You are on page 1of 8

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit diare saat ini masih merupakan masalah global dan banyak terjangkit di negara-negara berkembang dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, tidak cukup pasokan air bersih, kemiskinan, dan pendidikan yang rendah. Insiden diare bervariasi di setiap daerah di setiap wilayah, musim, dan masa-masa endemik. Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Penanganan diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan (Ira, 2002). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2006, menunjukkan bahwa berbagai intervensi perilaku melalui modifikasi lingkungan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai dengan 94% melalui pengolahan air yang aman dan penyimpanan di tingkat rumah tangga dapat mengurangi angka kejadian diare sebesar 32%, meningkatkan penyediaan air bersih dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 25% dan melakukan praktek mencuci tangan yang efektif dapat menurunkan kejadian diare sebesar 45%. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Data Dinas Kesehatan Jawa Tengah menunjukan bahwa angka kesakitan diare mencapai jumlah penderita 2.574 orang penderita dengan 33,8 % penderita diantaranya adalah balita (Nurrokhim, 2009). Angka kejadian diare pada tahun 2009 di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare, namun kenyataannya hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Data dari Jawa Tengah menunjukkan bahwa angka cakupan penemuan diare pada tahun 2004 hanya sebesar 31.5% (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2003). Dinas Kesehatan Jawa Tengah telah menerapkan target untuk menurunkan kejadian diare pada tahun 2005 sebesar 75% dan

100% pada tahun 2010. Selain itu juga telah ditetapkan target menurunkan angka kematian sebesar 0,003% pada tahun 2005 dan < 1 per 10.000 penduduk pada tahun 2010 (standar pelayanan minimal bidang kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, 2004). Berdasarkan data di Puskesmas Karangawen 1 penderita penyakit diare di Desa Brambang menduduki peringkat pertama dibandingkan dengan enam desa lainnya. Pada tahun 2008 kejadian diare mencapai 58 ( 8,12%) dari 714 balita dan Pada tahun 2009 di diare meningkat mencapai 149 (24,03%) dari 620 balita (Puskesmas Karangawen 1, 2009). Berdasarkan data di atas upaya yang sudah dilakukan warga Desa Brambang antara lain warga menggunakan air PAM untuk kegiatan sehari-hari, warga berusaha mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah makan dan BAB, berupaya menyedikan tempat sampah dan membuang sampah pada tempatnya, adanya penerapan praktik pemberian ASI eksklusif setelah diadakan penyuluhan, adanya kesadaran warga untuk mengimunisasikan balita, BAB di jamban keluarga, mencuci dan merebus botol susu sebelum digunakan. Diare disebabkan beberapa faktor antara lain status gizi, infeksi, makanan yang terkontaminasi, lingkungan dan tangan yang terkontaminasi. Diare juga disebabkan oleh kuman Escerichia Coli yang tertelan, terutama kuman dari tinja. Hal ini sering terjadi akibat kurangnya pengetahuan dalam pemanfaatan jamban, kebersihan perorangan dan lingkungan serta tidak diberikannya air susu ibu karena terbukti anak-anak yang diberi air susu ibu jarang terserang diare (Herriany, 2004). Pada bayi, pertahankan pemberian air susu ibu atau lakukan pemberian pengganti air susu (bagi yang tidak minum ASI), tetapi lakukan pengenceran, seperti pada pemberian PASI (Hidayat, 2008). Pencegahan diare pada balita atau anak dapat dilakukan dengan memberikan air susu ibu, memperbaiki cara penyapihan, menggunakan air yang bersih, mencuci tangan dengan sabun atau air yang mengalir, menggunakan jamban tertutup dan membuang tinja bayi secara baik dan benar, mengkonsumsi makanan yang bersih dan sehat ,dan menjaga kebersihan rumah dan lingkungan (Herry, 2005). Berdasarkan data yang peneliti dapatkan kejadian diare yang tertinggi terdapat di RW 01 sebanyak 41 (27,51%) dari 149 balita. Melihat fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya penyakit diare pada balita di Desa Brambang RW 01 Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya penyakit diare pada balita?

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1


Tujuan umum

Mendiskripsikan upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya penyakit diare pada balita.
1.3.2 Tujuan khusus 1. Mendiskripsikan upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya penyakit diare pada balita dengan mencuci tangan. 2. Mendiskripsikan upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya penyakit diare pada balita dengan memperbaiki makanan sapihan. 3. Mendiskripsikan upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya penyakit diare pada balita dengan pemberian ASI. 4. Mendiskripsikan upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya penyakit diare pada balita dengan penggunaan air bersih. 5. Mendiskripsikan upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya penyakit diare pada balita dengan memberikan imunisasi campak pada balita.

1.4 Manfaat 1. Masyarakat Untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit diare dan upaya keluarga dalam pencegahan terjadinya penyakit diare pada balita. 2. Pelayanan kesehatan Diharapkan makalh ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan melakukan upaya keluarga dalam pencegahan penyakit diare pada balita dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal atau cair (Hipocrates). Diare adalah buang air besar yang tida nomral dan cair, dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya (Neonatus > 4 kali dan bayi-anak > 3 kali dalam sehari). (Ngastiyah, 2005) mengemukakan bahwa diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab malabsorpsi. Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tapi kini lebih dikenal dengan penyakit diare karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak, konsistensi peces encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Begitu pula menurut (Manzoer, 2000) menyatakan bahwa diare adalah defekasi encer labih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan lendir dalam tinja. Sedangkan menurut Markum Diare adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak dengan frekuensi 3 x atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah.

2.2 Etiologi Penyebab diare 1. Infeksi a. Infeksi enteral : b. Bakteri : Vibrio, entamoeba coli, salmonella, shigela Virus : enterovorus, adenovirus, rotavirus, asatrovirus

Parasit : cacing, protozoa, jamur

Infeksi parenteral Infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan ( ISPA, saluran kemih dan OMA)

2.

Malabsorbsi a. b. c. Malabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa) Malabsorbsi protein Malabsorbsi lemak

3.

Faktor makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap diare

4.

Faktor psikologis Rasa takut dan cemas (jarang tapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar)

2.3 Derajat Dehidrasi Kehilangan berat badan 1. 2,5 % tidak ada dehidrasi 2. 2,5-5% Dehidrasi ringan 3. 5-10 % dehidrasi sedang 4. > 10% dehidrasi berat

2.4 Skor Maurice King Bagian Tubuh Yang Diperiksa Keadaan Umum Sehat 0 NILAI 1 2

Gelisah cengeng, apatis, Mengigau, koma/syok ngantuk

Turgor Mata UUB Mulut Denyut Nadi

Normal Nomral Normal Normal Kuat < 120

Sedikit, kurang Sedikit cekung Sedikit cekung Kering Sedang (120-140)

Sangat kurang Sangat cekung Sangat cekung Kering, sianosis Lemah > 140

KETERANGAN : Skor : - 0-2 dehidrasi ringan - 3-6 dehidrasi sedang - 7-12 Dehidrasi berat Pada anak-anak Ubun Ubun Besar sudah menutup Untuk kekenyalan kulit : - 1 detik - 1-2 detik - > 2 detik : dehidrasi ringan : dehidrasi sedang : dehidrasi berat

2.5 Akibat Diare a. Dehidrasi Pada diare akut dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi karena kehilangan

air lebih banyak dari pada pemasukan air. Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan kehilangan berat badan dan gejala klinis. Berdasarkan kehilangan berat badan, apabila berat air kurang dari 5 % berat badan, maka dehidrasinya bersifat ringan dan satu satunya gejala dehidrasi yang jelas ialah haus. Bila defisit melebihi 5 % berat badan, penderita mungkin akan sangat haus. Hilangnya cairan dalam rongga ekstrasel mengakibatkan turgor kulit berkurang, ubun-ubun dan mata cekung, serta mukosa kering. Defisit cairan 5-10 % berat badan mengakibatkan dehidrasi sedang, sedangkan defisit cairan 10 % atau lebih disebut dehidrasi berat. Derajat dehidrasi menurut kehilangan berat badan, diklasifikasikan menjadi tiga, dapat dilihat dari tabel berikut: b. Gangguan keseimbangan asam-basa Gangguan keseimbangan asam basa yang biasa terjadi adalah metabolik asidosis. Metabolik asidosis ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja, terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. c. Hipoglikemia Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP). Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg % pada bayi dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa : lemas, apatis , tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. d. Gangguan gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena makanan sering dihentikan oleh orang tua. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan pengenceran. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik. e. Gangguan sirkulasi Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau shock hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal.

BAB 3 PEMBAHASAN

Seorang anak laki-laki bernama An. B, usianya 20 bulan. Pada saat pemeriksaan, hari senin, tanggal 1 april 2013, ini merupakan kunjungan pertama bagi ibu. Pada saat anamese didapatkan hasil, suhu 37oc berat badan anak 8 kg, dengan tinggi badan 85 cm, diare sudah 3 hari, anak tampak gelisah dan rewel. Ketika dilakukan tanya jawab dengan ibu, ibu memberitahukan bahwa anak tersebut susah makan, dan hanya mau makan ketika dia merasa lapar saja, sehingga ibu tidak pernah memberikan makanan tambahan pada anak. Menurut ibu, anak tersebut hanya menghabiskan makan 5-6 sendok, dan susah sekali untuk makan. 1. Anak diare tanpa dehidrasi Tindakan: 1. Beri cairan tambahan oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang. 2. Ajari ibu cara mencampur dan mmberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml)/berak. 3. Beri tablet zink 1 tab selama 10 hari. 4. Ks apabila berak bercampur darah dan malas minum. 5. Ku 5 hari.

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan Diare adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak dengan frekuensi 3 x atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. Penyebab diare 1. Faktor Infeksi 2. Faktor Malabsorbsi 3. Faktor Makanan 4. Faktor Psikologis Derajat Dehidrasi: kehilangan berat badan 1. 2,5 % tidak ada dehidrasi 2. 2,5-5% Dehidrasi ringan 3. 5-10 % dehidrasi sedang 4. > 10% dehidrasi berat

4.2 Saran Untuk menghindari diare mohon untuk menjaga kebersihan lingkungan, kebersihan makanan dan perbanyak makanan bergizi dan berserat.

You might also like