You are on page 1of 2

Puisi baru disebut puisi modern. Bentuk puisi baru lebih bebas daripada puisi lama.

Kalau
puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat, puisi baru lebih bebas. Meskipun
demikian, hakikat puisi tetap dipertahankan seperti rima, irama, pilihan kata, dll.
Hakikat puisi ada tiga hal, yaitu:
1. Sifat seni atau fungsi estetika
Sebuah puisi haruslah indah. Unsur-unsur keindahan dalam puisi misalnya rima, irama,
pilihan kata yang tepat, dan gaya bahasanya.
2. Kepadatan
Puisi sangat padat makna atau pesan. Artinya, penulis hanya mengemukakan inti masalahnya.
Jadi, kata-kata perlu dipilih supaya mampu mengungkapkan gagasan yang sebenarnya.
3. Ekspresi tidak langsung
Puisi banyak menggunakan kata kiasan. Bahasa kias adalah ucapan yang tidak langsung. Jadi
dia harus berpikir untuk memilih kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.

A. Rima
Rima adalah persamaan atau pengulangan bunyi. Bunyi yang sama itu tidak terbatas pada
akhir baris, tetapi juga untuk keseluruhan baris, bahkan juga bait. Persamaan bunyi yang
dimaksudkan di sini adalah persamaan (pengulangan) bunyi yang memberikan kesan merdu,
indah, dan dapat mendorong suasana yang dikehendaki oleh penyair dalam puisi.
Rima bisa berupa (1) pengulangan bunyi-bunyi konsonan dari kata-kata berurutan
(aliterasi), (2) persamaan bunyi vocal dalam deretan kata (asonansi), (3) persamaan bunyi yang
terdapat setiap akhir baris.

B. Irama
Irama sama dengan ritme. Irama diartikan sebagai alunan yang terjadi karena
pengulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi. Jadi, irama
dikatakan memiliki (1) pengulangan, (2) pergantian bunyi dalam arus panjang pendek, dan (3)
memiliki keteraturan.
Contoh:
Piring putih piring bersabun
Disabun anak orang Cina
Memetik bunga dalam kebun
Setangka saja yang menggila

C. Diksi
Diksi adalah pemilihan kata untuk menyampaikan gagasan secara tepat. Selain itu, diksi
juga berarti (1) kemampuan memilih kata dengan cermat sehingga dapat membedakan secara
tepat nuansa makna (perbedaan makna yang halus) gagasan yang ingin disampaikan, dan (2)
kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa.
Kemampuan memilih dan menyusun kata amat penting bagi penyair. Sebab, pilihan dan
susunan kata yang tepat dapat menghasilkan (1) rangkaian bunyi yang merdu, (2) makna yang
dapat menimbulkan rasa estetis (keindahan), dan (3) kepadatan bayangan yang dapat
menimbulkan kesan mendalam.
Misalnya, pemilihan dan penyusunan kata seperti gelombang melambung tinggi, atau
roda pedati berderak-derak atau hilang terbang atau meradang menerjang, atau hilang rasa,
selain menimbulkan kemerduan bunyi, juga menimbulkan rasa estetis dan kesan mendalam.
Memilih kata yang tepat memang tidak mudah. Oleh karena itu, menulis puisi kadang-
kadang tidak sekali jadi. Puisi yang sudah jadi pun kadang-kadang masih mengalami bongkar
pasang kata sampai dirasakan pas oleh penyairnya.

D. Citraan
Ketika membaca puisi, kita sering merasakan seolah-olah ikut hanyut dalam suasana yang
diciptakan oleh penyair di dalam puisinya. Ketika penyair mengungkapkan peristiwa yang
menyedihkan kita ikut larut dalam suasana sedih. Demikian juga kalau penyair mengungkapkan
perasaan dendam, kecewa, marah, benci, cinta, bahagia, dan sebagainya.
Citraan adalah gambaran angan yang muncul di benak pembaca puisi. Lebih lengkapnya,
citraan adalah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya. Wujud
gambaran dalam angan itu adalah “sesuatu” yang dapat dilihat, dicium, diraba, dikecap, dan
didengar (panca indera). Akan tetapi, “sesuatu” yang dapat dilihat, dicium, diraba, dikecap, dan
didengarkan itu tidak benar-benar ada, hanya dalam angan-angan pembaca atau pendengar.

E. Makna Denotasi dan Makna Konotasi


Pada dasarnya, kata memang selalu mengacu pada makna referensinya, yaitu makna yang
ada dalam pikiran pemakainya. Makna yang demikian itu tertulis dalam kamus. Misalnya, kata
kursi maknanya ‘tempat duduk berkaki dan bersandaran’. Makna yang demikian disebut makna
denotatif.
Kata, selain bermakna denotatif, juga bermakna konotatif. Makna konotatif adalah makna
yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan oleh pembicara atau
pendengar. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna tambahan yang timbul berdasarkan
nilai rasa seseorang. Kata hujan dalam kamus berarti ‘titik-titik air berjatuhan dari udara lewat
proses pendinginan’. Tetapi kata hujan bisa berarti ‘rahmat’ bagi petani dan ‘petaka’ bagi orang
Jakarta.

Memparafrasekan sebagai Sarana Memahami Puisi

Di samping kata-kata bermakna konotasi, kekhasan lain dari bahasa puisi adalah bersifat
padat dan singkat. Kata-kata dirangkai secara implisit atau tanpa penghubung. Sebenarnya, dalam
struktur kalimat, penghubung sangat berperan untuk memperjelas makna. Selain itu, enjambemen
atau pemutusan dan pergantian baris dalam puisi sering kali tidak sesuai pola-pola bentuk bahasa.
Frase atau kalimat diputus pada bagian yang tidak tepat sehingga dapat mengacaukan
pemahaman maknanya.
Oleh karena itu, agar dapat memahami makna puisi sedekat mungkin dengan yang
dimaksudkan penyair, sebelum menafsirkannya, sebaiknya kita memparafrasekan puisi.
Memparafrasekan adalah mengubah teks puisi menjadi sebuah prosa atau mengembalikan teks
puisi ke dalam bentuk tuturan yang lengkap. Kata-kata penghubung yang lepas dikembalikan lagi
pada posisinya. Secara mudah, paraphrase dapat dilakukan dengan menceritakan kembali isi puisi
dengan menggunakan kata-kata sendiri secara bebas.

You might also like