You are on page 1of 11

SISTEM USAHATANI UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN PADA LAHAN KERING DATARAN TINGGI DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

I. M. Wisnu W, Prisdiminggo, Arief Surachman Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat Jln. Raya Peninjauan Narmada NTB Telp. (0370) 67112, Fax (0370) 671620 E-mail: litram@mataram wasantara net.id

ABSTRAK
Luas Kabupaten Lombok Timur 2.679,88 km 2, terdiri dari daratan 1.605,55 km 2 dan lautan 1.074,33 km 2. Agroekosistemnya berupa lahan kering dataran rendah, lahan kering dataran tinggi, lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah irigasi baik sederhana, setengah teknis maupun teknis. Dalam kajian ini dibahas sistem usahatani pada lahan kering dataran tinggi yang berbatasan dengan hutan. Desa Sajang dengan luas 4.239 ha, merupakan salah satu desa yang terleak di Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur yang memiliki agroekosistem lahan kering dan berbatasan dengan hutan. Tataguna lahan di Desa Sajang dibagi menjadi lahan sawah irigasi teknis 250 ha, irigasi setengah teknis 50 ha; tegalan/ladang 250 ha dan tanah perkebunan rakyat 595 ha; pemukiman 17 ha, hutan Taman Nasional Gunung Rinjani 100 ha dan hutan lindung 432 ha. Komoditas tanaman pangan dominan diusahakan petani adalah jagung, bawang merah dan bawang putih; tanaman perkebunan dominan adalah kopi, vanili dan coklat; ternak yang banyak diperlihara petani adalah sapi dan ayam buras. Pengkajian ini bertujuan untuk menganalisis sistem usahatani, analisis sistem ketahanan pangan dan analisis strategi ketahanan pangan rumah tangga serta sisntesis sistem usahatani. Pengkajian dilakukan pada tahun 2004 di Desa Sajang Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. Pendekatan pengkajian ini adalah studi kasus, data dikumpulkan dengan teknik diskusi kelompok secara partisipatif dan wawancara mendalam. Data terkumpul dianalisis dengan metoda diskriptif kualitatif. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tidak terintegrasinya komoditas yang diusahakan kedalam suatu sistem usahatani, lemahnya ketahanan pangan dan tidak adanya sumber pendapatan mingguan dan bulanan yang dapat diterima secara berkesinambungan dari usahataninya merupakan penyebab petani kesulitan membiayai usahataninya dan hidupnya sehari-hari. Kata Kunci: Sistem usahatani, ketahanan pangan, strategi rumah tangga, dan lahan kering

PENDAHULUAN Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu kabupaten yang menjadi wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan luas wilayah 2.679,88 km 2 yang terdiri dari daratan seluas 1.605,55 km2 dan lautan seluas 1.074,33 km2. Posisi geografis Kabupaten Lombok Timur antara 116 117 BT dan 08 09 LS. Daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Barat di sebelah Barat, Laut Jawa di sebelah Utara, Selat Alas di sebelah Timur, dan Samudra Indonesia di sebelah Selatan. Secara administratif Lombok Timur terdiri dari 20 kecamatan, yaitu: Keruak, Jerowaru, Sakra, Sakra Barat, Sakra Timur, Terara, Montong Gading, Sikur, Masbagik, Pringgasela, Sukamulia, Suralaga, Selong, Labuhan Haji, Pringgabaya, Suela, Aikmel, Wanasaba, Sembalun, dan Sambelia. Pusat pemerintahannya di Kota Selong, yang berjarak 52 km dari ibu kota Provinsi NusaTenggara Barat, Mataram (BPS Lombok Timur, 2003). Landform Kabupaten Lombok Timur dikelompokkan menjadi empat grup fisografi yaitu grup aluvial, marin, volkan, dan karts yang menghasilkan 15 satuan landform. Bentuk wilayahnya beragam, mulai dari datar 1.813 ha (1,13%), agak datar 32.309 ha (20,14%), berombak 33.904 ha (21,14%), bergelombang 23.430 ha (14,60%), berbukit kecil 3.118 ha (1,94%), berbukit 17.258 (10,76%), bergunung 42.959 ha (26,78%) dan aneka 5.642 ha (3,51) (Alkusuma, dkk., 2004). Wilayah datar sampai berombak umumnya terdapat di bagian tengah dan timur, di Kecamatan Masbagik, Wanasaba, Selong, Keruak, Labuhan Haji, Pringgabaya, dan sebagian Sambelia. Wilayah bergelombang, dan berbukit kecil umumnya terdapat di sebelah barat terutama di Sakra, Montong Gading, dan Jerowaru. Wilayah berbukit umumnya terdapat di bagian selatan (perbukitan karts) dan di bagian utara (lereng tengah volkan G. Rinjani). Sedangkan wilayah bergunung dijumpai di bagian utara, yaitu lereng atas dan kerucut volkan. Data dari kantor statistik pemerintah daerah Kabupaten Lombok Timur (BPS Lotim, 2002), membagi tataguna lahan Kabupaten Lombok Timur menjadi beberapa penggunaan, yaitu sawah,

dibedakan menjadi dua: sawah irigasi 25.527 ha (15,91%) dan sawah tadah hujan 25.176 ha (15,69%); lahan kering dibedakan menjadi lahan kering berteras 35.852 ha (22,36%) dan lahan kering tanpa teras 9.398 ha (5,86%); lahan basah untuk penggaraman dan tambak seluas 1.325 ha (0,82%) dan Taman Nasional berupa hutan primer 24.491 ha (15,27%); hutan lindung berupa hutan primer dan belukar 33.023 ha (20,58%) dan lain-lain seluas 5.562 ha (3,51%). Jadi wilayah kabupaten ini sebagian besar berupa hutan dan lahan kering. Salah satu desa di Kabupaten Lombok Timur dengan agroekosistem lahan kering, terletak di daerah pinggiran hutan dengan sistem pertanian berbasis perkebunan adalah Desa Sajang. Desa ini termasuk wilayah Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. Desa-desa lain di kabupaten ini yang memiliki agroekosistem sama dengan Desa Sajang adalah Sembalun Lawang, Sembalun Bumbung, Montong Betok, Kilang, Perian, Pringgajurang, Kembang Kuning, Jurit, Tete Batu, Pengadangan, Lenek Daya, Aikmel Utara, Karang Baru, Sapit, Perigi, Labuhan Lombok, Sambelia, Belanting dan Obel-Obel. Pengkajian ini bertujuan untuk menganalisis sistem usahatani, analisis sistem ketahanan pangan dan analisis strategi ketahanan pangan rumah tangga serta sisntesis sistem usahatani METODOLOGI Pengkajian dilaksanakan di Desa Sajang Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur propinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2004. Responden terdiri dari key informan (informan kunci) atau mereka yang mengetahui secara lengkap mengenai permasalahan pertanian yang ada di desa tersebut. Informan kunci yang terlibat dalam pengkajian ini terdiri dari: kepala dusun, PPL, ketua kelompok tani, ketua kelompok wanita tani, petani maju, petani kurang maju. Pendekatan pengkajian adalah studi kasus, data dikumpulkan dengan teknik diskusi kelompok secara partisipatif dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam merupakan proses triangulasi dari hasil diskusi kelompok. Data sekunder dikaji dengan cara deskwork study. Data yang terkumpul dianalisis dengan metoda diskriptif kualitatif yaitu narasi dan pemaknaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Daerah Pengkajian Dari hasil interpretasi Peta Pewilayah Komoditas Kabupaten Lombok Timur, Alkusuma, dkk (2003), diketahui luas wilayah Desa Sajang 4.592,28 ha. Lahan yang ada di desa ini diklasifikasikan menjadi lahan kering berteras seluas 305,21 ha, lahan kering tanpa teras 2.431,20 ha, hutan 1.842,06 ha dan pemukiman 13,81 ha. Soil Survey Staffs (1998), mendifinisikan lahan kering sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Dipertegas oleh Utomo (2002) dalam Suwardji, dkk., (2003) mendifinisikan lahan kering (upland, rainfed) sebagai hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Dari pengertian di atas, maka jenis penggunaan lahan yang termasuk kelompok lahan kering mencakup sawah tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumut dan padang alang-alang (Suwardji, dkk., 2003). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa luas lahan kering di Desa Sajang (tidak termasuk pemukiman) seluas 4.578,47 ha. Rata-rata penguasaan lahan sawah tadah hujan relatif sempit 0,10 0,25 ha per KK, penguasaan lahan perkebunan dan lahan untuk tanaman buah-buahan lainnya antara 0,25 0,50 ha per KK. Apabila dibandingkan antara luas lahan pertanian dengan jumlah KK yang bermata pencaharian di bidang pertanian 2.741 rumah tangga maka dapat dipastikan bahwa penguasaan lahan oleh setiap rumah tangga petani di Desa Sajang adalah relatif sempit. Sebagian tanah yang ada di Desa Sajang sudah disertifikasi melalui Prona pada tahun 1996 dan 1997 sedangkan sertifikasi tanah melalui proyek IFAD tahun 2001 dan tahun 2002.

Jumlah rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian 1.790 orang, yaitu petani pemilik 1.200 orang, petani penggarap 110 orang, petani peternak 480 orang dan yang bekerja sebagai buruh tani 950 orang. Sebagian besar buruh tani tidak memiliki dan tidak menggarap lahan orang lain sehingga sumber pendapatannya hanya bersumber dari menjual jasa tenaga kerja. Karakteristik Agroekosistem Melalui interpretasi Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agroekologi Kabupaten Lombok Timur Skala 1 : 50.000 yang disusun Alkusuma, dkk (2003), diketahui luas sebaran lahan kering berdasarkan ketinggiannya di Desa Sajang seperti tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran Lahan Kering Berdasarkan Ketinggian di Desa Sajang Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. Penggunaan Lahan Pemukiman Lahan Kering Teras Lahan Kering Tanpa Teras Hutan Jumlah
Sumber: Alkusuma, dkk., 2003 Diolah.

Dataran Rendah ( 700 m dpl) Luas (ha) 13,811 305,211 1.473,849 1.792,87 (%) 0,30 6,65 32,09 39,04

Dataran Tinggi (> 700 m dpl) Luas (ha) 957,350 1.842,06 2.799,082 (%) 20,85 40,11 60,96

Jumlah (ha) 13,81 305,21 2.431,20 1.842,06 4.592,28

Hendri Sosiawan (1997) dalam Metodologi Penyusunan Peta Zona Agroekologi mengklasifikasikan suatu daerah sebagai daerah dataran rendah bila mempunyai ketinggian 700 m dpl dan daerah dataran tinggi bila mempunyai ketinggian >700 m dpl. Dari Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar (60,96%) wilayah Desa Sajang merupakan dataran tinggi dan sisanya (39,04%) merupakan daerah dataran rendah. Rezim suhu di Desa Sajang ditentukan menggunakan pendekatan ketinggian dimana daerah dengan ketinggian 700 m dpl digolongkan sebagai daerah yang memiliki rezim suhu panas sedangkan daerah yang berada pada ketinggian >700 m dpl memiliki rezim suhu sejuk (Hendri Sosiawan, 1997). Dengan demikian maka sebagian besar wilayah Desa Sajang digolongkan sebagai daerah yang dominan memiliki rezim suhu sejuk karena berada di atas ketinggian 700 m dpl, sedangkan sisanya memiliki rezim suhu panas. Secara lebih terinci karakteristik lahan di Desa Sajang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik lahan di Desa Sajang Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur, 2005.
Landuse Lahan Kering Teras Lahan Kering Teras Lahan Kering Tanpa Teras Lahan Kering Tanpa Teras Lahan Kering Tanpa Teras Lahan Kering Tanpa Teras Lahan Kering Tanpa Teras Lahan Kering Tanpa Teras Hutan Lahan Kering Tanpa Teras Lahan Kering Tanpa Teras Hutan Hutan Hutan Hutan Hutan Pemukiman Pemukiman Pemukiman Luas (ha) 300, 16 5, 05 2, 68 802, 47 221, 34 370, 31 278, 84 0, 36 407, 30 450, 04 305, 16 523, 61 140, 54 5, 33 111, 11 654, 17 7, 80 0, 54 5, 48 Lereng 3-5 3-5 3-5 8-15 8-15 8-15 8-15 8-15 8-15 15-30 15-30 15-30 15-30 30-75 >75 >75 X X X Ketinggian Land-Form Bhn Induk Andesit Aluvium Halus Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Andesit Relief Berombak Berombak Berombak Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Berbukit Berbukit Berbukit Berbukit Bergunung Bergunung Bergunung X X X Solum Dalam Sedang Dalam Sedang Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam X X X Drainage Agak Cepat/Baik Agak Cepat Agak Cepat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Agak Cepat Baik Baik Agak Cepat Agak Cepat Agak Cepat Baik X X X Tekstur Tekstur Sedang Tekstur Sedang Tekstur Sedang Tekstur Halus Tekstur Halus Tekstur Sedang Tekstur Sedang Tekstur Sedang Tekstur Sedang Tekstur Kasar Tekstur Sedang Tekstur Sedang Tekstur Kasar Tekstur Sedang Tekstur Sedang Tekstur Halus X X X Ph Tanah Netral Netral Agak Masam Netral Netral Agak Masam Agak Masam Agak Masam Agak Masam Jenis Tanah Typic Haplustepts Typic Haplustepts Typic Ustivitrands Typic Haplustepts Typic Haplustepts Typic Ustivitrands Typic Ustivitrands Typic Ustivitrands Typic Ustivitrands Kelembaman Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Ustik Udik Udik X X X

0-400 Aliran Lahar 0-400 Kipas Aluvial >1200 Aliran Lahar 0-400 Aliran Lahar 400-700 Aliran Lahar 700-1200 Aliran Lahar 700-1200 Aliran Lahar 700-1200 Aliran Lahar 700-1200 Aliran Lahar 400-700 Aliran Lahar >1200 Aliran Lahar >1200 Aliran Lahar 700-1200 Aliran Lahar 400-700 >1200 Lereng Volkan Tengah Kaldera

Agak Masam Typic Ustipsamments Agak Masam Agak Masam Typic Ustivitrands Typic Ustivitrands

Agak Masam Typic Ustipsamments Netral Agak Masam Agak Masam X X X Typic Haplustands Typic Hapludands Humic Udivitrands X X X

Lereng >1200 Abu Volkan Volkan Atas X X X Pemukiman Pemukiman Pemukiman X X X

Sumber: Akusuma, dkk., 2003 Diolah

Lahan kering berteras terletak pada elevasi 0-400 m dpl, lahan kering tanpa teras tersebar pada berbagai elevasi antara 0 400 m dpl, 400-700 m dpl, 700 1.200 m dpl, dan di atas 1.200 m dpl. Kelembaban tanahnya ustik, pH tanah dari netral sampai agak masam, tekstur tanah dari halus, sedang sampai dengan kasar. Drainage lahan kering tanpa teras tergolong baik sampai agak cepat, sedangkan lahan kering berteras drainagenya bervariasi dari baik dan agak cepat. Kedalaman tanahnya antara sedang sampai dalam. Landformnya berupa aliran lahar dengan bahan induk andesit. Bentuk wilayah lahan kering berteras sebagian besar berombak, sedangkan lahan kering tanpa teras dari bergelombang sampai dengan berbukit. Kelerengan lahan kering berteras berkisar antara 3-5%, sedangkan yang tanpa teras bervariasi antara 8-15%, dan antara 15-30%. Hutan terletak pada ketinggian 400 700 m dpl, 700-1.200 m dpl dan di atas 1.200 m dpl. Kelembaban tanahnya udik dan ustik, pH tanah agak masam, tekstur tanah halus, sedang sampai dengan kasar, drainase tanah baik sampai dengan agak cepat, kedalaman tanah tergolong dalam. Landformnya kaldera, aliran lahar dan lereng volkan atas dengan bahan induk andesit dan abu vokan. Relief umumnya bergelombang, berbukit sampai dengan bergunung dengan kelas kelerengan antara 8-15%, 15-30% dan di atas 75%. Komplek pemukiman terkonsentrasi di pinggir jalan yaitu sepanjang jalan negara dan jalan-jalan yang menghubungkan antar dusun. Pemukiman umumnya menempati areal lahan kering dan daerah pinggiran hutan. Karena letaknya di wilayah lahan kering dan daerah pinggiran hutan maka agroekosistemnya mengikuti agroekosistem lahan kering dan hutan. Usahatani di wilayah pengkajian Lahan kering berteras yang sebenarnya adalah sawah tadah hujan dengan pematang sebagai pembentuk teras, dibuat memotong arah kemiringan mengikuti garis kontur. Tanaman yang diusahakan di lahan sawah terdiri dari jenis sayuran, yaitu: bawang merah, bawang putih, kentang, tomat, buncis, kol, pitsai, sawi dan cabe. Tanaman tersebut umumnya diusahakan secara tumpangsari dengan sistem strip cropping, mix cropping atau relay planting. Relay planting merupakan sistem pertanaman dominan yang digunakan petani. Bawang merah (Philipina) dan

bawang putih (Sangga) direlay dengan buncis, kul, pitsai, dan sawi sedangkan cabe dan tomat ditanam sebagai tanaman strip cropping pada bawang merah dan bawang putih. Tujuan petani menggunakan sistem pertanaman tersebut untuk mengoptimalkan penggunaan lahan, mengoptimalkan pendapatan, antisipasi resiko kegagalan dan mengoptimalkan penggunaan air hujan yang terbatas. Lahan kering tanpa teras yang dimaksud sebenarnya adalah tegalan (ladang) atau merupakan areal perkebunan rakyat. Sebagian besar lahan kering tanpa teras dipergunakan untuk tanaman perkebunan. Kebun umumnya berupa kebun campuran dengan jenis tanaman: kakao, vanili, kopi, mangga, nangka, pisang, jeruk, aren, dan kelapa. Perkembangan tanaman perkebunan di desa ini cukup baik, terutama kopi, kakao dan vanili. Tanaman tersebut ditanam secara tumpangsari oleh para transmigran. Tanaman vanili dan coklat diperkenalkan oleh Dinas Perkebunan kepada masyarakat Desa Sajang. Perkembangan areal tanaman vanili bertambah pesat, terutama setelah kedatangan petani dari Pulau Bali dan petani transmigran Bali dari Desa Celelos Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Barat ke Desa Sajang yang secara umum memiliki tingkat ketrampilan cukup baik dibidang teknologi budidaya vanili. Selain tanaman tahunan, di lahan kering tanpa teras yang berupa tegalan atau ladang diusahakan tanaman semusim, padi. Varietas padi yang ditanam adalah padi merah jenis lokal berumur 6 bulan. Selain padi, ditanam pula kacang gude, kecipir, komak, kacang panjang dan lain sebagainya. Tanaman tersebut biasanya ditanam secara tumpangsari. Vegetasi yang tumbuh di hutan terdiri atas: bajur, suren, kelokos, rajumas, sentul, akasia dan lain-lain jenis vegetasi. Diperkirakan karena keberhasilan vanili, kopi dan coklat, banyak petani yang membuka hutan secara liar untuk dijadikan areal perkebunan. Keadaan ini harus diantisipasi, untuk menjaga kelestarian Hutan Taman Nasional Gunung Rinjani yang kaya dengan keanekaragaman hayati, disamping untuk menjaga keseimbangan air. Ternak yang banyak dipelihara petani adalah sapi dan ayam buras. Ke dua ternak tersebut dipelihara di pekarangan dengan tingkat teknologi yang masih sederhana. Sapi umumnya dibuatkan kandang sederhana di belakang atau samping rumah. Pakan umumnya berasal dari rumput atau limbah hasil pertanian. Petani belum banyak mengenal teknologi pengawetan pakan ternak atau teknologi pemanfaatan limbah ternak seperti teknologi pembuatan kompos. Belum berkembangnya kompos di desa ini karena disamping petani belum banyak mengetahui teknologinya, juga karena kandang kolektif belum berkembang di desa ini sehingga menyulitkan mengumpulkan kotoran sapi untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan kompos yang sebenarnya dapat menekan pengeluran petani untuk pembelian pupuk. Ayam dipelihara tanpa pengandangan, pagi hari diberi pakan dan siang hari berkeliaran mencari pakan sendiri. Malam hari ayam di masukkan dalam kurungan atau dibiarkan tidur di dahan pohon sekitar rumah. Analisis Sistem Usahatani Seperti telah disampaikan di atas, komoditas tanaman tahunan dominan diusahakan petani adalah kopi, coklat, jeruk dan vanili. Ditinjau dari waktu panennya, kopi, jeruk dan vanili memiliki waktu panen yang hampir bersamaan yaitu antara bulan Juni dan Juli. Sumber pendapatan rutin petani dari tanaman coklat yang dapat dipanen secara berkala sepanjang tahun, tetapi jumlah produksi yang diperoleh dalam sekali panen tidak begitu besar sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam sebulan. Disamping itu karena hasil panen coklat memerlukan penanganan pasca panen lebih lanjut dan hambatan pada pemasaran sehingga tidak bisa digunakan sebagai sumber untuk mendapatkan uang tunai secara cepat. Sama halnya dengan coklat, pisang dapat dipanen sepanjang tahun, tetapi karena sifat produksinya yang mudah rusak dan rendahnya penguasaan petani pada teknologi pengolah hasil menyebabkan harga jual pisang yang diterima petani rendah dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Tabel 3. Bulan-bulan penerimaan pendapatan dari setiap jenis komoditas yang diusahakan petani Desa Sajang Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur, 2005. Aktivitas Bulan Panen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Padi, dan tanaman hortikultura semusim Panen Jeruk Panen Kopi dan pasca panen Panen dan pasca panen vanili Panen dan pasca panen kakao Panen Pisang
Sumber: Data primer di olah

Disamping tanaman perkebunan, di lahan kering atau tegalan ditanam padi bersamaan dengan penanaman bawang merah, bawang putih, cabe, buncis, kol, sawi dan pitsai di sawah tadah hujan. Akibatnya waktu panen seluruh tanaman tersebut (termasuk cabe dan tanaman relay lainnya) terjadi dari bulan Maret sampai dengan Juli. Dari Tabel 3 di atas diketahui bahwa akumulasi pendapatan petani terbesar terjadi pada bulan Juni dan Juli yang diperoleh dari kopi, jeruk, vanili dan dari tanaman semusim yang diusahakan petani. Sumber pendapatan berkesinambungan sepanjang tahun diperoleh dari coklat dan pisang tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari disamping masih mengalami kendala pada pemasaran dan pengolahan hasil sehingga tidak bisa memberikan nilai tambah pada pendapatan petani. Sapi yang diperlihara petani tidak ditujukan untuk pembibitan atau penggemukan tetapi lebih banyak untuk tujuan mengolah tanah untuk menekan biaya produksi. Usaha perbibitan sapi tidak berkembang di desa ini karena kesulitan pejantan dan biaya perkawinan yang cukup tinggi. Sapi dalam mendukung perekonomian rumah tangga difungsikan sebagai tabungan oleh petani, apabila ada kebutuhan uang mendesak dalam jumlah yang cukup besar sapi segera dijual. Akibatnya harga yang diterima petani tidak sesuai dengan harga pasar. Ayam buras dalam perekonomian rumah tangga petani digunakan untuk memenuhi kebutuhan uang mendesak yang jumlahnya tidak terlalu besar, tapi sering tujuan tersebut tidak tercapai karena ayam di desa ini rentan terhadap serangan tetelo dan serangan hama musang. Dari uraian tersebut dan memperhatikan Tabel 3 diketahui bahwa petani Desa Sajang tidak memiliki sumber pendapatan yang bekesinambungan dalam jangka satu tahun. Ini terjadi karena sistem usahatani yang diterapkan tidak terintegrasi dengan baik untuk tujuan tersebut. Dalam hal ini perlu diadakan penataan pola tanam untuk memperkuat ketahanan pangan petani sehingga petani tidak jatuh ketangan pengijon. Analisis Ketahanan Pangan Ketahanan pangan masyarakat tani Desa Sajang relatif lemah. Untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok yaitu beras diperoleh sebagian besar dengan cara membeli. Ini berarti bahwa uang tunai harus selalu tersedia pada petani, sementara disatu sisi untuk mendapatkan uang tunai petani sering mendapat kesulitan. Tidak tersedianya uang tunai pada petani karena komoditas yang diusahakan dalam sistem usahatani pada dua agroekosistem yang ada di Desa Sajang tidak terintegrasi dengan baik yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan secara berkesinambungan selama setahun. Kesulitan uang tunai diatasi petani dengan cara meminjam uang dari para pelepas uang yang memberikan pinjaman dengan tingkat bunga yang cukup tinggi. Lemahnya sistem jaminan yang dimiliki petani, belum berfungsinya lembaga keuangan pedesaan dan tidak adanya skim kredit khusus untuk bidang pertanian dan lemahnya ketahanan pangan petani, mengalihkan perhatian petani kepada para pengijon untuk mendapatkan uang tunai guna membeli beras. Sistem ijon berkembang baik di desa ini, karena prosedur peminjaman uang yang tidak memerlukan birokerasi yang terlalu rumit, cukup dengan modal sosial kepercayaan dan jabatan tangan maka uang akan segera dicairkan oleh pengijon. Beberapa jenis tanaman yang sering diijonkan petani untuk membeli kebutuhan sehari-hari terutama untuk konsumsi beras, adalah vanili, pisang dan anak sapi dalam kandungan. Pinjaman dalam bentuk beras, pupuk dan pestisida yang pembayaran

dilakukan setelah panen (yarnen) nilainya hampir dua kali lipat dari nilai pinjaman. Hasil panen yang diperoleh praktis seluruhnya digunakan untuk melunasi hutang, sehingga petani desa ini hidup dari gali lubang tutup lubang dan menjadi buruh tani di usahataninya sendiri. Penyebab utama lemahnya ketahanan pangan masyarakat Desa Sajang karena petani di desa ini sangat sedikit yang menanam padi dan varietas padi yang ditanam adalah varietas lokal warna merah berumur 6 bulan. Produksi padi ini sangat rendah dibandingkan varietas unggul baru. Petani masih bertahan menanam padi ini karena kesulitan mendapatkan varietas unggul padi dataran tinggi berumur pendek dan berdaya hasil tinggi. Alasan petani menanam padi di lahan kering (tegalan dan ladang) karena jika ditanam di lahan sawah tadah hujan yang lebih potensial, petani akan kehilangan kesempatan untuk menanam tanaman sayuran terutama bawang merah dan bawang putih, karena pertanaman padi membutuhkan waktu 6 (enam) bulan. Disamping karena alasan tersebut, pertimbangan petani menanam padi di lahan kering dan tidak menanam bawang merah dan bawang putih di lahan kering adalah untuk memperkecil resiko kerugian apabila terjadi kegagalan panen karena kekeringan, karena petani menganggap sawah tadah hujan kondisinya lebih bagus dari tegalan dan ladang. Karena nilai ekonomis bawang merah dan bawang putih lebih tinggi dari padi maka kedua komoditas ini lebih diperhatikan petani. Ini berarti bahwa segala sumberdaya yang dimiliki petani diperioritaskan untuk kedua komoditas tersebut, dan padi bukan merupakan tanaman yang diperioritaskan petani, artinya sistem usahatani petani Sajang sudah berorientasi pasar atau mengejar keuntungan tetapi tidak memperhatikan keamanan ketahanan pangannya dengan cara menanam padi secara lebih intensif. Hal tersebut diketahui dari tujuan petani menanam bawang merah dan bawang putih di awal musim hujan bersamaan dengan waktu tanam padi yaitu untuk produksi benih karena mengejar harga jual yang tinggi. Benih bawang merah dan bawang putih dari Desa Sajang digunakan untuk memenuhi kebutuhan benih bawang merah dan bawang putih Desa Sembalun Lawang dan Sembalun Bumbung yang menanam kedua komoditas tersebut di musim kemarau I di lahan sawah. Sudah tentu dengan mengusahakan tanaman tersebut pada awal musim hujan, petani sering berhadapan dengan resiko kegagalan yang cukup besar karena kelebihan curah hujan dan serangan organisme pengganggu tanaman. Sementara untuk mengendalikan organisme pengganggu, petani hanya mengandalkan pestisida yang diaplikasikan secara berkala tanpa memperhatikan ambang batas ekonomi dan diperparah lagi karena pestisida yang digunakan untuk mengendalikan organisme penggangu dibeli dengan sistem yarnen sehingga memperbesar biaya produksi, akibatnya pendapatan yang diterima petani tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan. Sistem usahatani dengan orientasi pasar tanpa memperhatikan ketahanan pangan mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada petani dan tidak dapat melepaskan diri dari mata rantai ijon yang selalu membelit. Penyebab lain lemahnya ketahanan pangan masyarakat Desa Sajang adalah karena harga komoditas tanaman perkebunan yang diusahakan petani sangat berfluktuasi. Seperti kita ketahui bahwa kopi, vanili dan coklat merupakan komoditas yang diperdagangkan secara internasional sehingga harganya sangat dipengaruhi oleh harga perdagangan di tingkat international. Harga kopi di Indonesia akan jatuh bila kopi di Brazillia membajiri pasaran dunia, demikian pula dengan vanili, bila panen vanili di Zanzibar berhasil, yang terkenal dengan kualitas mutu terbaik didunia maka harga vanili di Indonesia akan jatuh. Akibatnya pendapatan yang diterima petani kopi, vanili dan coklat sering menjadi sangat rendah dan tidak cukup untuk membeli kebutuhan pangan pokok beras selama satu tahun. Sintesa Sistem Usahatani Penelitian lapang tentang sistem usahatani menunjukkan kompleksitas, kemajemukan dan rasionalitas praktik pertanian yang tidak sistematis dan tidak teratur (Chambers, 1996). Makin kecil usahatani makin tinggi kompleksitas usaha tersebut (Kesseba, 1989). Walaupun berupa usaha keluarga skala kecil, usahatani haruslah dipandang sebagai suatu komersial yang otonom, berorientasi pasar dan bertujuan untuk meraih sisa hasil usaha (laba) sebesar-besarnya. Petani adalah manajer yang bebas dalam mengelola usahataninya (Badan Litbang Pertanian, 2004).

Pada tingkat perusahaan, termasuk usahatani, strategi diversifikasi usaha spektrum luas dapat bermanfaat untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya maupun untuk mengurangi resiko usaha. Pada usahatani, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal) melalui diversifikasi tanaman atau ternak pada dasarnya adalah juga intensifikasi pemanfaatan sumberdaya. Oleh karena itu, usahatani yang dikembangkan ialah Sistem Usahatani Intensifikasi Diversifikasi (SUID = Farming System Intensification Diversification). Oleh karena sasarannya adalah usahatani keluarga skala kecil, maka usahatani yang akan dikembangkan adalah pola usaha SUID-Keluarga yang mengintegrasikan kegiatan rumah tangga, usahatani dan kegiatan non-usahatani. Rancang operasional usaha SUID-Keluarga di susun antara lain dengan kondisi agroekosistem maupun tatanan sosial-ekonomi setempat. Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, analisis terhadap peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agroekologi Kabupaten Lombok Timur skala 1 : 50.000 dan data yang diperoleh dari group diskusi dan wawancara mendalam akan disintesakan alternatif sistem usahatani untuk memperkuat ketahanan pangan petani di Desa Sajang. Dari hasil analisis peta pewilayahan komoditas berdasarkan zona agroekologi Kabupaten Lombok Timur diketahui ruang yang masih dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usahatani yaitu kawasan dengan notasi x sedangkan pemukiman dan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani tidak dapat dimanfaatkan karena merupakan daerah konservasi untuk kelestarian sumberdaya air dalam rangka mendukung sistem usahatani masyarakat sekitarnya. Di kawasan dengan notasi x walaupun saat ini sudah terdapat pertanaman petani yang pada dasarnya sulit untuk ditata kembali, tetapi dengan teknologi intensifikasi, penanganan pasca panen dan pengolahan hasil lebih lanjut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani.

Tabel 4. Arahan Penggunaan Lahan di Desa Sajang Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur, 2005.
Landuse Pemukiman Lahan Kering Teras Luas (ha) 13,81 305,21 Lereng Ketinggian Dataran Suhu Solum x 3-5 x 0-400 x Rendah x Panas Dalam Kawasan Arahan Penggunaan Lahan Keterangan

Pemukiman Pemukiman x

Lahan Kering 1.023,81 Tanpa Teras Lahan Kering Tanpa Teras Lahan Kering Tanpa Teras Lahan Kering Tanpa Teras Hutan Hutan Hutan Hutan

8-15

0-400

Rendah

Panas Sedang

649,51

8-15

700-1200

Tinggi

Sejuk Dalam

450,04

15-30

400-700

Rendah

Panas Dalam

307,84 407,30 140,54 523,61 770,61

15-30 8-15 15-30 15-30 >75

>1200 700-1200 700-1200 >1200 >1200

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Sejuk Dalam Sejuk Dalam Sejuk Dalam Sejuk Dalam Sejuk Dalam

x Taman Nasional Taman Nasional Taman Nasional Taman Nasional

Pemukiman Pertanian lahan kering, IV/DFcEa pangan, perkebunan musiman Pertanian lahan kering konservasi, tanaman III/DEpFc perkebunan tahunan, pangan serealia Pertanian lahan kering, perkebunandan III/DHpEpHa hortikultura tahunan dan semusim Pertanian lahan kering tanaman hortikultura II/DHpEp dan perkebunan tahunan Pertanian lahan kering II/DHpEp tanaman hortikultura dan perkebunan tahuan III/DJm Kawasan Hutan lahan kering Konservasi II/DJm Kawasan Hutan lahan kering Konservasi II/DJm Kawasan Hutan lahan kering Konservasi III/DJm Kawasan Hutan lahan kering Konservasi

Sumber: Alkusuma, dkk., 2003 Diolah

Dari landuse Desa Sajang diketahui bahwa lahan kering berteras yang sebenarnya adalah sawah tadah hujan seluas 305,21 ha dengan tingkat kelerengan dibawah 8%, terletak pada ketinggian 0 400 m dpl dengan rezim suhu panas diarahkan untuk pengembangan pertanian lahan kering tanaman semusim (IVDFcHaEa). Di daerah ini sebaiknya dikembangkan pertanian lahan kering tanaman pangan jenis serealia, dan tanaman perkebunan musiman. Lahan kering tanpa teras yang sebenarnya adalah tegalan atau ladang seluas 1.023,81 ha karena memiliki kelerangan antara 8 15% dan berada pada ketinggian antara 0 400 m dpl sehingga rezim suhunya panas dan kedalaman solum tanah sedang maka diarahkan untuk pengembangan pertanian lahan kering sistem konservasi (III/DEpFc) dimana sebagai tanaman pembentuk lorong digunakan tanaman perkebunan tahunan dan sebagai tanaman pengisi lorong digunakan tanaman pangan jenis serealia. Lahan kering tanpa teras lainnya yaitu seluas 649,51 ha dengan kelas kelerengan 8 -15% yang terletak pada ketinggian 700 1200 m dpl sehingga rezim suhunya sejuk dan kedalaman solum tanahnya dalam diarahkan untuk pertanian lahan kering sistem konservasi (III/DHpEpHa). Sistem yang digunakan adalah alley cropping dengan tanaman pembentuk lorong dari tanaman tahunan hortikultura dan tanaman perkebunan tahunan dan sebagai tanaman pengisi lorong digunakan tanaman hortikultura semusim sayuran. Tanaman hortikultura semusim yang dimaksud disini dapat berupa bawang putih, bawang merah, buncis, cabe, kacang kapri dan lain sebagainya seperti yang biasa diusahakan petani. Lahan kering tanpa teras seluas 450,04 ha dengan kelas kelerengan antara 15 30% dan terletak pada ketinggian 400 700 m dpl sehingga memiliki rezim suhu panas diarahkan pada pengembangan pertanian lahan kering sistem konservasi (II/DHpEp). Di daerah ini karena kelas kelerengan yang dimilikinya sudah tidak layak untuk usaha tanaman semusim. Tanaman yang dikembangkan di zona ini adalah tanaman hortikultura tahunan dan perkebunan tahunan.

Lahan kering tanpa teras seluas 307,84 ha dengan kelas kelerengan 15 30% dan berada pada ketinggia lebih dari 1.200 m dpl sehingga memiliki iklim sejuk dan kedalaman solum tanah dalam diarahkan untuk pengembangan pertanian lahan kering sistem konservasi (II/DHpEp). Tanaman yang dikembangkan pada zona ini adalah tanaman hortikultura tahunan dan tanaman perkebunan tahunan yaitu kopi, coklat dan vanili yang telah eksis di desa tersebut. Dalam sistem alley cropping selain tanaman perkebunan dan tanaman hortikulturan tahunan sebagai tanaman pembentuk lorong dapat pula digunakan tanaman pakan ternak. Dengan pengembangan pakan ternak diharapkan ternak dapat berkembang di desa ini, Kedepan dengan berkembangnya ternak dapat dikembangkan integrasi tananam dan ternak ( Crop Live Stock = CLS) di daerah dataran tinggi. Dalam melakukan usahannya, karena kondisinya yang berupa lahan kering sehingga keberhasilan pertanian di daerah ini sangat ditentukan oleh curah hujan, maka sistem usahatani yang dilakukan petani haruslah sistem usahatani intensifikasi diversikasi untuk mengurangi resiko kegagalan. Tanaman yang diusakan petani disusun dalam suatu pola tumpangsari dengan sistem pertanaman relay planting atau strip cropping dan pertimbangan waktu panen yang berbeda sehingga dapat menjadi sumber pendapatan yang berkesinambungan bagi petani. Usaha penanganan pasca panen untuk coklat dan kopi di Desa Sajang perlu mendapat perhatian. Mengingat keterbatasan tenaga kerja keluarga maka alat mesin pertanian untuk penanganan pasca panen perlu diperkenalkan kepada petani Desa Sajang. Demikian pula halnya dengan alat pengolahan hasil mengingat potensi daerah ini yang cukup baik untuk pengembangan pisang maka teknologi pengolahan hasil untuk komoditas tersebut perlu diperkenalkan kepada petani Desa Sajang. KESIMPULAN 1. Ketahanan pangan masyarakat Desa Sajang (lahan kering dataran tinggi) dengan rezim suhu sejuk yang memiliki kecenderungan mengembangkan tanaman hortikultura sayuran dapat ditingkatkan dengan mengintroduksikan varietas unggul padi umur pendek dan berdaya hasil tinggi. 2. Sistem usahatani intensifikasi diversifikasi merupakan sistem usahatani yang dapat dikembangkan di lahan kering dataran tinggi yang keberhasilannya sangat ditentukan oleh curah hujan sehingga resiko kegagalan (kerugian) dapat dikurangi. 3. Intergrasi tanaman tahunan, tanaman semusim, ternak yang saling mendukung dalam pola Crop Live Stock (CLS) dapat dikembangkan pada sistem usahatani lahan kering dataran tinggi. 4. Keterbatasan sumber modal yang dapat diakses petani diatasi dengan mengembangkan kelembagaan keuangan dengan pola skim kredit khusus untuk pertanian dengan mengaktifkan kelembagaan keuangan yang ada dan memperkuat sistem jaminan yang dimiliki petani. 5. Dalam rangka antisipasi degradasi lahan karena konversi penggunaan lahan diperlukan suatu kebijakan yang tegas.

DAFTAR PUSTAKA Alkusuma, Agus Bambang Siswanto, Adi Hermawan, Asep Iskandar, 2004. Laporan Akhir Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zone Agro-Ekologi Skala 1 : 50.000 di Kabupaten Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tahun Anggaran 2003. Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Tanah dan Poor Farmers Income Improvement Through Inovation Project. Balai Penelitian Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 2004. Badan Litbang Pertanian, 2004. Rancangan Dasar Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian). Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jalan Ragunan 29, Pasarminggu, Jakarta. 2004. BPS Kabupaten Lombok Timur, 2002. Lombok Timur Dalam Angka. Lombok Timur In Figures. Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur dengan Bappeda Kabupaten Lombok Timur. 2003. BPS Kabupaten Lombok Timur, 2003. Lombok Timur Dalam Angka. Lombok Timur In Figures. Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Timur dengan Bappeda Kabupaten Lombok Timur. 2003. Chambers Robert. 1983. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang, Pepep Sudradjat penerjemah. LP3ES, Jakarta. Terjemahan dari: Rural Development Putting the Last First. Hendri Sosiawan, 1997. Metodologi Penyusunan Peta Zona Agroekologi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Kumpulan Materi. Apresiasi Metodologi Analisis Zona Agroekologi Untuk Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Kerjasama Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1997 Kesseba AM. 1989. Technology System for Resource Poor Farmers. Di dalam Kesseba AM editor. Technology System for Small Farmers Issues and Options. Westview Press, Boulder, San Francisco, &London. Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy, 8th edition 1998. Nasional Resources Conservation Service, USDA. Suwardji, Amry Rakman, Sri Tejo Wulan, Badrul Munir., 2003. Rencana Strategis Pengembangan Wilayah Lahan Kering Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tahun 2003 2007.

You might also like