You are on page 1of 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TUBERKULOSIS PARU + HEMOPTOE

KONSEP MEDIS 1. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis. 2. Proses Penularan Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan. Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

3.

Patofisiologi Mycobacterium TBC Masuk jalan napas Tinggal di Alveoli Tanpa infeksi Inflamasi Fibrosis disebar oleh limfe Timbul jar. Ikat sifat Elastik & tebal.

Kalsifikasi - Batuk - Spuntum purulen - Hemoptisis - BB menurun Nekrosis/perkejuan Gas tidak dapat Kavitasi berdifusi dgn. Baik. Sesak Kuman Infeksi primer Sembuh total Sembuh dgn. Sarang ghon Komplikasi - Menyebar ke seluruh tubuh scr. Bronkhogen, limphogen, hematogen Infeksi post primer Kuman dormant Muncul bertahun kemudian Exudasi Alaveolus tidak kembali saat ekspirasi

Diresorpsi kembali/sembuh

Membentuk jar. keju Jika dibatukkan membentuk kavitas.

Sarang meluas sembuh dgn. Jar. Fibrotik

. Kavitas meluas Membentuk sarang tuberkuloma Memadat & membungkus diri Bersih & menyembuh

4.

Gambaran Klinik Tb Paru Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan 2

gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik: 1. Gejala respiratorik, meliputi: 1.1 Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. 1.2 Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. 1.3 Sesak napas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain. 1.4 Nyeri dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena. 2. Gejala sistemik, meliputi: 2.1 Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek. 2.2 Gejala sistemik lain Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia. 5. Gejala klinis Haemoptoe Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring ,dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :

Batuk darah 1. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan 2. Darah berbuih bercampur udara 3. Darah segar berwarna merah muda 4. Darah bersifat alkalis 5. Anemia kadang-kadang terjadi 6. Benzidin test negatif Muntah darah 1. Darah dimuntahkan dengan rasa mual 2. Darah bercampur sisa makanan 3. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung 4. Darah bersifat asam 5. Anemia seriang terjadi 6. Benzidin test positif Epistaksis 1. Darah menetes dari hidung 2. Batuk pelan kadang keluar 3. Darah berwarna merah segar 4. Darah bersifat alkalis 5. Anemia jarang terjadi 6. Klasifikasi Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut: 1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria: Dengan atau tanpa gejala klinik BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria: Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

3. Bekas TB Paru dengan kriteria: 7. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

Terapi Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut: Obat Anti TB Esensial Isoniazid (H) Rifampisin (R) Pirasinamid (Z) Streptomisin (S) Etambutol (E) Aksi Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal
Bakteriostatik

Potensi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah

Rekomendasi Dosis (mg/kg BB) Per Minggu Per Hari 3x 2x 5 10 15 10 25 15 15 10 35 15 30 10 50 15 45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang 5

terdiri dari lima komponen yaitu: 1. 2. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut. 3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari. 4. 5. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

PANDUAN OBAT TUBERKULOSIS PARU Untuk program nasional penmberantasan TB Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu penderita dibagi dalam 4 kategori sebagai berikut : 1. Kategori I : Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti Meningitis , TB Milier, Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi kelinan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih dsb. 2. 3. Kategori II tetap positif. Kategori III : Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB diluar paru selain yang disebut dalam kategori I. 4. Kategori IV : Tuberkulosis Kronik. : Kasus kambuh atau gagal dengan dahak

PANDUAN OBAT KATEGORI I Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap hari selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 2 4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat 6

sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB Milier, Spondiolitis dengan kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 7 bulan hingga total pengobatan 8 9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE. PANDUAN OBAT KATEGORI II Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Biula setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan) bila setelah 4 byulan dahak nmasih tetap posistif maka pengobatan di hentikan 2 3 hari, lalu periksa biakan dan uji resistensi kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitive terhadap semua obat dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori I dengan pengawasan ketat. Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi jika data menunjukan resistensi terhadap H dan R maka kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan pengawasabn. PANDUAN OBAT KATEGORI III 2 HRZ / 6 HE 2 HRZ / 4 HR 2 HRZ / 4 H3R3 PANDUAN OBAT KATEGORI IV Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilabn pengobatan kecil sekali. Untuk negara kurang mampu dan dari segi kesehatan masyarakat dapat diberikan H saja seumur hidup. Sedang untuk negara maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu) dapat dicoba pemberian obat berdasarkan sesuai uji resisten atau obat lapis kedua seperti quinolobn, ethioamide, sikloserin, amikasin, kanamisin dsb. 7

8.

Komplikasi Hemoptoe padaTuberkulosis Paru Batuk darah adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal

dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal} batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan / mengerikan yang menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita, sehingga menyebabakan takut untuk berobat ke dokter . Penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah. Sebetulnya sudah ada penyakit dasar tetapi keluhan penyakit tidak mendorong berobat ke dokter. Batuk darah pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluh darah,berhenti sedikit-sedikit pada pengobatan penyakit dasar. TB batuk sedikit-sedikit masif darah melulu, bergumpal. Bronkiektasis campur purulen Apses paru Pneumonia Bronkitis campur purulen warna merah bata encer berbuih sedikit-sedikit campur darah atau lendir.

Penatalaksanaan Hemoptoe Tujuan Umum : 1. membebaskan jalan nafas 2. mencegah aspirasi 3. menghentikan perdarahan dan pengobatan penyakit dasar. Konservative ~ Hemoptoe sedikit (<200ml/24jam} dapat berhenti -obat: codein, doveri, penyakit dasar - diminta tenang, istirahat total, kalau perlu obat penenang ~ Tidur setengah duduk: 13-31% hemopthoe berhenti sendiri MRS 1-4 hari, 87 % berhenti sendiri setelah 4hari MRS ~ Infus atau transfusi Batuk darah masif: tidur trendelenburg ke arah sisi yang sakit{agar tidak aspirasi ke paru yang

sehat} infuse, penghisapan darah , pengambilan bekuan waktu dulu setelah penderita agak tenang kolaps terapi: pnumoperitonium, pneumothoraks artifisial, operasi N. phrenicus Tindakan-tindakan lebih agresif -rigid bronkoskopi,jalan nafas terbuka dan penghisapan darah lebih mudah -FOB untuk suction darah dan mencari lokasi perdarahan + dengan endotrakeal tube untuk keluar. Masuk FOB lebih mudah -pasang endotrakeal tamponade {balon kateter tamponade} - reseksi paru -embolisasi a. bronkialis FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN 9. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik: Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: 1. Aktivitas/istirahat: Gejala: 2. Kelelelahan umum dan kelemahan Dispnea saat kerja maupun istirahat Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat Mimpi buruk Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut) Tanda:

Sirkulasi Gejala: Palpitasi Takikardia, disritmia Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi) Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam 9 Tanda:

mediatinum) 3. TD: hipertensi/hipotensi Distensi vena jugularis

Integritas ego: Gejala: Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas. Tanda: Menyangkal (khususnya pada tahap dini) Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel. Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)

4.

Makanan dan cairan: Gejala: Kehilangan napsu makan Penurunan berat badan Turgor kulit buruk, kering, bersisik Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan

Tanda:

5.

Nyeri dan Kenyamanan: Gejala: Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin menyebar ke bahu, leher atau abdomen. Tanda: Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

6.

Pernapasan: Gejala: Batuk (produktif atau tidak produktif) Napas pendek Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi Peningkatan frekuensi pernapasan Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat Pengembangan dada tidak simetris Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi 10

Tanda:

hiperresonan di atas area yang telibat. 7. Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (crackels posttussive) Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah Deviasi trakeal

Keamanan: Gejala: Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder. Demam ringan atau demam akut. Tanda:

8.

Interaksi Sosial: Gejala: Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

9.

Penyuluhan/pembelajaran: Gejala: Riwayat keluarga TB Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk Gagal untuk membaik/kambuhnya TB Tidak berpartisipasi dalam terapi.

10. Tes Diagnostik Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut: Jenis Pemeriksaan Sputum: -Kultur Mycobacterium tuberculosis positif pada tahap aktif, penting untuk menetapkan diagnosa pasti dan melakukan uji kepekaan terhadap obat. -Ziehl-Neelsen Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer) BTA positif Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk Interpretasi Hasil

11

menunjukkan keaktivan penyakit. Foto thorax Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru, simpanan kalsium lesi sembuh primer, efusi cairan, akumulasi udara, area cavitas, area fibrosa dan penyimpangan struktur mediastinal. Histologi atau kultur jaringan Hasil positif dapat menunjukkan serangan

(termasuk bilasan lambung, urine, ekstrapulmonal cairan serebrospinal, biopsi kulit) Biopsi jarum pada jaringan paru Positif untuk gralunoma TB, adanya giant cell menunjukkan nekrosis. Darah: -LED Indikator stabilitas biologik penderita, respon terhadap pengobatan dan predeksi tingkat penyembuhan. Sering meningkat pada proses aktif. -Limfosit Menggambarakan status imunitas penderita (normal atau supresi) -Elektrolit Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi cairan pada TB paru kronis luas. -Analisa Gas Darah Hasil bervariasi tergantung lokasi dan

beratnya kerusakan paru Tes faal paru Penurunana kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, penurunan saturasi oksigen sebagai akibat dari infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyaki pleural

12

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan imunitas, penurunan kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen. 2. Pola pernapasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara, nyeri dada, proses inflamasi.) 3. Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. 4. (Risiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial. 5. Risiko tinggi trauma/henti napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang pengetahuan tentang pengamanan drainase. 6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status metabolisme (penyakit kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat. 7. Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. INTERVENSI KEPERAWATAN 4.1 Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) b/d penurunan imunitas, penurunan kerja silia, stasis sekret, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen. Intervensi dan Rasional: 1. Kaji fase patologis penyakit (aktif/tidak aktif) dan potensi penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa. Membantu klien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah reaktivasi dan komplikasi. 2. Jelaskan penyebab penyakit, proses dan upaya pencegahan penularan yang dapat dilakukan klien (Anjurkan klien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan sekret pada tisu sekali pakai dan menghindari meludah). Pemahaman klien tentang bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi dapat membantu klien dan orang terdekat mengambil langkah untuk mencegah penularan kepada orang lain. 3. Identifikasi orang lain yang berisiko (anggota keluarga, teman karib) Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi. 13

4. Identifikasi faktor risiko individu terhadap reaktivasi tuberkulosis (alkoholisme, merokok, malnutrisi, minum obat imunosupresant/kortikosteroid, adanya penyulit DM) Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari hal-hal yang dapat menghambat penyembuhan penyakit. 5. Awasi peningkatan suhu tubuh klien Reaksi demam merupakan indikator adanya infeksi lanjut. 6. Tekankan pentingnya melanjutkan terapi obat sesuai jangka waktu yang diprogramkan. Fase aktif berakhir 2-3 hari setelah periode kemoterapi awal tetapi pada caverne atau lesi yang luas risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan. 7. Tekankan pentingnya mengikuti pemeriksaan ulangan (kultur, BTA, foto thoraks) sesuai jadual yang ditetapkan. Pemeriksaan diagnostik tersebut merupakan satu-satunya alat evaluasi keberhasilan terapi, bukan berdasarkan kemajuan klinis penyakit. 4.2 Pola pernapasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara dalam rongga pleura, nyeri dada, proses inflamasi) Intervensi dan Rasional: 1. Identifikasi etiologi/faktor pencetus (kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik) 2. Pemahaman penyebab kolaps paru penting untuk pemasangan WSD yang tepat dan memilih tindakan terapeutik lainnya. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis dan perubahan tanda vital Distres pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok akibat hipoksia. 3. Auskultasi bunyi napas. 4. Bunyi napas dapat menurun/tak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus, segmen paru atau seluruh area paru (unilateral). Kaji pengembangan dada dan posisi trakea. 5. Ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea ke arah sisi yang sehat pada tension pneumothorax. Kaji fremitus. Suara dan taktil fremitus menurun pada jaringan yang terisi cairan dan udara 14

seperti pada pneumothorax. 6. Kaji area nyeri bila klien batuk atau napas dalam. 7. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif dan mengurangi trauma. Pertahankan posisi nyaman (biasanya dengan meninggikan kepala tempat tidur). Balik ke sisi yang sakit dan dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. 8. Meningkatkan inspirasi minimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang sehat. Bila dipasang WSD: - Mempertahankan tekanan negatif intrapleural yang meningkatkan ekspansi paru optimum. 8.2 Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan. - Air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang mencegah udara atmosfir masuk kedalam pleura. 8.3 Observasi gelembung udara dalam botol penampung - Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan keluarnya udara dari pleura sesuai dengan yang diharapkan. Gelembung biasanya menurun seioring dengan bertambahnya ekspansi paru. Tidak adanya gelembung udara dapat menunjukkan bahwa ekspansi paru sudah optimal atau tersumbatnya selang drainase. 9. Setelah WSD dilepas, tutup sisi lubang masuk dengan kasa steril, observasi tanda yang dapat menunjukkan berulangnya pneumothorax seperti napas pendek, keluhan nyeri. Deteksi dini terjadinya komplikasi penting seperti berulangnya pneumothorax. 4.3 Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. Intervensi dan Rasional: 1. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot asesori) Penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan kerja pernapasan.. 15 8.1 Periksa pengontrol penghisap, jumlah hisapan yang benar.

2.

Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum dan adanya hemoptisis. Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronkial dan memerlukan intervensi lebih lanjut.

3.

Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu pasien latihan napas dalam dan batuk yang efektif. Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.

4.

Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan. Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.

5.

Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan penghisapan (suction) Mencegah obstruksi dan aspirasi. Penghisapan diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

6.

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti agen mukolitik, bronkodilator dan kortikosteroid. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan. Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara. Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

4.4 (Risiko tinggi) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, edema bronkial. Intervensi dan Rasional: 1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thorax dan kelemahan. TB paru mengakibatkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopenumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura dan fibrosis yang luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan , dispnea berat dampai distres pernapasan. 2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku. Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat 16

menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh. 3. Tunjukkan dan dorong pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk pasien dengan fibrosis dan kerusakan parenkim paru. Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek 4. Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai keadaan pasien. 5. Menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan pernapsan dan dapat menurunkan beratnya gejala. Kolaborasi pemeriksaan AGD 6. Penurunan kadar O2 (PaO2) dan atau saturasi, peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan. Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru. 4.5 Risiko tinggi trauma/henti napas b/d pemasangan sistem drainase dada, kurang pengetahuan tentang pengamanan drainase. Intervensi dan Rasional: 1. Diskusikan dengan klien tujuan/fungsi pemasangan drainase dada. 2 Informasi tentang bagaimana sistem kerja dan tujuan drainase memberi rasa tenang kepada klien dan mengurangi ansietas. Pastikan keamanan unit drainase (sambungan selang, kemungkinan terlepas, terlipat/tersumbat, teregang) 3. Memastikan selang tidak terlepas atau teregang yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada klien serta memastikan funsi drainase berjalan semestinya. Awasi sisi lubang insersi pemasangan selang, amati kondisi kulit, ganti kasa pentup steril setiap hari atau setiap kali bila kotor atau basah. - Tindakan deteksi dini komplikasi pemasangan drainase dan mencegah komplikasi lebih lanjut. 4. Pastikan keamanan pemasangan drainase bila klien harus meninggalkan unit perawatan untuk tujuan pemeriksaan atau terapi (periksa batas cairan dalam botol, ada tidaknya gelembung udara, perlu tidaknya selang diklem sementara). - Meningkatkan kontinuitas evaluasi optimal selama pemindahan.

4.6 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, peningkatan status metabolisme (penyakit kronis), kelemahan, dispnea, asupan yang tidak adekuat. Intervensi dan Rasional: 17

1.

Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, dan derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah dan diare. - Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat. Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi) - Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki asupan nutrisi. Pantau asupan dan haluaran, timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu). - Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral. - Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat untuk mengobatan sistem respirasi yang dapat merangsang pusat muntah. Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering. - Memaksimalkan asupan nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta menurunkan iritasi saluran cerna. Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat. - Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehuvungan dengan status hipermetabolik klien.

2. 3.

4.

5.

6.

7.

Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein serum dan albumin. - Menilai kemajuan terapi diet dan membantu perencanaan intervensi selanjutnya.

4.7 Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. Intervensi dan Rasional: 1. Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, suasana yang tepat). - Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional dan lingkugan yang kondusif. 2. Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama. - Meningkatkan partisipasi klien dalam program pengobtan dan mencegah putus berobat karena membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadual terapi selesai. 3. Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas, 18

kehilangan pendengaran, vertigo). - Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut. 4. Tekankan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi yang mengandung protein dan kalori yang tinggi serta asupan cairan yang cukup setiap hari. - Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik tubuh. Pendidikan kesehatan tentang hal tersebut meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan penyakitnya.

19

DAFTAR PUSTAKA Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta Soedarsono (2000), Tuberkulosis Paru-Aspek Klinis, Diagnosis dan Terapi , Lab. Ilmu Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TB PARU + HEMOPTOE DI RUANG PARU LAKI RSUD DR SOETOMO SURABAYA Nama Mahasiswa N I M Ruangan Tanggal Pengkajian IDENTITAS KLIEN Nama Umur : Tn. PL : 35 tahun No. Reg. Tgl. MRS Diagnosa : 10220851 : 22 Nopember 2002 : TB Paru Komplikasi Hemoptoe : Subhan, S.Kep : 010030170 B : Paru Laki : 25 Nopember 2002 RSUD Dr. Soetomo Surabaya Jam: 10.15 WIB

Jenis Kelamin : Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Agama Pekerjaan Pendidikan Alamat Penanggung : Islam : Jualan Pangsit : SD : Surabaya : Sendiri

RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY) Riwayat Sebelum Sakit: Penyakit berat yang penah diderita : Hipertensi (-), DM (-) Obat-obat yang biasa dikonsumsi Kebiasaan berobat Alergi Kebiasaan merokok/alkohol : Jamu pegal linu/masuk angin. : Dokter/Puskesmas : Tidak ada : Merokok berhenti 8 bln yl, riwayat minum alkohol (+) pada waktu muda Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan utama : Sesak napas disertai nyeri dada menjalar ke bahu pada pagi hari sebelum MRS (22/11-02). Batuk (+), sputum (-), batuk Riwayat keluhan utama : Sesak napas sejak 6 hari yl (20/11-02), semakin hebat

darah (+) 250 cc. Upaya yang telah dilakukan: -Terapi/operasi yang pernah dilakukan: - Minum OAT dari Puskesmas Tambak Rejo 6 bulan, berjalan sesuai program dan kondisi kesehatan sudah pulih, berat badan bertambah. Klien tidak mengetahui/menyangka kalau penyakitnya akan kambuh kembali. - Dipasang WSD di IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya sejak tanggal 5 April 2002. Riwayat Kesehatan Keluarga Anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama. Riwayat sesak/batuk (+) pada Ibu klien, meninggal pada tahun 1993. Genogram:

Riwayat Kesehatan Lingkungan: -Riwayat Kesehatan Lainnya: -Alat bantu yang dipakai: -Gigi palsu -Kaca mata -Pendengaran -Lainnya (sebutkan) : ya : ya : ya tidak tidak tidak

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : - Klien dalam keadaan lemah, klein tidur dalam posisi head down /trendenlenbeg, kesadaran komposmentis.

22

Tanda-tanda vital, TB dan BB: S : 37 0C axilla rectal oral N : 92 x/mnt teratur kuat lemah Lainnya (sebutkan) -TB : 155 cm BB : 46 kg. Body Systems: Pernapasan (B1: Breathing) Hidung terpasang kanula oksigen 2l/menit Trachea tidak ada kelainan Terdapat retraksi dada, batuk darah kira-kira 250 cc, napas dangkal. Suara tambahan terdengar bunyi ronchi pada paru kanan. Bentuk dada : simetris Cardiovaskuler (B2: Bleeding) Dada terasa neyri bila untuk membatukan dahak., palpitasi tidak ada, clubbing fingger tidak ada. Suara jantung normal. Edema : tidak ada. Persyarafan (B3: Brain) Kesadaran Compomentis, GCS : 4 - 5 - 6 Kepala dan wajah : tak da kelainan. Mata : sklera putih, Conjungtiva :merah muda, pupil : isokor. Leher : tak ada kelaianan. Reflek batuk ada, tapi tidak keras. Persepsi sensoris : Pendengaran normal /dbn. Penglihatan : normal /dbn. Perabaan : normal /dbn. : normal /dbn. Penciuman : normal /dbn. Pengecapan : TD : 120/80 mmHg lengan kiri berbaring duduk RR : 20 x/mnt normal cyanosis cheynestoke kusmaul HR : 92 x/mnt teratur tidak teratur

tidak teratur lengan kanan

Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder) Produksi urine : 1500 ml. Tak tentu. Warna : kuning kecoklatan, Bau : Khas. Tidak ada masalah Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel) 23

Mulut dan tenggorokan : mulut keadaan kotor ada bekas cairan darah. Abdomen : tak ada kelainan. Rektum tak ada kelainan, BAB 1 x/hari, Diet TKTP, Bubur, tiap makan dihabiskan Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone) Kemampuan pergerakan bebas, perese tidak ada. Extrimitas atas dan bawah tidak ada kelainan. Tulang belakang tidak ada kelainan. Kulit : kuning kecoklatan. Akral dingin basah. Turgor cukup. Sistem Endokrin Tak ada kelainan POLA AKTIVITAS Makan: Frekuensi Jenis menu Yang disukai Yang tidak disukai Pantangan Alergi Minum: Frekuensi Jenis minuman Yang disukai Yang tidak disukai Pantangan Alergi Kebersihan diri: Mandi Keramas Sikat gigi Memotong kuku Ganti pakaian Masalah : 2-3 x/hari : 2-3 x/minggu : 2-3 x/hari : 1 x/minggu : 2-3 x/hari : tidak ada. : 6-7 x/hari : air putih, teh : teh : -: pantangan agama : -: 3 x/hari, waktu makan tidak teratur :Nasi, lauk (ikan, telur, tempe, tahu, ayam, daging), sayur (asam, bayam, wortel, kangkung) : tidak spesifik : pantangan agama : pantangan agama : tidak ada

24

Istirahat dan aktivitas: Tidur siang Tidur malam Aktivitas sehari-hari : lama - jam; jam - s/d jam : lama 4 jam; jam 01.30 s/d jam 05.30 : Pemasaran/penagihan usaha bahan bangunan; lamanya 7 jam; jam 10.00 s/d jam 17.00 WIB Satpam komp. Perumahan; lamanya 21.00 jam; jam 21.00 s/d jam 01.30 WIB PSIKOSOSIAL Sosial/Interaksi: Dukungan keluarga: aktif aktif Reaksi saat interaksi: tidak kooperatif defensif curiga ramah Konflik yang terjadi terhadap: Peran Spiritual: Konsep tentang penguasa kehidupan: Tuhan Allah Tuhan Allah Dewa Dewa Lainnya (sebutkan) . Lainnya (sebutkan) . Lainnya (sebutkan) . Sumber kekuatan/harapan saat sakit: Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini Sholat Baca kitab suci diharapkan saat ini: Lewat ibadah Rohaniawan Makanan saat ini: Ya Tidak 25 Tindakan Lainnya (sebutkan) . Obat-obatan Lainnya (sebutkan) -Upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan agama: Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam menghadapi situasi sakit Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual agama yang Nilai lainnya (sebutkan) - kontak mata lainnya (sebutkan) kooperatif, bermusuhan mudah tersingung kurang kurang tidak ada tidak ada Dukungan kelompok/teman/masyarakat:

Keyakinan/kepercayaan bahwa penyakit dapat disembuhkan: Ya Hukuman Tidak Cobaan/peringatan Lainnya (sebutkan) Penyakit ini disebabkan
oleh kelalaian sendiri berhenti minum OAT sebelum jangka waktu yang ditentukan.

Persepsi terhadap penyebab penyakit

Kebutuhan Pembelajaran: Pengetahuan tentang penyebab penyakit: Ya Tidak Keliru Klien mengetahui bahwa penyakit TB Paru disebabkan olek sejenis kuman. Pengetahuan tentang proses perjalanan penyakit/proses penularan : Ya Tidak Keliru Lainnya (sebutkan) Klien menyatakan tidak memahami dengan jelas bagaimana proses
penularan penyakit TB Paru.

Pengetahuan tentang upaya penyembuhan penyakit: Pengobatan Pembedahan Perawatan Nutrisi Lainnya (sebutkan)
- Klien meminta penjelasan tentang pengobatan, pemeriksaan ulang dan perawatan penyakitnya.

Pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik (jelaskan): Laboratorium Radiologi Lainnya Ya


: kurang mengerti : melihat kelainan pada paru-paru :-

Gejala/tanda kekambuhan: Sebagian Keliru Lainnya (sebutkan) .

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : tanggal 22 Nopember 2002

- Hb 13 g %; Lekosit 19; Thrombosit 386; PCV 0,39; GDA 105, SGOT 22, BUN 12. X Ray : tanggakl 22 Nopember 2002 Kesan : Multi cavitas Apeks Dextra, Fibro infiltrat Dextra, Fibrocalsifikasi

26

TERAPI Transamin cap 3x1 Codein 3x1mg OAT tetap fase intermitrent ( R H )

27

ANALISA DATA
Data DS:-Klien menyata- kan pernah berobat di Minum OAT dari Puskesmas Tambak Rejo 6 bulan, berjalan sesuai program dan kondisi kesehatan sudah pulih - Klien tidak mengetahui/menyangka ka-lau penyakitnya akan kambuh kembali. - Klien tidak memahami dengan jelas bagaimana proses penularan tuberkulosis. DO:X Ray : Kesan : Apeks infiltrat Fibrocalsifikasi Minum OAT secara rutin. DS: - Tidak ada Riwayat putus berobat/berhenti minum OAT (+) - Klien bekerja sebgi penjual pangsit. - Klien meminta pen-jelasan tentang peng-obatan, pemeriksaan ulang dan perawatan penyakitnya. Multi cavitas Dextra, Fibro Dextra, Penyebab Infeksi primer tuberkulosis paru Penurunan imunitas dan Terapi OAT tidak adekuat Infeksi kronis tuberkulosis paru Risiko infeksi sekunder (reaktivasi) dan penyebaran penularan penyakit Masalah Risiko tinggi terha-dap infeksi (reaktivasi) nyebaran penyakit. sekunder dan pepenularan

Klien dengan penyakit Tuberkulosis Paru Kebutuhan terhadap informasi tentang proses terapi, pemeriksaan ulang dan perawatan penyakit Tuberkulosis Paru Kurang terpajan/Salah interpretasi/ Keterbatasan kognitif/ Informasi yang ada kurang akurat/lengkap Kurang Pengetahuan

Kurang (tentang

pengetahuan proses tera-

pi,kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit).

11. 1.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Risiko tinggi terhadap infeksi sekunder (reaktivasi) dan penyebaran penularan penyakit b/d penurunan imunitas dan kurang pengetahuan tentang proses reaktivasi dan penularan penyakit. 2. Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi keterbatasan kognitif, kurang akurat/ lengkapnya informasi yang ada. informasi,

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Tgl & No.


26/11-02

Dx.Keperawatan & Kriteria Hasil

Rencana Tindakan

Rasional

1.

Risiko tinggi terhadap 1. Kaji fase klinis penyakit infeksi sekunder (reak(aktif / tidak aktif) dan tivasi) dan penyebaran pemahaman kien tentang potensi penularan penyakit b/d penyebaran infeksi melalui penurunan imunitas dan droplet udara selama batuk, kurang pengetahuan bersin, meludah, bicara dan tentang proses reaktivasi tertawa. dan penularan penyakit. Kriteria Hasil: 2. Jelaskan penyebab penyakit, 1. Klien mampu mengproses penularan dan upaya identifikasi tindakan pencegahan penularan yang pencegahan risiko pedapat dilakukan klien (Anjurkan nyebaran infeksi. klien untuk batuk/bersin dan 2. Klien mampu mengmengeluarkan sekret pada tisu identifikasi tindakan sekali pakai dan menghindari pencegahan risiko remeludah). aktivasi infeksi tuberkulosis. 3. Identifikasi orang lain yang berisiko (anggota keluarga, teman karib)

Membantu klien menyadari dan menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah reaktivasi, komplikasi dan penularan kepada orang lain. Pemahaman klien tentang bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi dapat membantu klien dan orang terdekat mengambil langkah untuk mencegah penularan kepada orang lain. Orang-orang yang terpajan ini perlu pemeriksaan kesehatan untuk memastikan tidak terjadinya penularan tuberkulosis. Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari hal-hal yang dapat menghambat penyembuhan penyakit. Reaksi demam merupakan indikator adanya infeksi lanjut.

4.

Identifikasi faktor risiko individu terhadap reaktivasi tuberkulosis (alkoholisme, merokok, malnut-risi,minum obat imunosupresant/ kortikosteroid, adanya penyulit DM) 5. Awasi perubahan tandatanda vital dan peningkatan gejala reaktivasi penyakit klien.

Fase aktif berakhir 2-3 hari setelah periode kemoterapi 6. Tekankan pentingnya awal tetapi pada caverne melan-jutkan terapi obat sesuai atau lesi yang luas risiko jangka waktu yang penye-baran infeksi dapat diprogramkan. ber-lanjut sampai 3 bulan. Pemeriksaan diagnostik tersebut merupakan satusatunya alat evaluasi pentingnya keberhasilan terapi, bukan

7.

Tekankan

mengikuti pemeriksaan ulangan berdasarkan kemajuan (kultur, BTA, foto thoraks) klinis penyakit sesuai jadual yang ditetapkan. Antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder 8. 2. Kurang pengetahuan (tentang proses terapi, kemungkinan kambuh dan perawatan penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/ lengkapnya informasi yang ada. Kriteria Hasil: 1. Klien akan menyatakan pemahaman tentang proses penyembuhan penyakit, kebutuhan pengobatan dan pemeriksaan ulang untuk menilai hasil terapi 2. Klien dapat mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi/intervensi lebih lanjut. Laksanakan pemberian obat sesuai program terapi: - Transamin cap 3x1 - Codein 3x1mg Keberhasilan proses pem- OAT tetap fase intermitrent belajaran dipengaruhi oleh (RH) kesiapan fisik, emosional dan lingkugan yang 1.Kaji kemampuan klien untuk kondusif. mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umum, Meningkatkan partisipasi pengetahuan klien sebelumnya, klien dalam program suasana yang tepat). pengobatan dan mencegah putus berobat karena 2.Jelaskan tentang dosis obat, membaiknya kondisi fisik frekuensi pemberian, kerja yang klien sebelum jadual terapi diharapkan dan alasan mengapa selesai. pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama. Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang memerlukan evaluasi 3.Ajarkan dan nilai kemampuan lanjut. klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, Diet TKTP dan cairan yang kesulitan bernapas, kehilangan adekuat memenuhi pependengaran, vertigo). ningkatan kebutuhan metabolik tubuh. Pendidikan 4. Tekankan pentingnya memper- kesehatan tentang hal tahankan asupan nutrisi yang tersebut meningkatkan mengandung protein dan kalori kemandirian klien dalam yang tinggi serta asupan cairan perawatan penyakitnya. yang cukup setiap hari.

31

TINDAKAN KEPERAWATAN Tgl 27/11-0 2 1. Kaji fase klinis penyakit (aktif / tidak aktif) dan pemahaman kien tentang potensi penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara dan tertawa. 2. Menjelaskan penyebab penyakit, proses Subhan Jam 10.00 Dx. 1 Tindakan Keperawatan Nama Perawat

penularan dan upaya pencegahan penularan yang dapat dilakukan klien (Menganjurkan klien untuk batuk/bersin dengan menutup mulut dengan sapu tangan dan mengeluarkan sekret pada tisu sekali pakai dan menghindari meludah di sembarang tempat). 3. Mengidentifikasi orang lain yang berisiko (anggota keluarga, teman karib) - Orang lain yang berisiko adalah isteri klien dan satu orang anaknya. 4. Mengdentifikasi terhadap reaktivasi faktor risiko individu

tuberkulosis

(alkoholisme,

merokok, malnutrisi, minum obat imunosupresant/ kortikosteroid, adanya penyulit DM) - Klien tidak minum alkohol, tidak merokok, status nutrisi cukup, tidak minum obat-obatan imunosupresant/kortikosteroid 5. Memeriksa tanda-tanda vital dan peningkatan gejala reaktivasi penyakit klien. - Tanda-tanda vital dalam batas normal (RR 18 dan tidak menderita penyakit DM (GDA 105 tgl 22/11-02)

x/mnt, DN 80 x/mnt, TD 120/80, SB 37 0C) - Tidak ada gejala/tanda reaktivasi (batuk, sesak, nyeri dada, demam, penurunan napsu makan). 6. Mendiskusikan diprogramkan. 7. Mendiskusikan dengan klien pentingnya dengan klien pentingnya

melanjutkan terapi obat sesuai jangka waktu yang

mengikuti pemeriksaan ulangan (kultur, BTA, foto thoraks) sesuai jadual yang ditetapkan. 8. Memberikan obat sesuai program terapi: Dx. 2 1. Mengkaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, suasana yang tepat). 2. Menjelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan mengapa pengobatan TB berlangsung dalam waktu lama. 3. Mengajarkan dan menilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas, kehilangan pendengaran, vertigo). 4. Menekankan pentingnya mempertahankan asupan nutrisi yang mengandung protein dan kalori yang tinggi serta asupan cairan yang cukup setiap hari. Transamin cap 3x1 Codein 3x1mg OAT tetap fase intermitrent ( R H )

33

EVALUASI Tgl & No. 28/4-02 1. Nama Perawat tentang Subhan

Diagnosa Jam 09.00 Risiko tinggi ter- S: Klien

Evaluasi

menyatakan

pemahamannya

hadap infeksi sekunder (reaktivasi) dan penyebaran penularan penyakit b/d penu-

potensi penyebaran infeksi melalui droplet yang keluar pada saat batuk, bersin, meludah berbicara dan tertawa.

runan imunitas dan O: Klien tidak menunjukkan perilaku batuk/bersin kurang tentang laran penyakit. pengetahuan proses tanpa menutup mulut dengan sapu tangan atau meludah di sembarang tempat. A: Masalah teratasi. P: Ingatkan kembali klien tentang risiko

reaktivasi dan penu-

reaktivasi dan penyebaran penularan penyakit serta upaya pencegahan yang dapat dilakukan klien sebelum pulang (KRS).

2.

Kurang pengetahuan S: -Klien menyatakan persetujuannya untuk melan(tentang proses terapi,kemungkinan kambuh dan pera-watan penyakit) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/ O: -Klien dapat menyebutkan gejala/tanda reak-tivasi TB Paru (batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri lengkapnya informasi dada, demam/berkeringat malam hari, napsu makan yang ada. berkurang dan penurunan berat badan) -Klien berpartisipasi dalam program terapi dan pemeriksaan selama masa rawat inap. A: Masalah teratasi. hasil jutkan terapi sesuai dengan program pengobatan TB Paru. -Klien menyatakan persetujuannya untuk melakukan pemeriksaan ulang untuk menilai pengobatan dan perkembangan kesehatannya.

Subhan

P: Ingatkan

kembali

klien

tentang

tentang

proses terapi dan perawatan penyakit sebelum pulang (KRS).

35

You might also like