You are on page 1of 84

MUHAMMAD JOHAN, N.

PSIKOLOGI UIN SUNAN KALIJAGA

Menurut Dayakisni dan Yuniardi (2004) psikologi lintas budaya adalah merupakan suatu cara pandang mengenai pemahaman kebenaran dan prinsip-prinsip perilaku manusia dalam kerangka lintas budaya. Menurut Segall (1999) adalah suatu kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkannya bagaimana perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Suatu studi mengenai persamaan dan perbedaan fungsifungsi psikologis individual manusia pada berbagai kelompok dan etnis; hubungan antar variabel psikologis dan sosiokultural, variabel biologis dan ekologis, dan perubahan yang terus berlangsung pada variabel-variabel tersebut (Berry, Poortinga, Segall & Dasen, 2002)

Secara umum fokus utama dari psikologi lintas budaya adalah untuk mempelajari apakah, kapan, bagaimana individu tumbuh di suatu kultur tertentu cenderung menginternalisasikan kualitas kultur itu (Cole,1996). Selanjutnya psikologi kultural mendukung ide bahwa proses mental pada dasarnya merupakan produk dari interaksi antar kultur dan individual Psikologi lintas budaya adalah studi kritis dan komparatif atas efek kultur terhadap psikologi manusia (Shiraev & Levy, 2012) Menurut Matsumoto (2004) Psikologi lintas budaya terkait dengan pemahaman apakah kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis berlaku secara universal atau khas budaya

Psikologi agama adalah cabang dusiplin ilmu psikologi yang membahas tentang orientasi keagamaan dan pengalaman beragama individu (James, 1902) Psikologi Agama merupakan kajian terhadap perilaku manusia dalam konteks agama (Jalaluddun Rahmat, 2003) Psikologi agama merupakan penelitian dan telaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta kehidupan pada umumnya (Zakiah Darajat, 1970)

Psikologi lintas budaya dan agama adalah suatu perspektif atau kajian ilmiah terhadap persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis individu manusia pada berbagai kelompok budaya, etnis, ekologis, agama dan hubungannya dengan berbagai variabel sosireligus serta pemahaman apakah prinsipprinsip kebenaran tersebut berlaku secara universal maupun khas pada budaya dan agama saja.

Terdapat empat cakupan dalam Psikologi Lintas Budaya dan Agama : 1. Kajian terhadap perilaku manusia dalam berbagai konteks budaya dan agama 2. Kajian terhadap makna, simbol dan nilainilai dalam budaya dan agama 3. Kajian terhadap dimanika budaya dan agama sebagai identitas bersama 4. Kajian terhadap perubahan dan perkembangan budaya dan agama dalam berbagai konteks lapangan kehidupan

1.

2.

3.

4.

Mengetahui persamaan dan persamaan dan perbedaan pengaruh budaya dan agama terhadap perilaku manusia Mengetahui prinsip-prinsip psikologis individu maupun kelompok yang didasarkan pada konteks budaya dan agama Mengetahui dinamika hubungan individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok dalam berbagai konteks budaya dan agama Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan dan perkembangan budaya dan agama dalam berbagai konteks lapangan kehidupan

Relasi antar Disiplin Ilmu

Psikologi sebagai ilmu yang mapan berkembang pesat di Amerika dalam kurun waktu tahun 1920-1959, dalam rentang waktu tersebut banyak dilakukan penelitian dengan dana yang besar untuk melahirkan teori-teori psikologi. Namun di awal tahun 1960 dirasakan ada krisis terhadap teori psikologi yang ternyata mengalami indeginization budaya Amerika. Akhirnya muncul berbagai ketidakcocokan teori-teori psikologi dangan konteks budaya setelah dilakukan uji perbandingan dengan budaya lainnya oleh para sarjana yang studi di Amerika. Dengan demikian pengetahuan yang bersifat universal dalam ilmu psikologi dianggap belum terealisasi dan perlu untuk mengembangkan perspektif pengetahuan psikologi yang bersifat lokal dengan memperhatikan pada aspek-aspek budaya dan agama yang ada di dalamnya (Kim, 2011)

Pada dasarnya psikologi lintas Budaya dan Agama relatif baru dibandingkan dengan psikologi umum yang ilmiah. Namun akar dari psikologi lintas budaya dan agama ini berakar dari sain kontemporer yang menekankan pada sikap komparatif dalam ilmu-ilmu sosial. Para ilmua yang melakukan studi komparatif ini antara lain Francis Galton yang melakukan riset komparatif atas kecerdasan, Kemudian William Rivers melakukan pengumpulan data eskpedisi di New Guinea, dan Richard Trunwald pergi ke Melanesia untuk mempelajari fungsi kognitif orang di sana. Studi-studi psikologi dan observasi antropologi di pertengahan abad ke 20 membuat banyak ilmuan percaya bahwa kunci untuk memahami perilaku manusia adalah interaksi antara individu dan lingkungan budayanya

Pada tahun 1960, ditandai dengan publikasi internasional pengaruh budaya pada persepsi visual oleh Segall dan kawan-kawan tahun 1966 dan peluncuran international journal of psychology (1966). Pada saat ini psikologi lintas budaya secara tidak resmi didirikan melalui publikasi ilmiah di Journal of Cross-Cultural Psychology tahun 1970. Jurnal ini mendorong studi perbandingan dua atau lebih budaya, yang meliputi beberapa kajian perbandingan budaya antara minoritas atau kelompok etnis di suatu negara (Shiraev & Levy, 2012) Pada tahun 1972, didirikan International Association for Cross-Cultural Psychology dan Society for CrossCultural Research.

1.

2.

Pendekatan Evolusif adalah model teoritis yang mengeksplorasi faktor evolusi (prinsip biologis) mempengaruhi perilaku manusia, dan karenanya meletakkan dasar natural kultur agama manusia. Menurut pendekatan ini tujuan manusia adalah survival atau bertahan hidup. Pendekatan Sosiologis adalah struktur kekuatan-kekuatan sosial tertentu yang membentuk perilaku kelompok sosial yang lebih besar, dan manusia mengembangkan serta menyesuaikan respon individualnya sesuai dengan tuntutan dan tekanan dari institusi dan kelompok yang lebih besar

3.

4.

Pendekatan Ekokultural adalah faktor-faktor lingkungan utama mempengaruhi psikologi individu yaitu (1) ekologi dan setting sosial politik. Ekologi merupakan setting natural di mana organisme manusia dan lingkungan berinteraksi yang mencangkup aktivitas ekonomi populasinya. Sedangkan sejauhmana orang berpartisipasi dalam keputusan lokal maupun global merupakan setting sosiopolitik Pendekatan Bauran Kultural adalah zona kontak, sistem yang saling terkait dan identitas kultural yang majemuk. Di mana budaya tidak lagi bersifat statis, dan terbatas dalam lokal geografis tertentu. Orang punya lebih banyak kebebasan untuk memilih pesan kultural yang mereka inginkan.

5. Multiple Cross Cultural Comparison Using a Spesific Topic Approach adalah Pendekatan ini mengambil sebuah varibel (topik) dan membandingkannya melalui sejumlah sampel yang diambil dari beberapa budaya berbeda.

6. Holoculural Comparison of the Spesific Topic

Aproach adalah pendekatan yang menggunakan

banyak sekali data yang telah dikumpulkan dari data penelitian sebelumnya atau mengumpulkan data sendiri dengan menggunakan banyak informan.
Kultur A Kulturkultur di dunia

ISUE

Kultur B

Kultur..

7. U nique Subject- Focused Intensive Study Approach adalah pendekatan yang tidak menggunakan perbandingan, melainkan lebih fokus pada isu khusus atau variabel tunggal
ISUE A

Kultur A

8.Mono cultural multiple- Subject Examanation Approach adalah pendekatan yang mengkaji sekelompok/berbagai isue dari sebuah kelompok budaya tersebut.
Isue A

Isue B

KULTUR A

Isue ....

9. Multiple cultural, multiple subject Comparison Approach adalah pendekatan yang mengkaji banyak isu dan masih dibandingkan antar budaya
Kultur A isue B Isue. .. isue X

Kulturkultur di dunia

isue A

Kultur B

Kultur .....

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kuantitatif Kualitatif Studi Eksperimen Survey Analisis Konten Metodologi kelompok fokus Meta-analisis

Metode survei adalah metode penelitian yang cara pengumpulan datanya menggunakan pertanyaanpertanyaan untuk mengetahui ekspresi opini, sikap, dan argumentasi subyek seputar isu tertentu. Model pertanyaanya bisa tertutup, semi terbuka dan terbuka. Metode survei bisa dilakukan secara langsung dan tidak langsung Konten analisis adalah metode riset yang secara sistematis mengorganisasikan dan meringkas isi/konten yang tersurat (yang dikatakan atau ditulis) dan yang tersirat (makna dari apa yang dikatakan). Periset biasanya memeriksa transkrip wawancara atau percakapan, acara telivisi atau radio, surat kabar, koran dan bentuk komunikasi lain.

Metodologi kelompok fokus adalah metode riset yang bertujuan menganalisis secara lebih mendalam diskursus sosial, gender, dan etnis. Misalnya apakah materi tentang pendidikan sex sesuai diajarkan pada kelompok budaya, etnis dan agama tertentu atau apakah prosedur psikoterapi akan berfungsi untuk kelompok kultural. Meta-analisis adalah analisis atas analisis atau biasanya disebut tes kombinasi terhadap kumpulan data dalam rangka memahami seleksi data yang beragam. Salah satu ciri metode ini mengandalkan rumus statistik, dan harus mencankup banyak studi, bukan hanya yang tampak bagus atau menarik.

PERKULIAHAN III

Menurut Kluckhohn nilai merupakan suatu konsepsi yang dapat terungkap secara eksplisit atau implisit yang menjadi ciri khas individu maupun karakteristik kelompok menganai hal-hal yang diinginkan dan berpengaruh terhadap proses seleksi dan sejumlah modus, cara dan hasil akhir suatu tindakan (Adisubroto, 1993, Dayakisni & Yuniardi, 2004) Nilai menurut Rokeach adalah suatu keyakinan yang relatif stabil tentang model-model perilaku spesifik yang diinginkan dan keadaan akhir eksistensi yang lebih diinginkan secara pribadi maupun sosial dibandingkan keadaan akhir eksistensi yang berlawanan atau sebaliknya (Lonner & Malpass, 1994) Nilai adalah kecenderungan luas untuk lebih menyukai atau memilih keadaan-keadaan tertentu dibanding yang lain. Nilai adalah suatu perasaan yang mendalam yang dimiliki oleh anggota masyarakat yang sering menentukan perbuatan atau tindak tanduk perilaku anggota kelompok (Hofstede,1991)

Menurut Adisubroto (2000) nilai berfungsi sebagai : 1. Standar ukuran dari yang menunjukkan tingkah laku dari berbagai cara 2. Rencana umum khusus dalam penyelesaian konflik dan pengambilan keputusan 3. Motivasionalkomponen kognitif, afektif dan perlaku 4. Adaptasi penyesuain dengan tekanan kelompokl 5. Ego defensifmengurangi ketegangan 6. Aktualisasi dirimencapai pemenuhan keberartian

A.

Toeri Rokeach Rokeach memandang nilai sebagai suatu keyakinan yang relatif stabil, nilai dibedakan menjadi dua kategori yakni nilai instrumental dan nilai terminal. Nilai instrumental ada dua yaitu nilai normal dan nilai kompetensi Nilai terminal adalah tujuan akhir yang diinginkan yang bersifat individual dan sosial

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Ambisius Berwawasan luas Berdaya Gembira Bersih Memaafkan Menolong Jujur Kreatif Berdikari Cerdas Rasional Kasih sayang Patuh Sopan santun Tanggungjawab Kontrol diri

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Hidup nyaman Hidup menggairahkan Rasa berprestasi Dunia damai Dunia yang indah Kesamaan Keamanan keluarga Kemerdekaan Kebahagiaan Harmoni batin Cinta dewasa Keamanan nasional Kesenangan Keselamatan Menghargai diri Persahabatan sejati kebijaksanaan

Nilai merupakan prasyarat eksistensi manusia yang meliputi : (1) pemuasan kebutuhan biologis manusia (2) interaksi sosial yang terkoordinir (3) kesejahteraan Nilai-nilai itu diklasifikasikan ke dalam sejumlah domaindomain motivasional yang terdiri dari : 1. Self direction 2. Stimulation 3. Hedonisme 4. Achievement 5. Power 6. Security 7. Conformity 8. Tradition 9. Spiritualitas 10. Benevolence 11. universalisme

Menurut Hofstede dimensi nilai budaya adalah : 1. Individualism-collectivism (IC)dimensi nilai individualism mendorong anggotanya untuk otonom, menekankan tanggungjawab dan hakhak pribadi, dimensi collectisme mendorong anggotanya menyeleraskan bahkan mengorbankan dirinya untuk tujuan kelompok 2. Power distance (PD) derajat ketidaksetaraan dalam, adanya hierarki status 3. Uncertanty Avodiance (UA) mengembangkan ritual dan institusi untuk beradaptasi dengan ketidakpastian 4. Masculinity dukung adanya perbedaan gender

Chinese Culture Connection Persatuan (integration) Kemanusiaan (humanheartedness) Dinamisme kerja Konfucianisme Disiplin moral

--------------

Hofstede Kolektifisme Maskulinitas --------Jarak kekuasaan yang lebar Penghindaran ketidakpastian

KOLEKTIVITAS HARMONI PEMUSATAN PERHATIAN PADA SOSIAL INDIVIDUALISME INTELEKTUAL INDIVIDUALISME AFEKTIF PENGUASAAN HIERARKI

Orang-oarang dari Estonia & Malaysia, Guru dari Taiwan, Turki


& Polandia

Guru dari Italia & Finlandia Guru dari Jerman & Spanyol Pelajar dari Belanda & Italia Pelajar dari Inggris, Selandia Baru & Italia Pelajar dari Amerika Utara & Guru dari Cina Guru & Pelajar (Cina & Zimbabwe), Pelajar dari Amerika Utara

NILAI

SAMPEL NEGARA

Berdasarkan kenyataan bahwa dimensi nilai individualism-collectivism yang dikemukakan Hofstede masih bersifat global, padahal ciri-ciri kolektifisme tiap-tiap budaya mungkin tak sama. Misal : Cina dan Jepang dalam analisis Hofstede dikategorikan sama-sama cenderung kolektif, namun keduanya sebenarnya memiliki perbedaan. Orangorang Cina lebih berorientasi pada keluarga, sementara jepang lebih beroriantasi pada kelompok tugas/kerja. Matsumoto, Weisman, Preston dan Brown (1995) menyusun suatu Inventory untuk mengungkap kecenderungan individualism-collectivism dengan mempertimbangkan konteks spesifik Aspek-aspek nilai individualism-collectivism terdiri dari : 1. Sosial harmony, 2 cooperation in Sosial group, 3. social sharing and recognation, 4. self kontrol

1.

2. 3.

4.
5.

6.

7.

Teori ini diilhami konsep relasi dari sosiolog Talcot Persons dengan membagi 5 orientasi hubungan dalam rangka beradaptasi satu sama lain dalam lingkungan dan waktu yang berbeda. Dimensi-dimensi nilai Trompenaar: Universalism vs Partikularism universalism berkaitan dengan sesuatu yang berlaku secara umum, partikularisme mengacu pada kekuatan lokal sebagai acuan tindakan Individualism vs Communitarism manusia sebagai makhluk otonon, manusia sebagai bagian masyarakat Natural vs Emotional emosi dikontrol, emosi dieskpresikan Specific vs Diffuse ruang publik luas ruang personal sempit, ruang publik dan ruang personal luas Achievement vs Ascriptionstatus berhubungan dengan kualitas personal, status diperoleh atas relasi dan keturunan Sequential time vs synchronous time dalam sebuah relasi ruang dan waktu diterjemahkan secara kaku, dalam sebuah relasi ruang dan waktu disikapi secara fleksibel The enviornment inner directed, outer directed

Kelompok Anglo
Hubungan individualism Communitaris Spesifik relationship Diffuse relationship Universalism Particularism X X X X Amerika X Inggris X

Natural relationship
Emotional relationship Achievement Ascribtion X X

Hubungan individualism Communitaris Spesifik relationship Diffuse relationship Universalism

Kelompok Asia Jepang Cina 4q Indonesia


X X X

Hongkong Singapura

Particularism
Natural relationship Emotional relationship Achievement Ascription

X
X

X
X

X
X

Yinger (1977) bertanya kepada 751 orang dari lima negara yang berbeda (Jepang, Korea, Thailand, Selandia Baru dan Australia) untuk memberikan respon atas pertanyaan terbuka berkenaan dengan dengan apa yang mereka anggap sebagai pertanyaan pokok dan abadi bagi umat manusia. Jawaban dari setiap negeri hampir sama. Pada seluruh sampel, item makna dan tujuan hidup (60%), item penderitaan (54%), dan item ketidakadilan (38%). Barden (1974) menemukan bahwa alasan yang paling sering disebut untuk mengikuti agama adalah agama memberikan makna pada kehidupan. Dalam survey terbesar di inggris (ITA,1970) ditemukan sebesar 64% kata Tuhan yang memiliki asosiasi absolut dengan agama. Jadi agama membantu manusia menjawab masalahmasalah yang menjadi perhatian paling utama.

Dalam paradigma logo terapi terdapat tiga sumber nilai makna hidup : 1. Creative values basis kekaryaan 2. Experiential value berbasis agama dan spiritual 3. Attitudinal values berbasis sosial desireabality Agama selain sebagai nilai dalam kehidupan juga memberi pedoman dan arahan dalam mencapai makna hidup yang paripurna Senada dengan Paul Tiliich (1963) bahwa agama adalah ketika dipenuhinya hal-hal paripurna, perhatian akhir yang menyebabkan perhatianperhatian lain bersifat pengantar saja, dan dengan sendirinya mengandung pertanyaan tentang makna hidup kita.

DINAMIKA NILAI, SIKAP DAN PERILAKU


NILAI-NILAI PRIBADI NILAI : BUDAYA AGAMA KEBUTUHAN KEBUTUHAN SIKAP DAN KEYAKINAN PERILAKU

PERTEMUAN KE-4

Kajian kepribadian dalam lintas budaya dan agama perlu memperhatikan perbedaan ragam budaya dan agama dalam memberi definisi keperibadian Matsumoto (1996) menyebutkan literatur psikologi Amerika menekankan stabilitas karakter perilaku, pikiran dan predisposisi dari kepribadian. Phares (1991) mendefinisikan kepribadian sebagai serangkaian karakteristik pemikiran, perasaan dan perilaku yang berbeda antara tiap individu dan cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi. Di sini Phares menekankan adanya keunikan dan konsistensi.

Benarkah kepribadian itu bersifat stabil dan konsisten dari setiap konteks, situasi, dan interaksi ?

Penelitian Malinowski pada 1920 menemukan adanya mimpi-mimpi pada anak laki-laki pada suku ini yang mirip tipe mirip dengan mimpi yang dianalisis Freud sebagai Oedipus Compleks. Namun demikian mimpi akan sesuatu yang mengerikan tersebut tidak mengenai figur ayah mereka melainkan pada figur paman yang mengasuhnya Penelitian Erikson mengambil subyek penelitiannya pada masyarakat kulit putih Amerika pada awal usia 25 tahun atau bisa disebut masa dewasa awal individu telah memiliki identitias dari mulai muncul hasrat untuk menyatukan identitasnya dengan orang lain. Melakukan hubungan intim yang bersifat permanen dan menyalurkan kebutuhan seksual. Namun demikian dalam penelitian yang dilakukan oleh Ochse dan Plug (1986) pada masyarakat Afrika selatan menemukan bahwa wanita kulit hitam membangun identitas diri dan hubungan intim pada usia yang lebih lambat yaitu sekitar umur 35 tahunan Dalam kontek ini kepribadian cenderung berubah menyesuaikan kontek dan situasi (Matsumoto, 1996)

Pada Tes Rorsach dan Grafis yang merupakan bagian dari bentuk tes proyektif seringkali dikatakan bebas budaya, padahal terjadi pemaksaan interpretasi dalam menilai kenormalan respon.
Sebagai contol dalam tes Grafis penggambaran jambang dan kumis oleh testee pria diinterpretasikan sebagai perjuangan maskulinitas, sedangkan penghilangan telinga diinterpretasikan sebagai kecenderungan gambaran gangguan pada telinga atau halusinasi. Hal ini tidak sesuai dengan masyarakat muslim Timur tengah secara agama dan tradisi mereka memiliki jambang bagi pria dan berhijab bagi wanita Pada Tes Rorsach pada kartu 1 yang diantara subyek-subyek dari Eropa seringkali digambarkan sebagai kupu-kupu, ngengat atau kelelawar. Respon-respon ini kemudian masuk sebagai populer respon. Bagaimana Eskimo yang tidak mengenal kupu-kupu, ngengat atau kelelawar? Apakah mereka kurang kreatif dan rendah interaksi sosialnya? Penelitian Cook (1942) pada 50 remaja laki-laki dari suku Samoa yang akan didik dan dipilih sebagai Pastor. Para remaja tersebut mendapat tes Rorsach, dimana temuan menunjukkan adanya prosentase tinggi (70%) mereka menggunakan warna putih dari bercak-bercak tinta Rorsach tersebut. Analisis klinisnya biasanya diinterpretasikan sebagai kecenderungan oposisi atau pemberontak. Tetapi bagi 35 subyek ini, putih sebagai simbol kesucian (Price, W.F & Crapo. R.H. 2002)

1.

2.

3.

Sebuah konsep dari Rotter (1996) adalah locus of control yang menghubungkan antara kelintas budayaan dan kepribadian. Locus of control kepribadian umumnya dibagi dua berdasarkan arahnya, yaitu: Eksternal dan Internal. Orang-orang Eropa locus of control internal cenderung melihat diri mereka dalam kacamata personal individualkeberhasilan adalah hasil kerja keras. Orang Asia Locus of Control Eksternal cenderung melihat diri mereka dalam kacamata sosial keberhasilan adalah dukungan sosial (Matsumoto, 1996)

Dyal (1984) mengkaji locus of Control orang kulit Hitam Amerika dan Kulit putih Amerika, ditemukan orang kulit Hitam Amerika Lebih eksternal locus of contrlonya, setelah diselidiki ternyata mereka memiliki status sosial ekonomi rendah. Literatur Amerika menyebutkan orang dengan locus of Control External tampak lebih sering mengeluh namun lebih mudah berkompromi ketika menghadapi konflik. Perkembangan kepribadian menurut Gutman (Price, 2002) , semakin bertambah tua seseorang, tampak semakin pasif, motivasi berprestasi dan kebutuhan otonomi semakin turun dan locus of control dirinya mengarah keluar

Konsep diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi diri (Bruns, 1979). Organisasi dari bagaimana kita mengenal, menerima dan menilai diri kita Matsumoto (1996) membagi konseps diri dalam lintas budaya menjadi dua, yaitu independent construal of self dan interdependent construal of

self. Independent construal of self diri individual,

dimana nilai akan kesuksesan dan perasaan akan harga diri mengambil bentuk khas individualisme Interdependent construal of self diri kolektif, bagaimana individu memenuhi dan memelihara keterkaitanya dengan orang lain. Triandis dan rekan (1989) menemukan bahwa orang Asia lebih menekankan pada hubungan sosial. Ini merupakan indikasi kuat hbgykelompok budaya Asia hubugan dengan orang lain menempati posisi penting dalam konsep diri mereka.

Kajian kepribadian bersifat lokal hadir memberi kelengkapan dalam melihat aspek-aspek kepribadian. Doi (1973) menemukan Amae sebagai inti konsep diri dalam kepribadian orang Jepang. Amae berakar dari kata manis, dan perlahan dirujukkan sebagai sifat pasif, ketergantungan antar individu. Konsep Amae yang juga menggambarkan hubungan ibu dan anak menjadi dasar dalam setiap hubungan sosial di Jepang. Jatman (1997) menemukan bahwa rasa adalah inti dari kepribadian masyarakat Jawa. Dalam bukunya Psikologi Jawa, Darmanto Jatman membagi rasa menjadi tiga: rasa subyek, rasa obyek dan rasa pertemuan subyek-obyek. Ketiganya dihasilkan dari rasa hidup. Catatan-catatan dan pengalaman hidup terakumulasi menjadi Aku. Konsep ini tampak mirip dengan konsep India mengenai Jiva (Paranjpe, Berry, 1999) dengan unsur terdalam di sebut Atman

Freud mengemukakan bahwa ego-ideal berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang terbentuk oleh lingkungan baik keluarga maupun masyarakat. Istilah Freud adalah father image (citra bapak) yang menentukan pembentukan dasar-dasar beragama. Bila dalam beragama seorang bapak memperlihatkan kasih sayang dan kelembutan maka anak akan mengeinternalisasikan nilai-nilai agama juga seperti itu. Dan sebaliknya jika penampilan seorang bapak terkesan kasar,sangar dan kaku maka akan mengindentifikasi agama sebagai ajaran yang kejam. Menurut Eric Fromm pembentukan kepribadian tergantung pada dua faktor lingkungan, yaitu asimilasi dan sosialisasi

Asimilasi menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan bendawi, sedangkan sosialisasi berhubungan dengan lingkungan manusia. Bila dalam sebuah keluarga perlakuan terlalu keras maka anak-anak memperoleh lingkungan manusia yang tidak sejalan dengan nilai-nilai agama. Maka walaupun dalam lingkungan bendawi anak-anak diperkenankan dengan benda-benda keagamaan, pembentukan kepribadian keagamaan secara utuh akan sulit dipenuhi. Pembentukan kepribadian harus dimulai dari penanaman sistem nilai pada anak. Sistem nilai bersumber dari ajaran agama. Namun pembentukan sistem nilai kurang berpengaruh jika tidak disertai dengan keteladanan.

Menurut Fromm (1988) agama berfungsi membentuk kata hati yaitu : 1. Kata hati otoritarian : berkaitan dengan kepatuhan, pengorbanan dan tugas manusia atau penyesuaian sosial 2. Kata hati humanistik : pernyataan kepentingan diri dan integrasi manusia. Menurut Randall & Desrosier (1980) jenis Locus of contriol external dominan ditemukan pada mereka yang taat beragam Menurut Benson & Spilka (1973) remaja yang memiliki citra positif terhadap Tuhan semakin tinggi tingkat harga dirinya.

PERTEMUAN Ke-5

Persepsi adalah proses menginterpretasikan stimulus yang ditangkap melalui indera (sensasi) sehingga menjadi polapola yang bermakna (Shiraev & Levy, 2012). Pengalaman individu terhadap lingkungan sekitar akan membentuk persepsi individu melalui penciptaan ekspektasi perseptual, yang disebut set perseptual, melahirkan interpretasi dan meningkatkan kecepatan dan efisiensi pada proses persepsi. Misal : kultur berburu dan meramu memiliki tingkat buta warna yang rendah daripada masyarakat pertanian, karena perbedaan pengalaman kontur warna Orang yang tinggal di gurun tidak mengalami penurunan pendengaran dibandingkan dengan orang yang tinggal di perkotaan, karena level kebisingan yang berbeda Anak dari keluarga miskin cenderung melihat ukuran koin lebih besar dari ukuran sebenarnya dibandingkan dengan anak dari keluarga kaya yang melihat ukuran koin lebih kecil dari ukuran sebenarnya, karena perbedaan tingkat kebutuhan terhadap uang

Ilusi Muller-Myer

Laporan penelitiannya sebenarnya sudah tua, asalnya tahun 1966. Tapi sampai sekarang, fakta ilmiah ini belum ada yang berhasil menyanggahnya. Adalah Segall et al yang melakukan penelitian heboh dengan hanya berbekal sebuah ilusi, yang disebut MullerLyer Illusion. Ilusi garis tersebut di atas. Berbeda dengan psikolog lainnya yang hanya meneliti subjek orang disekitarnya yang mudah didapat, Segall et almengembara ke pedalaman Afrika untuk menemui subjek penelitiannya. Alhasil, ditemukan tabel berikut ini.

Antropolog Joseph Heinrich adalah bahwa masyarakat primitif cenderung berpikir holistik, tidak terlalu menekankan pentingnya pilihan dan juga tidak terlalu peduli apakah dirinya pintar atau bodoh. Berbeda dengan orang modern yang mementingkan pilihan, berpikir analitis, berusaha menampilkan citra positif yang baik dan cenderung menganggap dirinya hebat Segall memberikan tiga hipotesa untuk menjelaskan fenomena ilusi ini : 1. The carpentered word 2. Front Horizontal Foreshorting 3. Symbolizing three dimension in two

1.

The Carpentered Word Theory Teori ini berasumsi bahwa masyarakat Inggris cenderung melihat bentuk-bentuk persegi

(rectanguler)
2.

3.

The Front Horizontal Foreshorting Theory teori ini berasumsi pada masyarakat non industri (Papua Nugini, pedalaman India) memiliki kececerungan lebih besar untuk melihat garis vertikal lebih daripada garis horizontal dibandingkan masyarakat Industri (Inggris) (Matsumoto,1996, Price,2002) Symbolizing Three Dimension In Two kebiasaan dalam tradisi menulis atau menggambar di kertas lebih besar kesalahan melihat gambar dua dimensi menjadi tiga dimensi

1.

2.

3.

Budaya dan Indera AudiotoryReuning & Wortley (Berry, 1999) menemukan bahwa kemampuan audiotory suku Kalahari dibandingkan sampel dari Amerika dan Dermak. Selain karena pola makanan, mereka menduka kemampuan ini disebabkan oleh intonasi suara yang rendah dan berat, sehingga orang Kalahari memaksimalkan ambang batas kemampuan pendengarannya Budaya dan indera Perasa 30% orang Kaukasia dikatakan buta kecap karena kebiasaan mengecap subtansi-subtansi yang lebih kasar (Berry, 1999) Budaya dan persepsi Warnaorang suku Torres Strait kesulitan membedakan warna Hijau dengan Biru muda, namun lebih mudah mendeteksi warna merah muda dan merah dibandingkan dengan orang Eropa (Berry, 1999)

Inti dari kegiatan kognisi adalah melakukan kategorisasi, pembentukan konsep dan penggunaan informasi Budaya merupakan salah satu preferensi kategorisasi yang memberikan informasi terhadap perilaku manusia Bentuk kursi di seluruh dunia bisa dikatakan sama akan tetapi jika bahan yang dipakai berbeda bisa menimbulkan pengkategorian yang berbeda pula, misal di Jawa kursi panjang yang terbuat dari bambu diberi nama lincak, yang mungkin saja oleh budaya lain tidak dikategorikan sebagai kursi Nisbet (2003) mengemukakan adanya perbedaan dalam gaya kognisi antara siswa Barat dan Asia Timur. Dia menujukkan bahwa siswa dari Cina, Korea, dan Jepang cenderung menggunakan persepsi holistik daripada Barat. Mahasiswa non Eropa ditengarai lebih menyukai lapangan dan mahasiswa Eropa lebih menyukai ruang kelas dalam belajar. Dalam studi siswa kelas IX yang berjumlah 178 siswa dari kelompok Afrika-Amerika ditemukan mereka cendrung spontan, fleksible, berikiran terbuka dan tidak terlalu terstruktur dalam mempersepsi orang, kejadia dan ide. Eropa-Amerika di sampel itu tampak lebih mampu mengatur diri, cendrung menghakimi orang, dan kurang terbuka.

Memori adalah proses pengkodean (encoding), penyimpanan (store), dan pemanggilan kembali (retrive) (Felmand, 1999) Ross dan Millson (Matsumoto,1996) mengatakan bahwa budaya oral/lisan membuat orang lebih baik dalam kemampuan daya ingat, hal ini diperoleh dengan membandingkan daya ingat Amerika dengan Ghania dalam mengingat cerita yang dibacakan dengan keras. Primacy effect atau apa yang kita ingat lebih baik selalu pertama yang kita baca atau yang kita baca terakhir (recency effect) disebut serial position Menurut Wagner (Matsumeoto,1999) perbandingan kelompok anak Maroccan antara yang sekolah dan yang tidak pernah sekolah ditemukan bahwa primacy effect cenderung sangat kuat terjadi pada anak yang mendapatkan pendidikan.

Problem solving merupakan suatu proses dalam menemukan urutan yang benar dari alternatifalternatif jawaban suatu masalah dengan mengarahkan pada satu sasaran atau kearah pemecahan yang ideal. Percobaan Cole (1971) menemukan bahwa kemampuan orang Liberia untuk berfikir logis guna memecahkan suatu masalah sangat tergantung konteks, ketika masalah yang disajikan digunakan material dan konsep yang sudah mereka kenal. Orang-orang Liberia berfikir logis sama baiknya dengan orang-orang Amerika. Sebaliknya jika mereka tidak kenal, mereka tampak kesulitan dari mana mulai langkah pemecahan masalah. Tipe permasalahan lain yang ada kaitanya dalam problem solving dengan budaya adalah silogisme. Mereka yang berpendidikan lebih cakap dalam menjawab soal-soal silogisme dari pada yang tidak mengenal pendidikan.

Intelegensi adalah proses mental yang mungkin menimbulkan respon perilaku tertentu. Adanya pengakuan bahwa ketrampilan intelektual manusia dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan eksternal (Caroll, 1983, Strenberg, 1985). Setting seperti insentif pendidikan, kualitas pengajaran dan komunikasi guru dan murid mungkin juga mempengaruhi tes Intelegensi (Irvine,1983; Mackie, 1983) Program pelatihan khusus (Keats, 1985) dan upaya instruksional tambahan (Misra, 1997) dapat menentukan seberapa baik nilai tes Intelegensi seseorang. Anak-anak Aborigin mendapat skor lebih rendah untuk tes verbal dibandingkan anak-anak Australia, dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya interaksi. Jika anak-anak Aborigin diberi kesempatan untuk tinggal berdampingan dengan anak-anak kulit putih, skor tes klasifikasi verbalnya mungkin relatif sama (Lacey, 1971). Secara umu deprivasi stimulasi yang serius bisa menyebabkan disorganisasi proses kognitif (Shinha & Shulka, 1974)

1.

2.

3.

Motivasi adalah pembangkit, pendorong terjadinya perilaku yang disebabkan oleh meningkatnya reaksi-reaksi internal dan deprivasi terhadap kebutuhan biologis maupun non biologis Contoh : Sekaten (berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimat Syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun nabi Muhammad s.a.w. untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam Grebeg Muludan sebuah Gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju masjid Agung Tumplak WajikUpacara ini berupa kotekan atau permainan lagu dengan memakai kentongan,lumpang untuk menumbuk padi, dan semacamnya yang menandai awal dari pembuatan Gunungan yang akan diarak pada saat acara Grebeg Muludan nantinya

PERTEMUAN KE-6

Dalam kesehariannya individu berhadapan dengan beragam rangsangan dari luar yang kadang direspon kadang diabaikan. Reaksi-reaksi dari respon terhadap rangsangan tersebut menurut William James dipahami sebagai emosi Contoh ketika individu melihat orang gila sedang mengamuk individu akan lari secepatnya menghindar. Individu akan mempersepsikan perilaku lari, jantung berdebar, dan perubahan-perubahan lain dari tubuh sebagai emosi yang disebut TAKUT

1. 2. 3.

Membantu persiapan tindakan (prepearing

us for action)

Membentuk perilaku yang akan datang

(Shaping for future behavior)

Membantu untuk mengatur interaksi sosial (helping us to regulate social interaction)

Fischer perspective
EMOTION POSITIVE NEGATIVE SUPERORDINAT CATEGORIES
FEAR

LOVE

JOY

ANGER

SADNESS

BASIC CATEGORIES
HOROR

FONDNESS

BLISS

PRIDE HOSTILITY

GUILT CONTEMPT

AGONY

WORRY GRIEF

SUBORDINAT CATEGORIES

ANNOYANCE JEALOUSY LONLINESS

INFiTUATION

Emosi dikaji dalam dua terms yaitu pertama mengenai pengalaman dan kedua terkait dengan bagaimana ekspresinya James Lange Theory menurut teori emosi merupakan hasil dari sebuah persepsi fisiologis yang terbangkitkan secara otomatis dan perilau tampak Cannon-Bard Theory mengatakan bahwa automatic arousal terlalu lambat untuk menjelaskan perubahan-perubahan dalam pengalaman emosi. Pengalaman kesadaran emosi adalah hasil stimuli langsung pusat otak di korteks Scachter/singer Theory lebih fokus pada peran interpertasi kognitif. Teori ini berpendapat bahwa pengalaman emosi tergantung pada interpertasi seseorang mengenai lingkungan dimana emosi itu terbangkitkan. Matsumoto (1993) mengatakan emosi adalah label dari perilaku atau peristiwa internal individu yang terbangkitkan pada situasi-situasi tertentu.

Tidak semua budaya memiliki kosakata yang bermakna emosi. Penelitian Levy (1993) menemukan bahwa suku Tahiti dan suku Ifaluk (Lutz,1983) tidak memiliki kosakata yang merujuk emosi. Ketiadaan kosakata emosi dapat diinterpretasikan bahwa: 1. Kedua suku ini memang tidak memiliki emosi 2. Emosi dianggap tidak penting atau sesuatu yang tabu serta infantil sehingga harus dikontrol kuat 3. Punya label yang berbeda terkait dengan emosi

Labeling emosi antar budaya memiliki per dalahbedaan diantaranya: Kosakata Schadenfreud dalam bahasa jerman bermakna perasaan bahagia ketika mendapatkan keberuntungan atas kesialan orang lain tidak ditemukan dalam bahasa indonesia maupun bahasa Inggris. Kosakata itoshii dalam Jepang memiliki makna perasaan hampa akibat ketiadaan cinta untuk waktu lama, dalam kosakata bahasa Indonesia mirip dengan kesepian Shame dalam bahasa inggris bermakna malu dari dalam diri, sedangkam embarrassment malu yang bersumber dari luar atau dipermalukan. Di Indonesia malu menggambarkan semua kondisi Dalam bahasa Arab tidak ditemukan kosakata Frustasi, sehingg orang Arab tidak pernah frustasi

BUDAYA AMERIKA-EROPA JEPANG SUKU CEWONG MALAYSIA SUKU TAHITI

LOKASI EMOSI HATI (HEARTH) PERUT JANTUNG (LIVER) USUS

SUKU IFALUK
SUKU SAMOA, PINTUPI ABORIGIN, SOLOMON ISLANDER

SISI DALAM
HUBUNGAN ANTARA ORANGA ATAU ANTARA ORANG DAN PERISTIWA

Dalam psikologi Amerika Emosi dimaknai sebagai hal yang sifatnya personal, dimana emosi didefinsikan sebagai perasaan subyektif yang sifatnya berlangsung internal Sebaliknya emosi bagi suku Ifaluk di Micronesia (Lutz, 1982) dan suku Thiti (Levy, 1984) membuktikan bahwa emosi bagi kedua suku ini dimaknai di dalam hubungan sosial dan lingkungan fisik. Konsep Jepang tentang amae, yang menjelaskan suatu bentuk emosi akan ketergantungan satu orang dengan orang lain, ini dilihat sebagai konstruk sosial daripada individual

Penelitian Ekman (1972) menemukan enam emosi dasar manusia bersifat universal yaitu : MARAH, TAKUT, TERKEJUT, JIJIK, BAHAGIA, SEDIH.

Menurut Berry (1999) terdapat cultural display rules, norma-norma budaya berkenaan dengan bagaimana pengelolaan penampakan wajah atau ekspresi emosi Temuan pada subyek Jepang pada kondisi berada di tengah-tengah keramaian banyak orang. Subjek Jepang tidak menampakkan ekspresi ngeri, sebagaimana ekspresi dari subyek Amerika melainkan tersenyum atau cenderung beremosi datar. Subyek Jepang menahan emosi yang negatif untuk tidak diekspresikan di tengah banyak orang.

Vargas (1996) dalam studinya Ia menemukan bahwa orang-oranh Costarika jarang mengkespresikan emosi negatif mereka (jengkel, tidak percaya, tidak setuju) dibandingkan subyek dari Amerika Orang jepang yang mengalami getaran sensasi tangan dan gesture lengan, perubahan vokal dan reaksi muka serta keseluruhan gerak tubuh ketika mengalami emosi. Orang Amerika dan Eropa ditemukan menunjukkan perubahan sensasi terutama pada ekspresi muka dan geteran suara yang lebih besar dibandingkan orang Jepang

BUDAYA JEPANG EROPA-AMERIKA

EMOSI EMBIRA,MARAH, SEDIH, TAKUT GEMBIRA DAN MARAH

KETERANGAN SERING SERING DAN DURASINYA LEBIH LAMA

SUMBER: MATSUMOTO (1996)

BUDAYA

ANTESEDEN EMOSI

JEPANG EROPA-AMERIKA
MATSUMOTO (1996)

RELATIONSHIP PRESTASI

PERTEMUAN KE-7

A.

B.

C.

Paradigma mekanistik memandang manusia tak ubahnya seperti mesin, hanya merespon suatu stimulus, kemudian menimbulkan tingkahlaku Paradigma organismik faktor-faktor bawaan sebagai penentu tngkahlaku. Tetapi pemunculan potensi bawaan itu membutuhkan stimulus dari lingkungan. Paradigma dualistik konstekstual memandang tingklahlaku manusia ditentukan oleh konteks rang dan waktu, situasi yang mempengaruhi dan kapan itu terjadi

1. 2. 3.

Super & Harkness (Dayakisni & Hudaniyah, 2008) mengintegrasikan penemuan dari psikolog dan antropolog yang menyebutkan bahwa perkembangan manusia tidak bisa dilepaskan dari konteks sosiokultural. Muncul konsep wacana perkembangan yang memiliki 3 komponen, yaitu : Konteks fisik dan lingkungan sosial dimana anak itu hidup dan tinggal Praktek pendidikan dan pengasuhan anak Karakteristik psikologis orang tua Super & Harkness (1989) juga menyatakan bahwa organisme dan wacana perkembangan beradaptasi satu sama lain. Dengan demikian individu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sementara wacana beradaptasi dengan individu

Keterkaitan individu dan wacana

ECOLOGY

CUSTOMS

SETTING

E OOOOPPPP CHILD

CARETAKER PSYCHOLOGY

Kluckhorn mengadakan penelitian pada dua kelompok bayi, yakni bayi-bayi Amerika dan bayi-bayi suku Indian Zuni. Kemudian dibandingkan keaktifan geraknya. Ternyata dalam keadaan masih bayi semuanya sama-sama aktif. Dua tahun kemudian dievaluasi kembali dan ternyata ada perbedaan. Dimana bayi suku Indian Zuni lebih lambat gerakaanya, dibandingkan dengan kelompok bayi Amerika. Menurut Kluckhorn hal itu di sebabkan adanya pengaruh budaya di suku Indian Zuni yang menekankan kekaleman dan pembatasan diri yang disosialisasikan oleh orang tua yang mengasuhnya.

PIAGET mendasarkan teorinya pada anak-anak Swiss dan menemukan 4 tahap perkembangan kognitif : 1. Tahap sensorimotor (0-2th) kemampuan imitasi, bahasa, mental imagery 2. Tahap Preoperasional (2-6/7th)ditandai konservasi, centration, irrevensibility, egosentrisme, animisme 3. Tahap operasional kongkrit (6/7-11 th) sebagian besar kelanjutan dari tahap preoperasional, pemecahan masalah dengan strategi trial and error 4. Tahap operasional formal (11-dewasa) pada tahap ini inidividu mengembangkan kemampuan berfikir logis mengenai konsep-konsep abstrak

Dalam studi komparatif anak-anak suku Inuit di Kanada, Baoul di Afrika, dan Aranda di Australia. Menunjukkan anak-anak dari suku Inuit dapat menyelesaikan tugas-tugas spasial pada usia 7 tahun. Pengetesan tentang konservasi cairan justru sebaliknya, anak-anak dari suku Baoul dapat menyelesaikan tugas itu pada usia 8 tahun, anakanak suku Inuit 9 tahun, dan suku Aranda 12 tahun. Mengapa demikian? Anak-anak suku Inuit dan Aranda hidup dalam masyarakat nomadik, dimana anak telah mempelajari ketrampilan spasial sejak dini karena keluarganya selalu berpindah-pindah. Di satu sisi anak suku Baoul hidup dalam masyarakat menetap , dimana mereka hampir jarang berpergian, tetapi hampir selalu ditugaskan mengambil air dan menyimpan buliran padi. Kemampuan inilah yang nampaknya mempengaruhi untuk dapat menyelesaikan tugastugas dalam tahap operasional konkrit

Teori Kohlberg menyatakan ada 3 tahapan perkembangan penalaran moral: 1. Tahap prekonvensional reward dan punishment 2. Tahap konvensional konformitas 3. Tahap postkonvensional keyakinan subyektif berada di atas kepentingan masyarakat Penelitian Bersoff (1992) membandingkan respon terhadap tugas-tugas keputusan moral antara responden India dan Amerika. Ternyata orang-orang India baik anak-anak maupun dewasa mempertimbangkan bahwa tidak menolong orng lain sebagai pelanggaran moral lebih dari orang Amerika, mengabaikan apakah situasi itu mengancam hidupnya atau tidak. Miller dan Brisoff menafsirkan bahwa pada orang India ditanamkan ajaran untuk memiliki tanggungjawab sosial yang lebih besar

Teori yang membahas perkembangan sosioemosional adalah teori perkembangan psikososial sepanjang rentang kehidupan manusia dari Erikson. Salah satu dari depalan teori itu adalah perkembangan Otonomi versus malu dan ragu (masa Toddler).- intinya mobilitas anak akan memberi perasaan bebas, kompeten dan penguasaan, dilawankan dengan tuntutan menerima kontrol dari orang lain dalam lingkungannya. Hingga memunculkan penyelesaian konflik dengan perkembangan ketrampilan tersebut. Pada budaya kolektivis justru malu digunakan untuk sanksi sosial kepada mereka yang terlalu otonomi.

You might also like