You are on page 1of 5

Sistem Pendidikan Islam oleh Khilafah Solusi Tuntas Pendidikan Nasional

Oleh: Tim Lajnah Dakwah Sekolah HTI DPD Jatim

Praktisi pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Dr Arim Nasim menyatakan bahwa kegagalan sistem pendidikan nasional tampak dari input, proses, dan output-nya. Hal ini sejalan dengan hasil analisis Sinta Rachmawati dosen UNEJ yang mengungkapkan bahwa carut-marut masalah pendidikan di Indonesia tidak dapat dipandang secara parsial hanya pada komponen personal peserta didik dan tenaga kependidikan, atau hanya pada aspek minimnya sarana-prasaran yang disediakan. Realitasnya pendidikan di Indonesia mengalami masalah pada aspek input (kurikulum, tenaga kependidikan, pembiayaan, dan saranaprasarana), aspek proses (proses pembelajaran dan standar nilai) dan aspek output (lulusan, hasil penelitian, dan lain lain). Kegagalan Pendidikan Nasional Kegagalan pendidikan nasional mengakibatkan beberapa masalah diantaranya kenakalan remaja. Kenakalan remaja sudah sangat Darurat dan kita berpotensi akan kehilangan 1-2 generasi ke depan. Hedonis, permissive, pragmatisme, materialisme yang merupakan nilai-nilai ideologi sekuler kapitalisme begitu nyata mencelupi kesucian jiwa dan kecerdasan remaja. Seks bebas, tawuran dan narkoba kian marak dikalangan pelajar. Sejumlah fakta menunjukkan: Menurut Kapolda Metro Jaya, Irjen Putut pada tahun 2012 kenakalan remaja mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 36,66% (www.beritasatu.com). Fenomena tawuran pelajar meningkat dari 96 kasus pada tahun 2011 menjadi 103 kasus pada tahun 2012 (Kompas.com, 27/09/2012). Penelitian di 33 provinsi pada bulan Januari-Juni 2008 oleh Komnas Perlindungan Anak terhadap remaja SMP dan SMA menyimpulkan, 97% pernah menonton film porno, 93,7% pernah ciuman dan oral sex, 62,7% tidak perawan, 21% remaja atau satu dari lima remaja di Indonesia pernah melakukan aborsi. Menurut DinKes Surabaya Penderita HIV/AIDS di Surabaya mencapai 5.576 di tahun 2011 dan 67% nya adalah usia produktif yakni 20-39 tahun. Bahkan ada anak SD yang telah kecanduan film porno dan melakukan pencabulan kepada teman-teman sekelasnya. Selain masalah kenakalan remaja, masalah pendidikan lain yang harus diselesaikan adalah biaya pendidikan yang mahal (walaupun ada sebagian daerah yang gratis, tapi terbatas hanya untuk sebagian kecil siswa), banyak siswa yang lulus jadi pengangguran, sarana dan prasarana yang kurang memadai, gaji guru yang masih rendah, adanya sebagian guru yang masih kurang profesional bahkan ada yang perilakunya tidak patut ditiru seperti memberikan contekan dan berbuat mesum dengan muridnya. Fakta ini menunjukan bahwa masalah ini sudah sangat darurat, dan seharusnya kita jangan sampai melihat data-data ini hanya sebagai angka statistik saja tetapi harus ada tindakan konkret mencari solusi masalah pendidikan nasional. Apakah kurikulum 2013 solusi kegagalan pendidikan nasional? Solusi yang digagas pemerintah berupa kurikulum 2013 sejatinya merupakan kurikulum sekuler, karena memisahkan agama dan kehidupan dunia. Itu artinya, seperti pada kurikulum yang sebelumnya, materi dan metode pengajaran mata pelajaran pendidikan agama Islam didesain untuk menjadikan Islam sebagai pengetahuan belaka, ini di satu sisi. Di sisi lain, jam mata pelajaran pendidikan agama dirancang sangat minimalis, sekalipun sudah ditambah sehingga menjadi tiga hingga empat jam sepekan. Akibatnya, Allah SWT tetap dipahami sebatas gagasan kebaikan sebagaimana pandangan Barat terhadap konsep ketuhanan. Dan bukan Zat yang hakekatnya ada dengan segala sifat ketuhanan-Nya yang Maha Sempurna. Para pelajar tetap tidak akan sampai pada pemahaman konsep keridhoan Allah SWT sebagai kebahagiaan tertinggi yang harus diraih, di samping aspek kemashlahatan tetap menduduki posisi lebih tinggi dari pada konsep halal haram dalam menstandarisasi aktivitas. Di samping itu, Islam hanya dipahami sebagai agama yang mengatur urusan akhirat, bukan sebagai sistem kehidupan yang mengatur dan memberikan solusi setiap persoalan kehidupan manusia. Padahal semua itu adalah prinsip-prinsip bagi terwujudnya akhlak mulia pada pelajar. Jadi, bagaimana mungkin moral bangsa akan lebih baik dengan kurikulum 2013? Sebaliknya, yang akan terjadi adalah kemerosotan moral bangsa kian parah. Karena kurikulum sekuler ini didesain untuk memenuhi tuntutan globalisasi (baca liberalisasi, neo imperialisme) sebagaimana dicanangkan WTO, ASEAN Community, APEC dan CAFTA, yang dinyatakan pemerintah sebagai alasan pengembangan kurikulum (Kemendikbud, Novomber 2012). Bahkan ditenggarai pada kurikulum 2013 akan

dimasukkan konten materi pendidikan seks ala Barat melalui mata pelajaran jasmani olah raga dan kesehatan atau mata pelajaran lainnya. Urgensi Pendidikan dalam Islam Pendidikan merupakan perkara yang sangat penting dalam Islam. Banyak isyarat menunjukkan hal ini. Pertama, ayat yang turun pertama kali terkait dengan iqra (bacalah!). Kedua, Rasulullah SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk membacakan ayat-ayat Allah, membentuk jiwa mereka menjadi suci, mengajarkan al-Quran dan as-Sunnah. Allah SWT berfirman:

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (TQS. AlJumuah:2). Ketiga, sepanjang hayatnya beliau terus membina para sahabat. Para sahabat saling membina satu sama lain. Setiap ayat yang turun kepada Nabi, beliau sampaikan dan ajarkan kepada para sahabat. Keempat, banyak sekali hadits yang menjelaskan bahwa menuntut ilmu itu wajib. Bahkan, banyak sekali pujian bagi orang-orang yang menuntut ilmu. Siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke sorga (HR Muslim) Jika manusia mati, terputuslah amalnya kecualli tiga hal, shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mendoakan dirinya (HR Muslim) Siapa yang keluar rumah untuk menuntut ilmu, ia berada di jalan Allah hingga kembali (Attirmidzi)

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (TQS. Al-Mujadilah:11).

Keunggulan Pendidikan Islam Islam adalah agama paripurna. Dalam pendidikan pun, Islam sungguh unggul dan tidak ada yang dapat mengunggulinya. Siapapun yang menelaah sistem pendidikan di dalam Islam akan melihat banyak keunggulan yang merupakan solusi atas semua masalah pendidikan nasional. Di bawah ini hanya dijelaskan sebagian dan sekilas. Pertama, dasarnya adalah akidah islamiyah (iman/al-aqidah al-islamiyyah). Dalam sistem sekuler, pendidikan dipisahkan dari agama. Kalaupun ada, agama hanya diberi porsi dua atau beberapa jam seminggu. Kurikulum pun tidak berbasis keimanan. Akhirnya, materi pelajaran, semangat, dan metode yang dikembangkan jauh dari keimanan. Kering. Tujuannya pun sebatas materi: nilai, gelar, dan mendapatkan pekerjaan. Pendidikan yang materialistik memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non materi. Bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam oleh orang tua siswa. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga. Berbeda dengan itu, Islam menjadikan akidah sebagai landasan didalam pendidikan. Sejak awal, kaum Muslim saat menuntut ilmu baik yang fardlu kifayah maupun fardlu ain dasarnya adalah keimanan kepada Allah. Yakni, menuntut ilmu adalah perintah Allah dan dalam rangka beribadah kepada-Nya. Ilmu yang diajarkan akan menjadi ilmu yang bermanfaat, bukan hanya di dunia, melainkan pahalanya mengalir hingga akhirat. Dari sini saja, baik pendidik maupun peserta didik melakukan proses kegiatan mengajar belajar dengan dorongan iman dan ibadah.

Bukan sekedar itu, pengaruh akidah ini nampak didalam tujuan dan arah pendidikan. Perwujudannya muncul didalam kurikulum dan metode pendidikan. Dengan kata lain, dalam pendidikan Islam, akidah Islam harus menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya sekolah yang akan dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya tidak sebesar unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu pada asas di atas. Kedua, tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam dan memberikan keterampilan dalam ilmu kehidupan. Dalam sistem pendidikan sekuler, pendidikan ditujukan hanya sekedar mengejar nilai. Kalaupun disebut berkualitas, tolok ukur kualitasnya adalah keunggulan kemampuan di bidang sains dan teknologi. Tidak mengherankan dalam sistem seperti ini siswa dan orang tua stress menghadapi ujian nasional. Ujian itulah satu-satunya penentu kelulusan. Lagi-lagi, nilai! Tanpa merasa perlu lagi melihat bagaimana kemampuan membaca al-Quran, sikap kepada orang tua dan guru, kerajinan ibadahnya, dll. Anak yang disebut pintar hanyalah anak yang rata-rata nilainya tinggi. Padahal, ada peserta didik yang boleh jadi jeblok dalam seluruh mata pelajaran sains dan teknologi. Tapi, dalam pelajaran hadits dia sangat luar biasa. Jangan-jangan anak tersebut akan menjadi ahli hadits mengikuti jejak Imam Bukhari. Arah pendidikan Islam berbeda dengan arah pendidikan sekuler. Ada dua hal yang hendak diraih dalam pendidikan Islam. Raihan pertama adalah terbentuknya kepribadian Islam (syakhshiyyah islamiyyah). Untuk dapat memiliki kepribadian Islam seseorang harus memiliki pola berpikir islami (aqliyyah islamiyyah) dan pola jiwa islami (nafsiyah islamiyyah). Pola berpikir islami dibentuk melalui pengkajian dan pemahaman Islam (dirasah wa fahm). Disinilah peserta didik diberikan kemampuan dasar ilmu-ilmu keislaman seperti al-Quran, bahasa Arab, hadits, Akhlak, dll. Sistem pembelajarannya pun dilakukan sedemikian rupa sehingga peserta didik bukan sekedar hafal melainkan juga mengerti dan paham. Dengan aqliyah islamiyah mereka menilai dan menghukumi segala hal berdasarkan akidah dan syariat Islam. Islam telah menekankan hal ini. Kurang lebih ada 43 ayat didalam al-Quran berbicara tentang berpikir yang didasarkan pada iman kepada Allah SWT. Selain itu, akal yang terkait dengan berpikir itupun dijadikan Islam sebagai standar taklif, bahkan segala hal yang dapat merusak akal diharamkan (kullu mufattirin haramun). Pernah suatu ketika putera Rasulullah SAW meninggal dunia. Pada saat yang sama terjadilah gerhana. Berita pun tersebar bahwa gerhana itu terjadi karena kematian tersebut. Menanggapi hal ini, Rasulullah menyatakan, Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan merupakan dua tanda diantara banyak tanda kekuasaan Allah, bukan karena hidup atau matinya seseorang. Sejak awal, Rasulullah mengubah cara berpikir masyarakat Quraisy. Mereka yang tadinya menyembah berhala dan mempertuhankan sesama manusia, berubah menjadi cinta akhirat, tujuannya adalah ridha Allah, dunia hanyalah ladang bagi akhirat, dan hidup hanya untuk menyembah Dia Zat Maha Pencipta. Banyak juga sikap dan perkataan Nabi terkait pentingnya membina cara berpikir ini. Semua ini menegaskan bahwa pendidikan haruslah dapat menghasilkan peserta didik yang memiliki aqliyah islamiyah sehingga berpikir secara islami. Bukan hanya itu, pendidikan harus melahirkan peserta didik yang memiliki nafsiyah islamiyyah. Mereka akan punya ketakutan pada Allah, kerinduan pada keridlaan dan surga-Nya, ketaatan total terhadap aturannya, cinta dan bencinya karena Allah, dan perilakunya senantiasa terikat dengan hukum-hukum Islam. Hawa nafsunya ditundukkan dengan mengikutu apa-apa yang dibawa oleh Nabi. Beliau menyatakan, Tidaklah seseorang diantara kalian beriman hingga ia hawa nafsunya tunduk kepada apa yang aku bawa (HR. Bukhari). Para sahabat yang dididik oleh Nabi SAW benar-benar menundukkan hawa nafsunya pada aturan Islam. Bahkan, suatu ketika Rasulullah menyatakan kepada Sumayyah bahwa ia harus bersabar menanggung siksaan Quraisy dan balasannya adalah sorga. Ia menyatakan, Sungguh, aku melihat sorga itu demikian nyata, wahai Rasulullah. Pola jiwa islami dibentuk dengan prinsip imani dan taati (iman wa thaat). Untuk itu dilakukanlah pembiasaan taat kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW melalui penerapan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah untuk dilanjutkan di rumah dan lingkungan. Raihan kedua adalah ilmu kehidupan. Islam tidak mencukupkan pada pembelajaran yang membentuk kepribadian Islam, melainkan juga mengajari ilmu kehidupan. Ilmu kehidupan tersebut mencakup professional skill (keahlian profesional) dengan mengajarkan matematika, IPA, dll. Juga, ilmu kehidupan mencakup life skill (keahlian hidup) dengan mengajarkan kemandirian, kemampuan komunikasi, bekerja sama dalam kelompok, siap memimpin dan dipimpin, dll. Peserta didik juga diarahkan untuk menjadi orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi pun diberikan. Rasulullah SAW pernah mengirim beberapa sahabat ke Yaman

untuk mempelajari dababah, sejenis senjata untuk menembus benteng. Terkait dengan penyilangan kurma, Nabi mengatakan Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian. Berdasarkan sebab turunnya hadits (sabab wurud) jelas bahwa yang dimaksud dengan urusan dunia kalian adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi, peserta didik dibina kepribadian islamnya sekaligus diberi keahlian dalam sains dan teknologi. Dengan demikian, peserta didik bukan hanya pintar dan dapat menyelesaikan persoalan berdasarkan Islam, merekapun akan taat kepada Allah SWT dan memiliki perhatian dan keberpihakan kepada diri sendiri, keluarga, bahkan masyarakat. Fenomena narkoba seperti yang kini marak di kalangan remaja, pelajar dan mahasiswa tidak akan ditemui pada mereka. Peserta didik seperti ini bukan hanya akan menjadi buah hati orang tua, melainkan juga akan menjadi generasi cerdas bertakwa calon pemimpin umat. Mereka paham ilmu agama sekaligus punya keahlian dalam sains dan teknologi. Ketiga, tolok ukur bukan sekedar nilai. Konsekuensi dari tujuan di atas, penilaian bukan hanya didasarkan pada nilai melainkan juga ketaatan kepada Allah SWT. Disinilah kelulusan ditentukan oleh pendidik/guru yang mengetahui gerak-gerik sehari-hari peserta didik. Keempat, pendidikan terpadu. Dalam sistem pendidikan saat ini kebanyakan hanya memadukan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Padahal, aspek-aspek tersebut hanya menyelesaikan persoalan individual. Karenanya, perlu dipadukan juga aspek yang terkait materi. Dilihat dari materi yang diberikan, keterpaduan berarti memadukan antara kepribadian Islam, ilmu keislaman (tsaqofah islamiyah) dan ilmu kehidupan. Orientasi keluaran (output) dari pendidikan Islamnya tercermin dari keseimbang pada ketiga unsurnya, yakni: pembentukan kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah), penguasaan tsaqofah Islam dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan). Bila dalam orientasi keluaran dari pendidikan yang sekuleristik ketiga unsur tersebut terpisah satu sama lain dan diposisikan berbeda dimensi (agama non agama) dengan proporsi sangat tidak seimbang yang menyebabkan kegagalan pembentukan karakter dan kepribadian siswa selama ini, dalam keterpaduan pendidikan Islam ketiga unsur tersebut harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Tanggung jawab pembinaan kepribadian Islam peserta didikpun bukan hanya tugas guru agama, melainkan tugas semua guru. Konsekuensinya semua guru harus paham ajaran Islam. Dalam konteks kekinian perlu ada internalisasi nilai-nilai Islam kedalam mata pelajaran sains. Misalnya, ketika sedang membahas tentang bahan energi (minyak, batu bara, bensin, dll) ditegaskan bahwa itu semua adalah nikmat dari Allah SWT. Perlu juga materi-materi yang bertentangan dengan Islam dikoreksi, misalnya terkait teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari monyet. Kadangkala perlu juga dilakukan tambahan (adisi) terhadap materi yang diperlukan tetapi tidak diberikan. Misalnya, pelajaran akhlak. Ditinjau dari pelakunya, keterpaduan pendidikan berarti memadukan antara peran guru (sekolah), orang tua, dan lingkungan. Di tengah masyarakat terjadi interaksi antar ketiganya, maka kenegatifan masing-masing itu juga memberikan pengaruh kepada unsur pelaksana pendidikan yang lain. Maksudnya, buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba dan sebagainya. Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah menjadi kurang optimum. Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut. Karenanya, perlu keterpaduan dan kerjasama antara guru (sekolah), orang tua, dan lingkungan. Komunikasi dan peran serta dari ketiganya perlu searah. Kelima, fasilitas dan guru diperhatikan. Gaji guru pun dibuat sangat memadai. Nabi berkali menyebutkan, muliakanlah orang-orang yang telah memberikan pelajaran padamu (guru). Salah satu wujud penghargaan negara kepada guru/dosen adalah masalah gaji. Ad-Dimsyaqy mengisahkan dari alWadliyah bin Ataha bahwa Umar bin Khathab memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar/bulan (1 dinar = 4,25 gram emas). Artinya, 63,75 gram/bulan. Kalau diuangkan sekarang (Rp 566.200/gram), gaji guru sebesar Rp. 36.095.250/bulan. Keenam, biaya dan fasilitas gratis. Negara menjamin terpenuhinya berbagai fasilitas tersebut. Pendidikan gratis untuk semua rakyat. Bahkan selain gratis di Al-Mustansyiriyah setiap siswa diberi beasiswa satu dinar atau setara Rp 2.406.350/bulan. Rasulullah SAW pernah menetapkan kebijakan terhadap para tawanan perang Badar, bahwa para tawanan itu bisa bebas dengan masing-masing mengajari sepuluh orang penduduk Madinah membaca dan menulis. Padahal, tawanan dapat bebas bila memberikan tebusan

yang merupakan hak baitul mal. Dengan tindakan demikian berarti Rasulullah menetapkan pendidikan tersebut dibiayai oleh negara (baitul mal). Pada masa kekhilafahan sekolah tinggi Islam dilengkapi dengan iwan (auditorium, gedung pertemuan), asrama pelajar/mahasiswa, perumahan dosen dan ulama. Juga, sekolah-sekolah itu dilengkapi dengan kamar mandi, dapur, ruang makan, dan taman rekreasi. Diantara sekolah tinggi terpenting adalah Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah al-Mustanshiriyah di Baghdad, Madrasah al-Nuriyah di Damaskus, serta Madrasah an-Nashiriyah di Kairo. Madrasah al-Mustanshiriyah, misalnya, didirikan oleh Khalifah alMustanir pada abad ke-6 Hijriah. Sekolah ini memiliki auditorium dan perpustakaan yang dipenuhi berbagai buku untuk keperluan belajar mengajar. Sekolah ini juga dilengkapi dengan pemandian dan rumah sakit. Diantara sekolah yang terkenal juga adalah Madrasah Darul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah alHakim Biamrillah pada tahun 395H. Madrasah ini merupakan institut pendidikan yang dilengkapi dengan perpustakaan yang dibuka untuk umum. Perpustakaannya difasilitasi juga dengan ruang studi, ceraman, dan ruang musik untuk refreshing bagi pembaca. Bukti Kesuksesan Pendidikan Islam Sistem pendidikan islam akan melahirkan para ulama dan ilmuwan yang sekaligus paham Islam. Sejarah mencatat pendidikan Islam melahirkan ulama sekaliber Imam Syafii, Hanafi, Hambali, Maliki, dll. Dari pendidikan Islam juga lahirlah Az Zahrawi sebagai orang pertama yang menemukan teori pembedahan dengan menciptakan suntik dan alat bedah. Jabir bin Hayyan sebagai pakar kimia pertama yang melakukan eksperimen ilmiah; Umar al-Khayyam ahli matematika yang memperbaiki teorinya al-Khawarijmi sekaligus ahli geografi; ath-Thabari sebagai bisnisman dan sarjana geografi sekaligus penulis sejarah Islam yang terkenal; Ibnu Khaldun merupakan ahli sosial, birokrat, sekaligus ahli agama; dsb. Inilah bukti nyata, pendidikan Islam melahirkan peserta didik yang menyatukan Islam dengan kehidupan. Dari pendidikan islam seperti inilah akan lahir generasi cerdas, bertakwa, berakhlakul karimah, calon pemimpin umat dan paham ilmu agama sekaligus punya keahlian dalam sains dan teknologi. Bukti ini menegaskan kepada kita untuk segera meninggalkan pendidikan sekuler dan segera menerapkan pendidikan islam dalam naungan khilafah. Kendala Model pendidikan atau sekolah unggulan seperti itu jelas hanya dapat diterapkan oleh negara karena negaralah yang memiliki seluruh otoritas yang diperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, termasuk penyediaan dana yang mencukupi, sarana, prasarana yang memadai dan sumberdaya manusia yang bermutu. Dalam membangun model pendidikan sebagaimana yang dikehendaki Islam saat ini tentu saja akan menghadapi kendala utama, yakni belum diterapkannya bangunan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Upaya Mengingat kendala di atas, maka tahap pertama bisa ditempuh aksi individual atau kelompok yang dibenarkan oleh hukum syara dan memenuhi persyaratan sebagai lembaga pendidikan Islam, dari mulai asas kurikulumnya hingga operasionalisasi pendidikan keseharian. Tahap berikutnya, secara simultan bersamaan dengan tahap pertama tadi harus diperjuangkan tegaknya sistem pendidikan Islami oleh khilafah sebagai bagian dari sistem Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tahap pertama perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bermutu bagi anak-anak Islam sekarang ini, yang diharapkan bisa pondasi penting bagi pembentukan kepribadian Islam dalam dirinya dalam rangka tumbuhnya tunas-tunas Islam yang amat diperlukan bagi dakwah. Tapi kegiatan ini tidak boleh melupakan agenda besarnya, yakni perjuangan penegakan kehidupan Islam yang di dalamnya seluruh aspek kehidupan bermasyarakan dan bernegara, termasuk di bidang pendidikan, diatur dengan syariah dalam naungan khilafah. Hanya dengan cara itu saja, kerahmatan syariah dapat benar-benar diwujudkan. Insya Allah. Daftar Pustaka HTI Press, FGD Mahasiswi Jember: Akar Masalah Pendidikan Indonesia Adalah Sistem Kapitalis Kurnia, Muhammad Rahmat, Keunggulan Pendidikan Islam Syafri, Rini, Kurikulum Pendidikan Khilafah: Solusi Tuntas Dekadensi Moral Yusanto, Muhammad Ismail, Menggagas Kembali Konsep Sistem Pendidikan Islam

You might also like