You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Kata belajar pasti tidak asing lagi bagi kita. Barangkali sudah ribuan kali kita mendengarnya, mungkin kata itu mendatangkan nuansa kegembiraan ke diri kita, tetapi juga ada kemungkinan membawa kemurungan, kebosanan, ketegangan dan sebagainya, seribu rasa. Namun demikian, pernahkan kita mempertanyakan ke diri kita, apa sebenarnya makna kata belajar itu? Mengapa selama hidup kita disarankan untuk belajar, belajar dan belajar? Apakah hakikat belajar semasa kanak-kanak sama dengan saat dewasa? Apakah semua manusia melakukan hal belajar? Adakah perbedaan belajar dan berlatih? Apa yang dihasilkan dari belajar? Apakah belajar membuat orang jadi pintar, jadi baik,dan jadi bijak?ataukah sebaliknya, orang menjadi bodoh, tidak baik, dan gegabah? Pada tulisan ini, kita akan membahasnya secara umum, agar sedikit bertambah wawasan kita, tetapi juga tidak pusing kepala karena seakan memperumit diri dengan sejuta tanya. Dewasa ini, kita dituntut untuk memperluas ilmu pengetahuan dengan belajar sebab untuk dapat bertahan hidup kita butuh uang, dan uang didapat dari bekerja, sedangkan untuk bekerja di jaman ini kita dituntut untuk memiliki keterampilan yang luas dan berilmu pengetahuan. Seyogyanya belajar merupakan hal yang wajib kita lakukan, karena pada kenyataannya kita belajar setiap hari di kehidupan ini. Menuntut ilmu merupakan bagian dari belajar, maka sudah selayaknya kita sebagai manusia harus belajar atau menuntut ilmu, seperti kata pepatah ; tuntutlah ilmu dari buaian sampai keliang lahat. Manusia bisa berkembang sedemikian maju karena proses belajar dari sejak nenek moyang atau orangtua kita terdahulu, terus menerus mencari perubahan atau inovasi terbaru untuk perkembangan peradaban manusia. Namun, saat ini masih banyak mayarakat yang masih belum mengetahui pentingnya belajar. Faktor ekonomi kadang dijadikan alasan untuk tidak belajar. Bahkan sekarang ini banyak orang tua yang menelantarkan anaknya karena tidak mempunyai biaya untuk pendidikan anaknya. Padahal untuk belajar kita tidak harus dalah proses belajar mengajar di sekolah. Dan dalam karya tulis ini akan dipaparkan makna belajar yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dengan kita telah mengetahui hakikat belajar yang sebenarnya, kita dapat menyadari pentingnya belajar dan meningkatkan niat belajar. Dan tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar.

I.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan suatu fokus permasalahan bahwa :

Seberapa besar kesadaran kita untuk belajar? Bagaimana cara meningkatkan niat belajar? Mengapa belajar dikatakan penting untuk semua orang? I.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan : Dengan kita telah mengetahui hakikat belajar yang sesunggunya, kita dapat meningkatkan niat belajar dan menjadi masyarakat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas. Manfaat penulisan : Dengan mengetahui hakikat belajar, kita bisa sadar penting makan belajar dan dapat lebih giat untuk belajar. Diharapkan adanya kesadaran masyarakat untuk mendorong kegiatan belajar anak. Diharapkan adanya sumbangan saran yang bersifat membangun agar pembaca lebih memahami makna belajar.

BAB II ISI
II.1. Pengertian Belajar
Belajar yang efektif adalah belajar yang menggunakan seluruh alat indra sehingga mendapat hasil yang optimal. Contohnya; ketika siswa akan belajar tentang bidang studi sejarah, maka cara belajar yang efektif adalah dengan cara melihat atau mengamati pelajarannya. Mulut membaca (mengulang bacaannya), telinga

mendengarkan, dan tangan menulis rangkuman dengan kata-kata sendiri atau mengerjakan latihan pelajaran pelajaran yang sedang dipelajari. Sehingga pelajaran tersebut tidak mudah lupa dan pelajaran itu juga dapat mudah dipahami dengan baik. Bukan dengan cara menghapal pelajaran yang pada akhirnya akan cepat lupa. Karena ciri khas dari hasil belajar/kemampuan yang diperoleh adalah jika seseorang dapat merumuskan kembali pengetahuan yang dimiliki dengan kata-kata sendiri.

Pengertian belajar menurut para ahli : 1. WS. Winkel Belajar adalah : Suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas, 2. Elizabeth Hurlock Belajar adalah : Perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan. 3. Moh. Surya Belajart adalah : Suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 4. Witherington Belajar adalah: Perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.

5.

Crow & Crow da Bedajar adalah : Diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru.

6.

Hilgard Belajar adalah : Proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi

7.

Di Vesta dan Thompson Belajar adalah : Perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.

8.

Gagne & Berliner Belajar adalah : Proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman

9.

Galloway Belajar adalah : Suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor- faktor lain berdasarkan pengalamanpengalaman sebelumnya.

10.

Heinich, dkk Belajar adalah : Proses pengembangan atau pemerolehan pengetahuan baru, keterampilan atau sikap siswa berinteraksi dengan informasi dan lingkungan.

Dari berbagi pendapat yang dikemukakan pada penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa : Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan maupun pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.

II.2.

Ciri Ciri Belajar


Dari beberapa pengertian belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Maka diketahui ciri ciri belajar adalah : 1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional) Merupakan perubahan perilaku yang terjadi karena usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin

meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan. 2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu) Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang Hakikat Belajar. Ketika dia mengikuti perkuliahan Strategi Belajar Mengajar, maka pengetahuan, sikap dan keterampilannya tentang Hakikat Belajar akan dilanjutkan dan dapat dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan Strategi Belajar Mengajar. 3. Perubahan yang fungsional Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru. 4. Perubahan yang bersifat positif Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau perkembangan

perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk menerapkan prinsip prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.

5.

Perubahan yang bersifat aktif Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.

6.

Perubahan yang bersifat pemanen Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.

7.

Perubahan yang bertujuan dan terarah. Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

8.

Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang Teori-Teori Belajar, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang Teori-Teori Belajar, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai Teori-Teori Belajar. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan Teori-Teori Belajar.

II.3.

Bentuk Perubahan Perilaku


Perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar berbentuk : 1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan.

2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya:

penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah. 3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran. 4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak. 5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.

II.4.

Belajar Sebagai Panggilan Hidup


Secara hakiki, sebagai orang beriman, kita meyakini bahwa kehadiran kita di dunia ini atas kehendak Sang Pencipta, dibekali sejumlah potensi (lengkap) untuk menjadi seseorang yang dimaksudkan olehNya. Artinya, bila kita meminjam istilah teknik, cetak biru blue print diri kita, ada pada Sang Pencipta; dan segala potensi serta perlengkapan yang diperlukan untuk menjadi yang tercetak di blue print tersebut telah dibekalkan dalam diri kita; sehingga kita dapat membangun diri ke arah tersebut. Tentu saja, kita perlu mengenali-mencari tahu apa yang dibekalkan kepada kita masing-masing; seperti apakah blue-print nya; perlengkapan apa saja yang diperlukan untuk membangunnya? Hal-hal apa yang masih perlu ditambahkan, dari mana bisa diperoleh, bagaimana mendapatkannya?Mengapa disain-nya demikian, untuk keperluan apa, untuk kepentingan siapa, dst, dst. Upaya mengenali dan mencari tahu ini menjadi amat penting, sebab merupakan prasarat untuk upaya menjadi orang yang sesuai dengan yang dimaksudkan Sang Pencipta. Menurut saya, upaya mengenali dan mencari tahu ini merupakan dasar hakikinya belajar,

Seyogyanya upaya itu berlangsung terus- menerus sepanjang hidup kita, sambil memonitor diri apakah sudah dalam track yang sesuai blue print, apakah ada kesalahan konstruksi, bagaimana menye-suaikannya kembali, dst. Secara logika kita perlu senantiasa meng-konsultasikannya dengan Perancangnya. Dengan demikian, belajar adalah panggilan hidup kita, bukan karena disuruh orang tua/guru/dosen atau siapa-pun, tetapi merupakan konsekwensi logik dari kehidupan. Tanpa belajar, kita tidak dapat melakukan proses menjadi diri kita, apalagi diri kita sesuai fitrah, sesuai kehendak- Nya, yang saya yakin baik adanya.

II.5.

Instrumen Belajar Pada Manusia


Manusia diciptakan dengan sungguh menakjubkan. Apabila kita mencermati tubuh manusia, coba Anda cermati tubuh Anda, luar biasa. Betapa lengkap dan canggih-nya instrumen yang dibekalkan kepada manusia agar bisa belajar. Instrumen untuk menangkap informasi, untuk mengolahnya, untuk menanggapinya, untuk memberi respon, dsb. a. Instrumen menangkap informasi Instrumen penangkap informasi yang kita miliki sungguh kompleks, baik ragam, mekanisme, maupun fungsinya. Kita memiliki sekurangnya panca indera, indera penglihatan, pendengaran , penciuman, pengecapan dan perabaan. Mari kita melakukan telaahan sepintas pada kelima indera tersebut. Indera penglihatan, yang merupakan indera utama yang menolong kita mengenali dan memahami dunia sekeliling kita. Indera penglihatan manusia merupakan jaringan kompleks dari ratusan juta sel beragam bentuk dan fungsinya, yang memungkinkan kita dapat menangkap dan membedakan cahaya, bentuk dan warna secara rinci. Indera pendengaran, relatif kecil dengan kepekaan yang relatif kurang dibandingkan beberapa machluk lainnya (misalnya gajah, anjing, dst). Akan tetapi kita dapat menangkap nuansa perbedaan suara yang ada di sekeliling kita dengan begitu rinci. Organ instrumen pendengaranpun luar biasa. Ketiga tulang mungil di telinga ( Martil, Landasan & Sanggurdi) bekerja keras berkolaborasi dalam berbagai irama dan tempo meneruskan sambil memperbesar getaran yang mereka terima dari gendang telinga ke organ Corti di telinga tengah. Indera penciuman, sanggup memberi dorongan untuk bertindak. Itu sebabnya ketika kita serius berkonsentrasi belajar, selalu mungkin terganggu hanya oleh harumnya bau makanan yang singgah di hidung, dan bisa membuat kita bertindak
8

meninggalkan belajar dan pergi mencari arah datangnya keharuman tersebut; atau sebaliknya kala kita mencium bau busuk. Penciuman beroperasi melalui aksi kimia langsung yang dilakukan receptor olfaktori. Sel-sel tersebut melakukan pengujian kimiawi atas molekul apapun yang mengapung ke dalamnya. Dengan begitu kita dapat membedakan bau sesuatu dari bau lainnya. Setiap orang berbeda dalam mengembangkan kemampuan tersebut. Sama hal-nya dengan pendengaran, penciuman kita-pun dapat bernostalgia, mencium bau tertentu yang berasosiasi dengan pikiran kita. Itu sebabnya kita bisa membayangkan enaknya kopi, bahkan menghirup harumnya aroma kopi tersebut. Indera pengecapan, meski sedikit berbeda cara kerjanya, tetapi amat mengesankan. Dalam keseharian, pengecapan ini nampaknya berkaitan erat dengan penciuman. Ketika hidung kita tersumbat, maka pengecapan kita juga tidak terlalu bisa merasakan lezatnya makanan. Papil pengecapan pada lidah menunjukkan struktur yang menarik, Namun demikian, untuk memicu papil pengecapan yang elok itu, dibutuhkan jumlah zat dua puluh lima ribu kali lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk memicu reseptor penciuman. Lebih lanjut umurnyapun tidak lama hanya bisa bertahan tiga sampai lima hari , lalu mati. Dengan begitu satu-satunya pengalaman rasa hanya ada di dalam otak. Itu sebabnya pengalaman pengecapan tetap dapat merangsang enzim percernaan. Indera peraba, dengan organ kulit sebagai agen utamanya, juga luar biasa perancangan Nya. Kulit banyak memberi informasi tentang keberadaan tubuh seseorang, apakah ada gangguan penyakit, melalui warna warni yang sesuai dengan penyakitya., ataupun melalui sinyal-sinyal lain. Ketika Anda baru begadang, maka kulit Anda akan mengekspresikan-nya, begitu pula kulit akan mengumumkan apakah si pemiliknya rajin mandi atau tidak. Selain itu kulit juga memberi informasi tentang dunia dalam kita, tentang kegundah-gulanaan ataupun kebahagiaan kita. Dalam hal ini seakan kulit kurang bisa diajak kompromi untuk menyembunyikan perasaan. Padahal berat kulit hanya sekitar empat kg, hadir dalam konfigurasi yang utuh membungkus tubuh, tetapi sebenarnya terdiri dari sambungan aplikasi beragam macam kulit sesuai posisi dan perannya. Jadi kehadiran kulitselain untuk mengemas tubuh, tetapi juga memberi informasi vital yang kita dapat dari dunia luar. Menjadi jelas dari uraian kelima indra kita, bahwa perlengkapan, instrumen yang dibekalkan kepada kita untuk melakukan upaya mencari tahu, menelaah dan menelusuri dunia, sangatlah mengagumkan, canggih , dan dahsyat. Jadi , daya

serap bagi kita belajar cukup besar, tinggal lagi apakah kita mempergunakannya ataukah tidak. Sebab kelenturan dan kepekaan alat-alat canggih tersebut, efektifitasnya tergantung dari pemanfaatan oleh yang bersangkutan. b. Instrumen pengolah informasi Kita baru saja selesai membahas instrumen penangkap informasi, sekarang kita coba membahas instrumen pengolah informasi tersebut, yaitu otak dengan segala perlengkapan-nya. Pertama, otak dibentengi dengan suatu kubah yang amat kokoh, kuat , nyaris tidak bisa ditembus, tertutup rapat dari berbagai gangguan dari luar. Padahal, didalam otak ini-lah tersimpan seluruh pengetahuan pemiliknya tentang dunia luar. Mahasiswa kedokteran mungkin hafal bahwa otak ini dibungkus 3 selaput pembugkus ( dura mater, arachnoid dan pia mater ). Otak yang nampak bergulung-gulung, dengan lanskap melekuk berkelok-kelok, dilintasi banyak garis merah dan biru saluran vital darah. Tampilan-nya kelihatan lunak dan putih. Otak tidak memiliki sensasi sentuhan atau nyeri, tetapi dengan rangsangan elektrik di area tertentu, sensasinya akan dirasakan di bagian tubuh lain yang berhubungan dengan area otak tersebut. Dengan teknik semacam itulah, sedikit demi sedikit ahli anatomi bisa membuat peta otak yang cukup memadai. Banyak riset telah dilakukan, terutama pada lapisan atas otak, korteks serebri. Ternyata kortex ini mengandung berbagai ragam neuron, ada yang berfungsi menyaring, memilah, menggabungkan, dst. yang pada dasar-nya mengolah informasi yang masuk dari berbagai indra. Begitulah aktivitas belajar dan ingatan juga dilakukan pada kortex ini. Dengan kata lain, sejumlah besar populasi sel saraf hidup di lapisan ini. Sir Charles Sherrington mengelompokkan selsel saraf ini kedalam dua bagian, yaitu jalan masuk- sel aferen , semua sel yang membawa impuls dari organ tubuh lainnya ke otak dan jalan keluar- sel eferen., semua sel saraf yang membawa instruksi dari otak ke anggota tubuh. Dengan uraian tentang intrumen pengolahan informasi di otak kita, barangkali kita bisa sepakat bahwa perlengkapan untuk kita belajar sudah tersedia amat istimewa, tinggal lagi kita mau memanfaatkannya dengan sebaiknya, agar instrumen itu tidak mubajir. c. Instrumen untuk merespon Pikiran saja tidak cukup, kita membutuhkan tubuh yang mau bekerja sama dengan pikiran untuk menjalankan respons pikiran. Tubuh yang sehat, memiliki saluransaluran dari otak ke seluruh bagian tubuh, yang berfungsi baik, tetapi untuk bisa mengexpresikan diri dan berkomunikasi dengan lingkungan, tubuh masih

10

membutuhkan komitmen dari sel-sel satuan untuk mau melakukan kehendak otak. Bila tidak demikian, timbul kerancuan. Tentu saja ada gerak lain yang bersifat refleksif, tetapi tanpa tujuan. Otak sehat menugaskan area-area tertentu untuk mengatur setiap bagian tubuh. Asosiasi antara area otak tersebut dengan bagian tubuh yang bersangkutan akan terjalain semakin baik, sehingga bagian otak tersebut akan berisi semua asosiasi dengan bagian tubuh tsb. Apabila karena satu dan lain hal ada gangguan pada bagian tubuh tersebut, sehingga kita harus mempergunakan bagian tubuh lainnya ( misalnya tangan kanan ke kiri atau sebalik nya), maka perlu ada proses penyesuaian asosiasi baru. Setelah terbina asosiasi baru, akan kembali berlangsung dengan baik. Dengan kata lain, kita dapat membiasakan hubungan area otak tertentu dengan bagian tubuh kita, lewat pembelajaran. Kita sudah secara sepintas membahas instrumen yang dibekalkan dalam tubuh kita, baik untuk mendapatkan informasi, mengolahnya dan juga untuk memberi umpan balik dan respons. Dengan begitu menjadi jelas bagi kita betapa lengkap Sang Pencipta telah menyediakan segala sesuatunya untuk kita bisa belajar. Menjadi jelas pula sepanjang hidup kita tidak pernah bisa berhenti belajar. Terpulang kepada kita, kita mau belajar menjadi apa, atau menjadi siapa. Cetak birunya ada pada Yang Empunya kita, barangkali mencari tahu cetak biru merupakan langkah strategik (wisdom) apabila kita hendak hidup berhasil, sukses dipandanganNya.

11

BAB III PENUTUP

III.1.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan maupun pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Ciri ciri belajar adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu). Perubahan yang fungsional. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan yang bersifat aktif. Perubahan yang bersifat pemanen. Perubahan yang bertujuan dan terarah. Perubahan perilaku secara keseluruhan

Perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar berbentuk kognitif, afektif, dan psikomotor. Instrumen belajar pada manusia : a. Instrumen penangkap informasi 1. 2. 3. b. c. Indera penglihat Indera pendengar Indera pencium 4. 5. Indera pengecap Indera peraba

Instrumen pengolah informasi ( Otak ) Instrumen untuk merespon ( Seluruh bagian tubuh )

III.2.

Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis kepada pembaca adalah : 1. 2. 3. Kiranya kita dapat lebih menyadari akan pentingnya belajar. Tanamkanlah dalam diri kita masing- masing keinginan untuk belajar. Tuhan telah mengaruniakan instrumen yang canggih dan sangat luar biasa agar dapat kita pergunakan untuk belajar, sekarang tugas kita tinggal bagaimana kita memperdayakan instrumen yang kita miliki untuk menunjang proses belajar.
12

Daftar Pustaka

Sofah, Rahmi.2005. Bahan Ajar Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran.UNSRI Winkel WS, Psikologi Pengajaran, Media Abadi, Yogyakarta, hal 59. Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan Anak, Erlangga, Jakarta, 1997, hal 28 Beierlein, James G. & Wade, Navigating Your Future: Principles for Student Success, B.K., 2000. Houghton Mifflin Coy Cameron, J. The Artist s Way A Spiritual Path to Higher Creativity, Pan Books, 1992. London. Fulghum, R. All I Really Need to Know I learned in Kindergarten - Uncommon Thoughts on Common Things. 1994. 3rd paper back edition. Harper Collins Publisher Goleman, D. Emotional Intelligence Why it Matter More Than IQ, paperback edition. 1996. Bloomsbury Publishing , Great Britain. Gunarya, A. Dimensi Diri, Bahan kuliah Ilmu Perilaku, pada Fak. Kedokteran UNHAS. 1997. Makassar. Harefa, Andrias, 2005, Menjadi Manusia Pembelajar On Becoming A Learner-, Cetakan VIII. 2005, ( 2000) Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Jensen Eric, 1996, Brain - Based Learning, Turning Point Publishing, Del Mar, CA USA. Kleden, Ignas, 1988, Belajardan Belajar Tentang, majalah Tempo, 9 April 1988. Zohar, D & Marshall Ian (2000), SQ- Spiritual Intelligence- The Ultimate Intellegence, Bloomsbury, London

13

You might also like