lambat. Banyak orang percaya/berpendapat bahwa metode kontinu ini merupakan cara yang optimal untuk mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia. 4. Berikan larutan glukosa, misalnya dekstrosa dan setangah salin normal.

26

Rasional Larutan glukosa ditambakan setelah insulin dan cairan membawa darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan metabolisme karbohidrat mendekati normal, perawatan harus diberikan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. 5. Lakukan konsultasi dengan ahli diet. Rasional Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien: menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang terdekat dalam mengembangkan perencanaan makan. 6. Berikan kira-kira 60% karbohidrat, 20% protein dan 20% lemak dalam penataan makanan/pemberian makanan tambahan. Rasional Kompleks karbohidrat (seperti jagung, wortel, bucis, gandum, dll) menurunkan kadar glukosa/kebutuhan insulin, menurunkan kadar kolesterol darah, dan meningkatkan rasa kenyang. Pemasukan makanan akan dijadwalkan sesuai karakteristik insulin yang spesifik.(missal efek puncaknya) dan respon pasien secara individual. Catatan: makanan tambahan yang komplek karbohidrat terutama sangat penting (jika insulin diberikan dalam dosis terbagi) untuk mencegah hipoglekemia selama tidur dan potensial respons somogyi. 7. Berikan obat metaklopramid (reglan); tetrasiklin. Rasional Dapat bermanfaat dalam mengatasi gejala yang berhubungan dengan neuropati otonomi yang mempengaruhi saluran cerna, yang selanjutnya meningkatkan pemasukan melalui oral dan absorpsi zat makanan (nutrien).

Diagnosa Keperawatan: Faktor risiko meliputi:

Infeksi, Risiko Tinggi Terhadap (Sepsis) Kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi. Infeksi pernapasan yang ada sebelumnya, atau ISK.

Kemungkinan dibuktikan oleh:

Tidak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual

27

Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi-Pasien akan:

Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan risiko infeksi. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Tindakan/Intervensi Mandiri 1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut. Rasional Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya mencetuskan keadaan ketosisdosis atau dapat mengakibatkan infeksi nosokomial. 2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri. Rasional Mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial) 3. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur invasive (seperti pamasangan unfus, kateter folley dan sebagainya), pemberian obat intravena dan memberikan perawatan pemeliharaan. Lakukan pengobatan melalui IV sesuai indikasi. Rasional Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik pertumbuhan kuman. 4. Pasang keteter/lakukan perawatan perineal dengan baik. Ajarkan pasien wanita untuk membersihkan daerah perinealnya dari depan kearah belakang setelah eliminasi. Rasional Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih. Pasien koma memiliki risiko yang khusus jika terjadi tensi urine pada saat awal dirawat. Catatan: pasien wanita lansia merupakan kelompok utama yang berisiko terjadi infeksi saluran kemih/vagina. 5. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang (tidak berkerut). 28

Rasional Sirkulasi perifer bisa teganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi. 6. Kultasi bunyi napas. Rasional Ronki mengindikasikan adanya akumulasi sekret yang mungkin berhubungan dengan pneumonia/bronchitis (mungkin sebagai pencetus dari DKA). Edeman paru (bunyi krekels) mungkin sebagai akibat dari pemberian cairan yang terlalu cepat/berlebihan atau GJK. 7. Posisikan pasien pada posisi semi-Fowler. Rasional Memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan risiko terjadinya aspirasi. 8. Lakukan perubahan posisi dan anjurkan pasien untuk batuk napas dalam jika pasien sadar dan kooperatif. Lakukan penghisapan lendir pada jalan napas dengan menggunakan teknik steril sesuai keperluan. Rasional Membantu dalam memventilasikan semua daerah paru dan memobilisasi sekret. Mencegah agar sekret tidak statis dengan terjadinya peningkatan terhadap risiko infeksi. 9. Berikan tisu dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk penampung sputum atau sekret yang dihasilkanya. Rasional Mengurangi penyebaran infeksi. 10. Membantu pasien untuk melakukan hygiene oral. Rasional Menurunkan risiko terjadinya penyakit mulut dan gusi. 11. Memberikan untuk makan dan minum adekuat (pemaukan makanan dan cairan yang adekuat) (kira-kira 3000 ml/hari tidak ada kontraindikasi) Rasional Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk mencegah urine yang statis dan membantu dalam mempertahankan pH/keasaman urine, yang menurunkan pertumbuhan bakteri dan

pengeluarkan organism dari system organ tersebut. 29

Tindakan/Intervensi Kolaborasi 1. Memberikan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan fungsi. Rasional Untuk mengidentifikasi organism, sehingga dapat memilih/memberikan terapi antibiotic yang berbaik. 2. Memberikan obat antibiotik yang sesuai. Rasional Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

Diagnosa Keperawatan:

Perubahan Sensori-Perseptual: (Uraikan), Risiko Tinggi Terhadap

Faktor risiko meliputi:

Perubahan kimia endogen: ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit.

Kemungkinan dibuktikan oleh:

(tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnose actual) Mempertahankan tingkat mental biasanya. Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori

Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi-Pasien akan:

Tindakan/Intervensi Mandiri 1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental. Rasional Sebagian dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental. 2. Pangil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan

kebutuhannya, misalnya terhadap tempat, orang, dan waktu. Berikan penjelasan yang singkat dengan bicara perlahan dan jelas. Rasional Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas. 3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak menggangu waktu istirahat pasien.

30

Rasional Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir. 4. Perlihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya. Rasional Membantu memelihara pasien tetap berhubunan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya. 5. Lindungi pasien dari cedera (gunakan pangikat) ketika tingkat kesadaran pasien terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar tempat tidur dan berikan jalan napas buatan yang lunak jika pasien kemungkinan mengalami kejang. Rasional Pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya cedera, terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi. Munculnya kejang perlu diantisipasi untuk mencegah trauma fisik, aspirasi, dsb. 6. Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi. Rasional Edema/lepasnya retina, hemoragis, katarak, atau paralisis otot ekstraokuler sementara mengganggu penglihatan yang memerlukan terapi korektif dan/atau perawatan penyokong. 7. Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri, atau kehilangan sensori pada paha/kaki. Lihat adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-tempat tertekan, kehilangan denyut nadi perifer. Rasional Neuropati perifer dapat mengkibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai tisiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. Catatan: mononeuropati mempengaruhi saraf tunggal (paling sering pada daerah femoralis dan otak) yang menyebabkan nyeri tiba-tiba dan kehilangan fungsi motorik/sensorik sepanjang jaras saraf uang terkena tersebut. 8. Berikan tempat tidur yang lembut. Pelihara kehangatan kaki/tangan, hindari terpajan terhadap air panas atau dingin ata penggunaan bantalan/pemanas.

31

Rasional Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit karena panas. Catatan: munculnya dingin yang tiba-tiba pada tangan/kaki dapat mencerminkan adanya hipoglikemia, yang perlu untuk melakukan pemeriksaan terhadap kadar gula darah. 9. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi. Rasional Meningkatkan dipengaruhi. keamanan pasin terutama ketika rasa keseimbangan

Tindakan/Intervensi Kolaborasi 1. Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang ditentukan untuk mengatasi DKA sesuai indikasi. Rasional Gangguan dalam poses pikir/potensial terhadap aktivitas kejang biasanya hilang bila keadaan hiperosmolasitas teratasi. 2. Pantau nilai laboratorium, seperti glukosa darah, osmolalita darah, Hb/Ht, ureum kreatinin. Rasional Ketidakseimbangan nilai laboratorium ini dapat menurunkan fungsi mental. Catatan: jika cairan diganti dengan cepat, kelebihan cairan dapat masuk ke sel otak dan menyebabkan gangguan pada tingkat kesadaran (intoksidasi air). 3. Bantu dengan memblok saraf setempat, mempertahankan unit TENS. Rasional Dapat memberikan resa nyaman yang berhubungan dengan neuropati.

Diagnosa Keperawatan: Dapat dihubungkan:

Kelelahan Penurunan produksi energy metabolic. Perubahan kimia darah: insutisiensi insulin. Peningkatan kebutuhan energi: status

Kemungkinan dibuktikan oleh:

hipermetabolik/infeksi Kurung energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja,

32

kecenderungan untuk kecelakaan. Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi-Pasien akan: Mengungkapakn peningkatan tingkat energi. Menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpatisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

Tindakan/Intervensi Mandiri 1. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal

perencanaan dengan pasien dan indentifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan. Rasional Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah. 2. Berikan aktivitas alternative dengan periode instirahat yang cukup/tanpa diganggu. Rasional Mencegah kelelahan yang berlebihan. 3. Pantau nadi, frekuansi pernapasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas. Rasional Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis. 4. Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya. Rasional Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan. 5. Tingkat partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-ha sesuai dengan yang dapat ditoleransi. Rasional Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

Diagnosa Keperawatan: Dapat dihubugkan

Ketidakberdayaan Penyakit jangka panjang/progesif yang tidak dapat

33

dengan:

diobati Ketergantungan pada orang lain

Kemungkinan dibuktikan oleh:

Penolakan

untuk

mengekspresikan

perasaan

sebenarnya; ekspresi tentang mengalami situasi tidak terkontrol Apatis, menarik diri, marah. Tidak memantau kemajuan, tidak berpartisipasi dalam perawatan/pembuatan keputusan. Penekanan terhapa penyimpangan/komplikasi fisik

meskipun pasien berkerja sama dengan aturan. Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi-Pasien akan: Mengakui perasaan putus asa. Mengidentifikasikan cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan. Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.

Tindakan/Intervensi Mandiri 1. Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaan tentang

perawatan di rumah sakit dan pneyakitnya secara keseluruhan. Rasional Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah. 2. Akui normalitas dari persamaan. Rasional Pengenalan bahwa reaksi normal dapat membantu pasien untuk

memecahkan maslah dan mencari bantuan sesuai kebutuhan. Control terhadap DM merupakan pekerjaan yang terus-menerus yang bertindak sebagai pengikat konstan terhadap munculnya penyakit serta ancaman terhadap kehidupan/kesehatan pasien. 3. Kaji bagiamana pasien telah mengalami masalahnya di masa lalu. Indentifikasi lokus control. Rasional

34

Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan. Pasien yang mempunyai lokus pusat konrol internal biasanya memperlihatkan cara utnuk meningkatkan control terhadap program pengobatan sendiri. Pasien yang bertindak dengan lokus eksternal ingin dirawat oleh orang lain atau mungkin akan mgnendalikan faktor-faktor eksternal yang mempergaruhinya. 4. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan cara mereak dapat membantu sepenuhnya terhadap pasien. Rasional Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk memecahkan masalah untuk membantu mencegah terulangnya (kambuhnya) penyakit pada pasien tersebut. 5. Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga Rasional Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi/kehilangan control diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping. 6. Tentukan apakah ada perubahan yang berhubungan dengan orang terdekat. Rasional Tenaga dan pikiran yang konstan diperlukan untuk mengendalikan

diabeticpati visceral

yang seringkali memindahkan focus hubungan.

Perkembangan psikologis/neuropati visceral mempengaruhi konsep diri (terutama fungsi peran seksual) mungkin menambah keadaan stress. 7. Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan

perawatannya, seperti ambulasi, waktu berkativitas, dan seterusnya. Rasional Mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pda saat perawatan dilakukan. 8. Berikan dukudngan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan beriakn umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Rasional Meningkatkan perasaan konrol terhadap situasi.

35

Diagnosa Keperawatan:

Kurang Pengetahuan (kebutuhan belajar), Mengenai Penyakit, Prognosis, dan Kebutuhan Pengobatan

Dapat dengan:

dihubungkan Kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi. Tidak mengnal sumber informasi. Pertanyaan/meminta masalah informasi, mengungkapkan

Kemungkinan dibuktikan oleh:

Ketidakakuratan

mengikuti

instruksi,

terjadinya

komplikasi yang dapat dicegah.

Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi-Pasien akan:

Mengungkapkan pemahaman tentand penyakit. Mengidentifikasi buugan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan. Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Tindakan/Intervensi Mandiri 1. Ciptakan lingkungan saling percya dengan mendengarkan penuh perhatian, dan selalu ada untuk pasien. Rasional Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar. 2. Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan. Rasional Partisipasi dalam perencanaan meningkatakn antusias dan kerja sama pasien dengan prinsip-prinsip yang dipelajari. 3. Pilih berbagai strategi belajar, seperti teknik demonstrasi yang memerlukan keterampilan dan biarkan pasien mendemonstrasikan ulang, gabungkan keterampilan baru ini kedalam rutinitas rumah sakit sehari-hari.

36

Rasional Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan pencerapan pada individu yang belajar. 4. Diskusikan topic-topik utama, seperti: Apakah kadar glukosa noal itu dan bagaimana hal tersebut dibandingkan dengan kadar gula darah pasien, tipe DM yang dialami pasien, hubungan antara kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi. Rasional Memberikan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup. Rasional terjadinya serangan ketoasidosis. Rasional Pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk menghindari kambuhnya serang tersebut. Komplikasi penyakit akut dan kronis meliputi gangguan penglihatan (retinopati), perubahan dalam neurosensori dan kardiovaskuler,

perubahan fungsi ginjal/hipertensi. Rasional Kesadaran tentang apa yang terjadi membantu pasien untuk lebih konsisten terhadap perawatannya dan mencegah/mengurangi awitan komplikasi tersebut. 5. Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan finger stick dan beri kesempatan pasien untuk mendemonstrasikan kembali. Instruksikan pasien untuk pemeriksaan keton urinenya jika glukosa darah lebih tinggi dari 250 ml/dL. Rasional Melakukan pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali atau lebih dalam setiap harinya memungkinkan fleksibilitas dalam perawatan diri,

meningkatkan kontrol kadar gula darah dengan lebih ketat (misal 60-150 mg/dl) dan dapat mencegah/mengurangi perkembangan komplikasi jangka panjang. 6. Diskusikan tentang rencana diet, pneggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan di luar rumah.

37

Rasional Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program. Serat dapat memperlambat

absorpsi glukosa yang akan menurunkan fluktuasi kadar gula dalam darah, tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada saluran cerna, flatus meningkat, dan mempengaruhi absorpsi vitamin/mineral. 7. Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosis insulin yang diresepkan, bila di sesuaikan dengan pasien atau keluarga. Rasional Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat meningkatkan penggunaan yang tepat. Algoritme dosis dibuat, yang masuk dalam perhitungan dosis obat yang dibuat selama evaluasi rawati inap: jumlah dan jadwal aktiivitas fisik biasanya, perencanaan makan. Dengan melibatkan orang terdekat/sumber untuk pasien. 8. Tinjau kembali pemberian insulin oleh pasien sendiri dan perawtan terhadap peralatan yang digunakan. prosedur Berikan kesempatan (mis., pada pasien untk

mendemonstrasikan

tersebut

menentukan

daerah

penyuntikan dan cara menyuntik atau penggunaan alat suntik pompa kontinu). Rasional Mengidentifikasikan pemahaman dan kebenaran dari prosedur atau maslah yang potensial dapat terjadi ( seperti penglihatan, daya ingat dan sebagainya) sehingga solusi alternatif dapat ditentukan untuk memberikan insulin tersebut. 9. Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari, waktu dan dosis obat, diet, aktivitas, perasaan/sensasi dan peristiwa dalam hidup. Rasional Membantu dalam menciptakan gamabarn nyata dari keadaan pasien untuk melakukan konrol penyakitnya dengan lebih baik dan meningkatkan perawatan diri/kemandiriannya. 10. Diskusikan faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM tersebut, seperti latiahn (aerobik versus isometrik), stres, pembedahan dan penyakit tertentu. Lihat kembali aturan Sick Day.

38

Rasional Informasi ini akan meningkatkan pengendalian terhadap DM dan dapat sangat menurunkan berulangnya kejadian ketosidosis. Catatan: latihan aerobik (seperti bejalan, berenang) meningkakan keefektifan penggunaan insulin yang menurunkan kdadar gual dara dan memperkuat sistem kardiovaskuler. Perencanaan penangan Sick Day membantu

mempertahankan keseimbangan selama sakit, bedah minor, stres emosi yang berat atau beberapa keadaan yang mungkin meningkatkan gula darah. 11. Tinjau ulang pangaruh rokok pada penggunaan insulin. Anjurkan pasien untuk menghentikan merokok. Rasional Nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil dan absorpsi insulin diperlambat selama pembuluh darah ini mengalami konstriksi. Catatan: absorpsi insulin dapat diturunkan sampai batas 30% dibawah normal dalam 30 menit pertama setelah merokok. 12. Buat jadwal latihan/aktivitas yang teratur dan identifikasi hubungan dengan penggunaan insulin yang perlu menjadi perhatian. Rasional Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja puncak insulin. Makanan kedapan ahrus diberikan sebelum atau selama latihan sesuai kebutuhan dan rotasi injeksi harus menghindari kelompok otot yang akan digunakan untuk aktivitas (mis., daerah abdomen lebih dipilih daripada paha atau lengan sebelum melakukan jogging atau berenang) untuk mencegah percepatan ambilan insulin. 13. Identifikasi gejal hipoglikemia (mis., lemah, pusing, letargi, lapar, peka rangsang, diaforesis, pucat, takikardia, tremor, sakit kepala, dan perubahan mental) dan jelaskan penyebabnya. Rasional Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal dan

mencegah/mengurangi kejadinnya. Catatan: Hiperglikemia saat bangun tidur dapat mencerminkan fenomena fajar (indikasi perlunya insulin tambahan) atau respons balik pada hipoglikemia selama tidur (efek Somogyi) yang memerlukan penutunan dosis insulin atau perubahan diet (mis., pemberian

39

makanan kudapan pada malam hari). Pemeriksaan kadar gual darah pada jam 3 pagi membantu dalam mengidentifikasi masalah spesifik. 14. Instruksi pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatan kaki tersebut. Demonstrasikan cara pemeriksaan kaki tersebut; inspeksi sepatu yang ketat dan perawatan kuku, jaringan kalus dan jaringan tanduk. Anjurkan penggunaan stoking dengan bahan serat alamiah. Rasional Mencegah/mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan neuropati perifer dan/atau gangguan sirkulasi terutama selulitis, ganggren, dan amputasi. 15. Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada pasien yang telah mengalmi DM tipe I selama 5 tahun lebih. Rasional Perubahan dalam penglihatan dapat terjadi secara perlahan dan lebih sering pda pasien yang jarang mengorol DM. Masalah yang mungkin terjai termasuk perubahan dalam ketajaman penglihatan dan mungkin berkembang kearah retinopati dan kebutaan. 16. Susun alat bantu penglihatan ketika diperlukan, mis., memperbesar garis kalal pada jarum insulin, instruksi dengan cetakan besar, pengukur glukosa darah sekali sentuh. Rasional Alat bantu adaptif telah dikembangkan 5 tahun terakhir untuk membantu individu dengan gangguan penglihatan DM-nya sendiri dengan lebih efektif. 17. Diskusikan mengnai funsi seksual dan jawab semua pertanyaan pasien atau orang terdekat. Rasional Seringkali, terjadi impoten (mungkin gejala pertama dari serangan DM). Catatan: konseling dan/atau pneggunaan penis prostese mungkin

bermanfaat. 18. Tekankan pentingnya penggunaan dari gelang bertanda khusus. Rasional Dapat mempercepat masukan kedalam pusat-pusat sistem kesehatan dan perawatan yang sesuai dengan akibat komplikasi yang lebih kecil pada keadaan darurat. 40

19. Rekomendarikan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dujual bebas tanap konsultasi dengan tenaga kesehatan/tidak boleh memakai obat tanpa resep. Rasional Produktivitas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan obat-obat yang diresepkan. 20. Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat. Rasional Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat dan mecegah eksaserbasi DM, menurunkan perkembangan komplikasi sistemik. 21. Lihat kembali tanda/gejala yang memerlukan evaluasi secara medis, seperti demam, pilek/gejala flu, urine keruh/berwarna pekat, nyeri saluran kemih, penyembuhan panyakit yang lama, perubahan sensori (nyeri/kesemutan) pada ekstremitas bawah, perubahan pada kadar gula darah, dan muculnya keton pada urine. Rasional Intervensi segeral dapat mencegah perkembangan komplikasi yang lebih serius atau komplikasi yang mengancam kehidupan. 22. Demonstrasikan teknik penanganan stes, seperti latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, mengalihkan perhatian. Rasional Meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhapa respons stres yang dapat membantu utnuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa/insulin. 23. Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat, bila ada. Rasional Dukungan kontinu biasanya penting untuk menopang perubahan gaya hidup dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.

41

You might also like