You are on page 1of 8

PENDEKATAN PENGAJUAN MASALAH (PROBLEM POSING)

a. Pengertian Problem Posing Problem posing berasal dari istilah bahasa Inggris yang berarti pengajuan masalah. Banyak para ahli merumuskan pengertian problem posing yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Suryanto (Upu, 2003: 16) mengartikan kata problem sebagai masalah atau soal, sehingga pengajaran masalah matematika dipandang sebagai suatu tindakan merumuskan masalah atau soal dari situasi yang diberikan. Silver (Upu, 2003: 16) mengemukakan bahwa problem posing adalah suatu usaha mengajukan masalah baru dari situasi atau pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa. Lain halnya dengan Nixon(Yuliani, 2005) yang mengemukakan bahwa Problem Posing is a tool for developing and strengthening critical thinking skills. Nixon menyadari bahwa dengan adanya pendekatan problem posing maka siswa dilatih untuk mengembangkan pikirannya sehingga setiap masalah matematika yang dihadapi oleh siswa tersebut dapat diselesaikannya sendiri. Menurut Silver (Upu, 2003 : 17) bahwa dalam pustaka pendidikan matematika, pengajuan masalah matematika mempunyai 3 pengertian. Pertama, pengajuan masalah matematika sederhana atau perumusan ulang masalah yang telah diberikan dengan beberapa cara dalam rangka menyelesaikan masalah yang rumit. Kedua, pengajuan masalah adalah perumusan masalah matematika yang berkaitan dengan syarat-syarat pada masalah yang telah dipecahkan dalam rangka mencari alternatif pemecahan masalah yang relevan. Ketiga, pengajuan masalah adalah merumuskan atau mengajukan masalah dari situasi yang diberikan, baik diajukan sebelum, pada saat atau sesudah pemecahan masalah. Pengertian ketiga ini merupakan salah satu landasan yang digunakan oleh peneliti dalam mengembangkan pendekatan pengajuan masalah dalam pembelajaran matematika. Pengajuan masalah matematika menurut Silver et.al. (Upu, 2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa pengajuan masalah matematika merupakan suatu aktivitas dengan dua pengertian yang berbeda, yaitu : (1) Proses mengembangkan masalah matematika yang baru oleh siswa berdasarkan situasi yang ada dan (2) Proses memformulasikan kembali masalah matematika dengan kata-kata siswa sendiri berdasarkan situasi yang diberikan. Dengan demikian, masalah matematika yang diajukan siswa mengacu kepada situasi yang telah disiapkan guru.

Pengajuan masalah matematika menurut Brown dan Walter (Upu, 2003) terdiri atas dua aspek penting, yaitu accepting dan challenging. Accepting berkaitan dengan kemampuan siswa memahami situasi yang diberikan oleh guru atau situasi yang telah ditentukan. Sementara challenging berkaitan dengan sejauhmana siswa tertantang dari situasi yang telah diberikan sehingga melahirkan kemampuan untuk mengajukan masalah atau soal matematika. Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat dikatakan bahwa pengajuan masalah matematika merupaka reaksi siswa terhadap situasi yang telah disediakan oleh guru. Reaksi tersebut berupa respon dalam bentuk pernyataan, pertanyaan matematika atau non matematika, terlepas dari apakah pertanyaan tersebut dapat dipecahkan atau tidak. Pertanyaan matematika tersebut mungkin berkaitan dengan situasi yang diberikan atau merupakan pengembangan dari situasi lain. Dengan demikian, terdapat 3 unsur penting yang terkait dengan pembelajaran dengan pendekatan pengajuan masalah, yaitu (1) situasi masalah, (2) Pengajuan masalah dan (3) Pemecahan masalah (Upu 2003) b. Pendekatan Problem Posing Dalam proses pembelajaran matematika, problem posing dapat dipandang sebagai pendekatan atau tujuan (Upu, 2003 : 15). Sebagai suatu pendekatan, problem posing berkaitan dengan kemampuan guru memotivasi siswa melalui perumusan situasi yang menantang, sehingga dapat mengajukan pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan berakibat kepada peningkatan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Sementara itu, sebagai suatu tujuan, Problem posing berhubungan dengan kompleksitas dan kualitas masalah matematika yang diajukan oleh siswa berdasarkan situasi yang diberikan oleh guru. Pendekatan problem posing merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dalam proses kegiatannya membangun struktur kognitif siswa. Proses ini dilakukan dengan cara mengaitkan skemata yang dimilikinya. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem posing problem posing merupakan suatu pendekatan yang efektif karena kegiatan Dalam problem posing, relasi yang itu sesuai dengan pola pikir matematis dalam arti pengembangan

matematika sering terjadi dari problem posing.

dihidupkan bukanlah monolog, melainkan dialog. Dalam relasi ini, para siswa tidak diperlakukan sebagai obyek, dan guru tidak diakui sebagai satu-satunya subyek. Keduanya memiliki posisi yang sejajar. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Pendekatan pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar bahan pelajaran yang disajikan bisa beradaptasi dengan 2

siswa. Ada dua jenis pendekatan dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan yang bersifat metodologi dan pendekatan yang bersifat material. Pendekatan yang bersifat metodologi berkenaan denngan cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan dalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut. Sedangkan pendekatan bersifat material berupa pendekatan pembelajaran matematika dimana dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki oleh siswa. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengakifkan siswa dalam proses belajar mengajar adalah dengan menggunakan pendekatan problem posing atau yang dikenal dengan pendekatan pengajuan masalah. Pendekatan pengajuan masalah matematika ini berbeda dengan pendekatan lain. Jika dalam pendekatan lain guru secara dominan menyajikan masalah, soal atau pertanyaan matematika, maka pada pendekatan pengajuan masalah siswa hanya disiapkan situasi. selanjutnya, dari situasi tersebut siswa mengajukan masalah atau soal sesuai dengan tingkat kemampuan pemahaman mereka. Kemampuan pemahaman dalam hal ini meliputi kemampuan pemahaman matematika dasar, kemampuan semantik dan kemampuan sintaksis. c. Peranan Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika Pada dasarnya pembelajaran dengan problem posing merupakan pengembangan dari pembelajaran dengan problem solving(penyelesaian masalah). Brown dan Walter mengemukakan bahwa pengembangan ini dapat dilihat pada tahap-tahap kegiatan antara problem posing dan problem solving. Silver, E. A., Mamona-Downs, J., Leung, S. S. dan Kennedy, P. A. menyatakan bahwa dalam problem posing diperlukan kemampuan siswa dalam memahami soal, merencanakan langkah-langkah penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut. Ketiga bagian tersebut adalah baagian dari langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan problem solving. Pendapat lain disampaikan oleh Cars yang menyatakan untuk meningkatkan kemampuan problem solving dalam matematika dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa merumuskan soal. (Sutiarso, 2000:631). Problem posing dalam proses pembelajaran matematika, dapat dipandang sebagai pendekatan atau tujuan (Hamzah,2003:15). Sebagai suatu pendekatan, problem posing berkaitan dengan kemampuan guru memotivasi siswa melalui perumusan situasi yang menantang sehingga siswa dapat mengajukan pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan berakibat pada kemampuan mereka untuk memecahkan masalah. Sebagai suatu tujuan, problem posing berhubungan dengan kompleksitas dan kualitas masalah matematika yang diajukan siswa. 3

Problem posing yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan cara pemberian tugas kepada siswa untuk menyusun atau membuat soal berdasarkan situasi yang tersedia dan menyelesaikan soal itu. Situasi dapat berupa gambar, cerita, atau informasi lain yang berkaitan dengan materi pelajaran Pada saat membuat soal (problem posing) berdasarkan situasi yang tersedia, siswa terlibat secara aktif dalam belajar. Situasi yang diberikan dibuat sedemikian hungga berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Situasi diproses dalm benak siswa melalui proses asimilasi dan akomodais sehingga dihasilkan suatu skemata baru yang didasarkan pada skemata lama. Selanjutnya siswa akan membuat soal sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya. Pengetahuan tentang bagaimana memahami soal, secara tidak langsung, terinternalisasi dalam proses pembuatan soal yang dijalani siswa. Sedangkan peranan Problem posing dalam pembelajaran matematika, Sutiarso (2000:632)menjelaskan bahwa problem posing adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Berkaitan dengan perumusan soal, Brown dan Walter menyatakan bahwa soal dapat dibangun/dibentuk melalui beberapa situasi, antara lain gambar, benda manipulatif, permainan, teorema/konsep, alat peraga, soal, dan solusi dari suatu soal. Menurut Suryanto soal dapat dibentuk melalui soal-soal yang ada di buku teks/pelajaran, informasi tertulis, dan gambar.(Sutiarso :632) Sebagai ilustrasi mengenai perumusan soal, berikut ini disajikan contoh pembelajaran matematika di kelas (dalam suatu dialog). (1) Perumusan soal melalui teorema : Guru (G) : "Anak-anak, perhatikan persamaan x2 + y2 = z2". "Carilah jilai x, y, dan z yang memenuhi persamaan tersebut?". Siswa (S) : "Oh,saya ingat,itu seperti persamaan dalam Pytagoras. Yatentunya nilai x =3, y =4, dan z =5". G : "Bagus!.Sekarang, apakah ada x, y, dan z yang lain?". S : "Ada!, berapa ya.?". G : "Nah, sekarang tulis nilai x, y, dan z sebanyak-banyaknya di buku pertanyaan). kalian". (Setelah siswa menentukan dan menulis hasilnya, kemudian guru melanjutkan

G : "Anak-anak, setelah kita menentukan x, y, dan z yang sesuai, sekarang buatlah satu pertanyaan dari persamaan tersebut". S : "Bagaimana caranya, Pak?". G : "Baik, sekarang Bapak akan menunjukkan contoh merumuskan soal" "Misalnya, siapakah penemu pertama persamaan ini?", atau "Apakah nilai x, y, dan z selalu bilangan bulat?"."Bagaimana, mudah bukan". S : "Baik Pak, kami akan mencobanya". (Brown dan Walter dalam Sutiarso, 2000:632). Menurut Brown dan Walter (Hamzah, 2003:19) perumusan soal dalam pembelajaran matematika memiliki dua aspek penting yaitu accepting (menerima) dan challenging (menantang).Tahap menerima adalah suatu kegiatan siswa menerima situasi-situasi yang diberikan guru atau situasi-situasi yang telah ditentukan, dan tahap menantang adalah suatu kegiatan siswamenantang situasi tersebut dalam rangka perumusan. Misalnya, pada salah satu contoh di atas, terdapat tahap accepting dan challenging, yaitu: accepting : Siswa menerima situasi berupa persamaan x2 + y2 = z2, dan challenging: Siswa menantang situasi persamaan tersebut dengan cara merumuskan soal. Hal ini berarti bahwa problem posing matematika dapat membantu siswa untuk mengembangkan proses nalar mereka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran melalui pendekatan problem posing dapat meningkatkan pola pikir matematika yang sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika. Inin berarti pembelajaran matematika dengan problem posing dapat meningkatkan mutu pelajaran itu sendiri yang diharapkan pula dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. d. Pedoman Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing Seperti halnya pendekatan lain, pendekatan problem posing juga mempunyai pedoman dalam pelaksanaannya. Pedoman itu berkaitan dengan guru dan siswa seperti yang dikemukakan oleh Suryanto (Upu, 2003: 25-26) yang dalam hal ini meliputi: a. Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Guru. 1) 2) Guru hendaknya selalu memotivasi siswa untuk mengajukan atau memperluas masalah matematika yang ada pada buku paket matematika. Guru hendaknya menyediakan beberapa situasi matematika yang berbeda-beda berupa informasi tertulis, benda manipulatif, gambar, atau yang lainnya.

3) 4) 5)

Selanjutnya guru melatih siswa merumuskan dan mengajukan masalah, soal pertanyaan matematika berdasarkan situasi yang diberikan. Guru dapat menawarkan masalah, soal atau pertanyaan matematika yang berbentuk open ended. Guru memberikan contoh cara merumuskan dan mengajukan masalah matematika dengan beberapa tingkat kesukaran, yang berkaitan dengan isi matematika maupun kesulitan bahasanya.

6)

Guru menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pelajaran yang berbentuk dialog antara guru dan siswa mengenai materi pelajaran dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru.

b. Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Siswa 1) 2) Siswa diberi motivasi untuk merumuskan dan mengajukan sebanyak-banyaknya masalah, soal, atau pertanyaan matematika berdasarkan situasi yang telah diberikan. Siswa dibiasakan mengubah dan memvariasikan situasi yang diberikan menjadi masalah, soal atau pertanyaan matematika yang baru sebelum mereka menyelesaikannya. 3) Siswa dibiasakan untuk merumuskan dan mengajukan masalah, soal atau pertanyaan matematika serupa atau sejenis, setelah menyelesaikan masalah atau soal tersebut. 4) 5) Siswa harus diberanikan untuk menyelesaikan masalah, soal atau pertanyaan yang dirumuskan oleh temannya sendiri. Siswa diberi motivasi untuk menyelesaikan masalah, soal atau pertanyaan non rutin. Dalam mengajukan masalah, Silver dan Cai (Upu, 2003: 27) membagi dalam tiga bagian yaitu: a. Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang mengandung masalah matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang ada pada situasi tersebut. Pertanyaan matematika terbagi dalam dua bagian yaitu: 1) Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan Suatu pertanyaan matematika dikatakan dapat diselesaikan jika memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan. Jenis pertanyaan ini dibedakan lagi menjadi dua bagian yaitu pertanyaan matematika yang memuat informasi baru dan pertanyaan matematika yang tidak memuat informasi baru.

2) Pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan Pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan adalah pertanyaan yang tidak memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan. Pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan dapat juga berarti memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada. b. Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak mengandung masalah matematika dan tidak mempunyai kaitan atau hubungan dengan situasi atau informasi yang diberikan. c. Pernyataan adalah jenis respon dari siswa yang tidak mengandung kalimat pertanyaan yang mengarah kepada matematika. Selanjutnya menurut Silver dan Cai (Upu, 2004: 81) mengemukakan bahwa jenis kesukaran pertanyaan matematika yang diajukan oleh siswa dikelompokkan dalam dua kategori. Pertama, berkaitan dengan struktur bahasa atau sintaksis. Jenis kesukaran ini dapat dilihat melalui proposisi yang terkandung pada masalah atau soal yang diajukan oleh siswa. Proposisi tersebut dibedakan atas tiga bagian, yaitu penugasan (assignment), hubungan (relation) dan pengandaian (conditional). Sedangkan jenis kesukaran yang kedua berkaitan dengan struktur matematika atau semantik. Kesukaran jenis kedua tersebut dapat dianalisis dengan cara memperhatikan hubungan struktur semantik yang dapat dibedakan dalam lima kategori, yaitu mengubah (change), mengelompokkan (group), membandingkan (compare), menyatakan kembali (restate), dan menvariasikan (vary). Melalui struktur dan kategori semantik tersebut, maka masalah atau soal yang dirumuskan dan diajukan oleh siswa diklasifikasikan menurut banyaknya hubungan semantik. e. Kelebihan dan Kelemahan Problem Posing Menurut Patahuddin (Fitri,2004:5) problem posing mempunyai kelebihan antara lain: 1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencapai pemahaman yang lebih luas dan menganalisis secara lebih mendalam tentang suatu topik. 2. Memotivasi siswa untuk belajar lebih lanjut. 3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan sikap kreatif, bertanggung jawab, dan berdiri sendiri. 4. Pengetahuan akan lebih lama diingat siswa karena diperoleh dari hasil belajar atau hasil eksperimen yang berhubungan dengan minat mereka dan lebih terasa berguna untuk kehidupan mereka. 7

Sedangkan menurut Suharta, problem posing merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemajuan dalam pembaharuan konsep atau pemecahan masalah. Selain itu problem posing menjadi awal usaha intelektual yang berfungsi untuk merangsang pikiran, mendobrak wawasaan yang kaku dan sempit, membuka cakrawala dan mencerdaskan. Selain kelebihan-kelebihan tersebut, problem posing mempunyai kelemahan sebagaimana diungkapkan Amerlin, yaitu : 1. Membutuhkan lebih banyak waktu bagi siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. 2. Menyita lebih banyak waktu bagi pengajar, khususnya untuk mengoreksi tugas siswa. 3. Siswa berkemampuan rendah tidak dapat menyelesaikan semua soal yang dibuatnya atau soal-soal yang dibuat oleh temannya yang memiliki kemampuan problem posing yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Rusyan, A.T.1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya Sitti, Fitriani. 2004. Pendekatan Problem Posing Berlatar Pembelajaran Kooperatif. Makalah. Disajikan dalam Seminar Ilmiah Mahasiswa yang dilaksanakan oleh Pengelola Seminar Ilmiah Jurusan Matematika UNM, Makassar, 2004. Suherman, Erman. Dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Soedjadi, R. 2000. Kiat pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Sutiarso, S. 2000. Problem Posing: Strategi efektif meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Di dalam S.Adji dan J.Naiborhu ( Eds.). ( 2000 ). MIHMI. Bandung: Himpunan Matematika Indonesia Upu, Hamzah. 2003. Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika (Pegangan untuk Dosen, Mahasiswa PPS, Calon Guru dan Guru Matematika). Bandung: Pustaka Ramadan. Upu, Hamzah. 2004. Mensinergikan Pendidikan Matematika dengan Bidang Lain (Pegangan untuk Dosen, Mahasiswa PPS, dan Mahasiswa Program S1). Bandung: Pustaka Ramadan.

You might also like