You are on page 1of 20

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT.karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan.

Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah askep efusi pleura dan petunjuk penanggulangan efusi pleura.Dalam penyelesaian makalah ini,penulisan banyak mengalami kesulitan,terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Namun,berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalh ini dapat diselesaikan,walaupun masih banyak kekurangannya.semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang askep efusi pleura .sehingga kita semua dapat terhindar dari penyakit berbahaya tersebut. Akhirnya kepada ALLAH jualah penulis mohon taufik hidayah,semoga usaha kami ini mendapat mafaat yang baik. Serta mendapat ridho dari ALLAH. ` Penulis Kelompok 3

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1 : PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN Tujuan umum Tujuan khusus BAB II :TINJAUAN TEORITIS A. Definisi B. Etiologi C. Tanda dan Gejala D. Patofisiologi E. Pemeriksaan Diagnostik F. Penatalaksanaan medis G. Pengkajian H. Diagnosa Keperawatan DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111). Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah a. Anatomi Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121). Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru

atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104). Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.

b.

Fisiologi Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti bernafas lagi mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan carbon dioksida (CO 2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan. Proses respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain : 1) Ventilasi Adalah proses pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2 tahap : Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi terjadi dengan adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang menyebabkan volume thorax membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan udara masuk ke dalam paru.

Ekspirasi yaitu pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot expirasi relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga udara keluar dari paru. 2) Pertukaran gas di dalam alveol dan darah. 3) Transport gas Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). 4) Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan.Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang juga disebut pernafasan seluler. (Alsagaff H, Abdul Moekty, 1995, 15). Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan

lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).

B. Tujuan Tujuan umum Untuk mengetahui konsep dari penyakit efusi pleura serta asuhan keperawatan dari penyakit efusi pleura Tujuan khusus Untuk mengetahui pengertian dari penyaki8t efusi pleura Untuk mengetahui etiologi penyakit efusi pleura Untuk mengetahui tanda dan gejala efusi pleura Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit efusi pleura Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit efusi pleura

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000) Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995) B. Etiologi 1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. 2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar : Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik Penurunan tekanan osmotic koloid darah Peningkatan tekanan negative intrapleural Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

C. Tanda dan Gejala Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang 8

bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Patofisiologi Didalam rongga pleura terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. E. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.

Ultrasonografi Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).

Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.

Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

F. Penatalaksanaan medis Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis). Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu. Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan

10

drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic. Water Seal Drainase (WSD) 1. Pengertian WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada. 2. Indikasi a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks c. Torakotomi d. Efusi pleura e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi 3. Tujuan Pemasangan Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.

4. Tempat pemasangan a. Apikal Letak selang pada interkosta III mid klavikula 11

b. Basal

Dimasukkan secara antero lateral Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

5. Jenis WSD Sistem satu botol Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks Sistem dua botol Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal. System tiga botol Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.

G. Pengkajian 1. 2. DVJ Aktifitas/istirahat Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat Sirkulasi Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi,

12

3. 4. 5.

Integritas ego Tanda : ketakutan, gelisah Makanan / cairan Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus nyeri/kenyamanan Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi

6.

Pernapasan Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma, Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan

H. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura. Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

13

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas. Rencana tindakan : a. Identifikasi faktor penyebab. Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien. c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat. Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

14

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru. f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif. g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obatobatan serta foto thorax. Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru. 2. Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas). Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya

sehingga tidak terjadi kecemasan. Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien

mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit. Rencana tindakan :

15

a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya. Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan. a. Ajarkan teknik relaksasi Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan b. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada. Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress. c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas. Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan. e. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya. Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui. 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.

16

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal. Rencana tindakan : a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi. Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan

pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. b. Auskultasi suara bising usus. Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan. c. Lakukan oral hygiene setiap hari. Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan. d. Sajikan makanan semenarik mungkin. Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat

meningkatkan nafsu makan. e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering. Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek. f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP

17

Rasional : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial. h. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan. Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh. 4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan. Kriteria hasil : a. Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah. b. PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik. c. Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan

menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah. Rencana tindakan : a. Kaji patologi masalah individu.

18

Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik. b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang. Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh. c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan). Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi. d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan). Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan

DAFTAR PUSTAKA 1. Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000. 2. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999

19

3. Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic . Vol.1, Jakarta.EGC. 1997 4. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982. 5. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995. 6. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarths, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002. 7. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997. 8. Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

20

You might also like