You are on page 1of 18

BENTUK SEDIAAN OBAT RUTE PENGGUNAAN OBAT: Pemakaian dalam Pemakaian luar ) ) Bentuk sediaannya beda

Pemakaian dalam: Obat melalui mulut, tenggorokan masuk ke perut. Disebut juga secara ORAL Pemakaian luar: 1. Pemakaian melalui kulit dengan jalan merobek atau menembus kulit yaitu per INJEKSI atau PARENTERAL, seperti: - intravena (iv) - intramuskuler (im) - subkutan (sc) 2. Pemakaian melalui: - lubang dubur (rektal) : SUPOSITORIA - lubang kemaluan (genital) : OVULA - lubang kencing (uro genital) : BACILLA - melalui lavemen : CLYSMA 3. Pemakaian pada selaput lendir: a. Melalui mata: - cuci mata : COLLYRIUM - tetes mata : GUTTAE OPTHALMICAE b. Melalui rongga mulut: - cuci mulut : COLLUTIO - obat kumur : GARGARISMA c. Melalui telinga: - tetes telinga : GUTTAE AURICULARES 4. Pemakaian pada kulit: - salep: UNGUENTUM - PASTA - LINIMEMTUM - KRIM

PULVIS = SERBUK: Campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk pemakaian oral/dalam atau untuk pemakaian luar. PULVERES = SERBUK BAGI: serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus dengan kertas perkamen / bahan pengemas yang lain yang cocok. PULVERES ADSPERSORII = SERBUK TABUR: harus bebas dari butiran kasar dan dimaksudkan untuk obat luar. CAPSULAE = KAPSUL: Bentuk sediaan padat yang terbungkus dalam suatu cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang dibuat dari Metilselulosa, Gelatina atau bahan lain yang cocok. Kenyal atau keras, bentuk bulat, bulat telur atau silinder berujung bulat. COMPRESSI = TABULAE = TABLET: Sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Bentuk tablet umumnya cakram pipih/gepeng, bundar, segitiga, lonjong dsb. Dimaksudkan untuk menyukarkan pemalsuan dan mudah dikenal orang. Warna tablet umumnya putih. Warna pada tablet disebabkan: a. Zat berkhasiat sendiri sudah berwarna b. Warna sengaja ditambahkan dengan maksud: 1. Membuat tablet lebih menarik 2. Mencegah pemalsuan 3. Membedakan tablet yang satu dengan tablet yang lain. Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh. 1. Bekerja lokal: a. Tablet hisap: untuk pengobatan pada rongga mulut b. Ovula: pengobatan pada infeksi di vagina 2. Bekerja sistemik: Per oral: khasiatnya pada bagian tubuh yang memerlukan ditempat lain. Tablet yang bekerja sistemik dibedakan menjadi:

1. Yang bekerja short acting (jangka pendek): dalam sehari memerlukan beberapa kali menelan tablet. 2. Yang bekerja long acting (jangka panjang): dalam sehari cukup menelan 1 tablet. Dibedakan lagi atas: a. Delayed Action Tablet (DAT) Dalam tablet ini terjadi penangguhan pelepasan zat-zat berkhasiat. Tablet dibagi dalam beberapa granul. b. Repeat Action Tablet Cara kerjanya sama dengan DAT. Tablet berupa tablet inti dan granul lain disekelilingnya. c. Sustained Release Tablet Berdasarkan jenis bahan penyalut. Beberapa tablet perlu dilakukan penyalutan dengan maksud: a. Untuk melindungi bahan obat yang higroskopik atau tidak tahan terhadap pengaruh udara. b. Untuk menutupi bau dan rasa yang tidak enak. c. Supaya lebih menarik dengan memberi bau dan rasa tertentu. d. Jika dikehendaki tablet pecah di usus (enteric coated). Macam-macam tablet salut: a. Tablet bersalut gula (sugar coating tablet) = dragee: Tablet yang disalut dengan larutan gula atau zat lain yang cocok dengan atau tanpa perubahan zat warna. b. Tablet salut selaput (film coating tablet, fct): Tablet yang disalut dengan lapisan yang dibuat dengan cara pengendapan zat penyalut dari pelarut yang cocok (CMC, CMC-Na). c. Tablet salut kempa: Tablet yang disalut secara kempa cetak dengan masa granulat yang terdiri dari laktosa, kalsium fosfat dan zat lain yang cocok. Mula-mula dibuat tablet inti, sehingga terbentuk tablet yang berlapis (multi layer tablet). Sering digunakan pada pengobatan secara repeat action. d. Tablet salut enterik (enteric coated tablet): Tablet yang disalut dengan zat penyalut relatif tidak larut dalam asam lambung, tetapi dapat larut dan hancur dalam lingkungan basa usus halus. Pemberian salut enterik digunakan untuk: a. Agar bahan obat tidak menimbulkan iritasi pada lambung. b. Bila bahan obatnya menjadi inaktif (tidak bekerja) pada cairan lambung, yaitu obat-obat yang tak tahan pH rendah.

c. Bila khasiat obat dikehendaki bekerja di dalam usus halus. Contoh: obat cacing. Berdasarkan cara pemakaian. 1. Tablet biasa/tablet telan. Dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara ditelan, bahan obat berkhasiat di dalam cairan lambung. 2. Tablet kunyah (chewable tablet). Bentuknya seperti tablet biasa, caranya dikunyah dulu dalam mulut kemudian ditelan, rasanya umumnya tidak pahit. Contoh: obat maag/antasid. 3. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastilles). Dihisap di dalam rongga mulut, digunakan sebagai obat lokal pada infeksi di rongga mulut atau di tenggorokan. Umumnya mengandung antibiotika, antiseptika dan adstringensia. 4. Tablet larut (effervescent tablet). Umumnya lebih besar dari tablet biasa, digunakan dengan cara memasukkan kedalam air atau cairan lain, di mana obatnya akan larut dengan cepat dan mudah dengan konsentrasi yang tepat. Contoh: Ca-D-Redoxon. 5. Tablet implantasi (pelet) Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril dan berisi hormon steroid, dimasukkan ke bawah kulit dengan cara melukai kulit sedikit, kemudian tablet dimasukkan, kalau perlu kulit dijahit kembali. Zat berkhasiat perlahan-lahan akan dilepas. Digunakan untuk obat-obat yang rusak kalau lewat saluran pencernaan. Contoh: obat KB. 6. Tablet hipodermik (hypodermic tablet). Tablet steril, berat umumnya 30 mg, larutdalam air. Digunakan dengan cara melarutkan ke dalam air untuk injeksi secara aseptik dan disuntikkan di bawah kulit (sub kutan). 7. Tablet bukal (buccal tablet). Digunakan dengan cara menyisipkan tablet di sekitar selaput lendir pipi (antara pipi dan gusi dalam rongga mulut). Biasanya mengandung hormon steroid. 8. Tablet sublingual. Digunakan dengan cara menyisipkan tabletr di bawah lidah. Absorpsi terjadi melalui mukosa masuk peredaran darah. Contoh: tablet nitrogliserin, merupakan tablet sublingual karena cepat memberi

efek pada jantung dan bila melalui lambung akan dirusak. 9. Tablet vagina (ovula). Untuk pemakaian lokal, dengan cara dimasukkan ke dalam alat kelamin wanita (vagina). Bentuknya bulat telur, mudah larut dan hancur dalam vagina. Digunakan sebagai anti infeksi, anti fungi, penggunaan hormon secara lokal. 10. Kaplet/kapsitab. Tablet tanpa salut/bersalut, bentuknya seperti kapsul. Syarat-syarat tablet. 1. Keseragaman ukuran. Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu sepertiga tebal tablet. 2. Keseragaman bobot. Digunakan untuk tablet tidak bersalut. 3. Waktu hancur. Kecuali dinyatakan lain, waktu hancur untuk : - tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit - tablet bersalut tidak lebih dari 60 menit - tablet bukal tidak lebih dari 4 jam. 4. Kekerasan tablet. Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya, agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet ini erat hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet dan waktu hancur tablet. Alat yang digunakan disebut: alat kekerasan tablet (hardness tester). 5. Keregasan tablet (friability). Adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang. Penentuan keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu tablet akan dilapis (coating). Alat yang digunakan disebut: friability tester. 6. Test disolusi (disolution test). Digunakan untuk bahan obat yang sukar larut dalam air.

PILLULAE = PIL: Suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat.

Berat pil berkisar antara 100 mg 500 mg. Granula: Pil kecil biasanya putih atau merah karmin, berat kira-kira 30 mg dan bila tidak dinyatakan lain mengandung 1 mg zat berkhasiat. Boli: Pil besar yang beratnya lebih dari 500 mg. Biasanya digunakan untuk pengobatan hewan seperti sapi, kuda dll.

SUPPOSITORIA: Sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh. Bobot untuk orang dewasa 3 gram, anak-anak 2 gram. OVULA: Sediaan padat yang digunakan melalui vagina, umumnya berbentuk telur, dapat melarut, melunak dan meleleh pada suhu tubuh. Bobot antara 3 gram sampai 6 gram, umumnya 5 gram. Urethral suppositoria, bacilla, bougies: Digunakan lewat urethra, berbentuk batang, Panjang antara 7 cm sampai 14 cm. Keuntungan obat berbentuk suppositoria: - Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung - Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan - Absorpsi obat oleh selaput lendir rektal langsung ke sirkulasi pembuluh darah, sehingga lebih cepat dibandingkan per oral - Mudah bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar. Pengemasan suppositoria. 1. Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap suppositoria terpisah, tidak mudah hancur atau meleleh. 2. Biasanya dimasukkan dalam wadah dari aluminium foil atau stip plastik sebanyak 6 sampai 12 buah, untuk kemudian dikemas dalam dos. 3. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk. UNGUENTA = SALEP: Sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.

Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik adalah 10%. Tipe-tipe salep: A. Salep berlemak. Salep dengan dasar salep lemak, termasuk senyawa hidrokarbon dan malam. B. Pasta. 1. Pasta berlemak: Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk). 2. Pasta kering: Suatu pasta bebas lemak mengandung kira-kira 60% zat padat (serbuk). 3. Pasta pendingin. Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair. Dikenal dengan Salep Tiga Dara. C. Salep sejuk (salep pendingin). Salep yang mengandung tetes air yang relatif besar. Pada pemakaian pada kulit, tetes air akan menguap dan menyerap panas badan yang mengakibatkan rasa sejuk. D. Krim (cremoris). Sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, dikasudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim yaitu: - krim tipe air minyak (A/M) - krim tipe minyak air (M/A). E. Mikstur gojog (Mixturae Agitandae). Suatu bentuk suspensi dari zat padat dalam cairan, biasanya terdiri dari air, gliserin dan alkohol. Mikstur gojog biasanya mengandung 60% cairan. Wadah yang digunakan adalah botol mulut lebar, sebelum dipakai digojog dulu. F. Salep mata = Unguenta ophtalmica = oculenta. Sebagai dasar salep sering digunakan dasar salep Oculentum Simplex, dan obatnya dicampur dengan dasar salep tersebut. Dasar salep mata yang lain digunakan Carbowax 400 dan Carbowax 4000 aa. G. Pasta gigi = Pastae dentifriciae. Suatu campuran yang kental terdiri dari serbuk dan gliserin. Karena serbuk lambat menyerap cairan maka pasta akan menjadi keras (kaku), maka dapat pula ditambah lagi gliserin.

H. Linimentum (olesan). Sediaan cair atau kental, mengandung analgetikum dan zat yang mempunyai sifat rubefacient melemaskan otot atau menghangatkan, digunakan sebagai obat luar. Linimentum analgetik dan yang melemaskan otot digunakan dengan cara mengoleskan pada kulit dengan menggunakan kain flanel panas, dan linimentum yang menghangatkan digunakan pada kulit dengan cara mengoleskan sambil memijat dan mengurut. SOLUTIONES = LARUTAN: Sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain. Untuk larutan (solutio) steril yang digunakan sebagai obat luar harus memenuhi syarat yang tertera pada injectiones. Wadah harus dapat dikosongkan dengan cepat dan kemasan boleh lebih dari 1 liter. MIXTURAE = MIKSTURA: Larutan yang mengandung zat terlarut lebih dari satu atau banyak. PENGGOLONGAN SOLUTIONES MENURUT TUJUAN PEMAKAIAN 1. Larutan untuk mata: Collyrium: Larutan steril, jernih. Digunakan untuk mencuci mata. Contoh: Optrex yang berisi larutan steril acidum boricum yang hipertonis. Keadaan hipertonis disini ditujukan supaya cairan mata keluar sehingga terjadi pencucian mata karena kotoran mata ikut terbawa keluar. Guttae ophtalmicae = tetes mata: Sediaan steril berupa larutan atau suspensi digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata berupa larutan jernih, bebas zarah asing, serat dan serat benang.

2. Larutan untuk mulut: Collutorium:

Larutan pekat dalam air yang mengandung deodoran, antiseptik, lokal anestetik, adstringent. Digunakan untuk obat cuci mulut. Gargarisma = obat kumur = gargle: Sediaan berupa larutan, umumnya dalam paket yang harus diencerkan dulu sebelum digunakan. Dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan. Litus oris = obat oles bibir: Cairan agak kental dan pemakaiannya secara disapukan dalam mulut. Contoh: larutan 10% borax dalam gliserin. Guttae oris = tetes mulut: Obat tetes yang digunakan untuk mulut dengan cara mengencerkan lebih dahulu dengan air untuk di kumur-kumurkan, tidak untuk ditelan.

3. Larutan untuk hidung. Collunarium: Larutan yang digunakan sebagai obat cuci hidung. Guttae nasales = tetes hidung: Obat yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet.

4. Larutan untuk telinga. Guttae auriculares = tetes telinga: Obat tetes yang digunakan dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Bila tidak dinyatakan lain cairan pembawa yang digunakan adalah bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding telinga, biasanya digunakan gliserin dan propilenglikol.

5. Inhalationes: Sediaan yang dimaksudkan untuk disedot hidung atau mulut atau disemprotkan dalam bentuk kabut kedalam saluran pernafasan. Tetesan atau butiran kabut harus seragam dan sangat halus sehingga dapat mencapai bronkiali. Inhalationes juga meliputi sediaan yang mengandung obat yang mudah menguap atau serbuk halus atau kabut yang digunakan memakai alat semprot mekanik. - Aerosol: Sediaan yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah yang diberi tekanan, berisi propelan atau campuran propelan yang cukup untuk

memancarkan isinya hingga habis, dapat digunakan untuk obat luar atau obat dalam dengan menggunakan propelan yang cocok. Jika digunakan sebagai obat dalam atau secara inhalasi, aerosol dilengkapi dengan pengatur dosis. Keuntungan pemakaian aerosol: 1. Mudah digunakan dan memerlukan sedikit kontak dengan tangan. 2. Bahaya kontaminasi (kemasukan udara dan penguapan selama perioda tak digunakan) tidak ada, karena wadahnya tertutup kedap. 3. Iritasi yang disebabkan pemakaian topikal berkurang. 4. Takaran yang dikehendaki dapat diatur. 5. Bentuk semprotan dapat diatur. 6. Lavement = clysma = enema: Cairan yang pemakaiannya per rectum dan colon yang gunanya untuk membersihkan atau menghasilkan efek terapi setempat atau sistemik. Enema yang dipakai untuk membersihkan atau penolong pada sembelit atau pembersih faeces yang mengeras sebelum operasi tidak boleh mengandung zat lendir. Bermacam larutan yang digunakan untuk enema pembersihan termasuk misalnya larutan NaCl isotonis, Natrii Bicarbonas 2%, sabun-sabun, Magnesii sulfas, gliserin dll. Biasanya clysma ini diberikan sebanyak 0,5 sampai 1 liter, tergantung pada umur dan keadaan penderita. Tetapi ada juga yang diperketat dan diberikan sebanyak 100 200 ml. Selain untuk pembersihan, enema juga dipakai untuk pengobatan. Misalnya untuk efek karminatif, emollient, diagnostic, sedative, anthelmentic dll. Dalam hal ini untuk mengurangi kerja obat yang bersifat merangsang terhadap usus, dipakai basis berlendir. Misalnya Mucilago Amyli. Farmakope Indonesia menyebutkan dosis maksimal juga berlaku untuk pemakaian per rectal. 7. Douche: Larutan air yang dimasukkan dengan satu alat kedalam vaginal, baik untuk pengobatan maupun untuk membersihkan. Karenanya larutan ini mengandung bahan obat atau antiseptika. Untuk memudahkan kebanyakan douche ini dibuat dalam bentuk kering/padat (serbuk, tablet yang kalau hendak digunakan dilarutkan dalam sejumlah air tertentu, dapat juga diberikan larutan kental yang nantinya diencerkan seperlunya). Contoh: douche yang sekarang beredar dipasaran adalah Betadin Vaginal Douche, yang dikemas berikut alat penyemprotnya. 8. Larutan untuk pemakaian per oral: - Potiones = obat minum: Solutiones yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam ( per oral). Selain berbentuk larutan, potiones dapat juga berbentuk suspensi, emulsi dll.

10

Elixira = eliksir: Sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat mengandung juga zat tambahan seperti gula atau zat pemanis lain, zat warna, zat pewangi dan zat pengawet, dan digunakan sebagai obat dalam. Sirupi = sirop: Larutan yang mengandung sakarosa. Kecuali dinyata kan lain, kadar sakarosa (C12H22O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 65%. Netralisasi: Obat minum yang dibuat dengan mencampurkan asam dengan basa sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral. Contoh: Solutio Magnesii Citratis, Solutio Amygdalas Aminocus dll. Saturasi: Obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam dengan basa tetapi gas yang terjadi ditahan dalam wadah, sehingga larutan jenuh dengan gas. Potio effervescent: Saturasi yang kadar gas CO2-nya lewat jenuh. Gas CO2 disini dimaksudkan untuk pengobatan, untuk stabilitas obat, kadang-kadang dimaksudkan untuk menyegarkan rasa minuman (corrigensia). Guttae = obat tetes: Sediaan cairan berupa larutan, emulsi atau suspensi, apabila tidak dinyatakan apa-apa dimaksudkan untuk obat dalam, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan Farmakope Indonesia. Obat tetes untuk pemakaian dalam digunakan dengan cara meneteskan obat kedalam minuman atau makanan. Didalam perdagangan dikenal Pediatric drop Dimaksudkan adalah obat tetes yang digunakan untuk anak-anak atau bayi baik sebagai obat luar maupun sebagai obat dalam. Untuk obat luar biasanya disebutkan tujuan pemakaiannya, misalnya pediatric nasal drop, artinya obat tetes hidung untuk anak.

9. Larutan untuk pemakaian topikal. Epithema = obat kompres.

11

Cairan yang dipakai untuk mendatangkan rasa dingin pada tempat-tempat yang sakit dan panas karena radang atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan osmose digunakan untuk mengeringkan luka bernanah. Dalam pasaran Epithema dikenal dengan nama obat kompres. Contoh: Liquor Burowi, Solutio Rivanol, campuran boorwater-rivanol. INJECTIONES = OBAT SUNTIK: Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Macam-macam bentuk sediaan obat suntik. 1. Larutan: Berupa larutan obat dalam air atau pembawa lain yang cocok kemudian disterilkan. Contoh: Injeksi vit. C, injeksi Luminal. 2. Zat padat steril: Jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi semua persyaratan larutan injeksi. Contoh: Injeksi Dihydrostreptomycin Sulfat. 3. Suspensi steril: Zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa uyang cocok dan steril. Contoh: Injeksi Hydrocortison Acetat suspension. 4. Zat padat steril: Jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril. Hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi semua persyaratan suspensi steril. Contoh: Injeksi Procain Penicilline G. 5. Emulsi: Berupa bahan obat cair dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Contoh: Injeksi Penicilline oil.

Macam-macam cara penyuntikan obat suntik. 1. Injeksi intrakutan (i.k.) atau intradermal.

12

Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. Volume yang disuntikkan antara 0,1 0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air. Contoh: Ekstrak alergenik. 2. Injeksi subkutan (s.k.) atau hipodermal. Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveola. Volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonik, pH netral, bersifat depo (absorpsi lambat). Dapat ditambahkan vasokonstriktor seperti Epinefrina 0,1% untuk melokalisir efek obat. Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3-4 liter/hari) dengan penambahan hialuronidase), bila pasien tersebut tidak dapat diberi infus. Cara ini disebut Hipodermoklisa. 3. Injeksi intramuskuler (i.m.). Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan/otot. Volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. Ke dalam otot dada dapat disuntikkan sampai 200 ml, sedang otot lain volume yang disuntikkan lebih kecil. Penyuntikan dilakukan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit. Injeksi berbentuk larutan dapat diserap dengan cepat, sedangkan yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek yang lama. 4. Injeksi intravenus (i.v.). Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah. Merupakan larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat bercampur dengan air. Volume 1 ml sampai 10 ml. Larutan ini biasanya isotonis, kalau terpaksa dapat hipertonis (disuntikkan perlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah). Larutan harus jernih betul, bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Penggunaan injeksi i.v. diperlukan apabila dikehendaki efek sistemik yang cepat, karena larutan injeksi masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik melalui vena perifer. Injeksi i.v. yang diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml, disebut Infus (infusi, infundabilia). Larutan diusahakan supaya isotonis dan diberikan dengan kecepatan 50 tetes tiap menit dan lebih baik pada suhu badan. Larutan infus biasanya mengandung elektrolit dan substansi nutrisi yang esensial. Infus harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, isotonis. Injeksi i.v. dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida. Injeksi i.v. dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.

13

5. Injeksi intraarterium (i.a.). Disuntikkan ke dalam pembuluh darah tepi/perifer. Volume 1 10 ml. Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat bercampur dengan air. Digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam daerah perifer. Injeksi i.a. tidak boleh mengandung bakterisida. 6. Injeksi intrakor, intrakardial (i.k.d.). Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus. Berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat. Tidak boleh mengandung bakterisida. 7. Injeksi intratekal (i.t.), intraspinal (i.s.), intradural (i.d.). Disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang (antara 3 4 atau 5 6 lumbal vertebra) yang ada cairan cerebrospinal. Volume tidak lebih dari 20 ml. Berupa larutan, harus isotonis sebab sirkulasi carian cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonis. Larutan harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan syaraf daerah anatomi di sini sangat peka., tidak boleh mengandung bakterisida. 8. Injeksi intra artikulus. Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Berupa larutan atau suspensi dalam air. 9. Injeksi subkonjungtiva. Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa larutan/suspensi dalam air, umumnya tidak lebih dari 1 ml. 10. Injeksi intrabursa. Disuntikkan ke dalam bursa subacromilis atau bursa olecranon. Berupa larutan suspensi dalam air. 11. Injeksi intraperitoneal (i.p.). Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat, bahaya infeksi besar dan jarang dipakai. 12. Injeksi peridural (p.d.), ekstra dural. Disuntikkan ke dalam ruang epidura, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang. 13. Injeksi intrasisternal (i.s.). Disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada otak.

14

EMULSA = EMULSI: Sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, di mana cairan zat yang terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Ada dua macam tipe emulsi, yaitu: - Tipe M/A (minyak/air): tetes minyak terdispersi dalam fase air - Tipe A/M (air/minyak): tetes air (fase internal) terdispersi dalam fase minyak (external). SUSPENSIONES = SUSPENSI: Sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojog dan dituang. Suspensi sering juga disebut Mikstur gojog (Mixturae Agitandae). Suspensi digunakan dalam berbagai cara: 1. Injeksi intramuskuler. Sediaan harus steril, mudah disuntikkan dan tidak menyumbat jarum suntik. Contoh: Penicillin G Suspension / injeksi. 2. Tetes mata: Sediaan harus steril dan zat yang terdispersi harus sangat halus. Untuk dosis ganda harus mengandung bakterisida. Contoh: Hidrokortison asetat suspensi. 3. Per oral. Contoh: sirup kemicetin. 4. Rektal. Contoh: para nitro sulfathiazole susp.

IMMUNOSERA = IMUNOSERUM: Sediaan cair atau kering beku, mengandung imunoglobulin khas yang diperoleh secara pemurnian serum hewan yang telah dikebalkan.

15

Imunoserum mempunyai khasiat khas menetralkan toksin kuman atau bisa ular atau mengikat kuman atau virus atau antigen lain yang sama dengan yang digunakan pada pembuatannya. Imunoserum diperoleh dari hewan sehat yang telah dikebalkan dengan penyuntikan toksin atau toksoida, bisa ular atau suspensi jasad renik atau antigen lain yang cocok. Sediaan imunoserum ada 2 macam: 1. Imunoserum cair, tidak keruh hampir tidak berwarna, tidak berbau kecuali bau bakterisida yang ditambahkan. 2. Imunoserum kering beku, serbuk atau kerak, tidak berwarna, larut dalam air menyerupai imunoserum cair. Imunoserum harus steril dan memenuhi syarat uji sterilitas pada uji keamanan hayati. Disimpan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, terlindung dari cahaya pada suhu antara 2 dan 10 derajat C. Imunoserum tidak boleh membeku. Umumnya imunoserum cair setelah disimpan 3 tahun dan imunoserum kering beku setelah 5 tahun tidak lagi dianggap sama dengan potensi yang tertera di etiket, dan pada etiket supaya tertera daluwarsa. Macam-macam Imunoserum dalam F.I. Edisi III. 1. Immunoserum Antidiphtericum Imunoserum Antidifteri mengandung globulin dengan antitoksin khusus untuk menetralkan toksin Corynebacterium diphteriae. Potensi tidak kurang 1000 U.I. per ml. Khasiat dan penggunaan ialah untuk pengebalan pasif. 2. Immunoserum Antirabieicum Imunoserum Antirabies mengandung globulin dengan antitoksin khusus untuk menetralkan virus rabies. 3. Immunoserum Antitetanicum Imunoserum antitetanus mengandung globulin dengan antitoksin khusus untuk menetralkan toksin Clostridium tetani. Khasiat dan penggunaan ialah untuk pengebalan pasif. 4. Immunoserum Antivenium Polyvalente Imunoserum Antibisa polivalen adalah antibisa ular, merupakan larutan steril, mengandung terutama globulin dengan antizat khusus yang dapat menetralkan bisa Ankystrodon rhodostoma, Bungarus fasciatus dan Naja sputatrix. Khasiat dan penggunaan ialah untuk pengebalan pasif. VACCINA = VAKSIN:

16

Sediaan yang mengandung antigen dapat berupa kuman mati, kuman inaktif atau kuman hidup yang dilumpuhkan virulensinya tanpa merusak potensi antigennya yang dimaksudkan untuk digunakan menimbulkan kekebalan aktif dan khas terhadap infeksi kuman atau toksinnya. Vaksin dibuat dari bakteri, riketsia, virus atau toksin dengan cara yang berbeda-beda sesuai jenisnya, tetapi identitasnya tetap dan bebas cemaran jasad asing. Semua vaksin steril harus memenuhi Uji Sterilitas sesuai syarat Uji Keamanan hayati. Kecuali dinyatakan lain: - Vaksin Cair disimpan pada suhu 2 hingga 10 derajat dan dihindari dari pembekuan. - Vaksin Kering disimpan pada suhu tidak lebih dari 20 derajat, telindung dari cahaya. Macam-macam vaksin yang terdapat dalam F.I. Edisi III. 1. Vaccinum Cholerae = Vaksin Kolera 2. Vaccinum Diphtheriae adsorbatum = Vaksin Difteri jerap 3. Vaccinum Diphtheriae Pertussis et Terani adsorbaatum = Vaksin D.P.T. jerap 4. Vaccinum Diphtheriae et Tetani adsorbatum = Vaksin Difteri Tetanus jerap 5. Vaccinum Pertussis = Vaksin Pertusis 6. Vaccinum Poliomyelitidis Inactivatum = Vaksin Polio inaktif 7. Vaccinum Poliomyelitidis Perorale = Vaksin polio oral 8. Vaccinum Rabieicum = Vaksin Rabies 9. Vaccinum Tetani adsorbatum = Vaksin Tetanus jerap 10. Vaccinum Typhoidi = Vaksin Tifus 11. Vaccinum Typhoidi at Paratyphoidi AB = Vaksin Tifoid dan Paratifoid AB 12. Vaccinum Variolae Cryodesiccatum = Vaksin cacar SAPONES = SAPO: Senyawa garam alkali dengan asam lemak tinggi (C banyak). Pembuatan dilakukan dengan menyabunkan lemak padat atau minyak lemak dengan alkali. Dibedakan atas: - sabun keras - sabun lemah

Contoh: Sapo Medicatus Sapo Kalinus

17

Sapo Superadipatus. EMPLASTRA = PLESTER:

Bentuk sediaan, di mana obat yang dicampur di dalamnya diratakan pada kain linen dan ditempelkan pada kulit. Dulu plester di tepinya ada zat pelekat yaitu Emplastrum adhesivum. Lebih sederhana plester dioleskan pada plester tempel Seng Oksida Dapat disebut plester adalah garam logam berat dengan asam lemak tinggi. Contoh: Emplastrum Plumbi Oxydi GELATINAE = GELATIN: Bentuk sediaan obat untuk dipakai pemakaian luar yaitu pada kulit dan merupakan campuran gelatin, gliserin dan air, dan kadang-kadang ditambah zat yang lain. Sediaan ini setelah dipanasi dan diratakan pada kain kasa dipakai pada kulit atau ditutulkan pada kulit. Contoh: Gelatina Zinci Oxydi.

18

You might also like