You are on page 1of 4

Konselor di Sekolah Dianggap sebagai Polisi Sekolah Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah

sebagai polisi sekolah yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah. Anggapan ini mengatakan barangsiapa diantara siswa-siswa melanggar peraturan dan disiplin sekolah harus berurusan dengan konselor. Tidak jarang pula konselor sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian. Konselor ditugaskan mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu. Konselor didorong untuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa mengakua bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang ajar, atau merugikan. Misalnya konselor ditugasi mengungkapkan agar siswa mengakui bahwa ia mengisap ganja dan sebagainya. Dalam hubungan ini pengertian konselor sebagai mata-mata yang mengintip segenap gerak-gerik siswa agar dapat berkembang dengan pesat. Dapat dibayangkan bagaimana tanggapan siswa terhadap konselor yang mempunyai wajah seperti tersebut. Adalah wajar siswa menjadi takut dan tidak mau dekat kepada konselor. Konselor disatu pihak dianggap sebagai "keranjang sampah", yaitu tempat ditampungnya siswa-siswa yang rusak atau tidak beres, dilain pihak dianggap sebagai "manusia super", yang harus dapat mengetahui dan dapat mengungkapkan hal-hal yang musykil yang melatarbelakangi suatu kejadian atau masalah. Berdasarkan pandangan di atas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib, ia telah berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Padahal sebaliknya, dari segenap anggapan yang merugikan itu, di sekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan siswa. Disamping petugas-petugas lainnya di sekolah, konselor hendaknya menjadi tempat pencurahan kepentingan siswa, apa yang terasa di hati dan terpikirkan oleh siswa.

Petugas bimbingan dan konseling bukanla pengawas ataupun polisi yang selalu mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas bimbingan dan konseling adalah kawan pengiring petunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan Pembina tingkah laku positif yang dikehendaki. Petugas bimbingan dankonseling hendaknya bisa menjadi si tawar si dingin bagi siapaupun yang dating kepadanya. Dengan pandangan, sikap, ketrampilan, dan penampilan konselor siswa aatau siapapun yang berhubungan dengan konsellor akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan

Bimbingan dan Konseling Dianggap Semata-Mata Sebagai Proses Pemberian Nasehat Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian

nasihat. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasehat, pada umumnya klien sesuai dengan problem yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan lain seperti pembrian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar, pengalih tangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua siswa dan masayarakat, dan sebagainya. Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satiu dan upaya lainnya sehingga keseluruhan upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan bersinambungan.

Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangani Masalah yang Bersifat Insidental (tiba-tiba) Pada hakikatnya pelayan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih

luas, yaitu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Di samping itu konselor seyogyanya tidak hanya menunggu klien datang dan mengungkapkan masalahnya. Maka petugas bimbingan dan konseling harus terus memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan konseling, serta mampu melihat hal-hal

tertentu yang perlu diolah ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan, dan secara umum diperhatikan demi perkembangan segenap individu.

Bimbingan dan Konseling Dibatasi Hanya untuk Klien-Klien Tertentu Saja Bimbingan dan konseling tidak mengenal penggolonan siswa-siswa atas

dasar mana golongan siswa tertentu dalam memperoleh palayanan yang lebih dari golongan yang lainnya. Semua siswa mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan dan bimbingan konseling, kapan, bagimana, dan di mana pelayanan itu diberikan. Pertimbangannya semata-mata didasarkan atas sifat dan jenis masalah yang dihadapi serta ciri-ciri keseorangan siswa yang bersangkutan. Petugas bimbingan dan konseling membuka pintu yang selebar-lebarnya bagi siapa saja siswa yang ingin mendapatkan atau memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling.

Kalaupun ada penggolongan, maka penggolongan didasarkan atas klasifikasi masalah (seperti bimbingan konseling pendidikan, jabatan/ pekerjaan,

keluarga/perkawinan), bukan atas dasar kondisi klien (misalnya jenis kelamin, kelasa social/ekonomi, agama, suku, dan sebagainya). Lebih jauh klasifikasi masala itu akan mengarah pada spesialisasi keahlian konseling tertentu sesuai dengan permasalahan yang ada.

Bimbingan dan Konseling Melayani "Orang Sakit" dan/atau "Kurang Normal" Ada asumsi bahwa bimbingan konseling hanya melayani orang-orang

normal yang mengalami masalah tertentu. Bukankah jika segenap fungsi yang ada pada diri seseorang yang normal dapat berjalan dengan baik, dia akan dapat menjalin kehidupannya secara normal pula? Kehidupan yang normal ini pasti menuju kebaikan dan kewajaran. Sayangnya, bekerjanya fungsi-fungsi yang sebenarnya normal itu kadang-kadang terganggu atau arahnya tidak tetap sehingga memerlukan bantuan konselor demi lebih lancar dan lebih terarahnya kegiatan fungsi-fungsi tersebut.

Jika seseorang ternyata mengalami keabnormalan tertentu, apalagi kalau sudah bersifat sakit jiwa, maka orang tersebut sudah seyogianya menjadi klien psikeater. Masalahnya ialah masih banyak konselor yang terlalu cepat menggolongkan atau setidak-tidaknya menyangka seseorang mengalami

keabnormalan mental atau ketidaknormalan jiwa, sehingga terlalu cepat pula menghentikan pelayanan-pelayanan bimbingan dan konseling dan menyarankan klien agar pergi saja ke psikeater. Hal ini tentu saja tidak pada tempatnya atau bahkan berbahaya. Klien yang sebenarnya tidak sakit, tetapi oleh konselor dikirim ke dokter atau psikeater, pertama-tama akan menganggap bahwa konselor tersebut sebenarnya ahli; keahlianya adalah semua atau setidak-tidaknya diragukan. Sebagai akibatnya, klien tidak lagi mempercayainya. Konselor-konselor yang demikian itu akan memudarkan citra profesi bimbingan dan konseling. Kedua, klien berkemungkinan akan mempersepsi masalah yang dialaminya secara salah. Atau mungkin akan memprotes pengiriman yang salah alamat itu dan memeberikan reaksi-reaksi lain yang justru memperberat masalah yang dialaminya. Konselor yang memiliki kemampuan yang tinggi, akan mampu mendeteksi dan mempertimbangkan lebih jauh tentang mantap atau kurang mantapnya fungsi-fungsi yang ada pada klien, sehingga kliennya perlu dikirim kepada dokter atau psikiater atau tidak. Penanganan masalah oleh ahlinya secara tepat akan memberikan jasmani yang lebih kuat bagi keberhasilan pelayanan

You might also like

  • Book 2
    Book 2
    Document3 pages
    Book 2
    Mega Silviana Febrianti
    No ratings yet
  • Book 1
    Book 1
    Document3 pages
    Book 1
    Mega Silviana Febrianti
    No ratings yet
  • Book 1
    Book 1
    Document3 pages
    Book 1
    Mega Silviana Febrianti
    No ratings yet
  • Hambatan Guru BK
    Hambatan Guru BK
    Document3 pages
    Hambatan Guru BK
    Muhammad Nurhadi
    No ratings yet
  • Excel 1
    Excel 1
    Document3 pages
    Excel 1
    Mega Silviana Febrianti
    No ratings yet
  • Artikel Yeni Dan Nursalim
    Artikel Yeni Dan Nursalim
    Document6 pages
    Artikel Yeni Dan Nursalim
    Tutun Finfin Setianti
    No ratings yet
  • Percaya Diri
    Percaya Diri
    Document9 pages
    Percaya Diri
    Mega Silviana Febrianti
    No ratings yet
  • UTS
    UTS
    Document7 pages
    UTS
    Mega Silviana Febrianti
    50% (2)
  • Percaya Diri
    Percaya Diri
    Document10 pages
    Percaya Diri
    Mega Silviana Febrianti
    0% (1)