You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eceng Gondok ( Eichorniacrassipes ) termasuk dalamkelompok gulma perairan.

Tanaman ini memiliki kecepatan berkembang biak vegetatif yang sangat tinggi, terutama di daerah tropis dan subtropis. Selain itu, eceng gondok juga mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk menyesuaikan ditimbulkan sudah cukup mencemaskan. Namun ironisnya, hingga sekarang belum ditemukan cara yang optimal untuk memberantasnya. Bisa di bayangkan, selama 106 tahun berada di bumi Indonesia eceng gondok telah menyebar ke seluruh perairan yang ada dan memenuhi setiap jengkalnya, baik waduk, rawa, danau, maupun sungai. Berbagai gangguan yang banyak. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Akhir-akhir ini perkembangan tumbuhan air enceng gondok di perairan sungai, danau, hingga ke perairan payau sangat pesat. Sekilas tanaman enceng gondok tidak berguna. Bagi masyarakat di sekitar pinggiran sungai, enceng gondok adalah tanaman parasit yang hanya mengotori sungai dan dapat menyebabkan sungai menjadi tersumbat atau meluap karena enceng gondok terlalu banyak. Begitu pula bagi para masyakat disekitar pinggiran danau yang menganggap enceng gondok yang banyak didanau adalah penggau yang menghalangi aktivitas mereka di danau tersebut. Meskipun cukup merepotkan, keberadaan eceng gondok bisa juga bermanfaat secara komersial. Tak seorang pun dapat menduga sebelumnya, bahwa usaha pemerintah yang habis bisa untuk membasmi eceng gondok yang belum mencapai hasil yang optimal justru membuahkan penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan tambahan penghasilan dari penggunaan eceng gondok. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah apa manfaat dari eceng gondok sehingga dikatakan dapat menjadi bagian dari proses hilir kimia? C. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi tentang manfaat dari eceng gondok yang merupakn gulma menjadi komoditas ekspor. D. Manfaat Manfaat dari makalah ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat dari eceng gondok sehingga kelak dapat menjadi referensi ketika ingin mengembangkan bisnis atau sejenisnya dengan menggunakan eceng gondok.

BAB II PEMBAHASAN A. Eceng Gondok Eceng gondok termasuk dalam family pontederiacede. Tanaman ini memiliki bunga yang indah berwarna ungu muda (lila), daunnya berbentuk bulat telur dan berwarna hijau mengkilap bila terkena sinar matahari. Eceng gondok (Eichornia Crossipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk, dan sungai yang alirannya tenang. Eceng gondok yang berada diperairan Indonesia, mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, mulai dari ketinggian 1,5 m dengan diameter mulai dari 0,9 m 1,9 m. Eceng gondok ini terdiri dari akar, bakal tunas, tunas/stolon, daun, petiole dan bunga. Daun-daunnya mempunyai garis tangan sampai 15 cm. Menurut beberapa sumber, eceng gondok diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1894. penanaman eceng gondok berasal dari Negara Brasil yang bertujuan untuk melengkapi dan memperindah suasana Kebun Raya Bogor. Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat +/- (3%/hari) akan mempercepat pedangkalan sungai/danau, karena air permukaan menjadi lebih sedikit volumenya yang disebabkan oleh dasar air yang naik. Hal ini mengakibatkan tanaman eceng gondok menyerap air sangat banyak. Eceng gondok (EG) adalah gulma penggagu bagi perairan. Biasanya cepat berkembang diperairan yang terkena limbah, karena eceng gondok ini dapat mengikat logam berat dalam air, seperti besi, seng, tembaga dan raksa. Eceng gondok atau Euchornia crassipes adalah jenis tanaman tropis yang termasuk ke dalam jenis Pontedericeae. Eceng gondok didata termasuk sebagai tanaman dengan produktifitas dan laju pertumbuhan yang paling cepat di antara seluruh tanaman air di dunia. Eipstein menyebutkan bahwa eceng gondok memiliki kemampuan melipatgandakan ukurannya dalam waktu 5 hari dan sebuah mat untuk tanaman berukuran sedang bisa memuat kurang lebih 2 juta tanaman per hektar dengan berat kurang lebih 270-400 ton. Dilaporkan bahwa pada tahun 2007, tanaman ini telah berhasil menutupi 125,000 are dari permukaan kawasan air di daerah Florida dengan kepadatan eceng gondok mencapai 200 ton per are. Sebagai akibatnya, pemerintah mengeluarkan dana berjuta dollar untuk melakukan pembersihan akibat gangguan pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali tersebut. Tanaman ini biasanya dikenal dengan aktifitas eutrofikasi yang menjadi indikasi dari tercemarnya lahan perairan oleh deterjen dan sejenisnya. pada awalnya pertumbuhannya yang cepat menjadi masalah lanjutan di lahan yang terkena eutrofikasi, misalnya terhalangnya oksigen dan cahaya matahari ke dalam perairan yang menimbulkan kematian berbagai organisme perairan, penurunan kualitas lingkungan perairan tersebut. Masalah ini ditambah dengan belum adanya solusi untuk memanfaatkan eceng gondok tersebut. Selain masalah eutrofikasi, eceng

gondok juga sering mengganggu turbin dari pembangkit listrik tenaga air. Bahkan blockade akibat eceng gondok di daerah sungai dan kanal dapat menyebabkan banjir yang membahayakan warga sekitar. Bahaya-bahaya lain yang bisa ditimbulkan oleh tanaman ini misalnya evapotranspirasi di daerah yang kekurangan air, hambatan akses dalam sektor perikanan, pengurangan biodiversitas, serta merupakan tempat bersarang yang sangat baik untuk jentik nyamuk malaria, ensefalitis, dan filariasis. Kemajuan penelitian di berbagai belahan bumi ini saat ini telah membuktikan bahwa tanaman jenis eceng gondok justru memiliki manfaat yang luar biasa besar, tidak hanya dalam sektor lingkungan, melainkan juga sektor kesehatan, energi, pertanian, peternakan, dan masih banyak lagi sektor lainnya. Kebermanfaatannya yang sangat besar merupakan sebuah potensi yang sangat baik bagi Indonesia. B. Manfaat Dari Eceng Gondok 1. Pengolah Limbah Domestik Dari berbagai hasil penelitian, eceng gondok terbukti mampu menyerap zat kimia baik yang berasal dari limbah industri maupun rumah tangga (domestik). Karena kemampuannya itu, eceng gondok dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah kedua sumber tersebut (industri dan rumah tangga) secara biologi. Salah satu gambaran untuk mengetahui kemampuan eceng gondok dalam mengelola limbah domestik adalah hasil penelitian Djaenudin (2006). Pada penelitian ini, air yang digunakan berasal dari pembuangan air limbah domestik Desa Tlogomas, Kotamadya Malang, Provinsi Jawa Timur. Air limbah ini ditambung dalam sebuah reaktor dengan volume 58,8 meter kubik, ketebalan dinding dan alas berbeton mencapai 20 cm. Reaktor ini dilengkapi dengan inlet (tempat masuknya air) dan inlet (tempat keluarnya air). Bagian dasar reaktor diisi dengan kerikil (berdiameter antara 3-4 mm) hingga terisi tiga perempat dari kedalaman reaktor. Eceng gondok ditanam seluas setengahnya dari luas permukaan reaktor. Lama penyimapanan air dalam reaktor adalah 3,17 hari. Penelitian tersebut memperoleh hasil sebagai berikut: nilai TSS (total padatan terlarut) outlet rata-rata 180 mg/l, sudah di bawah nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 200 mg/l. Nilai rata-rata efisiensi pengolahan TSS 31,7. Nilai Total-P outlet rata-rata 0,8 mg/l, masih di atas nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 0,1 mg/l. Nilai rata-rata efisiensi pengolahan Total-P 42,64. Nilai Total-N outlet rata-rata 32,5 mg/l, masih di atas nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 20 mg/l. Nilai rata-rata efisiensi pengolahan Total-N 52,13 Nilai COD outlet rata-rata 225 mg/l, masih berada di atas nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 100 mg/l. Nilai rata-rata efisiensi pengolahan COD 42,1. Nilai pH air limbah tidak mengalami perubahan secara berarti yaitu berkisar antar nilai 6 dan 8. Penggantian tanaman sebaiknya dilakukan sebulan sekali. Meskipun hampir sebagian besar parameter yang diamati masih berada di atas baku mutu

yang dipersyaratkan, eceng gondok telah mampu mengurangi kandungan zat-zat pencemar dalam perairan. Dengan demikian, untuk mengembalikan kualitas air, pengolahan secara biologi ini harus dilakukan secara berulang. 2. Penyerap Logam Berat Dewasa ini, pencemaran logam berat merupakan salah satu permasalahan yang banyak dihadapi oleh ekosistem perairan. Umumnya, upaya penanganan pencemaran logam berat memerlukan biaya yang cukup mahal. Namun, eceng gondok menawarkan pemecahan masalah tersebut dengan biaya yang cukup murah. Beberapa logam berat yang sering mencemari ekosistem perairan diantaranya Fe, Mg, Mn, Pb, dan Ni. Menurut Widyanto dan Suselo (1977), kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam berat tergantung pada beberapa hal, seperti jenis logam berat dan umur gulma. Penyerapan logam berat per satuan berat kering tersebut lebih tinggi pada umur muda daripada umur tua. Logam berat beracun yang dapat diserap oleh eceng gondok terhadap berat keringnya adalah Cd (1,35 mg/g), Hg (1,77 mg/g), dan Ni (1,16 mg/g) dengan larutan yang masing-masing mengandung logam berat sebesar 3 ppm. Muramoto dan Oki (1983) mengungkapkan, eceng gondok mampu menyerap logam berat Cd sebesar 1,24 mg/g; Pb sebesar 1,93 mg/g; dan Hg sebesar 0,98 mg/g terhadap berat keringnya yang ditumbuhkan dalam media yang mengandung logam berat 1 ppm. Sementara itu, hasil percobaan Chigbo et al. (1980) menunjukkan, Hg dan As yang mampu diserap oleh logam berat masing-masing sebesar 2,23 dan 3,28 mg/g dari berat keringnya. Berdasarkan bagian tanamannya, logam berat yang terserap lebih banyak berkumpul di akar daripada di bagian lainnya. Misalnya hasil penelitian Jana dan Das (2003) untuk penyerapan Cd. Pada bagian akar, konsentrasi Cd berkisar 125 152 mikrogram per gram berat kering akar, dan pada bagian daun sebesar 21 63 mikrogram per gram berat kering daun. Selanjutnya, eceng gondok juga ternyata mampu menyerap uranium yang terlarut dalam perairan. Menurut Yatim (1991), uranium yang diserap dan terakumulasi pada akar sekitar 40 60%, dan dapat terlepas pada pembilasan. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan, tingkat penyerapan uranium oleh eceng gondok dipengaruhi pH, kadar nutrisi larutan dan berat awal eceng gondok. Pada pH yang lebih rendah, penyerapan uranium oleh eceng gondok lebih banyak karena pada kondisi pH ini uranium terdapat dalam bentuk ion uranil yang stabil dan mempunyai ukuran ion yang lebih kecil. Uranium juga lebih banyak diserap oleh eceng gondok yang memiliki massa lebih besar. Ini karena eceng gondok yang lebih berat mempunyai permukaan akar yang lebih luas. Akan tetapi, pada larutan nutrisi yang lebih pekat, penyerapan uranium oleh eceng gondok cenderung berkurang. Ini karena

adanya peningkatan kompetisi antara penyerapan uranium dengan penyerapan unsur nutrisi oleh tanaman. Pada larutan Hoagland 10% dengan pH 5 dan kandungan uranium 8 12 ppm, kapisitas penyerapan uranium dalam kondisi maksimal, yakni berkisar antara 500 600 g per gram berat kering eceng gondok setelah 10 12 hari. Pada kondisi ini, laju pertumbuhan eceng gondok sekitar 3% berat kering per hari. Pada larutan limbah, kapasitas eceng gondok menyerap uranium sekitar 200 g per gram berat kering tanaman setelah 8 hari laju, dan laju pertumbuhannya mencapai 2 % berat kering per hari. Pada populasi 1 ha, kapasitas eceng gondok menyerap uranium (dengan tetap memperhatikan pertumbuhannya) sekitar 2,16 kg (pada larutan Hoagland) dan 0,98 kg (pada larutan limbah). Dengan memperhitungkan fraksi uranium yang terbilas, pengurangan uranium dari larutan Hoagland dan limbah masingmasing sekitar 3, 16 dan 1,76 kg. Dengan demikian, eceng gondok mempunyai potensi dimanfaatkan sebagai kolektor uranium. 3. Bahan Baku Pulp dan Kertas Di saat sedang menurunnya pasokan kayu tropis dan meningkatnya kerusakan hutan, eceng gondok dapat dijadikan sebagai penyedia bahan baku pulp yang bernilai ekonomis. Menurut Patt (1992), proses pulping kimia masih dianggap menguntungkan secara ekonomis apabila nilai rendemen tersaring di atas 40% dan bilangan Kappa dibawah 25. Hasil penelitian Supriyanto dan Muladi (1999) menunjukkan, rendemen tersaring pulp eceng gondok sekitar 44,28% dan bilangan Kappa sebesar 16,55. Sementara itu, sifat fisika dan mekanika kertas yang dihasilkan pada nilai interpolasi derajat giling 40SR meliputi: kerapatan kertas sebesar 0,993%, kekuatan tarik sebesar 4060 m, kekuatan retak sebesar 338 kPa dan kekuatan sobek sebesar 346 mN. Berdasarkan data tersebut, maka kualitas pulp dan kertas dari eceng gondok menurut standar tergolong dalam kelas kualita II. Dengan demikian, eceng gondok memiliki prospek sebagai bahan baku kertas yang bernilai ekonomis cukup tinggi. 4. Bahan Baku Pupuk Organik Dalam industri pupuk alternatif, eceng gondok juga dapat dijadikan sebagai bahan baku pupuk organik. Ini karena mengandung N, P, K, dan bahan organik yang cukup tinggi. Daerah yang sudah mengembangkan pabrik pupuk berbahanbaku eceng gondok adalah Kabupaten Lamongan. Ketika pertama kali berproduksi ditahun 2001 pabrik pupuk eceng gondok mempunyai kapasitas produksi 5-7 ton sehari. Kini setelah ada penambahan mesin baru maka kapasitas produksi ditingkatkan hingga mencapai 15 ton sehari. Pupuk organik yang dihasilkan dari pabrik ini diberi nama Pupuk Maharani. Untuk mendapatkan pupuk organik yang berstandar internasional, pupuk ini diberi campuran bahan lainnya. Bahan tersebut adalah kotoran binatang (ayam,

sapi atau lembu) serta ramuan enrichment yang diperoleh dari pengkomposan. Enrichment adalah sebuah formula khusus agar kadar standar organiknya tercapai. Berdasarkan hasil uji laboratorium, pupuk ini memiliki kandungan unsur hara N sebesar 1,86%; P205 sebesar 1,2%; K20 sebesar 0,7%; C/N ratio sebesar 6,18%; bahan organik seebsar 25,16% serta C organik:19,81. Dengan kandungan seperti ini, pupuk dari eceng gondok mampu menggantikan pupuk anorganik,dan dapat mengurangi penggunaan bahan kimia hingga 50% dari dosisnya. Sebagai bahan perbandingan, Winarno (1993) menyebutkan, eceng gondok dalam keadaan segar memiliki komposisi bahan organic 36,59%, C organic 21,23% N total 0,28%, P total 0,0011% dan K total 0,016%. Penggunaan pupuk organik berbahan baku eceng gondok memberikan hasil yang sangat menggembirakan. Anakan (percabangan) dari tiap batang lebih banyak dibandingkan awalnya. Dengan tambahan pupuk Maharani, diperoleh 1820 anakan padi. Sedangkan dengan urea, hanya diperoleh 14-16 anakan padi. Tanaman yang diberi tambahan pupuk organik juga memiliki warna daun merata hijau. Sementara itu, tanaman yang diberi urea, awalnya memiliki daun berwarna hijau tapi lama kelamaan kekuningan. Tidak hanya itu, tanaman padi yang diberi tambahan pupuk organik ini memiliki batang yang lebih kuat dari tiupan angin dan tampilan fisiknya lebih tegak. Hasil yang memuaskan tidak hanya berupa tampilan fisik, melainkan juga berupa produksi dan biaya yang dikeluarkan. Penggunaan pupuk organik telah meningkatkan produksi gabah rata-rata 500 kg tiap hektarnya. Dari segi biaya, penggunaan pupuk organik menghasilkan efisiensi pupuk Rp. 265.000/ha/panen. Sebab, dengan menggunakan pupuk anorganik, rata-rata biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 900.000 per hektar. Sedangkan dengan tambahan pupuk organik, biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 635.000 per hektar. Komposisi pemberian pupuk tiap 1 hektare sawah padi terdiri atas 500 kg pupuk organik dan 150 kg urea, tanpa tambahan KCL (Siagian, 2006). 5. Sumber Pakan Ternak dan Ikan Sebagaimana tanaman lainnya, eceng gondok dapat dijadikan pakan ternak. Karena tingginya kandungan serat kasar, eceng gondok harus diolah terlebih dahulu. Salah satu teknik pengolahannya adalah melalui teknologi fermentasi. Pada proses ini, eceng gondok diolah menjadi tepung, kemudian difermentasi secara padat dengan menggunakan campuran mineral dan mikroba Trichoderma harzianum yang dilakukan selama 4 hari pada suhu ruang. Proses fermentasi ini mampu meningkatkan nilai gizi yang terkandung dalam eceng gondok. Protein kasar meningkat sebesar 61,81% (6,31 ke 10,21%) dan serat kasar turun 18% (dari 26,61 ke 21,82%). Pada saat dikonsumsikan pada ayam, eceng gondok fermentasi tidak menimbulkan pengaruh yang berbeda

secara nyata terhadap konsumsi, bobot hidup, konversi pakan, persentase karkas, lemak abdomen dan bobot organ pencernaan (proventrikulus dan ventrikulus), meskipun terdapat kecendrungan penurunan nilai gizi pada peningkatan produk fermentasi eceng gondok. Karena itu, eceng gondok fermentasi dapat dicampurkan sampai tingkat 15% dalam ransum ayam pedaging (Mahmilia, 2005). Pada penelitian lain, daun eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pakan pelet tepung untuk budidaya ikan, meski tidak sebaik pelet komersil. Ikan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis nila. Pemeliharaan dilakukan selama 8 minggu dengan perlakuan pellet bertepung daun eceng gondok 10%; 20%; 30%; dan pembanding (tanpa campuran pelet tepung). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pellet betepung daun eceng gondok 10% memberikan pengaruh terbaik bagi pertumbuhan nisbi (193,25%), nilai efisiensi pakan (40,31%). Akan tetapi, pemberian pellet komersil sebagai pembanding masih lebih baik dibandingkan dengan pemberian pellet bertepung daun eceng gondok, baik pertumbuhan nisbi maupun nilai efisiensi pakan (Timburas, 2000). 6. Bahan Baku Kerajinan Tangan Di tangan orang-orang kreatif, membludaknya populasi eceng gondok bukanlah sebuah musibah melainkan sebuah anugrah. Di tangan orang-orang kreatif inilah, eceng gondok dapat disulap menjadi benda-benda yang sangat menarik dan berdayaguna, seperti sandal jepit, tas cantik, kursi, dan lain-lain. Pemandangan tangan-tangan kreatif dalam mengubah eceng gondok bisa disaksikan di Dusun Pengaron, Desa Pengumbulandi Tikungan, Kabupaten Lamongan. Menjelang matahari terbenam, di pinggir jendela sebagian besar rumah di sana, jari-jari lentik perempuan muda dengan lincah menganyam helai demi helai serat eceng gondok. Dengan ulet dan terampil, mereka menyulap helayan eceng gondok kering menjadi sebuah tas. Dalam sehari, rata-rata setiap orangnya mampu menyelesaikan lima tas anyaman. Setiap satu tas ia mendapat upah Rp 2.250 hingga 4.000. Dengan demikian, penghasilannya mencapai Rp 500.000 per bulannya. Tas-tas yang sudah tersebut ditampung pada seorang pengusaha. Dalam sebulan, tas yang terkumpul bisa mencapai 1.500-2.000 tas. Kemudian, tas-tas tersebut dikirim ke department store terkenal seperti, Sarinah Thamrin di Jakarta, berbagai art shop di Bali dan Surabaya. Tidak hanya itu, tas-tas itu juga sudah diekspor ke beberapa negara seperti Taiwan dan Malaysia. Setiap bulannya, sekitar 1.600 tas ke dua negara itu dan umumnya dijual dengan harga minimal Rp 15.000. Tidak diragukan lagi, eceng gondok berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat. Tidak hanya pengrajin, tambahan pendapatan ini juga dapat

dirasakan oleh para pengumpul eceng gondok dari rawa-rawa, sungai, atau waduk. Misalnya di Kabupaten Simalungun, eceng gondok basah dihargai Rp 200 per kilogram dan eceng gondok kering Rp 6.000 per kilogram (Malau, 2006). Selain dijadikan tas, di Simalungun ini, eceng gondok dijadikan juga sebagai sandal, baki, topi, dan barang-barang lainnya, kemudian dia jual di hotel-hotel dan lokasi pariwisata Prapat. Kisah sukses pengrajin eceng gondok lainnya yang patut ditiru adalah bernama Lita. Dia seorang pengusaha wanita dari Surabaya. Karena berkreatif memanfaatkan produk yang ramah lingkungan itu, pada tahun 2000, dia pernah mendapat hadiah kalpataru lingkungan. Pada awal usahanya, dia hanya membuat aksesoris rumah seperti, tempat koran, tempat pinsil, tempat sampah, tas, tempat tisu, dan souvenir kecil lainya. Pada perkembangan berikutnya, wanita yang telah memiliki 150 karyawan ini mulai mengembangkan bentuk meubel seperti sofa, meja, dan produk lainnya. Karena bentuknya yang unik, produk-produk tersebut banyak diminati dan diekspor ke Jepang, Italia, Kuala Lumpur, Belanda, dan Eropa dengan harga yang cukup tinggi per unitnya. Sofa, misalnya, dapat dihargai Rp 4 15 juta per unitnya. 7. Bioetanol Dari Enceng Gondok Enceng gondok sebenarnya mengandung lignoselulosa, sedangkan selulosa merupakan bahan untuk pembuatan kertas, selain itu, dengan kandungan selulosanya, enceng gondok bisa juga digunakan sebagai bahan pembuatan bioetanol yang sekarang ini amat diperlukan untuk mengatasi berkurangnya produksi minyak dunia( Sayifudin, 2009).

Dengan pengelolaan saluran terdapat penumpukan biomassa, maka dapat dilakukan suatu pemanfaatan alternatif terhadap enceng gondok ini dengan jalan pembuatan bioetanol. Kandungan selulosa dan senyawa organik pada enceng gondok berpotensi memberikan nilai kalor yang cukup baik. Dengan demikian bioetanol dari enceng gondok ini dapat dimanfaatan sebagai bahan bakar alternatif, disamping dapat membuat dampak yang sangat baik pula bagi lingkungan. 8. Manfaat Eceng Gondok Untuk Mengobati Penyakit Beberapa penykit yang dapat diobati dengan menggunakan eceng gondok adalah: tenggorokan panas/ panas dalam, mengobati kecing tidak lancer, mengobati bengkak, dan mengobati bisul. 9. Eceng gondok sebagai biofilter dan agen fitoremediasi-fitofiltrasi Eceng gondok adalah salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk fitoremediasi akibat kemampuannya yang sangat baik dalam menanggulangi limbah cair dan air tercemar dengan kandungan logam berat yang bervariasi dan kuantitas yang banyak. Eceng gondok bahkan dinobatkan sebagai ginjal dunia

untuk kemampuannya yang sangat luar biasa dalam berbagai aksi penyelamatan air bersih di berbagai belahan dunia dari berbagai pencemaran yang terjadi, baik pencemaran akibat kontaminasi senyawa inorganik, logam beracun, POPs (Persistant Organiks Pollutants), senyawa organik yang berasal dari limbah peternakan, dan limbah-limbah jenis lainnya. Yang perlu diperhatikan adalah kemampuan degradasi senyawa organik eceng gondok yang mencapai nilai 93%. Hal ini sangat sesuai dengan prasyarat untuk pengolahan limbah cair keluaran rekator biogas fixed bed yang ada di Desa Kalisari dan Cikembulan, Banyumas. Berdasarkan beberapa jurnal, memang belum ditemukan adanya pengolahan limbah cair tahu dengan menggunakan eceng gondok, namun pada kenyataannya, di Balikpapan, Kalimantan telah dibangun pengolahan limbah cair tahu di kawasan Somber yang mengolah limbah cair tahu sebanyak 350-420 m3 perhari. Namun sayangnya, limbah cair yang diolah adalah limbah effluent langsung dari industri sehingga COD limbah masih sangat tinggi. Hal ini berbeda dengan yang akan dilakukan di Desa Kalisari dan Cikembulan, di mana limbah cair tahu keluaran industri diolah dengan reaktor fixed bed untuk menghasilkan biogas, sisa effluennya direncanakan diolah dengan menggunakan eceng gondok. Selanjutnya eceng gondok dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. 10. Potensi Eceng Gondok pasca pemanfaatan sebagai agen fitofiltrasi Pada prosesnya, pemanenan eceng gondok yang digunakan untuk mendegradasi senyawa organik dalam effluent limbah tahu keluaran reaktor biogas tetap perlu dilakukan berhubung control terhadap laju pertumbuhan terhadap tanaman ini perlu diupayakan untuk kejaran optimasi proses sekaligus menghindari efek negative seperti yang disebutkan dalam topic sebelumnya. Oleh karena itu perlu ada pemanfaatan yang tepat untuk eceng gondok yang sudah tua atau sejenisnya 11. Serat Karbon dari Eceng Gondok Untuk Pesawat Terbang Eceng gondok ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bagian pesawat terbang. Kandungan lignin yang tinggi pada tanaman ini memungkinkan pengolahan eceng gondok menjadi produk yang bermanfaat dan memiliki nilai guna tinggi seperti karbon fiber yang banyak digunakan pada industri penerbangan. Serat karbon dari eceng gondok proses pembuatannya sederhana sehingga tidak memerlukan biaya tinggi dan ramah lingkungan. Secara fisik serat karbon fiber kalau sudah disusun berbentuk kain kasa berwarna hitam yang digunakan untuk kabin pesawat, komposit kerangka pesawat terbang dan beberapa struktur rangka. Kelebihannya dari segi harga bahan bakunya tersedia melimpah, lebih ramah lingkungan baik bahan dan proses karena memanfaatkan sumberdaya alam bukan dari bahan sintetis. Namun, kekuatannya masih tergolong rendah kalau dibandingkan dengan bahan sintetis. Karena itu perlu dilakukan lebih jauh

uji coba untuk modulus atau kekuatan tariknya agar mencapai ultra high modulus. Suryadi Ismadji, peneliti dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya menjelaskan proses pembuatannya cukup sederhana hanya memang dibutuhkan alat yang memiliki suhu cukup tinggi. Eceng gondok dikumpulkan, dikeringkan, dipotong kecil dengan menggunakan api dan diambil ligninnya. Setelah itu lipnim dibuat dipintal menajdi serat-serat. Lalu dipanaskan antara suhu 25-150 derajat untuk menguatkan air. Lalu dipanaskan lagi secara bertahap pada suhu 150-240 derajat untuk memperkuat struktur, terakhir dipanaskan lagi sampai dengan 240-400 derajat, lalu 400-700 derajat. Tahap pemanasan ini sangat penting untuk menghasilkan kekuatan karbon. Terakhir menggunakan suhu 700-1200 derajat supaya didapatkan grafik karbon yang keluarannya seperti benang. Permintaan serat karbon di dunia sangat tinggi karena berbagai aplikasi material maju untuk memperkuat struktur bangunan juga bisa menggunakan serat karbon ini. Untuk membuat satu karbon fiber 1 kg, Suryadi mengatakan dibutuhkan waktu sekitar 6-7 jam. Semua jenis eceng gondok baik dari akar dan lain-lainnya bisa digunakan dengan terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan dengan panas matahari.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Eceng gondok yang awalnya dikatakan sebagai gulma, saat telah menjadi salah satu dari sekian banyak tumbuhan yang memiliki komoditas ekspor karena banyakya mmanfaat yang terkandung dalam tanaman ini. B. Saran Untuk mengurangi pengangguran yang ada di Indonesia saat ini dibutuhkan suatu perubahan terutama daam berwiraswasta. Salah satu bisnis yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan peluang yang ada misalnya peluang bisnis yang menggunakan eceng gondok sebagai bahan baku.

DAFTAR PUSTAKA Ahira, Anne. 2011. Eceng Gondok-Gulma Berkomditi Ekspor.

http://www.anneahira.com/gulma.html. diakses tanggal 10 oktober 2012

Anonym. 2012. Serat karbon dari Eceng Gondok untuk Pesawat Terbang. http://www.ristek.go.id/indeks.php/module/news+news/id/113337/pdf. diakses tanggal 10 oktober 2012

Anonym.

2011.

Manfaat

Tumbuhan

Eceng

Gondok.

(online). diakses

http://www.up2det.com.manfaat-tumbuhan-eceng-gondok.html. tanggal 10 oktober 2012

Budiman.

2008.

Bioetanol

dari

Eceng

Gondok. diakses

(online). tanggal 10

http://www.sobatbumi.com/share/budimanbadumoko. oktober 2012

Fadholi,

Arif.

2009.

Kerajinan

Eceng

Gondok.

(online).

http://ariffadholi.blogspot.com.html. diakses tanggal 10 oktober 2012

Supartono, Toto. 2010. Agar Eceng Gondok tidak Bikin Gondok. (online). http://menyelamatkandanaulimboto.files.wordpresscom/2010/02.jpg. tanggal 10 oktober 2012 diakses

Wahyudi, Denny. 2011. Pemanfaatan & Pengolahan Eceng Gondok Sebagai Pupuk Organik dan Aplikasinya Terhadap Tanaman Hortikultura.

http://balitbangda.kutaikartanegarakab.go.id. diakses tanggal 10 oktober 2012

You might also like