You are on page 1of 74

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas perkenan dan ridhoNya, buku pedoman budidaya tanaman buahbuahan, tanaman sela, tanaman perkebunan dan kehutanan pada Program Penanganan Lahan Kritis dan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM) dapat diselesaikan dengan baik. Buku pedoman budidaya tanaman buah-buahan, tanaman sela, tanaman perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk memberikan acuan bagi pengelola program di daerah dalam melaksanakan kegiatan budidaya tanaman sesuai dengan teknis usaha tani yang baik. Selain itu dapat digunakan bagi petani pelaksana program dalam melaksanakan usaha budidaya sesuai dengan kebutuhan sarana produksi pertanian, pemeliharaan, dan penanganan pasca panen. Akhirnya dengan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam proses penyusunan buku pedoman budidaya tanaman buah-buahan, tanaman sela, tanaman perkebunan dan kehutanan, mudah-mudahan memberikan manfaat bagi semua pihak.

II I

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................I DAFTAR ISI ............................................................................................... II DAFTAR TABEL ........................................................................................ III

CENGKEH (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum) ..1 KARET (Hevea brasiliensis) .................................................................10 KOPI (Coffea sp) .................................................................................... 22 PALA (Myristica fragan Hait)................................................................ 33 JABON (Antocephalus sp) ...................................................................43 JATI EMAS (Tectona grandis L) .......................................................... 49 MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq) .................................................60 SENGON (Paraserianthes falcataria).................................................. 63

II
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

III

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

DAFTAR TABEL

SYARAT TUMBUH TANAMAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN ........IV JARAK TANAM PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN ............................... IV DOSIS PUPUK DASAR TANAMAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN. ............................................................................................ IV DOSIS PUPUK UNTUK PEMELIHARAAN TANAMAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN .......................................................... V

III

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

SYARAT TUMBUH TANAMAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN No Jenis Tanaman Iklim (curah hujan,mm/th) Syarat Tumbuh Ketinggian Tempat (mdpl) Tanah (pH)

I. Tanaman Perkebunan 1. Cengkeh 1.500 - 2.500 200 - 600 5,5 - 6,5 2. Karet 2.500 - 4.000 s/d 200 4,5 - 6,5 3. Kopi Arabika 2.000 - 4.000 700 - 1.400 5,3 - 6,0 4. Kopi Robusta 1.500 - 3.000 300 - 600 5,5 - 6,5 5. Pala 2.000 - 3.000 s/d 700 5,5 - 6,5 II. Tanaman Kehutanan (harus ditanam sebagai tanaman tumpang sari) 1. Jabon 1.600 300 - 800 6,0 -7,0 2. Jati Emas 1.500 - 2.500 10 - 1.000 4,0 - 8,0. 3. 1.600 - 4.000 s/d 1.000 Solum Mahoni dalam 4. Sengon 2.000 4.000 s/d 800 6,0 7,0 JARAK TANAM PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN No Jenis Tanaman Jarak Tanam Jumlah Bibit/Ha I. Tanaman Perkebunan 6 x 7 m; 7 x 8 m atau 8 x 238 pohon; 178 1. Cengkeh 8m pohon; 156 pohon 2. Karet 7x3m 476 pohon Kopi arabika kate 3. 1,25 x 2 m atau 1,5 x 2 m 3.300 - 4.000 pohon (Kartika 1 & Kartika 2) Kopi jagur (AB 3, USDA 4. 2 x 2,5 m 2.000 pohon 762 dan S 795) 5. Pala 9 x 10 m atau 9 x 9 m 110 atau 123 phn II. Tanaman Kehutanan (harus ditanam sebagai tanaman tumpang sari) 1. Jabon 5 x 10 m 200 pohon 2. Jati Emas 5 x 10 m 200 pohon 3. Mahoni 5 x 10 m 200 pohon 4. Sengon 5 x 10 m 200 pohon DOSIS PUPUK DASAR TANAMAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN No Jenis Tanaman Dosis pupuk dasar/lubang tanam Urea SP-36 KCl Organik

I. Tanaman Perkebunan 1. Cengkeh 5-10 kg 2. Karet 50 gram 100 gram 3. Kopi 10 - 20 kg 4. Pala 10 - 20 kg II. Tanaman Kehutanan (harus ditanam sebagai tanaman tumpang sari) 1. 5 kg Jabon Urea : 15 gram 2. Jati 5 kg 3. Mahoni 5 kg 4. Sengon NPK (15:15:15) : 30 gram 1 - 2 kg Sengon 5 kg

IV

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

DOSIS PUPUK UNTUK PEMELIHARAAN TANAMAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN


No Jenis Tanaman Dosis pupuk (pohon/th) Urea SP-36 KCl Organik

I. Tanaman Perkebunan 1. Cengkeh Umur 1 tahun Umur 2 tahun Umur 3 tahun Umur 4 tahun Umur 5 tahun 2. Karet Umur 1 tahun Umur 2 tahun Umur 3 tahun Umur 4 tahun Umur 5 tahun 3. Kopi Umur 1 tahun Umur 2 tahun Umur 3 tahun Umur 4 tahun Umur 5 - 10 tahun 5. Pala 50 gram 100 gram 150 gram 200 gram 300 gram 600 - 750 gr 40 gram 80 gram 100 gram 100 gram 150 gram 550 - 600 gr 40 gram 80 gram 100 gram 100 gram 240 gram 600 800 gr 250 gram 250 gram 250 gram 300 gram 300 gram 150 gram 250 gram 250 gram 250 gram 250 gram 100 gram 200 gram 200 gram 250 gram 250 gram 60 gram 120 gram 250 gram 400 gram 60 gram 45 gram 80 gram 150 gram 250 gram 40 gram 35 gram 75 gram 120 gram 200 gram 400 gram

II. Tanaman Kehutanan (harus ditanam sebagai tanaman tumpang sari) 1. Jabon Umur 1-2 tahun Umur 3 tahun 2. Jati Emas Umur 1 tahun Umur > 1 s/d 2,5 tahun 3. 4. Mahoni Sengon Umur 1 tahun Umur 2 tahun Umur 3 tahun NPK (15:15:15) : 180 gram NPK (15:15:15) : 150 gram NPK (15:15:15) : 200 gram NPK (15:15:15) 500 gram NPK (15:15:15) 1.000 gram Larutan NPK (100 gr/4 L air) = 1 Liter dan urea 100 gram Larutan NPK (100 gr/4 L air) = 1 Liter dan urea 160 gram

0 V

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

CENGKEH (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum)

I. Pendahuluan Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, dikenal sebagai tanaman rempah yang digunakan sebagai obat tradisional. Cengkeh termasuk salah satu penghasil minyak atsiri yang biasa diguakan sebagai bahan baku industri farmasi maupun industri makanan, sedangkan penggunaan yang terbanyak sebagai bahan baku rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar; selain itu juga dibudidayakan di Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Tanaman cengkeh merupakan flora identitas Provinsi Maluku Utara. II. Syarat Tumbuh a. Iklim 1) Curah hujan optimal berkisar 1.500 - 2.500 mm/tahun dengan bulan kering kurang dari 2 bulan. 2) Suhu antara 25 - 34C kelembaban (RH) 80 - 90%. b. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman cengkeh berkisar antara 200-600 meter diatas permukaan laut (dpl).

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

c. Tanah 1) Tanaman cengkeh tumbuh pada tanah gembur dengan solum tanah minimum 1,5 meter serta kedalaman air tanah lebih 3 meter dari permukaan tanah. 2) Jenis tanah yang baik untuk budidaya tanaman cengkeh yaitu latosol, andosol, mediteran dan podsolik merah. 3) Keasaman tanah (pH) optimum berkisar antara 5,5 - 6,5. III. Budidaya a. Pengolahan Lahan 1) Pembersihan lahan yang dilanjutkan dengan pegolahan tanah. 2) Pembuatan lubang tanam dengan ukuran panjang, lebar dan dalam berkisar antara 60 - 80 cm (60 x 60 x 60 cm atau 80 x 80 x 80 cm atau 80 x 80 x 60 cm atau disesuaikan dengan jenis tanah dan kondisi lahan). 3) Kurun waktu 2 minggu -1 bulan sebelum tanam diberi pupuk kandang sebanyak 5 - 10 Kg/lubang tanam. 4) Untuk mengatur kelebihan air perlu dibuat saluran drainase. b. Penanaman 1) Jarak tanam yang biasa digunakan pada penanaman cengkeh tidak sama tergantung pada ketinggian dan kemiringan tanah. 2) Jarak tanam dapat digunakan 6 x 7m (populasi 238 pohon/Ha) atau 7 x 8m (populasi 178 pohon/Ha) atau 8 x 8m (populasi 156 pohon/Ha). 3) Penanaman dilaksanakan pada awal musim hujan. c. Pemeliharaan 1) Penggemburan Tanah dan Sanitasi Kebun. a) Penggemburan tanah di sekeliling tanaman di daerah sekitar perakaran di cangkul dangkal ( 10 cm) mimimum 2 kali/tahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan sekaligus sebagai persiapan pemupukan. b) Gulma/alang-alang harus dibersihkan sampai akar-akarnya dengan cangkul/garpu atau dengan penyemprotan herbisida 2) Pembuatan Naungan a) Pada awal pertumbuhan, tanaman cengkeh memerlukan naungan yang cukup dapat berupa naungan buatan/sementara. b) Naungan buatan dibuat maksimum untuk dua periode musim kemarau setelah penanaman.
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

3) Penyulaman. a) Tanaman cengkeh umur 1 5 tahun merupakan periode yang kritis, sekitar 10 30 % tanaman yang telah ditanam mengalami kematian atau perlu disulam karena berbagai hal, seperti serangan hama & penyakit, kekeringan, kalah bersaing dengan gulma, dsb b) Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan, guna menghindari kematian tanaman karena kekurangan air. c) Bibit sulaman yang digunakan berasal dari sumber benih dan umur yang tidak jauh berbeda dengan tanaman yang telah ditanam. 4) Penyiraman a) Awal pertumbuhan tanaman cengkeh memerlukan kondisi tanah yang lembab, sehingga pada musim kemarau perlu penyiraman. b) Tanaman dewasa penyiraman kurang diperlukan lagi, kecuali jika kondisi iklim ekstrim kering. 5) Pemberian mulsa a) Dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah di sekitar tanaman dan memberikan kondisi lebih baik bagi pertumbuhan akar. b) Dilakukan menjelang musim kemarau. 6) Pemupukan. a) Penempatan pupuk pada tanaman cengkeh dilakukan dibawah proyeksi tajuk dan bagian dalam tajuk. b) Jenis pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) dan pupuk anorganik, baik tunggal maupun berupa pupuk majemuk dalam bentuk butiran maupun tablet. c) Pupuk anorganik berbentuk butiran (Urea, TSP/SP-36, KCI, Kieserit) diberikan pada proyeksi tajuk 2/3 bagian dan 1/3 bagian dibawah bagian dalam tajuk yang dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal dan akhir menjelang musim hujan. d) Pupuk anorganik berbentuk tablet, diberikan dalam 8 lubang tugal (4 lubang dibawah proyeksi tajuk dan 4 lubang tual dibawah tajuk bagian dalam) sedalam 10 15 cm. Pupuk tablet hanya diberikan setahun sekali, yaitu pada awal musim hujan. e) Dosis umum tanaman cengkeh bentuk butiran maupun tablet adalah sebagai berikut :

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Umur Tanaman (Tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Catatan :

Pupuk Butiran (kg/pohon/tahun) Urea 0,06 0,12 0,25 0,40 0,60 0,90 1,25 1,75 2,00 TSP 0,045 0,080 0,15 0,25 0,40 0,60 0,90 1,25 1,50 KCI 0,035 0,075 0,12 0,20 0,40 0,60 0,90 1,10 1,30 Kieserit 0,035 0,080 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,40 0,50

Pupuk Tablet /(PMLT) (kg/phn/th) NPK,Ca, Mg 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,08 0,10 0,15 0,20

Pupuk Butiran diberikan 2 kali/tahun, awal MH dan akhir MH Pupuk PMLT diberikan 1 kali/tahun, awal MH 7) Perbaikan tanaman setelah panen Setelah panen biasanya tanaman cengkeh kelihatan lesu dan merana, maka perlu dilakukan perbaikan tanaman. Perbaikan tanaman yang kurang sehat dapat dilakukan dengan penggemburan tanah, pengaturan drainase, ataupun pembuangan cabang air serta pemupukan. Tanaman cengkeh yang kelihatan merana, daun jarang dan cabang mulai kering, perlu dilakukan penggalian, jika ternyata akar bagian bawah membusuk, berarti tanaman tersebut telah menembus tanah lempung atau lapisan tanah yang berair. Tindakan perlu dilakukan dengan pengaturan drainase yaitu membuat parit memanjang pada tiap sela baris tanaman. Lebar parit kurang lebih 60 cm dan kedalaman 1,2 m sampai bagian bawah. Pembuangan cabang air, cabang air biasanya tumbuh pada batang utama atau pada cabangnya dan sifatnya menjulang ke atas dengan cepat dan mengalahkan cabang tanaman. Cabang ini biasanya kalau

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

sudah tinggi melentur kebawah, dan apabila terkena angin akan mudah patah. Tunas air dapat berbunga, tetapi sedikit dan mengurangi bunga pada cabang yang lain. Sehingga cabang ini sebaiknya dipotong. Pemotongan juga dilakukan pada cabang yang kering. Cara pemotonganya harus merapat pada batang atau cabang utama dan jangan sampai melukai cabang utama. d. Hama dan Penyakit 1. Hama. a. Kutu daun, bagian tanaman yang diserang muda. Gejala : pertumbuhan tanaman yang dihisapnya akan terhenti seperti ranting mengering, daun dan bunga kering dan rontok. Pencegahan : penyemprotan PENTANA + AERO 810 atau Natural BVR b. Penggerek ranting/batang, bagian tananam yang diserang ranting/batang. Hama ini biasanya menyerang cengkeh yang sudah berumur sekitar 7 tahun keatas, setelah pohon mulai berbunga. Gejala : liang gerekan berupa lubang kecil, serangan hebat menyebabkan ranting / batang menjadi rapuh dan mudah patah. Pengendalian : memangkas ranting/batang yang terserang atau memasukan insektisida kedalam lubang dan menutup rapat dengan pasak bambu untuk membunuh hama penggerek di dalam lubang. lnsektisida yang dapat digunakan adalah : Akodan 35 EC 0,5-0,15 %, Curacron 500 EC 0,1-0,2 % dan Bestox 50 EC 0,25-0,50 %. Dapat pula menaburkan insektisida sistemik berbahan aktif carbofuran (misalnya Furadan 3 G) dengan dosis 115-150 g/pohon dan interval 3 bulan sekali. Pencegahan : penyemprotan PESTONA atau Natural BVR. c. Kepik Helopeltis, bagian yang diserang pucuk atau daun muda. Gejala : biasanya pucuk akan mati dan daun muda berguguran. Pencegahan : penyemprotan Natural BVR atau PESTONA. d. Kutu tempurung, bagian tanaman yang diserang pucuk tanaman cengkeh baik pada tanaman muda maupun tanaman produktif. ranting muda, daun

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Gejala : daun yang terserang hama akan berubah warna dari hijau menjadi kuning kemudian mengering dan akhirnya gugur. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : 1) Mekanis, yaitu memotong ranting yang terserang kemudian membakarnya. 2) Kimiawi, yaitu penyemprotan dengan insektisida dapat dilakukan menggunakan Decis 2.5 EC, Marshall, Akodan 35 EC, Curacron 500 EC dan Bestox 50 EC dengan interval 7-10 hari sekali. e. Perusak daun Dua jenis hama perusak daun tanaman cengkeh yang umum dikenal adalah Anthriticus eugeniae Hergr dan Carea angulata. 1) Anthriticus eugeniae, bagian tanaman yang diserang daun dengan mengisap, hama aktif pada malam hari. Gejala : pada bagian pinggir dan tengah daun terdapat bintikbintik. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : a) Kultur teknis, dengan mengurangi kelembaban di sekitar kebun melalui pemangkasan atau penebangan tanaman yang menaungi tanaman cengkeh. b) Kimiawi, penyemprotan terbatas pada bagian tanaman yang terserang menggunakan insektisida Marshall, Akodan 35 EC, Curacron 500 EC dan Bestox 50 EC dengan interval 7-10 hari sekali. 2) Carea angulata, bagian tanaman yang diserang daun dengan cara memakannya. Gejala serangan : pada daun cengkeh tampak bekas gigitan ulat. Serangan yang berat oleh hama ini dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul sehingga menurunkan produksi. Pengendalian dilakukan dengan menyemprot daun menggunakan insektisida terutama pada saat populasi larva masih muda. lnsektisida yang dapat digunakan antara lain Decis, Marshall, Akodan 35 EC, Curacron 500 EC dan Bestox 50 EC, dengan interval penyemprotan 7 - 10 hari sekali.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

f. Rayap, menyerang pada tanaman cengkeh muda baru ditanam dan tanaman cengkeh yang kurang sehat. Pencegahan : mengatasinya sebelum menanam diberi insektisida ataupun obat rayap lainya. Pengendalian : taburkan furadan dibawah tanaman yang kurang sehat sampai tanaman pulih kembali. 2. Penyakit. a. Penyakit mati bujang, bagian yang diserang perakaran dan rantingranting muda. Gejala : ranting pada ujung-ujung tanaman mati, gugurnya daun diikuti dengan matinya ranting secara bersamaan. Pengendalian : pengaturan drainase yang baik, penggemburan tanah. Pencegahan kocorkan POC NASA + HORMONIK + NATURAL GLIO. b. Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) Penyakit BPKC merupakan salah satu penyakit yang paling merusak tanaman cengkeh karena dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 1015%. Penyebabnya adalah bakteri Pseudomonas syzygii. Penularan penyakit BPKC dari pohon sakit ke pohon sehat melalui vektor berupa serangga Hindola fulfa (di Sumatera) dan Hindola striata (di Jawa). Pola penyebaran penyakit ini umumnya mengikuti arah angin. Penularan penyakit ini dapat pula melalui alat-alat pertanian seperti golok, gergaji, sabit yang digunakan untuk memotong pohon sakit. Gejala serangan : daun tanaman gugur secara mendadak kemudian ranting-ranting pada pucuk mati. Kadang-kadang percabangan atau seluruh tanaman layu mendadak dan mengakibatkan daun menjadi kering. Gugurnya daun dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan. Kematian tanaman cengkeh akibat penyakit ini dapat berlangsung cepat yaitu antara 3-12 bulan atau lambat yaitu antara 1-6 tahun. Umumnya pohon dewasa yang terlebih dahulu terserang.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Penginfusan pada pangkal batang atau akar diinfus dengan antibiotika oksitetrasiklin (OTC) sebanyak 6 gr/100 ml air setiap 34 bulan sekali. 2) Penyemprotan insektisida dengan sasaran serangga vector penular penyakit BPKC menggunakan insektisida Matador 25 EC, Akodan 35 EC, Curacron 500 EC dan Dads 2,5 EC dengan interval 6 minggu sekali sampai serangga vektor tidak ada lagi. 3) Pohon-pohon yang terserang berat ditebang dan dibakar. c. Penyakit Cacar Daun Cengkeh (CDC), menyerang tanaman dari pembibitan melalui bibit. Gejala serangan : pada permukaan atas daun timbul bercak-bercak yang menggelembung seperti cacar. Gejala tersebut akan lebih jelas terlihat pada daun yang masih muda. Pada bercak-bercak tersebut kadang-kadang terdapat bintil-bintil hitam kecil. Daun-daun yang terkena penyakit CDC secara bertahap akan gugur. Selain pada daun, gejala penyakit gugur akibat serangan CDC kadang- kadang terlihat juga pada buah. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Mekanis, berupa sanitasi kebun yaitu daun, ranting, dan biji dari tanaman sakit yang jatuh ke tanah sebaiknya dikumpulkan dan dibakar serta pohon yang terserang berat ditebang dan dibakar. 2) Kimiawi, yaitu penyemprotan fungisida dengan interval 7 - 10 hari sekali, sedangkan untuk pencegahan dapat dilakukan 10 - 14 hari sekali. Fungisida yang dapat digunakan antara lain Delsen MX200 0,2%, Maneb Brestan 0,3%, Difolatan 0,2% dll. d. Embun Jelaga, jamur penyebab penyakit ini hidup pada kotoran serangga kutu daun yang menempel pada daun. Serangga dapat disebarkan oleh semut dari daun satu ke daun yang lain. Gejala serangan : pada permukaan daun tampak lapisan berwarna abu-abu kehitaman, jika serangan berat, lapisan hitam akan menutup sampai tanaman yang sudah berproduksi. Cara penularan penyakit CDC adalah melalui angin dan air hujan atau

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

permukaan daun, tangkai daun dan ranting sehingga tanaman menjadi sulit berfotosintesis. Pengendalian : lapisan hitam pada permukaan daun dapat dihilangkan dengan penyemprotan larutan kapur sirih 1-2%. Untuk mengendalikan kutu daun dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida. e. Penyakit busuk akar , bagian yang diserang perakaran. Gejala : pada pembibitan tanaman mati secara tiba-tiba, pada tanaman dewasa daun mengering mulai dari ranting bagian bawah. Pengendalian : bila serangan berat maka tanaman yang terserang dibongkar dan dimusnahkan, lubang bekas tanaman berikan tepung belerang 200 gr secara merata, isolasi tanaman atau daerah yang terserang dengan membuat saluran isolasi, perbaiki drainase. Pencegahan : menggunakan Natural GLIO pada awal penanaman. Catatan : Agar penyemprotan lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata Pembasah AERO 810 dosis 0,5 tutup botol per tangki.

IV. Daftar Pustaka 1. teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-cengkeh.html. 2. www.blogiztic.com/.../tanaman/budidaya-tanaman-cengkeh. 6 Sep 2011. 3. www.disbun.jabarprov.go.id/.../BudidayaTan.Cengkeh.doc. 4. www.mitrabibit.com/2011/10/budidaya-tanaman-cengkeh.html. 5. uminoty.wordpress.com/.../pengendalian-hama-dan-penyakit-tanaman cengkeh 23 Jul 2010.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KARET (Hevea brasiliensis)

I. Pendahuluan Karet alam di Indonesia telah berusia satu abad lebih dan merupakan komoditas yang mempunyai arti ekonomi dan sosial penting bagi kehidupan rakyat Indonesia umumnya dan rakyat di daerah Sumatera serta Kalimantan pada khususnya. Di dunia, luas pertanaman karet Indonesia menduduki tempat yang pertama, tetapi dalam hal produksi hanya menduduki tempat kedua setelah Thailand. Hal tersebut terjadi karena salah satu diantaranya produksi karet alam di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan Thailand. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

10

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

II. Syarat Tumbuh a. Iklim. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 - 4.000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 - 150 hari hujan/tahun. Produksi akan berkurang jika sering hujan pada pagi hari. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 25 - 35C. Kecepatan angin maksimum kurang atau sama dengan 30 km/jam. b. Ketinggian Tempat Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian tempat 0 sampai 200 m dpl, pada daerah dengan ketinggian > 600 m dpl tidak cocok untuk tanaman karet. c. Tanah Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain : 1. Solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas. 2. Aerasi dan drainase cukup. 3. Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air. 4. Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir. 5. Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm. 6. Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro. 7. pH 4,5 - pH 6,5. 8. Kemiringan tanah < 16% dan. 9. Permukaan air tanah < 100 cm.

III. Budidaya a. Pengolahan Lahan 1. Pengolahan lahan, untuk efisiensi biaya dapat dilaksanakan dengan minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm. Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 5 diperlukan pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 15, untuk menghambat terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

11

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

setiap 6-10 pohon (tergantung kemiringan lahan) dibuat benteng/piket untuk mencegah erosi pada permukaan petakan. 2. Pengajiran, dilakukan untuk memberi tanda tempat lubang tanaman, sedangkan jarak tanama diatur sebagai berikut : a) Lahan yang relatif datar/landai (kemiringan antara 0-8) jarak tanam adalah 7 x 3 m (= 476 lubang tanam/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur-Barat berjarak 7 m dan arah Utara - Selatan berjarak 3 m. b) Lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8 - 15) jarak tanam 8x2,5 m (=500 lubang tanam/ha) pada teras-teras yang diatur bersambung setiap 1,25 m (penanaman secara kontur). 3. Pembuatan Lubang Tanam, dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm bagian atas, dan 40 cm x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Tanah galian bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah galian bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan. Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam. b. Penanaman 1. Penanaman, dilaksanakan pada musim penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah hujan sudah cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari dan harus berakhir sebelum musim kemarau. Pada saat penanaman, tanah penutup lubang dipergunakan top soil yang telah dicampur dengan pupuk Rock Phosphat 100 gram per lubang, disamping itu perlu pemupukan 50 gram urea dan 100 gram SP36 sebagai pupuk dasar. Bibit yang akan ditanam dapat berupa stum mata tidur maupun bibit dengan payung satu, dengan ketentuan sebagai berikut : a) Jika bibit berupa stum mata tidur, maka mata okulasi harus sudah membengkak/mentis. Hal ini dapat diperoleh dengan cara menunda pencabutan bibit minimal seminggu sejak dilakukan pemotongan batang bawah. b) Jika bibit sudah ditumbuhkan dalam polibag, maka bibit maksimum memiliki dua payung daun tua. c) Penanaman dilakukan dengan memasukkan bibit ke tengah-tengah lubang tanam. Untuk bibit stum mata tidur, arah mata okulasi

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

12

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

diseragamkan menghadap gawangan pada tanah yang rata, sedangkan pada tanah yang berlereng mata okulai diarahkan bertolak belakang dengan dinding teras, sedangkan bibit dalam polybag arah okulasi menghadap Timur. d) Bibit ditimbun dengan tanah bagian bawah (sub-soil) dan selanjutnya dengan tanah bagian atas (top-soil), kemudian dipadatkan secara bertahap sehingga timbunan menjadi padat dan kompak, tidak ada rongga udara dalam lubang tanam. e) Lubang tanam ditimbun sampai penuh, hingga permukaan rata dengan tanah di sekelilingnya. Untuk bibit stum mata tidur, kepadatan tanah yang baik ditandai dengan tidak goyang dan tidak dapat dicabutnya stum yang ditanam, sedangkan bibit dalam polibag pemadatan tanah dilakukan dengan hati-hati mulai dari bagian pinggir ke arah tengah. 2. Penyulaman, dilakukan dengan bibit tanaman yang relatif seumur dengan tanaman yang disulam. Untuk itu pada saat pengadaan bibit dalam polibag, perlu ditambahkan sekitar 10% sebagai bibit untuk tanaman penyulaman. c. Pemeliharaan. 1. Pembuangan Tunas Palsu. a) Tunas palsu adalah tunas yang tumbuh bukan dari mata okulasi. Tunas ini banyak tumbuh pada bibit tanam stum mata tidur, sedangkan pada bibit stum mini atau bibit polibag, tunas palsu jumlahnya relatif kecil. b) Pemotongan tunas palsu harus dilakukan sebelum tunas berkayu. Tunas yang ditinggalkan dan dipelihara hanaya satu tunas yaitu tunas yang tumbuh dari mata okulasi. Pembuangan tunas palsu ini akan mempertahankan kemurnian klon yang ditanam. 2. Pembuangan Tunas Cabang. a) Tunas cabang adalah tunas yang tumbuh pada batang utama pada ketinggian sampai dengan 2,75 m - 3,0 m dari muka tanah. b) Pemotongan tunas cabang dilakukan sebelum tunas berkayu, karena cabang yang telah berkayu selain sukar dipotong, akan merusak batang kalau pemotongannya kurang hati - hati.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

13

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

3. Perangsangan Percabangan a) Percabangan yang seimbang pada tajuk tanaman karet sangat penting, untuk menghindari kerusakan oleh angin. b) Perangsangan percabangan perlu dilakukan pada klon yang sulit membentuk percabangan (GT-1, RRIM-600), sedangkan pada klon yang lain seperti PB-260 dan RRIC-100, percabangan mudah terbentuk sehingga tidak perlu perangsangan. c) Untuk perangsangan cabang ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu pembuangan ujung tunas, penutupan ujung tunas, pengguguran daun, pengikatan batang, dan pengeratan batang. 4. Pemupukan Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Dosis pemupukan tanaman karet secara umum dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 1 : Dosis Pupuk Tanaman Belum Menghasilkan. Umur Tanaman Saat tanam 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun Jenis dan dosis pupuk (gram/pohon/tahun) Urea 50 250 250 250 300 300 SP-36 125 150 250 250 250 250 KCl 100 200 200 250 250 Frekuensi pemupukan 2 kali/th 2 kali/th 2 kali/th 2 kali/th 2 kali/th

No

1 2 3 4 5 6

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

14

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Tabel 2 : Dosis Pupuk Tanaman Sudah Menghasilkan. Jenis dan dosis pupuk (gram/pohon/tahun) Urea 1 2 3 6 - 15 tahun 16 - 25 tahun >25 tahun s/d 2 tahun sebelum peremajaan 350 300 200 SP-36 260 190 KCl 300 250 150 Frekuensi pemupukan 2 kali/th 2 kali/th 2 kali/th

No

Umur Tanaman

d. Hama dan Penyakit 1. Hama.

a) Kutu lak.
Hama ini menyerang dan menghisap cair jaringan tanaman karet sehingga ranting-ranting lemah dan menggugurkan daun, terbentuknya jelaga hitam pada permukaan daun dan menghambat fotositesis. Penyebaran kutu lak dilakukan oleh semut. Pengendalian, dilakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida kimiawi (Anthio 3 EC=0,15%+Surfaktan Citrowett=0,025%, Albolineum 2%, Formalin 0,15%) dengan rotasi 3 minggu sampai dengan hama terkendali.

b) Kutu Scalle insect.


Hama ini menghisap cairan tanaman dan diternakan oleh semut. Pengendalian, menggunakan Albolineum (2%) disemprot dengan rotasi 1-2 minggu; Tamorun (0.05-0.1%) disemprot dengan rotasi 1-2 minggu sampai hama terkendali.

c) Mealy Bugs.
Hama ini menyerang pucuk daun tanaman muda dan bagian bawah helaian daun tanaman di pembibitan. Pengendalian dengan menggunakan Albolineum dan Tamorun.

d) Tarsonemus translucens (tungau karet).


Hama ini menyerang persemian sehingga daun muda bibit gugur. Tungau ini menghisap cairan sel yang membentuk bintik - bintik kuning pada daun muda. Tindakan kuraktif dilakukan dengan blowing

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

15

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

(serbuk belerang 5 - 10 kg/hektar), model 1% (dosis 300 - 400 liter/hektar), Endrin 19.2%, EC kadar 0.1% dengan volum cairan 500 liter/hektar.

e) Helotrichia serrata (uret tanah).


Hama ini menyebabkan tanaman menjadi layu, berwarna kuning bahkan mati. Pengendalian dengan penyemprotan Endosulfan 0.1%, Furadan 3G, Diazinon 10G atau Basudin 1 gram disekitar batang.

f) Belalang.
Hama ini menyerang tanaman muda dengan memakan daun-daun terutama pada musim kemarau. Pengendalian dengan menggunakan Dictophos dan Methony.

g) Babi hutan.
Gejala Serangan : 1) Tanaman muda tiba-tiba tumbang. 2) Perakaran rusak, daun menjadi layu dan kuning. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Sanitasi lingkungan, memasang jaring, perangkap. 2) Memberi pagar di sekitar areal kebun. 3) Membuat parit di sekitar areal kebun. 4) Berburu bersama dengan kelompok pemburu babi misalnya dengan Perbakin.

5) Pemberian umpan beracun, namun perlu hati-hati jangan


sampai racun tersentuh tangan.

h) Rayap.
Hama ini menyerang tanaman baru tanam (MTB). Tanaman kater yang luka akibat serangga hama diulas dengan carbolinium. Pengendalian dengan menggunakan emulsi HCH, Dieldrin (0.25%), Elmusi Aldrin 40%, WP 0.125%, Endrin 20%, Furadan 3G, Agrolene 26, WP 0.2% Lindamul 250, EC 0.2%, EG 0,3% sebanyak 0,51liter/pohon karet yang terserang. Batang bawah atau leher akar dikikis atau dikerok dan membuang tanahnya lalu diguyur dengan Aldrin (0.25%) dengan rotasi 1 kali seminggu hingga rayap musnah. 2. Penyakit. a) Jamur Akar Putih Gejala : daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam, kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

16

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang jamur berwarna putih dan agak tebal (rizomorf). Pada serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1-5 tahun terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir. Pencegahan dilakukan dengan cara : a. Menanam tanaman penutup tanah jenis kacang-kancangan, minimal satu tahun lebih awal dari penanaman karet. b. Sebelum penanaman, lubang tanam ditaburi biakan jamur Trichoderma harzianum yang dicampur dengan kompos sebanyak 200 gram/lubang tanam (1 kg Trichoderma harzianum dicampur dengan 50 kg kompos/ pupuk kandang). c. Pada lahan yang sudah terinfeksi dengan Jamur Akar Putih, dan akan ditanami karet kembali agar dibersihkan dari tunggul-tunggul karet. Lubang tanam diberi belerang 100-200 gram/lubang. d. Di sekitar tanaman muda yang berumur < 2 tahun ditanami tanaman antagonis antara lain Lidah mertua, Kunyit dan Lengkuas Pengendalian dilakukan dengan cara : a. Kultur Teknis/mekanis, yaitu dengan cara : 1. Pada serangan ringan masih dapat diselamatkan dengan cara membuka perakaran, dengan membuat lubang tanam 30 cm disekitar leher akar dengan kedalaman sesuai serangan jamur. 2. Permukaan akar yang ditumbuhi jamur dikerok dengan alat yang tidak melukai akar. Bagian akar yang busuk dipotong dan dibakar. Bekas kerokan dan potongan diberi ter dan Izal kemudian seluruh permukaan akar dioles dengan fungisida yang direkomendasikan. 3. Setelah luka mengering, seluruh perakaran ditutup kembali dengan tanah. 4. Empat tanaman di sekitar tanaman yang sakit ditaburi Trichoderma harzianum dan pupuk. 5. Tanaman yang telah diobati diperiksa kembali 6 bulan setelah pengolesan dengan membuka perakaran, apabila

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

17

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

masih terdapat benang jamur maka dikerok dan dioles dengan fungisida kembali. 6. Pengolesan dan penyiraman akar dengan fungsida dilakukan setiap 6 bulan sampai tanaman sehat. 7. Tanaman yang terserang berat atau telah mati/tumbang harus segera dibongkar, bagian pangkal batang dan akarnya dikubur diluar areal pertanaman, menggunakan wadah agar tanah yang terikut tidak tercecer di dalam kebun. 8. Bekas lubang dan 4 tanaman di sekitarnya ditaburi 200 gram campuran Trichoderma harzianum dengan pupuk kandang 200 gr per lubang atau tanaman b. Kimiawi, yaitu dengan : 1. Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP. 2. Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC, Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC. 3. Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan Triko SP+ b) Kekeringan Alur Sadap (KAS), merupakan penyakit bidang sadap. Penyebab : penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks Ethepon Akibat : kekeringan alur sadap sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan tanaman. Deteksi penyakit : dilakukan sadap tusuk di bawah bidang sadap sampai ke bawah, apabila tidak keluar cairan latek berari sudah terserang KAS Gejala Serangan : 1) Tanaman tampak sehat dan pertumbuhan tajuk lebih baik dibandingkan tanaman normal. 2) Tidak keluar latek di sebagian alur sadap. Beberapa minggu kemudian keseluruhan alur sadap ini kering dan tidak mengeluarkan lateks. 3) Lateks menjadi encer dan Kadar Karet Kering (K3) berkurang. 4) Kekeringan menjalar sampai ke kaki gajah baru ke panel sebelahnya.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

18

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

5) Bagian yang kering akan berubah warnanya menjadi cokelat dan kadang-kadang terbentuk gum (blendok). 6) Pada gejala lanjut seluruh panel / kulit bidang sadap kering dan pecah-pecah hingga mengelupas dan pembengkakan atau tonjolan pada batang tanaman. 7) Kekeringan kulit tersebut dapat meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit perawan ke kulit pulihan atau sebaliknya. Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan: 1) Menghindari penyadapan yang terlalu sering dan mengurangi pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC 100. Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang dipungut serta peningkatan jumlah pohon yang terkena kering alur sadap sampai 10% pada seluruh areal, maka penyadapan Ethepon diturunkan atau intensitasnya dihentikan dan untuk penggunaan alur sadap. 2) Pengerokan kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan kulit NoBB atau Antico F-96 sekali satu bulan dengan 3 ulangan. Pengolesan NoBB harus diikuti dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian yang dioles sekali seminggu untuk mencegah masuknya kumbang penggerek. Penyadapan dapat dilanjutkan di bawah kulit yang kering atau di panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah. 3) Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap. 4) Pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit, kemudian ditambah 160 gram KCl/pohon/tahun c) Mouldy Rot, merupakan penyakit bidang sadap. dikurangi

mencegah agar pohon-pohon lainnya tidak mengalami kering

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

19

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Gejala Serangan : 1) Mula-mula tampak selaput tipis berwarna putih pada bidang sadap didekat alur sadap. Selaput ini berkembang membentuk lapisan seperti beludru berwarna kelabu sejajar dengan alur sadap. 2) Apabila lapisan dikerok, tampak bintik-bintik berwarna coklat kehitaman. Serangan bisa meluas sampai ke kambium dan bagian kayu. 3) Pada serangan berat bagian yang sakit membusuk berwarna hitam kecokelatan sehingga sangat mengganggu pemulihan kulit. 4) Bekas serangan membentuk cekungan berwarna hitam seperti melilit sejajar alur sadap. Bekas bidang sadap bergelombang sehingga menyulitkan penyadapan berikutnya atau tidak bisa lagi di sadap. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur Teknis, yaitu : a. Di daerah yang beriklim basah atau rawan penyakit ini dianjurkan menanam klon resisten yang telah direkomendasikan. b. Menurunkan intensitas penyadapan atau menghentikan penyadapan pada serangan berat. c. Hindari torehan yang terlalu dalam pada saat penyadapan agar kulit cepat pulih. 2) Kimiawi, yaitu : tanaman yang sudah terserang dioles fungisida 5 cm di atas irisan sadap, sehari setelah penyadapan dan getah belum dilepas. Interval pengolesan 1-2 minggu sekali sampai tanaman kembali sehat. d) Jamur Upas. Gejala Serangan, yaitu pada : 1. Stadium sarang laba-laba. Pada permukaan kulit bagian pangkal atau atas percabangan tampak benang putih seperti sutera mirip sarang laba-laba. 2. Stadium bongkol. Adanya bintil-bintil putih pada permukaan jaring labalaba. 3. Stadium kortisium. Jamur membentuk selimut yaitu kumpulan benangbenang jamur berwarna merah muda. Jamur telah masuk ke jaringan kayu.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

20

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

4. Stadium nekator. Jamur membentuk lapisan tebal berwarna hitam yang terdiri dari jaringan kulit yang membusuk dan kumpulan tetesan lateks yang berwarna coklat kehitaman meleleh di permukaan bagian terserang. Cabang atau ranting yang terserang akan membusuk dan mati serta mudah patah. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur Teknis/Mekanis, yaitu dengan : a. Menanam klon yang tahan seperti BPM 107, PB 260, PB 330, AVROS 2037, PBM 109, IRR 104, PB 217, PB 340, PBM 1, PR 261 dan RRIC 100 IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118. b. Jarak tanam diatur tidak terlalu rapat. c. Cabang/ranting yang telah mati dipotong dan dimusnahkan. 2) Kimiawi, yaitu dengan : a. Cabang yang masih menunjukkan gejala awal (sarang labalaba) segera dioles dengan fungisida Bubur Bordoeux atau fungsida berbahan aktif Tridermorf hingga 30 cm ke atas dan ke bawah bagian yang terserang. b. Bubur Bordoeux dan fungisida yang mengandung unsur tembaga tidak dianjurkan pada tanaman yang telah disadap, karena dapat merusak mutu lateks. c. Pada kulit yang mulai membusuk, harus dikupas sampai bagian kulit sehat kemudian dioles fungisida hingga 30 cm ke atas dan ke bawah dari bagian yang sakit.

IV. Daftar Pustaka 1. Chairil Anwar, 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet Medan. 2. Dinas Perkebunan Kabupaten Kuansing, 2010. Budidaya Tanaman Karet.

3. Lukman Hakim, Teuku Rizal RJ, Masrullah, Safridaini, Fitriyani, 2011.


Hama Penyakit Penting Pada Tanaman Karet. Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

21

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KOPI (Coffea sp)

I. Pendahuluan Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari subsektor perkebunan, di samping kelapa sawit, kakao, dan karet. Kopi umumnya diusahakan oleh rakyat, sehingga memunculkan masalah dalam pengembangan kopi rakyat yaitu skala pemilikan lahan sempit, lokasi usaha tani terpencar dan belum didukung sarana/prasarana yang memadai, serta modal, pengetahuan dan keterampilan terbatas, terutama dalam merespons perkembangan pasar. Hal ini menyebabkan produktivitas kurang optimal dan mutu produk di bawah standar. Masalah lain dalam upaya meningkatkan produktivitas dan mutu kopi adalah serangan hama dan penyakit serta belum berkembangnya kelembagaan petani. II. Syarat Tumbuh a. Iklim 1) Kopi Arabika tumbuh optimal pada daerah dengan curah hujan rata-rata 2.000 - 4.000 mm/th dan jumlah bulan kering 1 - 3 bulan/tahun, serta suhu udara harian 15 - 24C. 2) Kopi Robusta tumbuh optimal pada daerah dengan curah hujan rata rata 1.500 - 3.000 mm/th dan jumlah bulan kering 1 - 3 bulan/tahun, serta suhu udara harian 24 - 30C.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

22

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

b. Ketinggian Tempat 1) Kopi Arabika tumbuh pada dataran tinggi dengan ketinggian 700 - 1.400 m dpl, penanaman kopi arabika pada lahan dataran rendah produktivitasnya akan menurun dan lebih rentan terhadap penyakit karat daun. 2) Kopi Robusta tumbuh baik di daerah dengan ketinggian 300 - 600 m dpl. c. Tanah 1) Tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya dalam (1,5 m), gembur, subur, banyak mengandung humus dan bersifat permeable. 2) Jenis tanah latosol dan vulkanis sesuai untuk tanaman kopi. 3) Tanah yang drainasenya jelek, tanah liat berat, dan tanah pasir yang kapasitas mengikat airnya kurang serta kandungan N-nya rendah tidak cocok untuk pertumbuhan kopi. 4) Tanaman kopi menghendaki kedalaman air tanah sekurang - kurangnya, 3 m dari permukaan tanah. 5) Kopi Arabika menghendaki tanah dengan pH 5,3 - 6,0. 6) Kopi Robusta menghendaki tanah dengan pH 5,5 - 6,5. III. Budidaya a. Pengolahan Lahan 1) Pengolahan lahan dilakukan dengan pembersihan lahan dari rumput dan tumbuhan liar, hasil pembabatan ditumpuk dalam satu barisan sesuai dengan barisan tanaman kopi, sebagai sumber humus bagi tanaman kopi. 2) Pembuatan lubang tanam dibuat 3 bulan sebelum tanam, dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm atau disesuaikan dengan jenis tanah dan kondisi lahan, dan dibiarkan terbuka. 3) 2 - 4 minggu sebelum tanam, galian tanah dicampur dengan pupuk organik 10 - 20 kg/lubang dan dimasukkan ke dalam lubang tanam. 4) Untuk mencegah serangan jamur pada tiap lubang tanam dapat juga diberikan 1 sendok makan belerang halus, atau jamur Thricoderma. b. Penanaman 1) Penanaman dilakukan dengan mengaduk kompos, belerang/

Thricoderma dengan tanah dalam lubang kemudian buat lubang sesuai


ukuran polybag. 2) Masukan secara hati-hati bibit kopi dan pertahankan agar tanah dari

polybag tidak pecah atau hancur.


23

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

3) Leher akar tidak tertanam/rata dengan permukaan tanah karena dapat menghambat pertumbuhan tanaman kopi. 4) Penanaman dilakukan di awal musim hujan agar pertumbuhan dapat optimal. 5) Tambahkan pupuk organik (kompos) 0,5 kg/pohon setelah tanaman berumur 3 bulan (3 bulan penanaman). c. Pemeliharaan 1) Pohon pelindung. Pohon pelindung ditanam sebagai naungan bagi tanaman kopi dari sengatan cahaya matahari yang berlebihan, karena akan mempengaruhi ketidakstabilan pertumbuhan, pembuahan. Berdasarkan sifat penanaman, jenis pohon pelindung dapat digolongkan pada dua kelompok yaitu : a) Pohon pelindung sementara, tanaman bersifat cepat tumbuh dan dapat memberikan hasil atau manfaat bagi petani kopi sebelum kopi berproduksi. Beberapa jenis pohon pelindung sementara antara lain pisang, terong belanda atau tanaman lain yang tinggi maksimal 3 4 meter. b) Pohon pelindung tetap, tanaman harus memiliki sistem perakaran yang cukup dalam, cabang kuat, tidak mudah patah dan tumbang . Beberapa jenis pohon yang cukup baik sebagai pelindung tetap yaitu Dadap, Lamtoro, Sengon, Alpukat, Pete, Jengkol dan Sukun. 2) Pemupukan. a) Dosis rekomendasi pupuk adalah sebagai berikut : Dosis pupuk (gram/pohon/tahun) Urea 1 2 3 4 5 6 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5-10 tahun >10 tahun 50 100 150 200 300 500 TSP 40 80 100 100 150 200 KCl 40 80 100 100 240 320 proses perkembangan bunga, dan

No

Umur Tanaman

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

24

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

b) Pupuk diberikan dua kali setahun yaitu awal dan akhir musim hujan

masing-masing setengah dosis.


c) Cara pemupukan dengan membuat parit melingkar pohon sedalam

10 cm, dengan jarak proyek tajuk pohon ( 1 m). 3) Pemangkasan. Pemangkasan ini bertujuan mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman dengan menghilangkan cabang-cabang tidak produktif, yang meliputi, cabang tua yang telah berbuah 2-3 kali, cabang balik, cabang liar, tunas air, cabang kipas, tunas cacing, cabang saling tindih, dan cabang rusak (yang terkena hama/penyakit). Pemangkasan tanaman kopi terbagi menjadi 4 tahap, yaitu: a) Pemangkasan Bentuk Pemangkasan bentuk bertujuan untuk membentuk kerangka pohon diinginkan, yaitu percabangan yang ditinggalkan letaknya sudah teratur, arahnya menyebar dan produktif, sehingga pertumbuhan batang dan cabang lebih kekar dan kuat. Pemangkasan bentuk terbagi lagi menjadi 2 tahap : 1. Pada usia 8 - 12 bulan. 2. Pada usia 1 - 2 tahun. Pemangkasan yang dilakukan pada tahap ini adalah : Cabang jatuh yang sudah terkena tanah dan menutupi bagian pohon Cabang saling tindih, atau cabang yang di selang-seling sebelum cabang tersebut menindih cabang bawahnya, sehingga percabangan yang sudah direnggangkan jaraknya dapat tumbuh dengan sempurna. Tunas air atau tunas yang tumbuh pada bagian batang. Pertumbuhan batang yang melebihi dari 1 pohon. b) Pemangkasan Pemeliharaan Pemangkasan pemeliharaan dilakukan pada tanaman yang dilakukan pemangkasan bentuk. Pemangkasan pemeliharaan dilakukan pada tanaman kopi yang sudah berusia kurang lebih 2-3 tahun, bagian yang harus dipangkas adalah: 1. Percabangan yang di bawah 40 cm, agar bisa mengurangi kelembaban di sekitar pohon, apabila tidak dipotong cabang akan 25

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

jatuh ke tanah dan menutupi bagian pohon sehingga perakaran tanaman kopi akan muncul ke permukaan tanah untak mencari makan, pada saat musim kemarau datang, perakaran menjadi kering, pertumbuhan pohon terhambat dan meranggas. 2. Pohon dengan ketinggian > 2 meter, jika tidak dipotong maka pembuahan akan terus mengejar ke bagian atas, sehingga mempersulit sewaktu panen dan cabang di bagian bawah tidak berbuah lebat. 3. Tunas air, agar tidak mengganggu pertumbuhan pohon. 4. Tunas baru (wiwilan) agar tidak mengganggu pertumbuhan produksi yang sudah dipelihara dan dipertahankan. c) Pemangkasan produksi Pemangkasan atas 3 tahun). Pemangkasan produksi dilakukan pada : 1. Cabang balik, cabang yang tumbuhnya mangarah ke pohon. 2. Cabang saling tindih. 3. Cabang yang tumbuh sebelah bawah cabang utama. 4. Cabang yang tumbuh sebelah atas cabang utama, tetapi apabila cabang utama tidak produktif lagi atau terserang hama penyakit, maka cabang tersebut dipelihara untuk menggantikan percabangan utama. 5. Cabang cacing, cabang yang tumbuhnya tetap kerdil atau tidak mau panjang. 6. Cabang terserang hama dan penyakit. 7. Cabang kipas, cabang tersebut terletak pada ujung cabang utama yang mirip seperti kipas. 8. Tunas baru (wiwilan) yang menggangu pertumbuhan cabang produksi. 9. Tunas air, tunas yang tumbuh pada bagian pohon yang dapat dapat menggantikan pohon utama . d) Pemangkasan Rehabilitasi Pemangkasan rehahabilitasi adalah pemangkasan yang dilakukan dengan cara merehabilitasi pada bagian pohon dan percabangan produksi dilakukan pada pohon kopi sudah dalam keadaan siap berproduksi tinggi, atau usia yang sudah dewasa (di

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

26

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

yang tidak produktif lagi, akibat pohon sudah meranggas dan produksinya juga sedikit, agar pohon bisa kembali produktif. Pemangkasan rehabilitasi pada tanaman kopi bisa dilakukan sebagai berikut : 1. Pemotongan secara langsung pada pohon. 2. Pengurangan Percabangan, sehingga tunas air dapat diatur pertumbuhannya, apabila diinginkan sebelah kiri mau ditumbuhi tunas, maka semua percabangan yang ada di sebelah kiri harus dibuang mulai dari yang bawah sampai ke atas. Setelah tumbuh pohon utama dipotong agar tunas lebih cepat tumbuh. 3. Memiringkan Pohon. Perakaran sekeliling pohon digali, sampai akar terputus semua, kemudian didorong hingga pohon dalam keadaan miring, cara seperti ini kurang efektif sebab memakan waktu cukup lama dan tenaga yang realtif lebih besar. Untuk melakukan peremajaan dalam satu kebun sebaiknya di lakukan secara bertahap, agar produksi kebun tersebut tidak langsung berhenti total dan pohon yang belum diremajakan masih dapat melindungi tunas baru yang sudah tumbuh pada pohon yang diremajakan. 4) Waktu Pemangkasan. Pemangkasan bentuk, pemangkasan pemiliharaan dan pemangkasan rehabilitasi bisa dilakukan setiap saat, tetapi untuk pemangkasan produksi dianjurkan 2 kali dalam 1 tahun, awal musim produksi dan akhir musim produksi, terkecuali perkembangan yang terserang hama dan penyakit, secepatnya harus di potong agar tidak menyebar ke pohon lain. 5) Sanitasi kebun dilakukan untuk membersihkan gulma di sekitar tanaman kopi dan bagian pohon kopi, seperti cabang, daun, buah yang terserang hama dan penyakit, benalu, lumut di pohon kopi dan lainnya yang bisa merugikan tanaman kopi tersebut. Sedangkan untuk lahan kebun yang penting dibersihkan adalah rumput atau gulma, plastik, serasah dan sampah yang sulit terurai, agar tidak mengganggu perakaran tanaman kopi. Waktu membersihkan rumput di dalam kebun kopi, tidak dianjurkan menggunakan herbisida atau racun rumput, sebab perakaran tanaman

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

27

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

kopi akan terganggu, dan bisa mengakibatkan pohon cepat meranggas, dan pertumbuhan pohon terhambat. Untuk mengatasi pertumbuhan rumput di dalam kebun, maka lahan agar ditanami dengan tanaman penutup tanah. Kegiatan sanitasi kebun dilakukan bersama-sama dengan kegiatan penggemburan lahan, untuk tanaman dewasa dilakukan 2 kali/tahun. d. Hama dan Penyakit. 1. Hama. a) Penggerek Buah Kopi (PBKo) hama penggerek buah kopi merupakan hama yang sangat merugikan petani kopi, serangan PBKo dapat menurunkan mutu kopi dan penurunan produksi hingga 20 30% bahkan tidak jarang petani yang gagal panen. Gejala serangan dapat terjadi pada buah kopi yang muda maupun tua (masak), buah gugur mencapai 7-14% atau perkembangan buah menjadi tidak normal dan busuk. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis/mekanis : Petik semua buah yang masak awal (baik pada buah yang terserang maupun tidak), biasanya dilakukan pada 15 - 30 hari menjelang panen raya. Untuk mencegah terbangnya hama, pada saat menampung buah digunakan kantong yang tertutup, kemudian buah direndam dalam air panas selama sekitar 5 menit. Dilakukan lelesan, yaitu dengan mengumpulkan semua buah yang jatuh di tanah untuk menghilangkan sumber makanan bagi hama. Dilakukan racutan/rampasan, yaitu memetik semua buah yang telah berukuran 5mm yang masih ada di pohon sampai akhir panen (hal ini untuk memutus daur hidup hama). Dilakukan pemangkasan terhadap tanaman pelindung agar kondisi lingkungan tidak terlalu gelap. 2) Hayati, dilakukan penyemprotan agensia hayati, yaitu jamur Beauvaria bassiana dengan dosis 2,5 kg bahan padat/Ha/aplikasi. Dalam satu periode panen kopi dapat dilakukan 3 kali aplikasi.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

28

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

b) Penggerek Batang dan Cabang Mencegah penggerek batang dan cabang dilakukan dengan pemangkasan secara teratur, serta sanitasi lahan, juga dapat dengan penggunaan pestisida nabati. c) Kutu Dompolan Kutu dompolan adalah hama yang menyerang bunga, buah muda dan daun muda. Kutu ini menghisap air pada bagian yang diserang hingga kering atau mengkerut. Kutu ini berbentuk bulat lonjong agak pipih berwarna putih, dan mengeluarkan cairan yang disukai semut, hal ini juga yang menyebabkan penyebarannya sangat cepat dibantu oleh semut sebagai vektor. Akibat serangan kutu ini tanaman akan menjadi hitam karena kutu ini menyebarkan cendawan jelaga. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemangkasan kopi dan pohon pelindung, serta penggunaan penyemprotan petisida nabati. d) Nematoda Nematoda ini menyerang perakaran kopi, kulit akar akan mengelupas dan tumpul serta tidak membentuk akar rambut, mengakibatkan pertumbuhan daun terganggu sehingga cepat menguning dan gugur, serta tanaman cepat meranggas dan mati. Nematoda dapat menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, kurus, batangmengecil, daun tampak tua menguning dan gugur sehingga daun yang tertinggal adalah yang diujung-ujung cabang. Pada serangan berat, pucuk akan mati, bunga dan buah prematur.Jika serangan sudah terjadi dari dalam tanah, tanaman akan mudah dicabut karena akar - akar serabutnya membusuk. berwarna coklat sampai hitam. Pencegahan serangan nematoda dilakukan cara : a. Sanitasi kebun, pemangkasan kopi dan tanaman pelindung b. Jika terindikasi terserang maka gemburkan tanah sekeliling pohon secara rutin Pengendalian dilakukan dengan cara : a. Penyemprotan tanaman menggunakan nematisida (Oksamail, Etoprofos dan Karbofuran) terhadap tanaman yang terserang dalam kategori ringan. b. Pemusnahan tanaman terserang pada pusat-pusat serangan, dilakukan jika serangan yang berat.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

29

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

2. Penyakit. a) Penyakit karat daun ( Penyakit HV). Terutama menyerang kopi arabika pada dataran rendah. Gejala : Bercak-bercak kuning muda pada daun yang berubah menjadi kuning tua dan tertutup oleh tepung spora, terutama di permukaan daun sebelah bawah. Makin lama bercak membesar dan menyatu, lalu mengering. Pada serangan berat seluruh pohon tampak kekuningan, daun gugur, dan pohon mati. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis yaitu melakukan melakukan sanitasi kebun dan pemupukan secara rutin, 2) Hayati yaitu dengan melakukan penyemprotan pestisida nabati secara rutin. 3) Kimiawi yaitu dengan semprot tanaman dengan fungisida Anvil 6650 EC, Beyleton 250 EC dan Benlate pada setiap menjelang musim hujan, sekali dalam tiga minggu. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Mekanis, yaitu dengan melakukan pemotongan di bagian terserang kemudian membakarnya 2) Kimiawi yaitu dengan penyemprotan fungisida Anvil 6650 EC, Beyleton 250 EC dan Benlate. b) Penyakit jamur upas. Terutama menyerang bagian tanaman yang lembab seperti bagian bawah cabang dan ranting. Gejala : Ada millennium tipis berserabut seperti sarang laba-laba, kemudian millennium membentuk bintil dan berubah menjadi kemerahan. Serangan yamg berlanjut menyebabkan tanaman mengering, daun layu dan menggantung pada ranting. Pengendalian dengan cara : 1) Kultur teknis/mekanis : Kurangi kelembaban di sekitar tanaman dengan pemangkasan pohon pelindung/naungan. Cabang dan ranting yang terserang penyakit dipangkas kemudian dimusnahkan/bakar. Pemupukan tanaman.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

30

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

1) Kimiawi, dengan mengoleskan fungisida bubur Bordeaux atau Carnolineum 5 % pada bagian yang terserang atau pada tahap awal serangan dengan mengoleskan sabun colek yang sudah dilarutkan dengan air pada bagian tanaman yang terserang. c) Penyakit Akar hitam dan Akar Cokelat. Gejala penyakit : daun menguning, layu dan menggantung, kemudian berguguran dan akhirnya tanaman mati. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis yaitu : Memperbaiki drainase sehingga air tidak menggenang. Mengisolasi tanaman yang terserang dengan membuat parit sedalam 1 m mengelilingi daerah tanaman yang terserang. Pembersihan/sanitasi lahan dan dilakukan pemupukan. Pemangkasan pada tanaman kopi dan pohon pelindung. 2) Kimiawi/hayati, yaitu membongkar pohon kopi hingga akarnya lalu dibakar, kemudian pada lubang bekas bongkaran diberi tepung belerang 200 gram atau jamur Thricoderma yang dimasukkan ke dalam tanah, lalu diaduk dan lubang jangan ditanami selama satu tahun. d) Penyakit Becak Cokelat pada daun. Gejala : Ada bercak cokelat berbentuk lingkaran pada daun , berwarna putih di tengah dan merah di pinggirnya. Bila menyerang buah, maka buah berwarna hitam, mengeriput, rontok sebelum waktunya. Kulit buah mengeras. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur Teknis/mekanis : mengurangi kelembaban kebun dengan mengurangi naungan, memangkas bagian tanaman kopi yang tidak produktif, penjarangan bibit, perbaiki drainase, pangkas dan bakar bagian tanaman yang terserang, 2) Kimiawi dengan menyemprot fungisida Benlate T20/20 WP dan Dithane M-45 80 WP dengan dosis sesuai anjuran. e) Penyakit Mati Ujung. Gejala : daun pada ranting yang terserang akan menguning dan gugur, kemudian ranting mati dimulai dari bagian ujung. Pengendalian dengan cara :

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

31

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

1) Mekanis, yaitu memangkas ranting yang terserang (pemangkasan dilakukan pada bagian ranting yang masih sehat), kemudian hasil pangkasan dibakar atau dikubur; 2) Kimiawi yaitu dengan menyemprot seluruh tanaman dengan fungisida. f) Penyakit Embun Jelaga. Gejala : Cendawan menyerang tanaman yang banyak dikerumuni kutu dompolan atau kutu hijau, daun yang terserang akan tertutup lapisan hitam seperti jelaga. Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan/sanitasi kebun, melakukan pemangkasan, dan penyemprotan dengan pestisida nabati. Pengendalian : Daun dilap dengan kain bersih hingga warna hitam menghilang. g) Penyakit Bercak Hitam pada Buah. Gejala : Kulit buah yang belum matang timbul bercak-bercak hitam yang kemudian melebar hingga seluruh kulit buah mengering dan berwarna hitam. Pada bercak kemudian tumbuh rambut halus yang ujungnya terdapat butiran spora berwarna merah. Pengendalian dengan cara : 1) Mekanis, yaitu apabila buah sudah tua sebaiknya dipetik kemudian direbus untuk diolah secara kering, dan bakar buah yang terserang. 2) Kimiawi, yaitu apabila buah di kebun masih sangat muda semprot dengan fungisida. IV. Daftar Pustaka. 1. M. Candra Wirawan Arief dkk, 2011. Panduan Sekolah Lapangan Budidaya Konservasi Kopi, Berbagi Pengalaman dari Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Conservation International Indonesia. 2. Rr. Ernawati, Ratna Wylis Arief, Slameto, 2008. Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 3. Sri Wijiastuti, Penyuluh Pertanian Madya. Pengendalian Penyakit Kopi. cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pengendalian-penyakit-kopi. 4. asmacs.wordpress.com/2008/05/19/budidaya-tanaman-kopi. 5. www.scribd.com/doc/54999847/Budidaya-Tanaman-kopi-1. 5 Sep 2011. 32

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PALA (Myristica fragan Hait)

I. Pendahuluan Pala merupakan tanaman asli Indonesia, karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku, kemasyhuran pala sebagai tanaman rempah sudah dikenal sejak abad ke 16. Dalam perdagangan internasional, pala Indonesia dikenal dengan nama Banda nutmeg. Daging buah pala dapat digunakan sebagai manisan atau asinan, biji dan fulinya bermanfaat dalam industri pembuatan sosis, makanan kaleng, pengawetan ikan dll. Minyak pala hasil penyulingan dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri sabun, parfum, obat-obatan dsb. Permintaan pasar dunia terhadap pala setiap tahun terus meningkat, > 60% kebutuhan pala dunia didatangkan dari Indonesia. Pala Indonesia lebih disukai oleh pasar dunia, karena rendemen minyaknya tinggi dan memiliki aroma khas. Tanaman pala memiliki beberapa jenis, antara lain: 1) Myristica fragrans Houtt, 2) Myristica argentea Ware, 3) Myristica fattua Houtt, 4) Myristica specioga Ware, 5) Myristica sucedona BL, 6) Myristica malabarica Lam. Jenis pala yang banyak diusahakan adalah Myristica fragrans, sebab jenis pala ini mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi daripada jenis lainnya, diikuti jenis Myristica argentea dan Myristica fattua. Sedangkan jenis Myristica specioga, Myristica sucedona, dan Myristica malabarica produksinya rendah sehingga nilai ekonominya rendah.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

33

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

II. Syarat Tumbuh a. Iklim. - Curah Hujan : berkisar 2.000 3.000 mm/tahun dengan 108 180 hari/ hujan - Temperatur : antara 18 - 34 C. b. Ketinggian Tempat : 0 700 m dpl namun tanaman pala dapat tumbuh baik di daerah dengan ketinggian 500 700 m dpl. Sedangkan pada ketinggian di atas 700 m, produktivitasnya akan rendah. c. Tanah : subur, gembur, banyak mengandung humus, drainase baik karena tanaman pala peka terhadap genangan; pH tanah 5,5 6,5 dengan struktur tanah lempung berpasir. III. Budidaya a. Pengolahan Lahan. Lahan untuk tanaman pala perlu disiapkan sebaik-baiknya, jika di atas lahan masih terdapat semak belukar harus dihilangkan. Lahan kemudian diolah agar menjadi gembur sehingga aerasi (peredaran udara dalam tanah) berjalan dengan baik. Pengolahan lahan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau supaya proses penggemburan tanah dapat lebih efektif. Pengolahan lahan pada kondisi lahan yang miring harus dilakukan menurut arah melintang lereng. Pengolahan tanah dengan cara ini akan membentuk alur yang dapat mencegah aliran permukaan sehingga dapat menghindari erosi. b. Penanaman 1) 2) 3) Lubang tanaman perlu dipersiapkan satu bulan sebelum bibit ditanam. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm untuk jenis tanah ringan dan ukuran 1 x 1 x 1 m untuk jenis tanah liat. Jarak tanam yang baik untuk tanaman pala adalah: pada lahan datar adalah 9 x 10m atau 10 x 10 m, sedangkan pada lahan bergelombang adalah 9 x 9 m. 4) Tanah galian bagian atas harus dipisahkan dengan tanah galian bagian bawah, setelah beberapa waktu, tanah galian bagian bawah di masukkan lebih dahulu, kemudian menyusul tanah galian bagian atas yang telah dicampur dengan pupuk kandang/pupuk organik secukupnya, sekitar 10 - 20 kg/lubang.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

34

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

5) 6)

Penanaman bibit dilakukan pada awal musim hujan. Bibit tanaman yang berasal dari biji sebelum ditanam sebaiknya sudah mempunyai 3 5 cabang agar mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan sehingga pertumbuhannya dapat baik.

7)

Penanaman yang berasal dari biji dilakukan dengan cara sebagai berikut: polybag (kantong plastik) dilepaskan terlebih dahulu, bibit dimasukkan kedalam lubang tanam selanjutnya ditimbun, namun permukaan tanah pada lubang tanam dibuat sedikit dibawah permukaan lahan kebun.

8) 9)

Bibit pala yang berasal dari cangkok, sebelum ditanam daunnya harus dikurangi terlebih dahulu untuk mencegah penguapan yang cepat. Lubang tanam untuk bibit pala yang berasal dari cangkok perlu dibuat lebih alam, agar setelah dewasa tanaman tersebut tidak roboh karena sistem perakaran bibit cangkokan tidak memiliki akar tunggang.

10) Penanaman bibit pala yang berasal dari enten dan okulasi dilakukan seperti menanam bibit - bibit pala yang berasal dari biji. 11) Setelah bibit-bibit ditanam, lubang tanam perlu disiram agar media tumbuh dalam lubang menjadi basah. c. Penanaman pohon pelindung Tanaman pala muda membutuhkan pohon pelindung sebagai naungan terhadap sinar matahari langsung dan sebagai penahan angin. Tiupan angin terutama yang keras dapat mengakibatkan kerusakan pada bagian atas mahkota pohon, serta dapat mengakibatkan buah yang masih muda berjatuhan. Beberapa pohon pelindung yang dapat digunakan sebagai naungan antara lain kenari, dadap, kelapa dan berbagai jenis tanaman yang tinggi dan besar. Tanaman pelindung yang digunakan sebaiknya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Pertumbuhannya cepat dan lebih tinggi dari tanaman pala. 2. Batang pokok maupun cabang-cabangnya tidak mudah patah. 3. Tidak membentuk mahkota yang lebar dan padat sehingga suasananya tidak terlalu teduh. 4. Daunnya tidak rontok pada musim kemarau. 5. Bukan merupakan pohon inang dari hama dan penyakit pala. Pada awalnya, tanaman pelindung ditanam dengan jarak 20 x 20 m. 35

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

d. Pemeliharaan 1) Penyiangan, kegiatan ini dilakukan 1 2 bulan setelah tanam dan selanjutnya dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, sekaligus dilakukan penggemburan tanah di sekitar tanaman. 2) Pembuatan rorak sebagai tempat penyimpanan daun kering yang gugur sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik 3) Penyulaman, dilakukan jika bibit tanaman pala pertumbuhannya kurang baik atau mati. 4) Penyiraman, pada akhir musim hujan setelah pemupukan sebaiknya segera dilakukan penyiraman agar pupuk dapat segera larut dan diserap akar. 5) Pemangkasan, dilakukan untuk mengurangi kelembaban di sekitar tanaman pala dan mencegah penyebaran hama dan penyakit. 6) Pemberian mulsa. Mulsa berfungsi melindungi akar lateral pala yang halus dan tumbuh relatif dangkal di bawah tanah. Mulsa dapat menggunakan 7) Pemupukan, daun-daun untuk kering, sisa-sisa tanaman maupun rerumputan kering serta daging buah yang terbuang. tanaman yang masih muda pemupukan dapat dilakukan dengan pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (Urea, TSP dan KCl). Namun jika tanaman sudah dewasa/sudah tua, pemupukan lebih efektif menggunakan pupuk anorganik. Pemupukan dilakukan dua kali/tahun, yaitu pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan. 8) Dosis pupuk sebaiknya dilakukan sesuai dengan jenis tanah yaitu : Dosis pupuk/pohon/tahun Urea 600 gram 550 gram 750 gram SP-36 600 gram 550 gram 550 gram KCl 600 gram 400 gram 800 gram

No 1 2 3

Jenis Tanah Latosol Andosol Podsolik

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

36

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

9) Atau dengan dosis sbb : No 1 2 3 4 5 Umur Tanaman 1 tahun 1-3 tahun 4-6 tahun 7-15 tahun >15 tahun Dosis (pohon/tahun) N 200 gram 400 gram 800 gram 1.000 gram 1.200 gram P2O5 200 gram 400 gram 800 gram 1.000 gram 1.000 gram K2O 300 gram 500 gram 1.000 gram 1.500 gram 1.500 gram Keterangan Jarak tanam 10x10m, shg populasi tanaman 100 pohon/Ha.

10) Cara pemupukan, dibuat parit sedalam 10 cm dan lebar 20 cm melingkar di sekitar batang pokok tanaman selebar kanopi (tajuk pohon), kemudian pupuk TSP, Urea dan KCl ditabur dalam parit tersebut secara merata dan segera ditimbun tanah dengan rapat. e. Hama dan Penyakit 1. Hama. a) Penggerek batang. Gejala : terdapat lubang gerekan pada batang dengan diameter 0,5-1 cm, dan didapat serbuk kayu. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Mekanis, yaitu menutup lubang gerekan dengan kayu/membuat lekukan pada lubang gerekan dan membunuh hamanya. 2) Hayati, dapat digunakan agensia hayati Beauveria bassiana, serta parasitoid telur dan lalat Tachinidae yang dapat berperan sebagai musuh alami hama penggerek. 3) Kimiawi, yaitu dengan menutup lubang gerekan dengan insektisida Dimecron 50 EC atau Tamaron 50 EC, dosis 2 cc/lt air sebanyak 10 cc/pohon. Dapat juga digunakan pestisida Marshall 200 EC. 4) Pestisida nabati, dilakukan dengan cara memasukkan atau menginfus bahan tersebut ke dalam batang pohon pala yang terserang, yaitu dengan membuat lubang pada batang pohon pala menggunakan alat bor, kemudian insektisida sistemik dimasukkan sebanyak 15-20 cc dan lubang tesebut segera ditutup kembali.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

37

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

b) Penggerek Ranting, hama ini sangat berbahaya karena menyerang secara agregasi, sehingga mampu mematikan ranting dalam waktu yang relatif singkat. Gejala serangan, cabang atau ranting pala yang terserang hama ini permukaannya berlubang-lubang kecil dengan diameter 1 mm. Bila cabang dikupas maka tampak alur-alur gerekan yang ditumbuhi oleh jamur-jamur ambrosia. Hama ini umumnya menyerang tanaman yang kondisinya kurang sehat, karena habis dipangkas atau panen atau oleh serangan hama lain. Lingkungan yang basah juga mendukung serangan hama ini. c) Anai-Anai/Rayap, menyerang mulai dari akar tanaman, masuk ke pangkal batang dan akhirnya sampai ke dalam batang. Gejala : terjadinya bercak hitam pada permukaan batang, jika bercak hitam itu dikupas, maka sarang dan saluran yang dibuat oleh anaianai (rayap) akan kelihatan. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis, berupa sanitasi kebun. 2) Kimiawi, dengan menyemprotkan larutan insektisida seperti Diazinon pada tanah di sekitar batang tanaman yang diserang, insektisida disemprotkan pada bercak hitam supaya dapat merembes kedalam sarang dan saluran-saluran yang dibuat oleh anai-anai tersebut. d) Kumbang Aeroceum fariculatus, hama kumbang ini menyerang biji pala, terutama produk dalam penyimpanan. Pencegahan, dilakukan dengan mengeringkan secepatnya biji pala setelah diambil dari buahnya. Pengendalian, dilakukan fumigasi dengan fungisida. 2. Penyakit. a) Kanker batang Gejala : terjadinya pembengkakan batang, cabang atau ranting tanaman yang diserang. Pengendalian : membersihkan kebun dari semak belukar, memangkas bagian yang terserang dan dibakar.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

38

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

b) Belah putih, menyebabkan buah terbelah dan gugur sebelum tua. Gejala: terdapat bercak-bercak kecil berwarna ungu kecoklatcoklatan pada bagian kuliat buah, bercak-bercak tersebut membesar dan berwarna hitam. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis, yaitu membuat saluran pembuangan air (drainase) yang baik; 2) Kimiawi, yaitu dengan pengasapan dengan belerang di bawah pohon dengan dosis 100 gram/tanaman. c) Rumah Laba-Laba, bagian tanaman yang diserang cabang, ranting dan daun. Gejala: daun mengering dan kemudian diikuti mengeringnya ranting dan cabang. Pengendalian: memangkas cabang, ranting dan daun yang terserang, kemudian dibakar. d) Busuk buah kering. Gejala : berupa bercak berwarna coklat, bentuk bulat dan cekung dengan ukuran bercak bervariasi, yakni dari yang berukuran sangat kecil sampai sekitar 3 cm; pada kulit buah tampak gugusan jamur berwarna hijau kehitam-hitaman dan akhirnya bercak - bercak tersebut terjadi kering dan keras. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis/mekanis, yaitu dengan : a. mengurangi memangkas kelembaban sebagian di sekitar pohon pala seperti berdaun mengurangi kerimbunan pohon lain di sekitar pala dengan cabang-cabangnya yang rimbun, kemudian tanah di sekitar pohon dibersihkan, tidak terdapat gulma atau tanaman - tanaman perdu lainnya. b. buah pala dan daun yang terserang penyakit ini segera dipetik dan dipendam dalam tanah. 2) Kimiawi, yaitu dengan penyemprotan fungisida secara yang rutin, yakni 2 4 minggu sekali, baik pada saat ada serangan maupun tidak ada serangan dan benomi. penyakit. Fungsida yang dapat digunakan adalah yang mengandung bahan aktif mancozeb, karbendazim

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

39

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

e) Busuk buah basah, menyerang atau menginfeksi buah yang luka. Gejala : buah pala tampak busuk warna coklat yang sifatnya lunak dan basah; gejala ini timbul pada sekitar tangkai buah yang melekat pada buah sehingga buah mudah gugur. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis/mekanis, yaitu dengan a. menghilangkan sumber inokulum dengan membenamkan buah yang terserang ke dalam tanah, b. mengurangi kelembaban dengan mempergunakan jarak tanam yang lebar misalnya 10 m x 10 m, c. pembersihan tanaman pengganggu, mengurangi tanaman pelindung, pemangkasan cabang dan ranting yang saling bersentuhan 2) Hayati, yaitu dengan penyemprotan fungisida nabati. 3) Kimiawi, yaitu dengan penyemprotan dengan fungisida yang mengandung bahan aktif Carbendazim pada musim penghujan, f) Gugur buah muda Gejala: adanya buah muda yang gugur. Pengendalian: dengan mengkombinasikan (memadukan) antara pemupukan dan pemberian fungisida. g) Penyakit antraknosa dan benang putih. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis/mekanis, yaitu mengurangi kelembaban kebun, memotong dan memusnahkan ranting yang terinfeksi. 2) Kimiawi, yaitu dengan penyemprotan fungisida. h) Jamur akar putih dan hitam (JAPH) Gejala serangan JAPH pada tanaman pala adalah daun terlihat pucat kuning, selanjutnya daun gugur dan ujung ranting menjadi mati. Pada perakaran tanaman sakit tampak benang-benang miselium jamur (rizomorf) berwarna putih, kadang-kadang membentuk tubuh buah mirip topi, berwarna putih kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman. Jika serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada tanaman tetangganya. Penyakit jamur akar putih sering dijumpai pada tanaman yang kurang dirawat, terutama

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

40

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Penggunaan varietas tahan, untuk mencari varietas tahan terhadap penyakit akar maupun penggerek batang/ranting, dapat dilakukan dengan mencari sumber ketahanan baik dari varietas lokal maupun varietas yang sudah dilepas. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Industri telah melepas 3 varietas pala produksi tinggi di antaranya Ternate 1, Tidore 1 dan Tobello 1. Untuk penyakit jamur akar, dapat dilakukan dengan teknik grafting dengan menggunakan batang bawah yang tahan terhadap jamur akar (putih/hitam) dan bagian atas varietas yang berproduksi tinggi 2) Kultur teknis, Kultur teknis seperti membersihkan kebun dari sumber infeksi, pengaturan jarak tanam, pemangkasan yang tepat juga dapat mengurangi serangan hama dan penyakit di lapang. Untuk penanaman baru, karena JAP mempunyai inang yang banyak seperti karet, teh, kopi, kakao, kelapa, kelapa sawit, mangga, nangka, ubi kayu, jati, cengkeh, lamtoro, dadap, akasia dll, perlu diperhatikan sumber-sumber infeksi ini dan harus dimusnahkan. Untuk peremajaan, perlu dilakukan pembersihan kebun dari sumber infeksi, seperti tunggul-tunggul yang terinfeksi dibakar atau diracun. Kultur teknis antara lain meliputi : a. Menggunakan tanaman penutup tanah. b. Mengatur jarak tanam, anjuran adalah 9 x 10 m atau 10 x 10 m. Untuk tanaman yang terlalu rapat dapat dilakukan pemangkasan supaya menjaga kelembaban dan cahaya matahari cukup masuk di antara tanaman pala, serta pembersihan gulma. c. Pembuatan drainase dan pembukaan leher akar. d. Tumpang sari tanaman pala dengan berbagai tumbuhan yang bersifat antagonis terhadap jamur akar seperti kunyit, lidah mertua, pohon sigsag, sambiloto dan laos.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

41

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

e. Melakukan

sanitasi

kebun

dengan

cara

mengumpulkan

tanaman yang terserang hama dan penyakit dengan cara eradikasi membakar bagian tanaman yang sakit. 3) Agensia Hayati. Pengendalian hayati merupakan pengendalian dengan cara menurunkan populasi inokulum atau aktifitas patogen, baik yang aktif maupun yang dorman dengan menggunakan satu atau lebih jenis organisme, baik yang diintroduksikan dari luar maupun melalui manipulasi lingkungan, inang dan antagonis. Untuk jamur akar putih atau hitam, beberapa agensia hayati seperti Trichoderma sp. dan bakteri antagonis seperti Bacillus dan Pseudomonas telah berhasil dalam mengendalikan jamur akar putih (JAP). Trichoderma sp diaplikasikan di sekeliling perakaran tanaman dan diulangi 6 bulan sekali. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada waktu kondisi tanah lembab pada awal atau akhir musim hujan. 4) Pengendalian Kimiawi Pengendalian secara kimiawi menggunakan pestisida harus merupakan alternatif terakhir apabila teknik pengendalian yang lain dinilai tidak berhasil, dan harus dilakukan secara bijaksana. Pestisida kimia yang sering digunakan untuk mengendalikan JAP adalah Bayleton 250 EC. IV. Daftar Pustaka 1. Badan Litbang Pertanian. Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit Utama Pala. Sinar Tani Edisi 23 Pebruari-1 Maret 2011 No.3394 Tahun XLI. 2. Direktorat Tanaman Rempah & Penyegar, Pala. 3. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2000. Tentang Budidaya Pertanian Pala (Myristica Fragan Haitt). 4. Sri Wijiastuti, Penyuluh Pertanian Madya. cybex.deptan.go.id/penyuluhan/ pemeliharaan-tanaman-pala. 5. www.disbun.jabarprov.go.id/assets/.../Budidaya Tan. Pala.doc. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 2009. Pedoman Praktis Budidaya

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

42

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

JABON (Antocephalus sp)

I. Pendahuluan Tanaman jabon yang saat ini dibudidayakan mempunyai 2 jenis, yaitu jabon putih (Antocepalus cadamba) dan jabon merah (Antocepalus macrophyllus). Jabon putih merupakan tanaman asli Indonesia, pertumbuhannya tersebar dari Sumatera hingga Papua, sedangkan jabon merah penyebaran hanya terbatas di Sulawesi dan Maluku. Perbedaan mencolok kedua jenis jabon tersebut terletak pada daun dan batangnya, jabon putih daun lebih lebar, ujungnya tumpul, pucuk daun berwarna hijau muda, sedangkan jabon merah daunnya mirip daun jati dan pucuk daun berwarna merah. Kayu jabon putih cenderung berwarna putih, sedangkan kayu jabon merah sedikit kemerahan. Kayu jabon merah lebih disukai pasar Eropa karena warnanya eksotik. II. Syarat Tumbuh a. Iklim Tanaman jabon tumbuh pada daerah dengan curah hujan relatip tinggi, sekitar 1.600 mm/th. Sinar matahari yang yang bersinar sepanjang tahun dan membutuhklan cahaya matahari yang penuh, sehingga naungan akan menyebabkan pertumbuhan yang tidak optimum. b. Ketinggian Tempat Jabon putih cocok tumbuh di dataran menengah dengan ketinggian 300800 m dpl, sedangkan jabon merah tumbuh pada daerah dengan ketinggian 100 - 1.000 m dpl.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

43

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

c. Tanah Jabon bisa ditanam termasuk pada lahan yang berpasir, meski proses pertumbuhannya kurang begitu sempurna, karena akar jabon menjadi sulit menyatu atau lengket dengan media pasir. Biasanya, jabon yang ditanam pada lahan berpasir ini akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil. III. Budidaya a. Pengolahan Lahan 1) Penyiapan lahan membebaskan naungan yang ada, membersihkan semak belukar secara total, atau piringan, kemudian dibuat saluransaluran pembuangan air jika terdapat kemungkinan terjadi genangan pada musim hujan, karena tanaman jabon yang terlalu lama terendam dalam air, bisa menimbulkan efek negative yaitu munculnya penyakit busuk akar serta daun menjadi kuning dan rontok. 2) Jarak tanam, karena tanaman ini merupakan salah satu tanaman tumpang sari, dengan tanaman pokok berupa tanaman buah pohon, maka jarak tanam dibuat 5 x 10 m. b. Penanaman 1) Lubang tanam dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm atau disesuaikan dengan jenis tanah dan kondisi lahan, kemudian masukkan pupuk organik/pupuk kandung sebanyak 5 kg/lubang tanam serta 200 - 300 gram kapur/lubang tanam. 2) Bibit dimasukan ke lubang tanam dengan melepas polybag dan ditutup dengan tanah galian, untuk mempercepat pertumbuhan dapat ditambahkan 15 gram pupuk urea di sekitar bibit yang telah ditanam. c. Pemeliharaan. 1) Penyulaman, dilakukan untuk mengganti bibit yang mati setelah penanaman dan penyulaman sebaiknya dilakukan segera setelah penananman selesai agar bibit tidak tertinggal pertumbuhannya. 2) Pengendalian gulma, dilakukan untuk menghindari persaingan hara, air dan cahaya serta ruangan. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara total yaitu membersihkan seluruh areal dan dilakukan secara rutin pada awal tanam, sedangkan pada tanaman yang sudah berumur 3 (tiga) tahun pengendalian gulma dapat dilakukan setahun sekali tergantung kondisi kebun. 3) Pemupukan, dilakukan dengan menyiramkan larutan pupuk NPK di sekeliling tanaman. Caranya mencampur 100 gram pupuk NPK dengan 4 liter air, kemudian siramkan larutan pupuk NPK sebanyak 0,5 L/tanaman, dilakukan 1 (satu) kali/6 (enam) bulan. Selang 3 bulan

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

44

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

setelah pemupukan NPK, tambahkan 50 gram urea/pohon. Pemberian urea dilakukan setiap 6 bulan, setelah tanaman berumur 3 tahun, dosis urea ditambah menjadi 80 gram/pohon. d. Perangsangan pertumbuhan. Untuk mempercepat pertumbuhan tanaman jabon dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Pemotongan akar tunggang yang dilakukan pada bibit tanaman yang masih berumur satu bulan atau bibit sudah memiliki lima helai daun, kemudian segera celupkan bibit tersebut ke zat perangsang. Untuk pertumbuhan selanjutnya, disarankan agar bibit yang sudah ditanam diberi pupuk yang lebih banyak dibandingkan dengan bibit yang tidak dilakukan pemotongan akarnya. 2) Pemangkasan Tunggul, dilakukan setelah panen pertama dengan menyisakan pangkal batang setinggi 10 cm dari permukaan tanah, batang dipotong dengan kemiringan 45 derajat. Pilih satu tunas yang terbaik yaitu berbatang lurus, kokoh, bebas hama dan penyakit serta dekat permukaan tanah. Tunas selanjutnya dirawat dan dipupuk sehingga dapat tumbuh dengan baik. Dengan pemangkasan tunggul, maksimal dapat dipanen 4 kali dari satu tunggul yang dipelihara. 3) Pemberian Pupuk Hayati, dapat memacu pertumbuhan tanaman sehingga dapat cepat dipanen. Perlakuan pupuk hayati dapat dilakukan pada dinding lubang dan media tanam. Sedangkan perlakuan pada tanaman dengan konsentrasi 200-300 cc (10-15 tutup botol) yang dilarutkan dalam 14 L air dan disemprotkan selama 10 detik/tanaman, untuk tanaman yang sudah tinggi (umur > 2 tahun), pupuk hayati cukup disemprotkan dari pangkal batang sampai batas tertinggi kemampuan jangkauan alat semprot. e. Hama dan Penyakit. 1. Hama. a. Ulat Grayak Gejala : daun berlubang, yang sudah parah hanya akan menyisakan batang daun saja. Hama ini hanya menyerang daun tanaman pada malam hari, pada siang hari ulat grayak akan bersembunyi di tanah atau di bawah tanaman. Pengendalian dengan penyemprotan insektisida sistemik BPMC dengan dosis 0,5 - 2 ml/ liter, atau menggunakan Imidakloppir (confidor 200 SL dengan dosis sama).

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

45

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Pencegahan

menjaga

kebersihan

lingkungan

dan

juga

mengendalikan gulma yang tumbuh. b. Uret (Larva Kumbang). Hama ini menyerang akar tanaman sehingga pasokan air dan unsur hara ke daun terputus, sehingga dalam waktu 3 - 4 bulan tanaman akan mati. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Secara hayati, dengan menggunakan agen hayati berupa nematoda Steinernema spp 2) Secara kimiawi, dengan menyemprotkan insektisida seperti Furadan Pencegahan dilakukan dengan cara tidak membudidayakan tanaman jabon pada daerah yang menjadi habitat uret atau daerah endemik hama uret. c. Rayap. Hama ini menyerang akar samping dan akar tunggang. Gejala : adanya kerak tanah warna coklat pada pangkal batang tanaman. Pengendalian : menghancurkan sarang rayap kemudian semprotkan insektisida seperti Deildrin dan Keptochor. d. Tikus Gejala : bagian kulit batang atau bagian cabang akan terkelupas dan jika dibiarkan tanaman jabon bisa kering dan mati. Pengendalian dengan umpan racun tikus atau juga membongkar sarang yang berada di sekitar areal penanaman tanaman jabon. 2. Penyakit. a. Bercak Daun Gejala : munculnya bercak jaringan mati di daun yang berwarna kuning-coklat, yang berbentuk bulat, lonjong atau tidak beraturan. Pengendalian kultur teknis berupa : 1. Memisahkan tanaman yang mulai terkena bercak daun. 2. Memusnahkan daun yang terserang hama dan tanaman yang mati. 3. Pengaturan intensitas penyiraman tanaman. 4. Dosis pemupukan perlu ditambahi jika tanaman yang kekurangan nutrisi. 5. Kurangi pupuk N pada tanaman yang terlalu subur.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

46

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Pencegahan

dilakukan

dengan

menyemprotkan

fungisida

berbahan aktif fllusilazol (nustar 0,1 ml/liter air) dan fungisida campuran (Delsene MX dosis 2 gr/liter atau anfill). b. Keriting Daun Gejala : daun menjadi terlihat keriting atau menggulung serta terdapat bercak pada daun tersebut. Pengendalian kultur teknis berupa : 1. Memisahkan tanaman yang mulai terkena bercak daun. 2. Memusnahkan daun yang terserang hama dan tanaman yang mati. 3. Dilakukan pemangkasan. 4. Pengaturan intensitas penyiraman tanaman. 5. Dosis pemupukan perlu ditambahi jika tanaman yang kekurangan nutrisi. 6. Kurangi pupuk N pada tanaman yang terlalu subur. c. Embun Jelaga (Black Mildew). Gejala : munculnya bercak hitam di permukaan daun bagian atas, batang muda berwarna hijau kekuningan atau cabang berwana coklat, serta terdapat bercak menutupi seluruh permukaan daun. Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Secara kultur teknis, berupa sanitasi lingkungan serta tanaman mendapatkan penyinaran matahari secara total. 2) Secara kimiawi, label kemasan. d. Embun tepung Gejala : permukaan daun terdapat bercak berwarna putih seperti tepung atau berwarna kapas, daun menjadi kuning, coklat atau hitam yang pada akhirnya rontok. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Secara kultur teknis/mekanis, sebaiknya turunkan kelembaban udara dengan memperlama jeda penyiraman, serta memusnahkan daun yang terserang agar tidak menyerang tanaman jabon yang lain 2) Secara Kimiawi, dengan menyemprotkan fungisida berbahan aktif flusilazol (Nustar 0,1 ml/ liter) dan difenokonazol (score 0,2 ml/ liter). Bisa juga dengan menyemprotkan fungisida seperti campuran Delsene (1-2 g/liter). Proses penyemprotan ini dilakukan 47 dilakukan dengan menyemprotkan fungisida benomil, Triadimefon dan Triadimenol dengan dosis seperti pada

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

menggunakan knapsack sprayer dua kali seminggu untuk yang terkena serangan berat. Sedangkan untuk pencegahan dan yang terkena serangan ringan, cukup satu kali per minggu. e. Busuk Akar Gejala : daun menguning dan layu, bagian akar akan mengalami pembusukan ditandai dengan warna coklat, serta terdapat benang miselium jamur berwarna putih di pangkal batang dan permukaan akar Jabon. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Secara Kultur teknis/mekanis, dilakukan sanitasi lingkungan membersihkan tunggul kayu yang merupakan sumber infeksi, serta mencabut dan memusnahkan bagian yang sudah terkena penyakit tersebut. 2) Secara Kimiawi, dengan penyemprotan menggunakan Benomil (Benlate). Karbendazim (Derozal 500) atau Triadimenol (Bayfidan 250E). f. Busuk Hati Gejala : adanya cabang batang tanaman yang patah dan luka, struktur kayu menjadi lunak dan berserabut. Pengendalian dengan mengoleskan TER dan fungisida Karbendazim (Derozal 500) di sekitar bagian yang terdapat luka. G. Cacar Daun Gejala : adanya bintik yang menonjol di permukaan daun yang berwarna coklat-hitam, muncul bercak kuning terang di daun serta daun menjadi berlekuk dan bertekstur keras. Pengendalian dengan kultur teknis/mekanis berupa pemilihan bibit yang sehat, pemupukan dilakukan dengan tepatserta dilakukan pemangkasan bagian yang terkena infeksi agar tidak menjalar ke bagian daun lainnya.

IV. Daftar Pustaka 1. http://www.jabonkendal.com/tips-budidaya-jabon.html. Hama penyakit

jabon serta penanganannya (bagian pertama, kedua dan ketiga). 2. Perum Perhutani, 2011. Pedoman Penanaman Pohon Jabon dan Budidayanya. 3. Sumarno, A. 2012. Sengon dan Jabon, Kayu Super Cepat. 48

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

JATI EMAS (Tectona grandis L)

I.Pendahuluan Jati Emas merupakan tanaman keras hasil laboraturium proses kultur jaringan dan langsung didatangkan dari Thailand dengan mutu bibit sangat terjamin. Pemanfaatan lahan dengan penanaman Jati Emas sangat menguntungkan, karena penanaman dan perawatan yang sangat mudah, tidak rewel dan tahan terhadap hama dan penyakit. Penanaman Jati Emas dapat membantu program Pemerintah dalam menggalakkan Hutan Rakyat yang fungsinya selain untuk mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan kayu dengan harga yang tinggi tadi juga sebagai tanaman reboisasi, penahan erosi, tanaman penampung air tanah, penahan banjir dan juga sebagai pohon peneduh dan penyejuk lingkungan yang mampu menyerap racun udara (CO) dan memberikan Oksigen murni (O2) lebih besar dibandingkan tanaman komersial lain. II. Syarat Tumbuh a. Iklim 1) Curah hujan 1500 - 2500mm/tahun. 2) Bulan kering 2 - 4 bulan. 3) Intensitas cahaya 75 - 100%. b. Ketinggian Tempat Daerah untuk penanaman jati adalah anatara 10 - 1000 m dpl.
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

49

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

c. Tanah 1) pH tanah 4 - 8. 2) Jenis tanah lempung berpasir, hindari tanah becek/rawa dan cadas. III. Budidaya a. Pengolahan Lahan 1) Pengolahan lahan kebun dengan membersihkan dari semak-semak, alang-alang dll 2) Membuat lubang tanam 40 x 40 x 40 cm atau disesuaikan dengan jenis tanah dan kondisi lahan dan dibiarkan selama kurang lebih 2 minggu. 3) Pemupukan pada lubang tanam berupa sendok teh. 4) Pemberian kapur atau dolomit apabila tanah masam sebanyak 50100g/lubang tanam. pupuk kandang /kompos sebanyak 5kg/ lubang tanam dan ditambahkan Furadan sekitar 1 (satu)

5) Jarak tanam, karena tanaman ini merupakan salah satu tanaman tumpang sari, dengan tanaman pokok berupa tanaman buah pohon, maka jarak tanam dibuat 5 x 10 m
b. Penanaman 1) Gunting separuh daun yang ada pada bibit dan sisakan 2 daun sehingga konsentrasi pertumbuhan pada saat tanam ada pada daun baru. 2) Lepaskan polibag kemudian tanam bibit jati emas tersebut ditengahtengah lubang yang telah dipersiapkan, lalu timbun lubang hingga penuh, siram tanaman sambil memadatkan lubang tanam. 3) Vaksin yang telah dicampur air disiramkan pada tiap pohon jati yang baru ditanam. Usahakan vaksin yang telah dicampur air tersebut sampai kedalam tanah. Pemberian vaksin dilakukan setelah pohon jati ditanam antara 1 - 2 minggu c. Pemeliharaan 1) Potong tunas-tunas baru agar konsentrasi pertumbuhan ada pada batang (lurus keatas ), hal ini terus dilakukan sampai tanaman kurang lebih berumur 1 tahun. 2) Pembersihan rumput/gulma di sekitar tanaman agar rutin dilakukan, dan diusahakan tidak ada genangan air di sekitar pohon. 3) Purning atau pemangkasan cabang-cabang harus rutin dilakukan sampai minimal ketinggian 6m, potong cabang 1 - 2 cm dari pangkal.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

50

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

4) Periksa keadaan daun bagian bawah, bila terdapat bintik -bintik putih (serbuk) semprot daun bagian bawah dengan obat hama biasa digunakan decis. 5) Pemupukan, menggunakan NPK (15:15:15) sebanyak 250 gr selama 6 bulan (2 kali pemupukan). Setelah itu dengan dosis NPK (15:15:15) sebanyak 500 gr setiap 6 bulan sekali selama 2,5 tahun (5 kali pemupukan). Selanjutnya pemupukan dapat dilakukan setiap tahun sampai jati dipanen, dengan dosis pemupukan disesuaikan dengan kondisi tanah. d. Hama dan Penyakit 1. Hama. a. Ulat Jati. Hama ini menyerang pada awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember s/d Januari. Gejala : daun-daun yang terserang berlubang-lubang dimakan ulat. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Cara mekanis, dilakukan jika ulat tidak banyak dengan cara diambil dan dimatikan. 2) Cara kimiawi, dilakukan jika tingkat serangan sudah tinggi, pengendalian insektisida. b. Uret . Hama ini biasanya menyerang pada bulan Februari s/d April. Bagian tanaman yang diserang akar tanaman baik tanaman kehutanan (tanaman pokok dan sela) maupun tanaman tumpangsari (padi, palawija, dll) terutama yang masih muda, sehingga tanaman yang terserang tiba-tiba layu, berhenti tumbuh kemudian mati. Jika media dibongkar akar tanaman terputus/rusak dan dapat dijumpai hama uret. Kerusakan dan kerugian paling besar akibat serangan hama uret terutama terjadi pada tanaman umur 1-2 bulan di lapangan, tanaman menjadi mati. Kasus-kasus serangan hama uret umumnya menonjol pada lokasi-lokasi dengan jenis tanah berpasir (regosol) Pencegahan dilakukan dengan : 1) Menambahkan insektisida-nematisida granuler (G) di lubang tanam pada saat penanaman tanaman atau pada waktu pencampuran media di persemaian, khususnya pada lokasi-lokasi endemik/rawan hama uret. 51 dengan cara penyemprotan menggunakan

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

2) Memiliki informasi tentang fluktuasi serangan hama uret dari tahun ke tahun untuk menentukan perlu tidaknya memberikan tindakan pencegahan/ pengendalian pada suatu penanaman pada suatu waktu. c. Tungau Merah (Akarina) Hama ini biasanya menyerang pada bulan Juni s/d Agustus. Gejala : daun berwarna kuning pucat, pertumbuhan bibit terhambat, karena cairan dari tanaman/terutama pada daun dihisap oleh tungau. Di bawah permukaan daun ada tungau berwarna merah cukup banyak (ukuran 0,5 mm) dan terdapat benang-benang halus seperti sarang laba-laba. Pengendalian : dilakukan dengan menggunakan akarisida. d. Kutu putih/kutu lilin Hama ini biasa menyerang setiap saat, dan bagian tanaman yang diserang adalah pucuk (jaringan meristematis). Gejala : pucuk daun menjadi keriting sehingga tumbuh abnormal dan terdapat kutu berwarna putih berukuran kecil. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Cara mekanis yaitu : pemisahan bibit yang sakit dengan yang sehat karena bisa menular. bila batang sudah mengkayu, batang dapat dipotong 0,5 s/d 1 cm di atas permukaan media pucuk yang sakit dibuang/dimusnahkan. 2) Cara kimiawi, dilakukan jika serangan sudah parah dan dalam skala yang luas dengan penyemprotan menggunakan akarisida. e. Lalat Putih Lalat putih dapat menyebabkan luka yang serius pada tanaman dengan mencucuk mengisap cairan tanaman sehingga menyebabkan layu, kerdil, atau bahkan mati. Lalat putih sering sangat sulit dikendalikan karena berada di permukaan bawah daun membuatnya sulit bagi insektisida untuk mencapai posisi hama. Hama lalat putih juga dengan cepat dapat mengembangkan resistensi ke insektisida yang digunakan untuk melawan mereka. Suatu jenis insektisida yang efektif untuk lalat putih pada suatu kasus kerusakan pada suatu waktu, dapat tidak efektif untuk aplikasi di lokasi dan waktu yang berbeda.
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

52

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Pengendalian dilakukan dengan : 1) Cara biologi, dengan menggunakan musuh alami sejumlah predator dan parasitoid 2) Cara mekanis, dengan menggunakan alat penjebak lalat putih (colour trapping) yaitu menggunakan kotak atau papan bercat/berwarna kuning terang, kemudian diolesi dengan bahan perekat/getah (lem tikus, getah kayu/nangka, stirofoam yang direndam dalam bensin/minyak tanah, oli), kemudian . kotak/papan dipasang di atas bedengan 3) Cara kimiawi, yaitu : Penyemprotan menggunakan campuran insektisida - larutan deterjen atau larutan insektisida. Penyemprotan dilakukan sedini mungkin ketika hama lalat putih mulai terlihat di persemaian, jangan menunggu jumlah populasi meledak sehingga menyulitkan pengendalian. Penyemprotan diarahkan ke permukaan daun bagian bawah, karena serangga mengisap cairan dan tinggal di permukaan daun bagian bawah f. Rayap Serangan terjadi pada tanaman jati muda pada musim hujan yang tidak teratur dan puncak kemarau panjang. Prinsip pengendaliannya dengan mencegah kontak rayap dengan batang/perakaran tanaman Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) mengoleskan kapur serangga di pangkal batang. 2) pemberian insektisida granuler di pangkal batang. 3) penaburan abu kayu di sekeliling pangkal batang. 4) menghilangkan sarang-sarang pada lokasi. Pencegahan dilakukan dengan cara : 1) secara tradisional dilakukan dengan menaburkan abu kayu di pangkal batang pada waktu penanaman. 2) pemberian insektisida granuler (G), pada lubang tanam ketika penanaman, khususnya pada lokasi yang diketahui endemik/rawan rayap. 3) mengurangi kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang sari. 4) menghilangkan sarang-sarang pada lokasi.
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

53

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

g. Penggerek batang/oleng-oleng. Kerusakan parah terutama pada serangan tanaman jati muda, umur 1 3 tahun, tanaman jati muda mudah patah akibat lubang serangan pada batang jati muda. Hama ini berkembang karena kelembaban yang tinggi, dan berada pada batang jati pada ketinggian 1 2 m dari tanah, dengan jumlah titik serangan 1 2 titik. Namun demikian pada lokasi serangan endemik yang parah, titik serangan dapat mencapai 5 titik dengan ketinggian titik serangan mencapai 4 meter. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Cara mekanis, dengan penggunaan perangkap lampu (light trap) di malam hari, yaitu berupa : kain putih 2 x 1,5 m, lampu bohlam/neon, dan nampan penampung air. Ngengat yang diperoleh kemudian dimusnahkan. 2) Cara praktek silvikultur pada daerah endemik, dengan mengatur jenis-jenis tanaman tumpang sari. Jenis yang dipilih sebaiknya adalah jenis tanaman tumpang sari yang cukup pendek sehingga ruang tumbuh di bawah tajuk jati tidak terlalu lembab. Kondisi di bawah tajuk jati muda yang lembab dan rapat menyediakan habitat yang cocok bagi hama hutan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa jumlah serangan hama olengoleng pada tumpang sari jagung lebih tinggi dibandingkan palawija yang lain 3) Cara kimiawi, menggunakan insektisida dengan memasukkan insektisida fumigan, dosis : 1/8 butir ke dalam liang gerek serangga hama, kemudian lubang ditutup dengan lilin malam. Aplikasi insektisida ini praktis, bilamana titik serangan berada di bawah ketinggian 2 meter 4) Cara gabungan praktek silvikultur dan pengendalian mekanis Untuk meminimalkan tingkat serangan, terutama di daerah endemik oleng-oleng. h. Penggerek pucuk jati Ulat penggerek pucuk jati (shoot borer) menyerang tanaman jati muda. Gejala awal : berupa pucuk apikal jati muda tiba-tiba menjadi layu, kemudian menjadi kering. Panjang pucuk yang mati antara 30 50 cm. Akibat putusnya titik tumbuh apikal maka akan menurunkan 54

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

kualitas batang utama. Ujung batang utama yang mati akan keluar tunas-tunas air/cabang-cabang baru. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Cara injeksi sistemik yaitu : Dilakukan pada saat pucuk apikal yang sedang aktif tumbuh tiba-tiba menjadi layu yaitu dengan injeksi insektisida sistemik ke batang. Jika pengendalian masih mengalami kegagalan perlakuan tersebut perlu diulang dengan menambah dosis insektisidanya. 2) Cara bacok oles yaitu : Dilakukan dengan cara melukai kulit batang sampai dengan bagian luar kayu gubal (jaringan sebelah dalam jaringan kambium) Insektisida dioleskan dengan kuas atau disemprotkan ke bekas bacokan. Pelukaan batang perlu dilakukan dengan hati-hati (tidak terlalu dalam agar pohon tidak patah), mengingat serangan hama penggerek pucuk jati terjadi pada tanaman muda. Pelukaan sebaiknya dilakukan di pangkal batang (ukuran diameter lebih besar sehingga lebih aman). Insektisida dapat digunakan dengan dosis 10 cc/pohon. Pasca pengendalian dilakukan : 1) Mengingat titik tumbuh apikal stagnan, maka akan muncul tunastunas baru di bawah titik gerekan ulat. Cabang-cabang yang tumbuh selanjutnya perlu diwiwil agar titik tumbuh apikal dapat segera aktif tumbuh lagi, di samping cabang-cabang yang baru ini dapat mengambil alih fungsi titik tumbuh apikal sehingga mengurangi kualitas batang. Segera mengurangi/menghilangkan tunas-tunas air yang muncul di bawah pucuk apikal yang mengalami stagnasi, agar pucuk yang stagnasi dapat aktif tumbuh lagi. Bila tidak segera dihilangkan maka tunas air yang muncul akan menggantikan fungsi batang utama, sehingga batang di bagian atas membengkok. 2) Bilamana pucuk yang terserang sudah terlanjur kering, pucuk yang kering perlu segera dipotong, dan ulat di dalamnya dibuang. Pemotongan hendaknya dilakukan sebelum muncul tunas air

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

55

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

pengganti fungsi batang utama, karena bilamana pucuk kering tidak dipotong maka arah tunas air cenderung ke samping sehingga membuat bentuk batang menjadi bengkok. i. Kutu Putih Kutu ini mengisap cairan tanaman tumbuhan inang, dan serangan terjadi pada musim kering (kemarau), dan menghilang pada musim penghujan. Kerusakan pada tanaman jati muda dapat terjadi bilamana populasi kutu tinggi. Kutu-kutu ini memiliki hubungan simbiosis dengan semut gramang dan semut hitam yang memindahkan kutu dari satu tanaman ke tanaman lain. Gejala : daun mengeriting, pucuk apikal tumbuh tidak normal (bengkok dan jarak antar ruas daun memendek). Pengendalian dilakukan bila populasi kutu per tanaman muda cukup besar, yaitu dengan : 1) Penyemprotan dengan insektisida nabati. 2) Untuk memulihkan bentuk-bentuk yang cacat maka dapat dilakukan pemotongan sampai pada batas atas kuncup ketiak, yang kelak akan menjadi tunas akhir yang lurus dan baik. Kegiatan pemotongan bagian-bagian yang cacat ini hendaknya dilakukan pada awal musim penghujan. j. Kupu Putih Serangan hama kupu putih ini dapat meningkatkan resiko mati pucuk jati muda selama musim kemarau. Pengendalian dapat dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik melalui batang (bor atau bacok oles), dan penyemprotan bagian bawah daun, ranting-ranting, dan batang muda jati dengan insektisida racun lambung. k. Kumbang Bubuk Basah Hama ini menyebabkan kerusakan pada batang jati pada daerahdaerah dengan kelembaban tinggi. Pada daerah-daerah dengan curah hujan lebih dari 2.000 mm/tahun serangan hama ini dapat ditemukan sepanjang tahun. Gejala : kulit batang berwarna coklat kehitaman, disebabkan adanya lendir yang bercampur kotoran kumbang tersebut, jika lendir dan campuran kotoran sudah mengering warnanya menjadi kehitamhitaman.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

56

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Serangan hama ini tidak mematikan pohon atau mengganggu pertumbuhan tetapi akibat saluran-saluran kecil melingkar-melingkar di dalam batang jati maka menurunkan kualitas kayu. Pencegahan dan Pengendalian : 1) Tidak menanam jati di daerah yang mempunyai curah hujan lebih dari 2.000 mm per tahun. 2) Menebang dan memusnahkan pohon-pohon yang diserang terutama pada waktu penjarangan. 3) Mengurangi kelembaban mikro tegakan, misalnya dengan mengurangi tumbuhan bawah. 4) Melakukan penjarangan dengan baik. l. Inger-Inger . Gejala kerusakan : berupa pembengkakan pada batang, kebanyakan pada ketinggian antara 5 10 m, namun juga ada pada 2 m atau sampai 20 m. Jumlah pembengkakan dalam satu batang bervariasi, mulai satu sampai enam titik lokasi pembengkakan. Waktu mulai hama menyerang sampai terlihat gejala memerlukan waktu 3-4 tahun, bahkan sampai 7 tahun. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Cara Kultur teknis, yaitu : Penjarangan, sebaiknya dilakukan sebelum hujan pertama atau kira-kira bulan Oktober guna mencegah penyebaran sulung (kelompok hama inger-inger yang mengadakan perkawinan). Penjarangan agak hebat dianjurkan bagi daerah-daerah yang menderita serangan lebih dari 30% tegakan. Bagi daerahdaerah yang serangannya lebih dari 50% periodisitas penjarangan perlu ditingkatkan, yaitu untuk KU II tiap 3 tahun, KU III dan KU IV tiap 5 tahun. Penjarangan diusahakan agar pohon-pohon yang ditebang tidak menimpa pohon-pohon yang ditinggalkan karena hal tersebut akan mengakibatkan cacat-cacat yang berupa patahpatah cabang, luka-luka batang dan sebagainya yang akan menjadi pintu masuk bagi inger-inger. 2) Cara hayati, dengan musuh alami/pemangsa bagi hama ingeringer, seperti burung pelatuk, kelelawar, tokek, lipan, kepik buas, cicak, katak pohon dapat mencegah penyebaran hama inger-inger pada pohon jati yang sehat.
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

57

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

3) Cara kimia, dalam pelaksanaannya ditujukan untuk hama ingeringer di dalam batang, dan sulung hama inger-inger yang berada di luar batang. 2. Penyakit. a. Penyakit Layu Busuk Semai Gejala yang timbul biasanya bibit busuk. Penanganan secara mekanis dapat dilakukan dengan penjarangan bibit, wiwil daun, serta pemindahan bibit ke open area, dengan tujuan untuk mengurangi kelembaban. Serangan penyakit dipicu oleh hujan malam hari/dini hari pada awal musim hujan (penyakit embun upas). Gejala yang timbul berupa daun layu seperti terkena air panas. Serangan penyakit ini umumnya muncul pada saat pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan, saat hujan pertama turun yang terjadi pada malam hari atau dini hari pada awal musim hujan. Serangan penyakit terutama pada bibit yang masih muda, jumlah bibit yang terserang relatif banyak, cepat menular melalui sentuhan atau kontak daun, dan bersifat mematikan. b. Penyakit Layu Bakteri Penyakit ini dapat menyerang tanaman jati di persemaian dan juga jati muda di lapangan. Tanaman yang dapat terserang penyakit layu bakteri ini umumnya tanaman di bawah umur 1 tahun. Namun demikian pada kondisi iklim dan tanah yang mendukung, maka tanaman jati sampai dengan umur 5 tahun dapat terserang dan mengalami kematian Gejala Serangan : 1) Daun menjadi layu, menggulung, kemudian mengering dan rontok. Batang kemudian layu dan mengering. Bilamana akar diperiksa, kondisi akar sudah rusak. 2) Daun layu (gejala awal), kondisi kulit batang tampak masih terlihat segar/sehat. Namun bilamana diperiksa lebih lanjut dengan memotong dan menyeset kulit/membelah batang yang terserang maka akan dapat dilihat bahwa bagian jaringan kambium dan kayu gubal (xylem) telah mengalami kerusakan, walaupun jaringan kulit (floem) masih terlihat hijau segar. Pada kambium atau permukaan

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

58

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

luar kayu gubal dapat dilihat garis-garis hitam membujur sepanjang batang. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Cara biologi (untuk tanaman di persemaian), dilakukan dengan menggunakan bakteri antagonis Pseudomonas fluorescens dengan konsentrasi 108 cfu/ml dengan dosis 15 25 ml/pot semai, disemprotkan ke seluruh permukaan tanaman dan sekitar perakaran. Hasil uji coba Pseudomonas fluorescens efektif menekan bakteri patogen P. tectonae, dengan meningkatnya persen tumbuh bibit dari 70% menjadi 100%. 2) Cara kimiawi (untuk tanaman di persemaian) , menggunakan bakterisida, disemprotkan ke seluruh permukaan tanaman dan sekitar perakaran. 3) Cara silvikultur, dilakukan dengan menyediakan lingkungan tempat tumbuh tanaman hutan sehingga dapat diperoleh tanaman sehat dengan produktivitas tinggi. Aplikasi silvikultur untuk penanganan penyakit layu bakteri adalah dengan memperbaiki drainase lahan dan pengaturan jenis tumpang sari pada tanaman pokok jati. Perbaikan drainase lahan dilakukan dengan pembuatan parit-parit drainase khususnya di daerahdaerah dengan topografi datar. Jenis tumpangsari jati padi cenderung menciptakan lingkungan tempat tumbuh yang buruk bagi tanaman pokok jati.

IV.Daftar Pustaka 1. http://elqodar.multiply.com/journal/item/17/Pengendalian Penyakit Tanaman Kehutanan, 21 Mei 2008. dan terdokumentasi di hutan tanaman jati. 2. http://lembahpinus.com, 2 April 2012. Menanam Jati Emas. 3. http://satriamadangkara.com/syarat-tumbuh-budidaya-pohon jati/#ixzz 1q QE2N soR. Hama dan

A. Hama dan Penyakit

Tanaman Jati. Hama dan penyakit pada tanaman jati yang teridentifikasi

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

59

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

MAHONI (Swietenia mahagoni Jacq)

I.Pendahuluan Mahoni merupakan tanaman yang berasal dari Hindia Barat dan Afrika dapat tumbuh subur bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai. Pohon mahoni selama ini dikenal sebagai penyejuk jalanan atau sebagai bahan untuk membuat segala bentuk furniture. Berdasarkan penelitian di laboratorium, pohon mahoni termasuk pohon yang bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69%. Pohon mahoni yang ditanam di hutan kota atau sepanjang jalan berfungsisebagai filter udara dan daerah tangkapan air. Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen (O2) yang membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu akan "mengikat" air yang jatuh, sehingga menjadi cadangan air. Mahoni dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Mahoni berdaun kecil (Swietenia mahagoni Jacg.) 2. Mahoni berdaun besar (Swietenia macrophylla King). II. Syarat Tumbuh

a. Iklim b. Ketinggian Tempat

Mahoni tumbuh di daerah dengan curah hujan 1.600 - 4.000 mm/ tahun. Mahoni tumbuh pada lahan dengan ketinggian bervariasi antara 0 - 1.000 m dpl. 60

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

c. Tanah Umumnya mahoni tumbuh pada tanah yang bersolum dalam. III. Budidaya

a. Pengolahan Lahan 1) Pengolahan lahan pada dilakukan bersamaan dengan pengolahan lahan untuk tanaman pokok, baik tanaman buah-buahan maupun tanaman perkebunan. 2) Jarak tanam, karena tanaman ini merupakan salah satu tanaman tumpang sari, dengan tanaman pokok berupa tanaman buah pohon maupun tanaman perkebunan, maka jarak tanam dibuat 5 x 10 m. 3) Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 x 40 x 40 cm atau disesuaikan dengan jenis tanah dan kondisi lahan. 4) Dua minggu setelah pembuatan lubang, tambahkan pupuk kandang/pupuk organik sebanyak 5 kg/lubang tanam. b. Penanaman 1) Penanaman dilakukan saat musim penghujan, bibit yang yang akan ditanam dirobek plastik polybagnya, tetapi jangan sampai tanah di dalamnya pecah. 2) Tanaman ditimbun sampai leher akar atau sebatas tanah pertumbuhan di polybag. Jika ada akar yang keluar dari polybag agar dipotong kecuali akar tunggang. 3) Tanaman yang baru ditanam perlu dibuat pagar untuk melindungi dari pengaruh lingkungan. c. Pemeliharaan 1) Pembersihan gulma dilakukan bersamaan dengan kegiatan pada tanaman utama. 2) Tanaman mahoni butuh air yang cukup agar kelembaban tanah terjaga, sehingga pada musim kemarau perlu dilakukan penyiraman d. Hama dan Penyakit 1. Hama. a. Kumbang sisik (scolytid beetle). Hama ini menyerang persemaian tanaman mahoni. Hama ini meletakan telurnya di dalam batang, dan larvanya hidup di dalam batang tersebut, sehingga mengakibatkan kerusakan, dan semai tersebut roboh/mati. Selain pada semai, kadang hama ini juga meletakan telur-telurnya pada ranting dan cabang pohon lainnya. 61

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

b. Penggerek pucuk (shoot borer). Pada tingkat larva menyerang tegakan terutama pada umur 3-6 tahun dengan tinggi antara 2-8 m, pada pohon dengan umur tua jarang dijumpai hama serangan ini Gejala yang nampak adalah pucuk tiba-tiba menjadi layu, mengering dan lama kelamaan akan mati. Jika dipotong bagian batang pucuk yang mati akan dijumpai larva kumbang (seperti ulat) berada di dalamnya. Pencegahan yang diajurkan antara lain penanaman multikultur (campur) antara mahoni dan akasia mangium dan pencampuran dengan mimbo (Azadirachta indica). c. Ulat pemakan daun. Serangan hama ini belum dianggap merugikan karena intensitas dan dampaknya yang masih kecil. 2. Penyakit. Jamur akar; Jamur ini menyerang pada pertengahan musim hujan, tumbuh dari bawah menyebar dengan cepat dan seringkali menyebabkan kematian pohon pada akhir musim hujan. Jamur ini diperkirakan menular melalui aliran air terutama pada daerah miring serta masuk lewat luka pada akar tanaman dan menyerang seluruh bagian tanaman.

IV.Daftar Pustaka 1. http://elqodar.multiply.com/journal/item/17/Pengendalian Penyakit Tanaman Kehutanan, 21 Mei 2008. Tanaman Mahoni. 2. Listyanto, Dr, Ir, MSc, 2010. Budidaya Tanaman Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq). PT. Alam Lestari Maju Indonesia. 3. images.bpas.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SPX... Tanaman Mahoni. Perum Perhutani Jember. Manfaat Hama dan 4.3. Hama dan Penyakit

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

62

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

SENGON (Paraserianthes falcataria)

I.Pendahuluan Sengon merupakan tanaman asli Indonesia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Australia. Tegakan alam sengon di Indonesia ditemukan tersebar di Indonesia timur seperti Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua serta di perkebunan di Jawa. Tanaman sengon pertumbuhan cepat serta dapat tumbuh di lahan marginal, sehingga tanaman ini sering digunakan untuk penghijauan lahan kritis. Di propinsi Jawa Barat, tanaman sengon digunakan untuk tanaman pelindung tanaman kopi dan teh serta ditanam di pematang sawah sebagai pengikat nitrogen. Daun tanaman sengon selain bermanfaat untuk makanan ternak, dapat juga digunakan sebagai pupuk organik. Akar tanaman sengon memiliki bintil akar yang berfungsi sebagai penambat nitrogen, sehingga tanaman ini dapat berfungsi sebagai tanaman penyubur tanah. II. Syarat Tumbuh a. Iklim 1. Suhu optimal untuk pertumbuhan sengon adalah 22 29 C dengan suhu maksimum 30 34 C dan suhu minimum 20 24 C. 2. Curah hujan tahunan untuk pertumbuhan sengon berkisar antara 20004000 mm, dan curah hujan untuk pertumbuhan optimalnya adalah 20003500 mm per tahun. Selama bulan kering, jumlah hari hujan minimal yang diperlukan adalah 15 hari.
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

63

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

3. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50% - 75%. b. Ketinggian Tempat Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman sengon antara 0 800 m dpl, namun masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m dpl. c. Tanah Tanaman sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7. III. Budidaya a. Pengolahan Lahan 1) Pengolahan lahan pada dilakukan bersamaan dengan pengolahan lahan untuk tanaman pokok, baik tanaman buah-buahan maupun tanaman perkebunan. 2) Jarak tanam, karena tanaman ini merupakan salah satu tanaman tumpang sari, dengan tanaman pokok berupa tanaman buah pohon maupun tanaman perkebunan, maka jarak tanam dibuat 5x10 m b. Penanaman 1) Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm atau disesuaikan dengan jenis tanah dan kondisi lahan, tepat pada ajir yang sudah terpasang. 2) Tambahkan pada setiap lubang tanam pupuk kandang/pupuk organik 12 kg serta 30 gram NPK (15:15:15) atau pupuk kandang saja sebanyak 5 kg. 3) Lubang tanam dibiarkan selama 3-5 hari. 4) Penanaman bibit harus dilakukan secara hatihati agar bibit tidak rusak dan penempatan bibit pada lubang tanam harus tepat ditengah-tengah serta akar bibit tidak terlipat, hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit selanjutnya. c. Pemeliharaan 1) Penyulaman, yaitu penggantian tanaman yang mati atau sakit dengan tanaman yang baik, penyulaman pertama dilakukan sekitar 2-4 minggu setelah tanam, penyulaman kedua dilakukan pada waktu pemeliharaan tahun pertama (sebelum tanaman berumur 1 tahun). Agar pertumbuhan bibit sulaman tidak tertinggal dengan tanaman lain, maka dipilih bibit yang baik disertai pemeliharaan yang intensif.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

64

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

2) Penyiangan, dilakukan untuk membersihkan gulma yang tumbuh liar di sekeliling tanaman dan munculnya hama dan penyakit yang biasanya menjadikan rumput atau gulma lain sebagai tempat persembunyiannya, sekaligus untuk memutus daur hidupnya. Penyiangan dilakukan pada tahun-tahun permulaan sejak penanaman agar pertumbuhan tanaman sengon tidak kerdil atau terhambat, selanjutnya pada awal maupun akhir musim penghujan, karena pada waktu itu banyak gulma yang tumbuh.. 3) Pendangiran, dilakukan untuk mengemburkan tanah disekitar tanaman sehingga memperbaiki struktur tanah yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. 4) Pemangkasan, dilakukan rangka rangka meningkatkan kualitas kayu, merangsang perkembangan batang yang bulat dan panjang dan mempertahankan potensi pertumbuhan yang maksimal. Pemangkasan biasanya dilakukan selama dua tahun pertama mulai dari enam bulan, setelah itu pada interval enam bulan sampai umur 2 tahun. Pemangkasan dilakukan agar tinggi batang bebas cabang sekitar 40% tinggi tanaman, artinya jika tinggi tanaman 10 m maka tidak boleh ada cabang sampai ketinggian 4 m dari permukaan tanah. 5) Pemupukan, dosis dan frekwensi pemupukan tanaman sengon adalah sbb : No 1 2 3 Umur tanaman s/d 1 tahun 2 tahun 3 tahun Dosis Pupuk NPK (15:15:15)/tanaman 15 gram 50 gram 100 gram Frekwensi Pemupukan Setiap 2 bulan Setiap 4 bulan Setiap 6 bulan

d. Hama dan Penyakit 1. Hama. a) Penggerek batang Pohon sengon bisanya mulai terserang ketika berumur 2 3 tahun dan persentase pohon yang terserang meningkat dengan bertambahnya umur. Hama ini menyerang tanaman dengan diawali adanya luka di batang sengon, penggerek batang akan bertelur pada luka tersebut, larva

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

65

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

yang dihasilkan dari telur tersebut yang kemudian membuat lubang pada batang dan merusak kayu. Pengendalian yaitu dengan memotong atau membuang bagian poho yang terserang untuk mencegah penyebaran hama. Pencegahan dilakukan dengan menanam mimba Azadirachta indica di antara tanaman sengon, karena daun mimba mengandung senyawa yang bersifat insektisida. b) Ulat kantong. Ulat kantong merupakan hama utama tanaman sengon. Ulat akan menyerang epidermis batang dan epidermis daun. Serangan pada epidermis daun akan menyebabkan tanaman tidak dapat melakukan fotosintesa sehingga tanaman mati. Pengendalian dilakukan dengan : 1) Cara hayati, dengan menyemprotkan daun suren Toona sureni ke batang sengon yang terserang hama ulat kantong. 2) Cara kimiawi, dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif organofosfat. c) Kupu-kupu kuning. Hama ini menyerang persemaian sehingga menyebabkan bibit gundul tetapi, efek serangannya tidak merugikan secara ekonomi. Pengendalian dilakukan secara manual dengan membuang bagian yang terserang dan membakarnya. 2. Penyakit. a) Karat tumor/karat puru (gall rust). Gejala serangan : terjadinya pembengkakan (gall) pada ranting/cabang, pucuk-pucuk ranting, tangkai daun dan helai daun. Kerusakan serius bila serangan terjadi pada tanaman muda (umur 12 tahun), karena titik-titik serangan bisa terjadi di batang pokok/utama sehingga batang pokok/utama rusak/cacat, tidak dapat menghasilkan pohon yang berkualitas yang tinggi. Pencegahan dilakukan dengan cara : 1) Bibit di persemaian yang menunjukkan gejala-gejala serangan harus segera dicabut dan memasukkan bibit terserang ke dalam lubang dan ditimbun. Jangan dilakukan pembakaran bibit

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

66

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

terserang karena menyebabkan spora cendawan berterbangan dan menyebar ke tanaman lain. 2) Pencegahan perluasan karat tumor/karat puru : adanya pengawasan yang ketat terhadap transportasi benih, bibit dan kayu tebangan dari daerah yang telah terserang penyakit karat tumor/karat puru ke daerah yang belum terserang. 3) Pemeliharaan tanaman dengan pemberian pupuk dan penjarangan tanaman. 4) Tanaman umur 0-3 tahun, batang tanaman dilaburi larutan kapur, yang dibuat dengan mencampurkan 10 kg kapur dan 1 kg garam dapur kedalam 10 L air. 5) Tanam bibit dari tanaman induk yang sehat atau varietas unggul seperti varietas solomon. 6) Lokasi penanaman tidak berdekatan dengan kebun sengon yang terserang penyakit tersebut. 7) Tidak menanam sengon pada lokasi di atas ketinggian 250 m dpl Pengendalian dilakukan dengan : a. Cara kimiawi : 1) Menggunakan spiritus, yaitu bagian tanaman yang terserang dibersihkan dengan cara mengelupas gall tersebut dari batang/cabang/pucuk, kemudian bagian tersebut disemprot/ dioles dengan spiritus. 2) Menggunakan larutan/bubur garam : 5 kg kapur + 0,5 kg garam + air 5-10 liter diaduk - aduk sampai rata. Bagian tanaman yang terserang dibersihkan dari gallnya, kemudian disemprot/dioles dengan larutan/bubur garam. 3) Menggunakan larutan/bubur belerang : 1 kg kapur + 1 kg belerang + air 10 - 20 liter diaduk-aduk sampai rata. Bagian tanaman yang terserang dibersihkan dari gallnya, kemudian bagian tersebut disemprot/dioles larutan /bubur belerang. b. Cara mekanis : 1) Memotong pucuk, cabang ranting yang ditumbuhi gall dan dikumpulkan, kemudian disemprot/disiram dengan sprirtus atau larutan/bubur garam atau larutan/bubur belerang.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

67

DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

2) Memotong pucuk, cabang ranting yang ditumbuhi gall selanjutnya dikumpulkan dan ditimbun dalam tanah. Pucuk, cabang, ranting yang ditumbuhi gall jangan dibuang disembarang tempat, karena akan menyebarkan spora penyakit karat tumor/karat puru. b) Jamur Akar Merah. Serangan penyakit jamur akar merah menyebabkan kematian pohon karena perakarannya busuk Gejala : menipisnya daun-daun di tajuk sengon kemudian pohon mengering. Tanda keberadaan jamur dapat diamati pada pangkal batang/leher akar pohon yang terserang akan keluar tubuh buah jamur akar merah berwarna merah kecoklatan, terutama pada musim penghujan. Keluarnya tubuh jamur mengindikasikan bahwa serangan pada pohon telah berlangsung lama atau tingkat serangan sudah parah. Pengendalian dengan cara pembersihan tonggak pohon - pohon pada lokasi yang telah terserang, pembuatan parit isolasi, serta penggunaan pestisida.

IV.Daftar Pustaka 1. http://greendom-afc.blogspot.com/2011/10/seaputr-tanaman-sengonteknisbudidaya.html. Budidaya Tanaman Sengon. 2. Krisnawati H, Eveliina Varis, Maarit Kallio, Markku Kanninen, 2011. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen. Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. CIFOR, Bogor, Indonesia. 3. muhamadsholahuddin.wordpress.com/.../hama-penyakit-pada-tanam......18 Jun 2010. hama penyakit pada tanaman sengon laut. 4. pertanian.untag-smd.ac.id/.../Hama_dan_Penyakit_Tanaman_Kehuta. 5. Sumarno, A. 2012. Sengon dan Jabon, Kayu Super Cepat.

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

68

You might also like