You are on page 1of 17

TUGAS MAKALAH KELOMPOK Mata Kuliah Dosen Pembimbing : KEWIRAUSAHAAN :

ETIKA BISNIS

Disusun Oleh :

Ezy Suciana.N Ainal Mardiah Ety Apriyani Nurfahmiati Kelas : W2

141201000 14120100074 14120100082 141201000

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sorotan terhadap perkembangan sosial ekonomi belakangan ini semakin marak. Meskipun tak secara terang-terangan, jelas masalah yang hendak dikemukakan adalah praktek dunia usaha yang tak sehat. Membicarakan persoalan moral yang sering dianggap oleh umum sebagai tindakan "sok suci", belakangan mulai bisa dipahami. Banyak seminar, tulisan serta komentar-komentar para cendekiawan mengenai topik-topik krisis moral: korupsi, kolusi, oligopoli, manipulasi dan sebagainya. Bahkan, kini bermunculan lembaga-lembaga sosial yang secara spesifik menangani persoalan etika, seperti etika bisnis dan etika profesi. Meskipun telah lama etika menjadi bidang kajian dalam filsafat, tetapi bagi kebanyakan orang baik dari kalangan umum maupun para sarjana sekalipun masih sering kacau menggunakan istilah etika, moral dan etiket. Demikian pula dikalangan kaum muslimin, istilah akhlak, adab dan adat. Lebih kacau lagi jika istilahistilah itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi budi pekerti, sopan santun dan tata krama (ketiga istilah Indonesia ini sungguh mempersempit makna etika atau akhlak). Ketika minat berwirauasaha tumbuh subur di Indonesia, timbul anggapan bahwa kewirausahaan adalah alat yang paling tangguh untuk mengejar kekayaan. Kewirausahaan diartikan sebagai usaha mencari uang dan cara cepat menjadi kaya. Sebagian orang memilih bekerja keras dan memebangun usaha dengan keringat dan air mata. Namun, sebagian orang mengambil jalan pintas. Mereka yang mengambil jalan pintas ini menerima order dan mengambil uang, tapi tidak pernah menyerahkan hasil pekerjaan yang berkualitas. Mereka membuka usaha money games, pinjaman berantai, ivestasi palsu, atau segala sesuatu yang menggiurkan,

tapi merigikan banyak orang. Mereka membuat armada penerbangan dengan tarif murah, tapi mengorbankan keselamatan penumpang. Mereka menjual saham dengan harga tinggi, tapi laporan keuangannya tidak jujur. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang ini adalah : Bagaimana pengertian etika bisnis? Bagaimana penerapan etika dalam bidang bisnis? Bagaimana penerapan etika bisnis di masa Nabi Muhammad SAW?

C. Tujuan Adapun tujuannya yaitu untuk mengetahui pengertian etika bisnis, bagaimana penerapan etika dalam bidang bisnis, dan penerapan etika bisnis di masa Nabi Muhammad SAW.

BAB II Pembahasan A. Pengertian Etika Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan istilah moral dari kata mores juga berarti adat kebiasaan, hanya yang terakhir ini bukan berasal dari bahasa Yunani tetapi dari bahasa Latin. Karena secara etimologi mempunyai arti yang sama dan dalam kenyataan sering disamakan penggunaannya. Kedua istilah tersebut oleh sebagian ahli tidak dibedakan secara tegas. Mengukuti pendapat beberapa ahli, selanjutnya dapat dibedakan arti etika menjadi tiga : (1) nilai-nilai dan norma-norma moral sebagai landasan perilaku; (2) kumpulan azas atau nilai moral atau kode etik; (3) ilmu tentang baik-buruk sebagai cabang filsafat. Etika merupakan ilmu tentang norma-norma, nilai-nilai dan ajaran moral, sedangkan moral adalah rumusan sistematik terhadap anggapan-anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban-kewajiban manusia. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kenyataan tidak terlalu dapat dibedakan pengertian etika dan moral, tetapi menegaskan arti etika bisa berarti ilmu tentang baik-buruk dan bisa juga norma, nilai serta ajaran moral itu sendiri. Adapun Istilah etiket (etiquette) berarti tata cara suatu perbuatan yang bersifat teknis, relatif, dan lahiriyah, serta menyangkut hubungan pergaulan (tata krama). Misalnya, tata karma makan dalam pesta. Etika merupakan pedoman moral bagi suatu tindakan manusia dan menjadi sumber pemikiran baik dan buruk tindakan itu. B. Pengertian Bisnis Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.

Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai the buying and selling of goods and services. Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis taka lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit. Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta

menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki. Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki Nya....: Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber-sumber) penghidupan.... Ada beberapa terma dalam al-Quran yang berkaitan dengan konsep bisnis. Diantaranya adalah kata : al Tijarah, al-baiu, tadayantum, dan isytara. C. Pengertian Etika Bisnis Pada dasarnya etika dalam bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis untuk memecahkan masalah-masalah moral dalam praktek bisnis mereka. Etika bisnis boleh dikatakan merupakan suatu bidang etika khusus (terapan) yang baru berkembang pada awal tahun 1980an, dan

sampai sekarang kebanyakan telaah tentang etika bisnis berasal dari Amerika. Etika bisnis menggugah bahwa dalam melakukan bisnis, kita tetap bertindak dan berperilaku sebagai manusia yang mempunyai matra etis. Dalam konteks bisnis sebagai suatu profesi yang luhur, etika bisnis mengajak kita untuk berusaha mewujudkan citra bisnis dan manajemen yang baik (etis). Namun, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip dalam etika bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika pada umumnya. 1. Prinsip Otonomi Sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan. Untuk bertindak secara otonom diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan itu. 2. Prinsip Kejujuran Sekilas kedengarannya aneh bahwa kejujuran merupakan suatu prinsip etika bisnis. Kini para praktisi bisnis dan manajemen mengakui bahwa kejujuran merupakan suatu jaminan dan dasar bagi kegiatan bisnis. 3. Prinsip Keadilan Prinsip menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan tidak boleh dilanggar. Kegagalan etika bisnis bukan terletak paa ketidaktahuan atau keengganan para pelaku bisnis untuk menyelenggarakan bisnis secara etis (faktor internal), melainkan terletak pada faktor enternal. Hal ini disebabkan oleh dua hal berikut. a. Pertama, konsep normatif yang kaku sarat dengan rambu-rambu moralitas, yang menjadi kendala bagi praktek bisnis di lapangan.

b. Kedua, lingkungan bisnis yang tak kondusif bagi berlakunya bisnis secara etis. Ini mudah dipahami, karena bisnis adalah kegiatan yang terfokus pada uang, efisiensi dan ekspansi. Karena itu demi eksistensi dan kemapanan, setiap pelaku bisnis akan menghalalkan segala cara. Masalah-masalah yang dihadapi etika bisnis yaitu: a. Hubungan Primer Meliputi semua hubungan langsung yang diperlukan suatu perusahaan untuk melaksanakan fungsi dan misinya yang utama, yaitu

memproduksi barang dan jasa dalam masyarakat. b. Hubungan Sekunder Meliputi berbagai hubungan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang merupakan akibat dari pelaksanaan fungsi dan misi utama perusahaan. Pada tingkat pertama kita tahu bahwa etika menyangkut sikap dan pola hidup yang bersumber dari nilai-nilai yang dianut seseorang di dalam seluruh hidupnya. Nilai-nilai ini melahirkan standar moral tertentu yang mempengaruhi sikap-sikap dan tingkah laku setiap orang. Masalah yang dihadapi adalah bahwa standar moral para pelaku bisnis masih sangat lemah. Banyak diantaranya (pelaku bisnis) yang terjun di dunia bisnis hanya dengan motivasi dasar untuk mencari keuntungan dan memperoleh tingkat hidup yang mencukupi material dan tidak memperhitungkan segi etika bisnis. Pada tingkat perusahaan sering terjadi konflik kepentingan. Mereka menghadapi suatu konflik yang sulit antara nilai pribadi dengan tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Bahkan mereka menghadapi konflik antara perusahaan dan masyarakat dan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu urusan bisnis. Kenyataan ini diperburuk lagi oleh tidak atau belum adanya organisasi profesi bisnis yang berfungsi menegakkan kode

etik bisnis. Pada tingkat masyarakat, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat sedang mengalami transisi, yaitu dari masyarakat

berkembang menuju masyarakat maju. Dalam situasi demikian terjadilah transformasi dan perubahan besar-besaran dalam segala bidang kehidupan. Yang ditakutkan adalah kekhawatiran tercabutnya aturanaturan budaya luhur kita, dan kita belum ada nilai baru yang kita pegang. Bersamaan dengan itu situasi ekonomi dan politik belum stabil. Kita masih merabaraba mencari format kebijakan ekonomi dan politik yang sangat tepat. Serta ikut terlibatnya birokrasi dalam dunia bisnis yang

menimbulkan persoalanpersoalan pelik yang sulit diatasi, akibatnya keadilan sosial menjadi semakin sulit terjangkau. Secara spesifik oleh karena etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab social suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti hal manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga mempunyai atau memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah: 1. Hubungan antara bisnis dengan pelanggan / konsumen. Hubungan antara bisnis dengan pelanggannya merupakan hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulannya secara baik dalam hal ini. Adapun pergaulannya dengan pelanggan ini dapat disebutkan di sini, misalnya sebagai berikut. a. Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.

b. Bungkus ataupun kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi di dalamnya, sehingga produsen perlu memberikan kejelasan tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat di dalam produk itu. c. Promosi terutama iklan merupakan gangguan etis yang paling utama. Oleh karena itulah maka sampai saat inipun TVRI masih melarang ditayangkannya iklan dalam siarannya sejak awal 1980an. d. Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya yang ternyata jelek (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya tersebut kepada pembelinya. 2. Hubungan dengan karyawan Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk

memajukan bisnisnya seringkali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yaitu: Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, transfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan/PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Di dalam menarik tenaga kerja haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan. Seringkali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah peserta atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri. Di samping itu tidak jarang seorang manajer yang mencoba menaikkan pangkat para karyawan dari generasi muda yang dianggapnya sangat potensial dalam rangka membawa organisasi menjadi lebih dinamis, tetapi hal tersebut mendapat protes keras dari karyawan golongan generasi tua. Masalah lain lagi dan yang paling rawan adalah masalah pengeluaran karyawan

atau drop-out (DO). Masalah DO atau PHK ini perlu mendapatkan perhatian ekstra dari para manajer karena hal ini menyangkut masalah tidak saja etik akan tetapi juga masalah kemanusiaan. Karyawan yang di PHK tentu saja akan kehilangan mata pencahariannya yang menjadi tumpuan hidup dia bersama keluarganya. 3. Hubungan antar bisnis Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan pesaingnya, dengan penyalurnya, dengan grosirnya, dengan pengecernya, agen tunggalnya maupun distributornya. Dalam kegiatan seharihari tentang hubungan tersebut sering terjadi benturanbenturan kepentingan antar keduanya. Dalam hubungan itu tak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik. 4. Hubungan dengan investor Perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas dan terutama yang akan atau telah "go public" haruslah menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para investor atau calon investornya. Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan untuk mengambil keputusan yang keliru. Dalam hal ini perlu mendapat perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya (mengemisi sahamnya) kepada masyarakat. Di pihak lain masyarakat juga sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin membeli saham haruslah diberikan informasi secara lengkap dan benar mengenai prospek perusahaan yang go public tersebut.

Janganlah sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informsi atas hal ini. 5. Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan Hubungan dengan lembaga keuangan terutama Jawatan Pajak pada umumnya hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini merupakan hubungan yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan yang berupa neraca dan laporan rugi laba misalnya. Laporan finansial disusun secara benar sehingga tidak terjadi kecenderungan ke arah penggelapan pajak. Keadaan tersebut merupakan etika bisnis yang tidak baik. D. Penerapan Etika Bisnis di Zaman Nabi Muhammad SAW Islam memandang bahwa berusaha atau bekerja merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Islam menempatkan aktivitas

perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki. Terdapat sejumlah ayat Al-Quran dan hadis Nabi yang menjelaskan pentingnya aktivitas usaha, diantaranya; Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia Allah. (QS. Al-Jumuah (62): 10). Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung kemudian kembali memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi maupun tidak.Imam Bukhari, Shahih Bukhari Jilid II,

Pernah Rasulullah ditanya oleh sahabat, Pekerjaan apa yang paling baik wahai Rasulullah?, Rasulullah menjawab, seorang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih . (HR. Al-Bazzar dan Ahmad). Hadis yang lain, Pedagang yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama Nabi, orang-orang jujur, dan para syuhada(Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, tt)) Ayat dan hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa bekerja mencari rizki adalah aktivitas yang inheren dalam ajaran Islam. Tentu mencari rizki dalam konteks ajaran Islam bukan untuk semata-mata memperkayadiri sendiri. Karena Islam mengajarkan bahwa kekayaan itu mempunyai fungsi sosial. Secara tegas Al-Quran melarang penumpukan harta dalam arti

penimbunan (hoarding),5 melarang mencari kekayaan dengan jalan tidak benar, (QS. Al-Baqarah (2): 188) dan memerintahkan membelanjakan secara baik. (QS. Al Baqarah (2): 261). Islam memandang bahwa yang terpenting bukanlah pemilikan benda, tetapi kerja itu sendiri. Doktrin al-Quran yang membentuk motivasi yang tinggi dalam bekerja umat Islam antara lain tercermin dalam Q.S. AlMulk : 15, yang memberi kesimpulan, pertama, bahwa bumi ini semua milik Allah, tetapi dianugerahkan kepada manusia. Kalimat milik Allah sebenarnya dapat dipahami bahwa bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya bukan milik perseorangan karena kekuasaannya, melainkan untuk semua orang. Dalam konteks masyarakat feodal, Islam bermaksud menghilangkan sistem upeti di mana tanah dianggap milik raja, tiran atau penguasa feodal. Sebagai alternatif al Quran mengajarkan doktrin kemakmuran bersama. (QS. Hud (11): 61) Kedua, ayat itu menimbulkan etos yang mendorong umat Islam untuk mengembara ke seluruh bumi mencari rizki Allah. Ini mendorong untuk dilakukannya perdagangan dalam sekala luas seperti perdagangan antar daerah bahkan negara.

Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsure yang melampaui batas atau sia-sia. Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapatdipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji. Dalam al-Quran terdapat terma-terma, al-bathil, al- fasad dan azhzhalim yang dapat difungsikan sebagai landasan-landasan atau muara perilaku yang bertentangan dengan nilai perilaku yang dibolehkan atau dianjurkan al- Quran khususnya dalam dunia bisnis. Hal ini beralasan bahwa beberapa ayat yang mempunyai kandungan tentang bisnis, seringkali mengunakan terma-terma di atas ketika menjelaskan tentang perilaku bisnis yang buruk. Dalam Al-Quran juga dijelaskan prinsip-prinsip etika bisnis yaitu: 1. Kesatuan (unity) Adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, social menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama,ekonomi,dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam (Naqvi, 1993: 50-51). 2. Keseimbangan (keadilan) Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis,Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.Hal ini

sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah:8. Keseimbangan atau keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam yang

berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Hukum dan tatanan yang kita lihat pada alam semesta mencerminkan keseimbangan yang harmonis. (Beekun, 1997: 23.) Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis. 3. Kehendak Bebas Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam,tetapi kebebasan individu itu tidak merugikan kepentingan batasan

kolektif.Kepentingan

dibuka

lebar.Tidak

adanya

pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.Sampai pada tingakat tertentu, manusia dianugerahi kehendak bebas untuk memberi arahan dan membimbing kehidupannya sendiri sebagai khalifah di mukabumi (Qal-Baqarah, 2:30). Berdasarkan prinsip kehendak bebas ini, manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian termasuk menepati janji atau mengingkarinya. Tentu saja seorang muslim yang percaya kepada kehendak Allah akan memuliakan semua janji yang dibuatnya. (Beekun,1997: 24). 4. Pertanggungjawaban Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal mustahil, lantaran tidak menuntut tanggung jawab. Menurut Al-Ghozali, konsep adil meliputi hal bukan hanya equilibrium tapi juga keadilan dan pemerataan. Untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu

mempertanggung jawabkan tindakannya. Allah menekankan konsep tanggung jawab moral tindakan manusia, (Q.S. 4:123-124).) Karena itu menurut Sayyid Qutub prinsip pertanggungjawaban Islam adalah pertanggungjawaban yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang

lingkupnya. Antara jiwa dan raga, antara person dan keluarga, individu dan sosial antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. (Beekun, 1997: 103) 5. Kebenaran: Kebajikan dan Kejujuran Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna

kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Adapun kebajikan adalah sikap ihsan,yang merupakan tindakan yang dapat memberi keuntungan terhadap orang lain (Beekun, 1997: 28). Dalam al-Quran prinsip kebenaran yang mengandung kebajikan dan kejujuran dapat diambil dari penegasan keharusan menunaikan atau memenuhi perjanjian atau transaksi bisnis.Termasuk ke dalam kebajikan dalam bisnis adalah sikap kesukarelaan dan keramahtamahan.

Kesukarelaan dalam pengertian, sikap suka-rela antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian bisnis. Hal ini ditekankan untuk menciptakan dan menjaga keharmonisan hubungan serta cinta mencintai antar mitra bisnis. Adapun kejujuran adalah sikap jujur dalam semua proses bisnis yang dilakukan tanpa adanya penipuan sedikitpun. Sikap ini dalam khazanah Islam dapat dimaknai dengan amanah. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian dalam bisnis. Dari sikap kebenaran, kebajikan dan kejujuran demikian maka suatu bisnis secara otomatis akan melahirkan persaudaraan, dan kemitraan yang saling menguntungkan, tanpa adanya kerugian dan penyesalan.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Etika merupakan pedoman moral bagi suatu tindakan manusia dan menjadi sumber pemikiran baik dan buruk tindakan itu. Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Pada dasarnya etika dalam bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis untuk memecahkan masalah-masalah moral dalam praktek bisnis mereka. Secara spesifik oleh karena etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab social suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Terdapat sejumlah ayat Al-Quran dan hadis Nabi yang menjelaskan pentingnya aktivitas usaha, diantaranya; Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia Allah. (QS. Al-Jumuah (62): 10). B. Saran Adapun saran yang dapat diberikan penulis yaitu: Dalam suatu kegiatan perdagangan/bisnis harus mengutamakan kejujuran Para pedagang/pebisnis harus menjunjung tinggi etika bisnis yang baik Dalam melakukan kegiatan bisnis harus mengutamakan keadilan Bagi pedagang/pebisnis muslim harus menjunjung tinggi etika bisnis yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

DAFTAR PUSTAKA Hidayatulloh,Haris: Etika Bisnis Dalam Prespektif Al-Quran: Upaya Membangun Bisnis Yang Islami Untuk Menghadapi Tantangan Bisnis Di Masa Depan. http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/seminas/article/view/112 (Diakses pada tanggal 7 April 2013) Moerdiyanto: Etika Bisnis. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr. MoerdiyantoM.Pd./DIKTATMEMBANGUNETIKABISNISKEWIRAUSAHA AN-4.pdf (Diakses pada tanggal 7 April 2013 ) Muslich, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan Substansi Implementatif, Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomin UII, 2004. Shihab, Quraish, Etika Bisnis dalam Wawasan al-Quran, Jurnal Ulumul Quran, No 3/VII/97.

You might also like