You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian awal tentang adanya hubungan antara kromosom dengan perbedaan jenis kelamin dilakukan oleh H. Henking, biologiwan Jerman, pada tahun 1891. Ia menemukan adanya struktur tertentu dalam nukleus beberapa serangga melalui spermatogenesis badan X. Jadi ada sperma yang memiliki badan X dan ada yang tidak memiliki badan X. Tahun 1902, C.E. McClung membenarkan penemuan Henking. Di zaman yang telah maju seperti ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan banyak produk untuk menunjang kesejahteraan manusia, baik secara umum, maupun pribadi. Pada zaman yang seperti ini, segala kemungkinan dapat terjadi. Bahkan untuk melakukan pergantian jenis kelamin, seseorang hanya perlu pergi ke dokter dan menjalani operasi. Karena kemudahan seperti itu, banyak pihak yang tidak bertanggung jawab menyalahgunakannya. Contohnya, terdapat sebuah negara yang memperbolehkan pernikahan sesama jenis, maupun pernikahan antar transeksual. Sehingga memungkinkan di masa mendatang, manusia satu sama lain akan kesusahan membedakan jenis secara morfologi. Sehingga untuk itulah makalah ini disusun.

1.2 Tujuan Memahami konsep determinasi seks pada manusia

1.3 Rumusan Masalah Bagaimana determinasi seks pada manusia?

BAB II ISI

Jumlah kormosom dalam sel diploid pada manusia sebagaimana yang telah dipelajari oleh Tjio dan Levan (1956) adalah 46, 44 autosom dan 2 gonosom. Perempuan memiliki kromosom XX dan laki-laki memiliki kromosom XY. Jadi dengan ini, dapat diketahui bahwa manusia memiliki sistem determinasi seks XY seperti Drosophilla. Perbedaan antara sistem determinasi seks pada manusia dan Drosophilla dapat terlihat ketika anomali kromosom pada manusia telah dipelajari.

Sindrom turner merupakan anomali yang menunjukkan gejala seperti tubuh kerdil, leher beranyaman, dan keterbelakangan mental. Orang yang menderita sindrom turner memiliki 45 kromosom dalam sel diploid mereka, yaitu 44 autosom dan 1 kromosom X. Pada kasus ini, secara fenotip yang akan nampak adalah perempuan, tetapi steril. Sedangkan pada kasus Drosophilla, lalat dengan kromosom XO akan menjadi jantan. Pada manusia telah terlihat bahwa 1 kromosom X membuat seseorang menjadi perempuan. Tetapi 1 pasang kromosom X diperlukan agar seorang perempuan menjadi fertil. Kelainan kromosom seks yang lain adalah sindrom Kline-felter. Orang yang menderita sindrom ini memiliki ciri, tubuh kerdil, keterbelakangan mental, dan merupakan laki-laki fertil. Jumlah kromosom yang dimiliki adalah 47, yaitu 44 autosom serta 2 kromosom X dan 1 kromosom Y. Pada

Drosophilla, formula kromosom seperti itu akan menghasilkan betina, tetapi pada manusia akan menjadi laki-laki dengan karakteristik perempuan seperti timbunan lemak, dll. Telah dilihat pada 2 contoh tersebut, yaitu perempuan 44+XO dan laki-laki 44+XXY. Bahwa, keberadaan kromosom Y mengekspresikan manusia menjadi laki-laki. Bahkan jika terdapat sepasang kromosom X, dengan adanya kromosom Y, manusia akan tetap terekspresi sebagai laki-laki. Sedangkan meskipun tanpa adanya kromosom Y maupun X sebagai pasangan dari kromosom X, kromosom X tunggal masih bisa mengekspresikan manusia menjadi perempuan meskipun tidak fertil. Di samping itu, autosom tidak berperan apapun dalam determinasi seks pada manusia. Jadi sudah jelas, bahwa sex determiner manusia adalah kromosom Y. 1. Klinefelter Sindrom Sindrom Klinefelter adalah kelainan genetik yang biasanya banyak terjadi pada pria. Kelainan ini diberi nama syndrome klinefelter dengan mengambil nama tokoh pertama kali yang menemukan adanya gejala kelainan sindrome ini, yaitu Dr. Harry Klinefelter pada tahun 1942. Pria dengan kelainan ini, tidak mengalami perkembangan seks sekunder yang normal seperti penis dan testis yang tidak berkembang, perubahan suara (suara lebih berat tidak terjadi), bulu-bulu di tubuh tidak tumbuh, biasanya tidak dapat membuahkan (tidak subur) tanpa menggunakan metoda-metode khusus.

Mereka mungkin mempunyai masalah-masalah lain, seperti sedikit dibawah kemampuan inteligensia, perkembangan bicara yang terhambat, kemampuan verbal yang kurang dan masalah-masalah emosional dan tingkah laku. Meskipun demikian

ada juga yang memiliki intelegensia diatas rata-rata dan tidak ada perkembangan emosional atau masalah-masalah tingkah laku. Sekitar 1 pada 500 sampai 1 pada 1000 bayi-bayi laki-laki yang dilahirkan mengidap sindrom Klinefelter.

Laki-laki biasanya mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y; mereka yang mengidap sindrom Klinefelter mempunyai kurang lebih satu tambahan kromosom X. Untuk alasan itu, mereka mungkin digambarkan sebagai pria dengan XXY atau pria dengan sindrom XXY. Pada kasus-kasus yang jarang, beberapa pria dengan sindrom Klinefelter memiliki sebanyak tiga atau empat kromosom X atau satu atau lebih tambahan kromosom Y. Sindrom Klinefelter biasanya baru terlihat tanda-tandanya setelah penderita memasuki masa pubertas, untuk mendiagnosis biasanya dokter menggunakan karyotipe berdasarkan hasil analisis yang diambel dari sample darah. Hasil analisis akan menunjukkan karyotipe kromosom penderita yang memiliki kelebihan kromosom seks X. Sindrom Klinefelter juga dapat didiagnosis selama kehamilan seorang wanita. Dokter dapat mencari kelainan kromosom dalam sel yang diambil dari cairan ketuban yang mengelilingi janin (amniosentesis), atau dari plasenta (chorionic villus sampling (CVS)). Walaupun gangguan ini biasa, banyak pria dengan sindrom Klinefelter tidak menyadari mereka mengidapnya dan hidup secara normal. Mereka tidak menyadari

kelainan tanda-tanda fisik, emosional atau mental dari gangguan ini. Oleh karena itu banyak ahli kesehatan lebih suka untuk menyebutkan pria dengan tambahan kromosom X ini sebagai pria XXY. Ini menghilangkan beberapa hal negatif yang menyangkut istilah sindrom. Tanda-tanda dari sindrom Klinefelter berbeda dari satu orang dengan orang lain. Perbedaan tersebut umumnya bergantung pada jumlah dari tambahan kromosom X pada sel-sel dan berapa banyak sel-sel yang telah terpengaruh. Mereka yang memiliki lebih dari satu kromosom X umumnya mempunyai beberapa gejala-gejala seperti keterbelakangan mental. Sindrom Klienefelter biasanya tidak pernah terdiagnosa sebelum usia mendekati remaja (sekitar usia 11 sampai 12 tahun), ketika pria mulai masuk masa puber. Pada tahap ini, testis anak tersebut gagal berkembang seperti yang terlihat normal pada masa puber. Testis tersebut tidak mencapai ukuran orang dewasa, tidak dapat untuk menghasilkan testoteron yang cukup, dan tidak dapat menghasilkan sperma yang cukup bagi seseorang untuk menjadi seorang ayah bagi anaknya. Pengobatan termasuk bantuan yang berhubungan dengan perkembangan bicara dan masalah-masalah emosi dan tingkah laku, dan jika perlu mendapatkan suntikan testoteron. Penderita Sindrom Klinefelter mungkin beresiko tinggi terkena diabetes, masalah-masalah kulit (eksim dan borok pada kaki), penyakit serebrovaskular (penyakit-penyakit pembuluh darah di otak seperti stroke), penyakit paru-paru kronik, osteoporosis, pelebaran pembuluh darah (varises) dan kanker payudara. Meskipun kanker payudara pada pria tidak umum, tapi dapat terjadi pada para pria dengan sindrom Klinefelter 20 kali lebih besar dibandingkan pria-pria lainnya.

2. Turner Sindrom Secara genetika telah kita ketahui bahwa jumlah kromosom pada genom manusia adalah 2n=46, yang terdiri dari 22 pasang autosom (22AA atau 44A) dan 2 kromosom seks (XX atau XY). Seorang perempuan mempunyai pasangan khromosom sex yang sama, yaitu khromosom X dan secara genetika ditulis 46,XX atau lebih singkat XX. Sebaliknya khromosom sex pada laki-laki merupakan pasangan tidak sejenis yaitu khromosom X dan Y dan ditulis 46,XY atau XY. Kadang terjadi gagal berpisah yaitu peristiwa tidak memisahnya kromosom selama pembalahan sel atau pada saat pembentukan gamet sehingga terbentuk mutan.

Salah satu contoh peristiwa gagal berpisah yaitu Sindrom Turner (45, XO atau 44A + X). Penderita mempunyai 44 autosom dan hanya 1 kromosom X. Oleh karena itu kariotipenya menjadi 45, XO atau 44A + X. Kelainan ini ditemukan pertama kali oleh H.H.Turner pada tahun 1938. Penderita sindrom Turner memiliki ciri-ciri antara lain: Berkelamin wanita namun tidak memiliki ovarium Hormon estrogen tidak dihasilkan Alat kelamin bagian dalam terlambat perkembangannya (infantil), tidak sempurna, dan steril Amenore, atau tidak adanya periode menstruasi Dada lebar Kedua puting payudara berjarak melebar Payudara tidak berkembang Badan cenderung pendek (kurang lebih 120 cm) Leher pendek dan mempunyai gelambir Mengalami keterbelakangan mental (IQ kecil) pembengkakan pada tangan dan kaki wajah menyerupai anak kecil Infeksi telinga dan gangguan pendengaran

Sebagian penderita sindrom Turner memiliki kesulitan dalam menghafal, mempelajari matematika, serta kemampuan visual dan pemahaman ruangnya rendah

Penyebab kelainan sindrom turner ini adalah tidak mendapatkan kromosom Y; terjadi karena ada nondisjunction pada spermatogenesis sehingga sperma yang dihasilkan adalah sperma XY dan sperma O. Sperma O (tidak mempunyai kromosom kelamin) kemudian membuahi ovum X, maka terbentuklah individu 44A + X. Beberapa penyakit cenderung menyerang penderita sindrom ini, di antaranya adalah penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal dan tiroid, kelainan rangka tulang seperti skoliosis dan osteoporosis, obesitas, serta gangguan pendengaran dan penglihatan.

3. Edward Sindrom

Sindrom Edwards pertama kali dideskripsikan oleh John Hilton Edwards pada tahun 1960. Sindrom yang biasa disebut trisomi 18 ini merupakan suatu kelainan kromosom yang disebabkan adanya penambahan satu kromosom pada pasangan kromosom autosomal nomor 18. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Pada umumnya, manusia normal memiliki 46 kromosom, 22 pasang kromosom somatik (autosom dengan simbol 22AA) dan 1 pasang kromosom kelamin (gonosom dengan simbol XX untuk perempuan dan XY untuk laki-laki). Namun, pada beberapa kasus, terdapat variasi jumlah kromosom yang disebabkan oleh beberapa hal. Hal itu yang disebut aneuploidi. Aneuploidi menyebabkan adanya variasi jumlah kromosom, ada pasangan kromosom yang kekurangan satu kromosom, sehingga hanya tersisa satu kromosom (monosomi), ada pula yang kelebihan satu kromosom, sehingga pasangan kromosom tersebut memiliki tiga kromosom, disebut trisomi, seperti yang dijumpai pada Sindrom Edwards. Selain trisomi, terdapat istilah lain seperti tetrasomi (4) dan pentasomi (5) untuk penambahan jumlah kromosom yang lebih banyak lagi. Pada beberapa literatur, dituliskan bahwa sindrom ini akan muncul 1 pada setiap 3000 kelahiran, namun terdapat literatur lain yang menyebutkan kemungkinan yang lebih yang kecil lagi, yaitu 1 di setiap 6000 kelahiran dan 1 di setiap 8000 kelahiran. Seperti halnya sindrom Down, sindrom Edwards kerap terjadi seiring dengan usia ibu yang semakin meningkat. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, penderita sindrom Edwards memiliki tambahan kromosom pada pasangan kromosom nomor 18 nya, tambahan kromosom inilah yang menimbulkan masalah bagi penderita. Tambahan jumlah kromosom ini bisa terdapat di keseluruhan sel somatik tubuh, bisa juga hanya terdapat di sebagian sel saja yang disebabkan karena translokasi. Efek dari tambahan kromosom ini sangat bervariasi, tergantung pada riwayat genetik dan kesempatan serta sejauh mana tambahan kromosom ini berperan. Sel telur dan sel sperma yang sehat, masing-masing memiliki kromosom individu yang berkontribusi memberikan 23 pasang kromosom yang dibutuhkan untuk membentuk sel manusia normal dengan 46 kromosom. Kesalahan numerik dapat timbul pada salah satu dari dua meiosis dan menyebabkan kegagalan kromosom untuk berpisah ke dalam sel anak (nondisjunction). Hal ini menyebabkan kromosom ekstra, membuat jumlah haploid sebanyak 24, bukan 23. Fertilisasi sel telur atau inseminasi oleh sel sperma yang memliki kromosom ekstra, akan menghasilkan trisomi, atau tiga salinan kromosom lebih dari dua. Oleh karena itu, tambahan kromosom biasanya terjadi sebelum konsepsi.

Trisomi 18 terjadi karena nondisjunction/gagal berpisah saat meiosis. Karena nondisjunction, sebuah gamet (sperma atau sel telur) diproduksi dengan kromosom tambahan pada kromosom ke 18, jadi gamet itu memiliki 24 kromosom (normal; 23). Saat gamet itu bergabung dengan gamet normal dari orang tua lain, embrionya memiliki 47 kromosom dengan tiga kromosom pada kromosom nomor 18. Karena sudah pada tahap kromosom, anomali ini akan diteruskan pada setiap sel yang ada di tubuh penderita. Akibatnya timbul berbagai kelainan dalam perkembangan janin.

4. Patau Sindrom

Sindrom Patau, atau dikenal sebagai Trisomy 13 adalah salah satu penyakit yang melibatkan kromosom, yaitu stuktur yang membawa informasi genetik seseorang dalam gene. Sindrom ini terjadi jika pasien memiliki lebih satu kromosom pada pasangan kromosom ke-13 karena tidak terjadinya persilangan antara kromosom saat proses meiosis. Beberapa pula disebabkan oleh translokasi Robertsonian. Lebih satu kromosom pada kromosom yang ke-13 mengganggu pertumbuhan normal bayi serta menyebabkan munculnya tanda-tanda Sindrom Patau. Seperti sindrom-sindrom lain akibat tidak terjadinya persilangan kromosom, misalnya Sindrom Down dan Sindrom Edward, risiko untuk mendapat bayi yang memiliki Sindrom Patau adalah tinggi pada ibu yang mengandung pada usia yang sudah meningkat. Sejarah Sindrom Patau kali pertama Sindrom Patau ditemukan oleh Erasmus Bartholin pada tahun 1657. Maka Trisomy 13 juga dikenal sebagai Sindrom

Bartholin-Patau. Namun Trisomy 13 lebih dikenal sebagai Sindrom Patau dibandingkan Sindrom Bartholin-Patau karena orang yang menemukan penyebab terjadinya Sindrom Patau adalah Dr Klaus Patau. Beliaulah yang menemukan kromosom yang lebih pada kromosom ke-13 pada tahun 1960, dan beliau adalah seorang ahli genetika asal Amerika yang lahir di Jerman. Sindrom Patau kali pertama dilaporkan terjadi di sebuah suku di Pulau Pasifik. Menurut laporan kejadian tersebut mungkin bersumber dari radiasi yang terjadi akibat ledakan ujian bom atom. Gejala dan tanda-tanda Sindrom Patau. Kejadian Sindrom Patau adalah sekitar 1 kasus per 8,000-12,000 kelahiran. Rata-rata umur bagi anak yang mengalami Sindrom Patau adalah sekitar 2.5 hari, dengan hanya satu dari 20 anak yang dapat hidup lebih dari 6 bulan. Namun sejauh ini laporan menunjukkan tidak ada yang hidup sampai dewasa. Manajemen medis anak-anak dengan trisomi 13 direncanakan berdasarkan kasus per kasus dan tergantung pada keadaan individual pasien. Pengobatan sindrom Patau berfokus pada masalah fisik tertentu dengan yang setiap anak lahir. Banyak bayi mengalami kesulitan bertahan dalam beberapa hari pertama atau minggu karena saraf parah masalah atau kompleks cacat jantung . Pembedahan mungkin diperlukan untuk memperbaiki kerusakan jantung atau celah bibir dan langit-langit . Terapi fisik, okupasi, dan pidato akan membantu individu dengan sindrom Patau mencapai potensi penuh perkembangan mereka. Abnormaliti yang biasa terjadi pada bayi yang mengalami Sindrom Patau termasuk: Bibir sumbing Memiliki lebih jari tangan atau kaki Kepala kecil Mata kecil Abnormaliti pada tulang rangka, jantung dan ginjal Pertumbuhan terbantut

5. Down Sindrom

Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 genSLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Ciri-ciri penderita syndrome ini adalah: penampilan fisik yang menonjol berupa ben tuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atauduodenum (duodenal atresia). Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.

6. Triple-X Sindrom Pada tahun 1959, individu tripel X, 47, XXX pertama kali dilaporkan. Individu ini jelas mempunyai fenotip perempuan, tetapi pada umur 22 ia mempunyai alat kelamin luar seperti kepunyaan bayi. Alat kelamin dalam dan payudara tidak berkembang dan ia sediit mendapat gangguan mental. Semenjak itu makin banyak ditemukan wanita XXX dan dapat diperkirakan bahwa frekuensinya adalah antara 1 dalam 1000 dan 1 dalam 2000 kelahiran hidup wanita adalah triple-X. Sindrom Triple-X adalah satu jenis variasi kromosom disebabkan oleh perwujudan 3 kromosom X (trisomi) dalam gamet. Penderita mempunyai fenotip perempuan. Sindrom Triple-X terjadi terjadi akibat abnormalitas pembelahan kromosom menjadi gamet semasa meiosis. Perempuan dengan keadaan ini (lebih kurang 0.1% populasi perempuan) dan tidak memiliki risiko terhadap masalah kesehatan lainnya. Kariotip penderita sindrom Triple-X mempunyai 47 kromosom. Sindroma tripel X ini dalam beberapa hal dapat dibandingkan dengan lalat Drosophila betina super (XXX). Tetapi pada Drosophila, lalat demikian itu biasanya sangat abnormal dan steril atau bahkan letal. Sedangkan orang perempuan XXX kadang-kadang sukar dibedakan dengan orang perempuan normal, meskipun ada tanda-tanda kelainan seperti mental abnormal, menstruasi sangat tidak teratur. Penelitian Jacobs pada seorang pasien perempuan berusia 37 tahun menyatakan adanya menstruasi yang sangat tak teratu, ovarium dalam keadaan seperti menopause,

pemeriksaan mikroskopis dari ovarium menunjukkan kelainan pada pembentukan folikel ovarium dan dari 63 sel yang diperiksa maka 51 sel memiliki 47 kromosom, sedang kromosom tambahannya ialah kromosom-X. Tes seks kromatis menunjukkan bahwa pasien itu mempunyai 2 buah seks kromatin. Sindrom Triple X merupakan kelainan kromosom yang tidak diturunkan, tetapi biasanya terjadi dikarenakan adanya pembentukan sel reproduktif, sperma dan ovum, yang tidak sempurna. Ketidaknormalan tersebut terjadi karena nondisjunction kromosom dalam divisi cell yang menyebebakan pertambahan seks kromosom dalam sel reproduksi. Misalnya oosit mendapat tambahan kromosom X sebagai hasil terjadinya nondisjunction. Jika salah satu sel tersebut memiliki kontribusi pada kode genetik seorang anak, maka anak tersebut akan mendapat tambahan satu kromosom X di setiap sel reproduksinya. Pada beberapa kasus, trisomi X ini terjadi selama pembentukan awal embrio. Sesuai dengan hasil penelitian Jacobs yang menunjukkan banyak sel-sel dari jaringan ovarium yang mengandung kromosom XX, maka wanita tripel-X kebanyakan dihasilkan karena adanya nondisjunction pada waktu ibu membentuk gamet. Penderita dengan sindrom triple-X biasanya bersifat kekanak-kanakan dengan perdarahan haid yang sedikit dan keterbelakangan jiwa hingga derajat tertentu. Mereka mempunyai dua badan kromatin seks dalam selnya dan oleh karena itu kadang-kadang dinamakan wanita super. Sindroma triple-X dihasilkan oleh oosit XX dan sperma yang mengandung X. Beberapa di antara penderita ini terbukti subur dan yang mengherankan adalah bahwa keturunannya seluruhnya normal. Berdasarkan teori, penderita tripel-X seharusnya menghasilkan oosit yang mengandung satu atau dua kromosom X dalam jumlah yang sama. Pembuahan oosit abnormal XX seharusnya menghasilkan zigot XXX dan XXY.

Selain wanita tripel-X, pernah juga ditemukan wanita poli-X yaitu berupa tetra-X (48,XXXX) dan penta-X (49,XXXXX). Makin bertambah banyak jumlah kromosomX yang dimiliki seseorang, makin kurang intelegensinya dan semakin bertambah gangguan mentalnya. Disebabkan oleh ionisasi, ketidakaktifan dan pembentukan Barr body bisa terjadi pada semua sel perempuan. Hanya satu kromosom X yang aktif berperan dalam sel perempuan. Sehingga sindrom Triple-X biasanya tidak menampakkan ciriciri fisik yang abnormal ataupun masalah kesehatan. Umumnya penderita lebih tinggi dari perempuan umunya tetapi berat badan penderita tersebut tidak sebanding dengan

tingginya. Siklus haid penderita juga tidak teratur. Hanya beberapa penderita yang menunjukkan retardasi mental, tetapi mereka mempunyai gangguan dalam perkembangan, pemahaman, dan gangguan dalam berbicara..

Kromosom tambahan ini bisa diperoleh dari ibu dan ayah, hal ini dapat dibedakan dengan uji karyotip saja. Umumnya perempuan dengan sindrom ini mengalami perkembangan seks yang normal dan bisa bereproduksi (melahirkan anak), namun sebagian dari mereka mengalami menarche yang lebih awal. Sindrom ini dapat diketahui melalui tes amniosentesis, chorionic villus sampling(CVS). Ciri-ciri umum penderita syndrome triple X: Fisik Lebih tinggi dari orang normal (kira-kira 172cm) Kepala kecil Mongolisme Terdapat lipatan kulit pada epicanthal

Perkembangan Masalah dalam pemahaman Lambat dalam berbicara Lambat perkembangan motorik

Sosial Sulit berinteraksi dengan orang lain. Menarik diri Pemeriksaan Skrining Dan Diagnostik

7. Jacob Sindrom 8. Wolf Sindrom 9. Hermaprodit Hermaphrodit merupakan kasus dimana 1 individu memiliki ovarium dan jaringan testikular, serta merupakan manusia steril. Pasangan kromosom pada hermaphrodit selengkapnya telah dipelajari oleh Polani (1970). Kebanyakan haermaphrodit merupakan 1 bagian dari XX atau XY. Kelamin eksternalnya bisa kelebihan jantan, atau kelebihan betina tergantung pada rasio XX dan XY. Hermaphrodit semu juga sama, yaitu memiliki jaringan testikular dan ovarium yang tidak berkembang sempurna. Secara sitologi, 2 kelas pada kelainan ini, yaitu XX dan

XY memang mungkin keberadaannya. XY merupakan laki-laki steril dengan testis tidak sempurna. Ada 2 tipe hermaphrodit pada XY, yaitu ada yang cenderung ke arah laki-laki, dan ada yang cenderung ke arah perempuan. Kedua tipe ini sama-sama memiliki payudara besar dan vagina buta. Individu XX merupakan hermaphrodit semu dengan kelamin eksternal tidak sejati, secara keseluruhan tampak berbulu seperti laki-laki, memiliki ovarium tidak sempurna, dan steril.

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Berdasarkan penjelasan pada isi tersebut dapat diketahui bahwa seks determinasi pada manusia dipengaruhi oleh kromosom Y. 3.2 Saran Sebaiknya makalah ini dikritik, karena pasti ada kekurangannya.

DAFTAR PUSTAKA Klug,William S., et.al. 2010. Essentials of genetics. Colorado: Benjamin Cummings Inc. Sarin C. 2003. Genetics. New delhi: Mc.Graw-Hill http://bundertown.blogspot.com/2010/05/sindrom-klinefelter-gejala-sindrom.html http://wahw33d.blogspot.com/2010/05/sindrom-klinefelter-secara-fisiklelaki.html#ixzz2RGEiY6tt Baseri, Sri Ngatin. Biologi. Surabaya: Rungkut Menanggal Harapan, 2002. Syamsuri, Ustamar, dkk. Biologi Untuk SMA. Jakarta: Erlangga, 2003.
http://madepujas.blogspot.com/2011/11/sindrom-patau-trisomi-13.html#ixzz2RHTa3SyI
Boyse, Kyla. 2008. XXX Syndrome (Trisomi X). http://www.med.umich.edu/1libr/yourchild/xxxsyn.html

You might also like