You are on page 1of 8

67. Peraturan Pelaksanaan Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan-peraturan pelaksanaan PP No.

10 Tahun 1961 yang penting antara lain : a. Peraturan Menteri Agraria No. 10 Tahun 1961 tentang Penunjukan Pejabat yang dimaksudkan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya (TLN No. 2344); b. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK 19/DDA/1971 tanggal 3 April 1971 tentang Pembentukan Panitia Ujian PPAT. c. Peraturan Menteri Agraria No. 11 Tahun 1961 tentang Bentuk Akta (TN No. 2384). d. Peraturan Menteri Agraria No. 14 Tahun 1961 tentang Permintaan dan Pemberian Izin Pemindahan Hak atas Tanah (TLN No. 2346). e. Peraturan Direktur Jenderal Agraria N. 4 Thun 1968 tentang Penyelenggaraan dan Pendaftaran Hipotik Izin Pemindahan Hak atas Tanah. f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. SK 59/DDA/1970 tentang Penyederhanaan Peraturan Perizinan Pemindahan Hak atas tanah. g. Peraturan Menteri Agraria No. 15 Tahun 1961 tentang Pembebanan dan Pendaftaran Hipotik serta Credietverband. (TLN No. 2347). h. Surat Keputusan Direktur Jenderal Agraria No. SK 67/DDA/68 (tanggal 12 Juni 1968), tentang Bentuk Buku Tanah an Sertifikat Hipotik dan Credietverband. i. Peraturan Menteri Agraria No. 1 Tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. j. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah. (TLN No. 2508). k. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK 26/DDA/1970 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah. l. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 6 Tahun 1964 tentang Pendaftaran hak-hak di daerah-daerah di mana pendaftaran tanah belum diselenggarakan menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961. m. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1975 tentang Pendaftaran hak atas tanah kepunyaan bersam dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada diatasnya serta penerbitan sertifikatnya. n. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 1975 tentang penggantian pendaftaran tanah dan pemberian sertifikat dalam rangka pengukuran desa demi desa menuju desa lengkap sesuai dengn Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961. o. Keputusan Memteri Dalam Negeri No. SK. 107/DJA/1975 tentang Pembentukan Seksi Pendaftaran Tanah pada Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten dan Kotamadya yang belum ada Seksi Pendaftaran Tanahnya.

p. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1977 (tanggal 29 Oktober 1977) tentang Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah Mengenai hak atas Tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya. q. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tanggal 26 November 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik. r. Bab III Tata cara mewakafkan dan Pendaftaran dari PP No. 28 Tahun 1977, LN 1977 No. 38, tentang Perwakafan Tanah Milik. s. Biaya Pendaftaran tanah, Peraturan Menteri dalam Negeri No. 2 Tahun 1978, Peraturan Mendagri No. 12 Tahun 1978. t. Keppres No. 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertahanan Nasional/BPN yang menggantikan peranan Menteri Dalam Negeri dan Dirjen Agraria dalam hal-hal berkenaan dengan tanah. 68. Pendaftaran sebagai bukti Hak yang Kuat Tentang ini diberitahukan dalam Memori Penjelasan, bahwa pendaftaran yang diadakan ini akan bersifat rechtskadaster, yakni dalam arti suatu pendaftaran yang bertujuan menjamin kepastan hukum. 69. Pelaksanaan Pendaftaran Diatur secara Berangsur-angsur Pemerintah cukup realistis untuk meyakinkan bahwa tentunya pendaftaran ini tidak dapat diadakan sekaligus dengan serentak di seluruh wilayah Republik Indonesia. Keberatan-keberatan praktis yang tidak memungkinkan pelaksanaannya dalam jangka waktu telah menghalanghalangi untuk melaksanakan sesuatu ini untuk tanah-tanah adat. Karena itu tidaklah dapat terwujud cita-cita tentang kepastian hukum dengan mengadakan wajib pendaftaran untuk tanahtanah adat yang meliputi areal yang sangat luas ini. Jika dibandingkan kuantitas tanah-tanah di bawah hukum Barat (tanah yang terdaftar) dan tanah-tanah di bawah hukum adat (tanah-tanah yang tidak terdaftar), maka pernah diibaratkan tanah-tanah Barat ini sebagai pulau-pulau di tengah-tengah lautan tanah-tanah dengan hak-hak adat. 70. Pendaftaran di Kota-ota Didahulukan Dalam UUPA penguasa telah memberikan suatu way out dari kesulitan ini. Pendaftaran ini tidak akan dilakukan serentak untuk seluruh wilayah Indonesia. Hal ini adalah praktis tidak mungkin. Oleh karena itu pemerintah mengemukakan bahwa pendaftaran tanah-tanah ini akan dilakukan secara berangsur-angsur. Secara tegas dinyatakan daam Memori Penjelasan bahwa yang akan didahulukan ialah pendaftaran di kota-kota. Baru kemudian secara lambat laun akan meningkat pendaftaran pada suatu sitem kadaster yang meliputi seluruh wilayah negara. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria (Pasal 19 ayat 3 UUPA).

71. Pendaftaran Tanah Membawa Kepastian Hukum dan Kepastian Hak atas Tanah Pemerintah telah mengkedepankan bahwa hukum agraria yang baru ini akan disesuaikan dengan prinsipi-prinsip yang dikenal dalam stelsel-stelsel hukum agraria di negara-negara modern. Dengan adanya pendaftaran tanah ini barulah dapat dijamin tentang hak-hak seseorang di atas tanah. Pihak ketiga pun secara mudah dapat melihat hak-hak apa atau beban apa yang terletak di atas sbidan tanah. Dengan demikian terpenuhi syarat tentang pengumuman (openbaarheid), yang merupakan salah satu syarat yang melekat kepada hak-hak yang bersifat kebendaan. 72. Contoh Kesulitan-kesulitan dalam Praktek: Lembaga Erfpacht yang eeuwigdurend Bahwa pendaftaran tanah ini akan mengalami bebagai kesulitan dalam pelaksanaannya, dapat kita bayangkan bilamana kita mengingat kepada praktek yang sudah-sudah. Oleh pemerintah india Belanda sebelum perang pernah diadakan juga peraturan khusus yang mengharuskan diadakannya pendaftaran hak-hak tanah yang berada di dalam suasana hukum adat. Yang kita maksudkannialah pengalaman berkenaan dengan usaha pembukuan eeuwigdurend erfpacht. 78. Dasar-dasar Hukum Agraria Nasional lainnya Setelah dikemukakan dasar kesatuan hukum dan kepastian hukum, maka di bawah ini akan dilanjutkan tinjauan kita tentang dasar-dasar hukum agraria. 79. Dasar Kenasionalan Dalam hubungan ini perlu kita pertama-tama meminta perhatian untuk dasar Kenasionalan. Dari berbagai bagian tampak dengan jelas sifat nasional dan UUPA. Disinggung bahwa hukum agraria yang lama tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dan pemerintahan jajahan. Oleh karena it sistem hukum agraria yang diwarisi adalah bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara yang kini berada dalam proses pelaksanaan pembangunan nasional. Oleh karen hukum agraria ini tidak sesuai lagi dengan kepentingan nasional maka perlu diadakan suatu hukum agraria nasional. 80. Hukum Agraria yang Memenuhi kebutuhan Hukum Negara Modern Hukum Agraria nasional ini harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia dan memenuhi juga keperluannya menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria. Jadi hukum agraria ini harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan negara Indonesia sebagai suatu negara modern dalam hubungan lalu lintas internasional dengan negara-negara lain. 81. Pancasila harus Diwujudkan Didasarkan perlu pula untuk mengkedepankan bahwa hukum agraria nasional itu harus mewujudkan sendi filsafat negara Pancasila. Hukum agraria nasional ini haru mewujudkan penjelmaan sila-sila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial.

82. Asas Ketuhanan Asas Ketuhanan dapat terbayang dari berbagai bagian. Selain daripada dalam konsiderans kita saksikan diberikan tempat pula, misalnya dalam pasal 1 ayat 2. Dalam Pasal 5 UUPA, kita saksikan adanya ketentuan bahwa hukum adat yang dinyatakan berlaku untuk hukum agraria nasional yang baru ini, harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. 83. Kesatuan Tanah Air Dalam kenasionalan UUPA dapat kita saksikan dari berbagai bagian tertentu. Dalam pasal 1 ini dinyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia (ayat 1). Secara resmi dijelaskan bahwa apa yang ditentukan dalam ayat 1 dan 2 dari pasal pertama ini mengemukakan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa di wilayah Indonesia juga menjadi hak bangsa Indonesia sebagai keseluruhannya. Oleh karena itu adalah selayaknya bahwa hak-hak di atas bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alamnya adalah juga merupakan milik bangsa Indonesia sebagai keseluruhan. 84. Semacam Hak Ulayat Berhubung dengan itu dapatlah diartikan pula hubungan bangsa Indonesia dengan Bumi, air dan ruang angkasa sebagai merupakan semacam hubungan hak ulayat (beschikkingsrecht) yang diangkat kepada tingkatan paling atas yaitu pada tingkatan yang mngenai seluruh wilayah negara. 85. Hubungan yang abadi Dalam ayat 3 dari Pasal 1 ditegaskan lebih jauh bahwa hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa yang termaksud tadi adalah Suatu hubungan yang abadi. Hubungan yang abadi ini menunjukkan bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air serta ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula, maka hubungan ini tidak dapat diputuskan. 86. Apakah Masih Ada Tempat bagi Hak-hak Perseorangan Hak milik perseorangan masih tetap diakui dalam UUPA. Tatkala Menteri Agraria Mr. Sadjarwo memberi ceramah tentang Undang-undang Pokok agraria menjelaskan bahwa UUPA masih diakui hak milik perseorangan. Maka tidaklah beralasan untuk mengemukakan bahwa UUPA ini didasarkan sama sekali atas dasar-dasar komunistis. 87. Hak Ulayat Bukan Hak Milik Hubungan hak ulayat yang dikenal dalam hukum adat ini tidaklah merupakan hubungan hak milik. Menurut hukum adat ini dalam rangka hak ulayat dikenal adanya hak milik perseorangan. Hanya hak milik ini seolah-olah dikekang oleh hak ulayat.

88. hak-hak perseorangan atas Tanah Disamping hak milik, masih dapat dipunyai lain-lain hak yang tidak sekuat dan sepenuh seperti hak mili. Hak-hak yang sifatnya kurang penuh ini adalah hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa dan lain-lain hak yang mungkin diadakan dengan undang-undang lain (pasal 4 jo. 16). 89. Hubungan antara Hak Negara dan Hak-hal Perseorangan Sesuai dengan cara pembahasan dalam Memori Penjelasan. Bagaimanakah hubungan antara hak bangsa (dan negara) dengan hak-hak perseorangan ini. Kita akan tinjau lebih lanjut hubungan antara negara dan hak-hak di atas tanah. 90. Asas Domein Negara Dalam sistem hukum agraria Hindia belanda asas domein (Domein beginsel, domeinleer) dijadikan pegangan resmi oleh penguasa. Menurut asas domein ini, maka semua tanah yang oleh pihak lain tidak dibuktikan hak eigendom adalah domein (milik) negara. Seperti yang telah dikemukakan pada waktu dibicarakan tentang peraturan-peraturan lama yang dihapuskan dengan berlakunya UUPA, maka tentang teori domein ini pendapat para sarjana hukum di Indonesia tidak merupakan suatu kebulatan. 91. Teori Domein Dilepaskan dalam UUPA Yang dimaksud dengan asas domein ini ialah semua tanah yang pihak lainnya tidak dapat membuktikan, bahwa tanah itu tanah eigendom(nya) adalah domein negara. Sekarang asas domein ini tidak dikenal lagi dalam UUPA. Dikemukakan, bahwa asas domein ini adalah bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia. Asas ini pun dipandang tidak sesuai dengan asas negara yang merdeka dan modern. 92. Alasan-alasan Pencabutan Asas Ini Domeinverklaring dicabut karena tidak sesuai dengan kesadaran hukum rakyat indonesia dan asas dari negara yang merdeka dan modern. Asas domein ini juga tidak perlu dan tidak pada tempatnya. 93. Negara sebagai Badan penguasa Adalah lebih tepat jika negara ini kita pandang sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa). Berdasrkan kualitasnya itu. Negara bertindak selaku Badan Penguaa. Pikiran yang serupa dapat kita saksikan dari susunan kata-kata dalam pasal 33 ayat 3 daripada UUD tersebut. 94. Apa Artinya Istilah Dikuasai? Istilah dikuasai dalam ayat ini bukan berarti dimiliki. Istilah dikuasai ini berarti bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa Indonesia, diberikan wewenang untuk mengatur sesuatu yang berkenaan dengan tanah.

Apa yang termasuk dalam kekuasaan ini? Dalam UUPA ditegaskan bahwa hak menguasai dari negara ini memberi wewenang untuk melakukan berbagai persediaan berkenaan dengan tanah. 95. Hubungan antara Orang dan Tanah Pemerintah dapat menetapkan hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh seseorang. Dalam rangka ini pun harus kita lihat berbagai ketentuan tentang hak-hak perseorangan atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA. Misalnya Bab II dari UUPA yang mengatur hak-hak atas tanah, air, dan ruang angkasa serta pendaftaran ini dapat diambil sebagai contoh dari apa yang merupakan wewenang negara berdasarkan ayat 2 sub b dari Pasal 2 UUPA ini. 96. Perbuatan-perbuatan Huku mengenai Tanah Penguasa juga diberi wewenang untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa (Pasal 2 ayat 2 sub c). 97. Syarat-syarat untuk Dapat Mempunyai Hak-hak atas Tanah Salah satu syaratnya adalah syarat kewargenagaraan RI yang tunggal (untuk hak mili dalam Pasal 9, 21; hak guna usaha dalam Pasal 30; hak guna bangunan Pasal 36). Berkenaan dengan pasal-pasal ini ditentukan bahwa hanya warga negara RI yang tunggal saja yang dapat memperoleh hak-hak baru atas tanah ini dengan jalan peralihan hak karena jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat (Pasal 26 untuk hak milik). Juga ditentukan tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang pemegang hak guna usaha bilamana ia tidak memenuhi syarat-syaratnya lagi (Pasal 30). 98. Hak-hak Tagungan atas Tanah Dalam hubungan ini kita minta perhatia pula untuk ketentuan-ketentuan dalam UUPA yang menunjuk kepada peraturan-peraturan yang akan diadakan berkenaan dengan hak-hak tagungan atas tanah. Pasal 25 menentukan bahwa hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tagungan. Dalam Pasal 51 ditentukan lebih jauh bahwa segala sesuatu ini akan diatur tersendiri dengan undang-undang pelaksanaan. 99. Prinsip-prinsip Landreform Juga dalam rangka hak penguasa untuk mengatur satu dan lain hal berhubung dengan tanah dapat kita sebut ketentuan bahwa menurut UUPA si pemilik tanah untuk pertanian pada asasnya diwajibkan untuk mengusahakannya sendiri secara aktif. Lebih jauh dapat disebut di sini adanya ketentuan-ketentuan bahwan hubungan hukum antara orang dan tanah ini jangan sampai merupakan penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yamg melampaui batas. Disini juga dapat dimasukkan ktentuan tentang usaha bersama di bidang agrara yang harusya didasarkan atas kepentingan bersama dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong lainnya.

100. Untuk mencapai Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat Wewenang yang diberikan kepada penguasa di bidang agraria ini harus dikerahkan supaya tercapai satu tujuan, yakni untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. 101. Segi-segi Idealistis Dalam UUPA Satu dan lain sesuai dengan lain-lain bagian dari UUPA yang tidak mengabaikan segisegi idealistis ini (misalnya konsiderans dan Pasal 1 yang mengedepankan bahwa bumi, air dan ruang angkasa Indonesia yang kaya raya itu adalah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan sebagainya). 102. Negara RI, Negara hukum Juga telah dikemukakan lagi dalam peraturan hukum positif bahwa Negara Republik Indonesia merupakan suatu Negara Hukum (rectsstaat). 103. Luasnya Kekuasaan Negara Kekuasaan negara yang dimaksudkan dalam Pasal 2 ini mengenai semua bumi, air, dan ruang angkasa. Jadi kekuasaan ini mengenai baik tanah-tanah yang sudah dihaki oleh seseorang maupun yang tidak. Juga tanah-tanah yang sudah dipegang oleh orang-orang lain dengan suatu hak tertentu termasuk dalam wewenang kekuasaan negara. 104. Tanah yang Sudah Dipunyai Orang Akan tetapi berkenaan dengan kekuasaan negara atas tanah-tanah yang sudah dipunyai oleh orang lain ini hubungannya adalah berlainan dengan tanah-tanah belukar. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi hak itu. Isi daripada hak-hak perseorangan di atas tanah ini seta pembatasan-pembatasannya dapat diketemukan dalam pasal-pasal berikutnya serta pasal-pasal dalam Bab II UUPA. 105. Tanah yang Belum Dipunyai Seseorang Atas tanah yang tidak dipunyai oleh seseorang kekuasaan negara adalah lebih luas dan lebih penuh. Tanah-tanah ini dapat diberikan oleh negara kepada seseorang aatau badan hukum dengan suatu hak tertentu. Hak-hak ini akan disesuaikan dengan peruntukan dan keperluannya. 106. Delegasi kekuasaan Pemberian kepada Badan Penguasa ini ialah untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing. Hal ini dinyatakan dalam ayat 4 dari Pasal 2 yang berbunyi :Hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Peraturan Pemerintah akan memberikan ketentuan khusus mengenai hal ini. 107. Pembatasan oleh Hak Ulayat Dalam pada itu perlu kita perhatikan pula bahwa kekuasaan negara atas tanah-tanah belukar yang belum dipunyai oleh seseorang ini sedikit banyak dibatasi pula oleh hak ulayat dari

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Bilamana menurut kenyataan masih terdapat hak-hak ulayat sedemikian ini, maka kekuasaan negara atas tanah-tanah tersebut tidak bebas seluruhnya 108. Kewarganegaraan dan hak-hak atas Tanah Berkenaan dengan asas kenasionalan yang dijadikan dasar oleh UUPA ini perlu kita tunjuk pula kepada ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat yang diperluakan untuk dapat mempunyai hak-hak baru atas tanah yang bersifat kebendaan. 109. Hanya WNI Dapat mempunyai Hak-hak Kebendaan atas Tanah Hanya warga negara Indonesia yang boleh mempunyai hak milik atas tanah (pasal 21 ayat 1 UUPA jo. Pasal 9). Oleh karena itu hak milik ini merupakan hak yang terpenuh dan terkuat bagi warga negara saja. Oarang-oaramg asing tidak diperbolehkan untuk mmpunyai hak milik ini. 110. Ketentuan ini Sesuai dengan Hukum Internasional Ketentuana semacam ini juga dikenal dalam hukum pertanahan dari berbagai negara. Dalam hal ini Indonesia tidak merupakan pengecualian. Hukum internasional yang berlau sekarang ini tidak mengenal asa bahwa orang asing harus sewajarnya diperbolehkan untuk memperoleh tanah (benda-benda tetap). 111. Larangan Pemindahan Hak kepada Orang Asing Oleh karena orang asing tidak diperbolehkan untuk mempunyai hak milik atas tanah, maka pemindahan hak milik jepada orang asing dilarang. Dalam pasal 26 ayat 2 ditentukan bahwa tidaklah boleh dipindahkan hak milik kepada seorang asing dengan jalan jual beli. 112. Peraturan-peraturan Lama sebagai Contoh Perumusan yang serupa ini pernah kita ketemukan pula dalam rangka perundangundangan agraria yang lama. Dalam Larangan Pengasingan Tanah S. 1875-179 telah dinyatakan pula bahwaorang dari bukan golongan rakyat Inonesia tidak mungkin memperoleh tanah Indonesia (tanah-tanah di bawah hukum adat) dengan jalan pengasingan. 113. Perumusan UUPA Lebih Jelas Perumusan dari UUPA ini juga lebih terang dan lebih baik susunannya dari pada perumusan yang digunakan dalam Larangan Pengasingan Tanah. Dalam UUPA ini diperinci apakah yang diartikan denga peraturan-peraturan yang termasuk dalam pengrtian ini : Perbuatan jual-beli, Penukaran, Penghibahan, Pemeberian dengan wasiat. Dengan maksud supaya dialihkan hak milik kepada orang lain.

You might also like