Professional Documents
Culture Documents
PERITONITIS
ADALAH PERADANGAN YANG DISEBABKAN
INFEKSI PERITONIUM
LANJUTAN
Peritoneum merupakan membran yang terdiri dari satu
lapis sel mesothel yang dipisah dari jaringan ikat vaskuler dibawahnya oleh membrane basalis. Ia membentuk kantong tertutup dimana visera dapat bergerak bebas didalamnya. Luas permukaannya mendekati luas permukaan tubuh yang pada orang dewasa mencapai 1,7m2. Ia berfungsi sebagai membrane semipermeabel untuk difusi 2 arah untuk cairan dan partikel. Luas permukaan untuk difusi seluas 1m2
LANJUTAN
Pada rongga peritoneum dewasa sehat terdapat 100cc
cairan peritoneal yang mengandung protein 3 g/dl. Sebagian besar berupa albumin. Jumlah sel normal adalah 33/mm3 yang terdiri dari 45% makrofag, 45% sel T, 8% sisanya terdiri dari NK, sel B, eosinofil, dan sel mast serta sekretnya terutama prostasiklin dan PGE2. Bila terjadi peradangan jumlah PMN dapat meningkat sampai > 3000/mm3 Dalam keadaan normal, peritoneum dapat mengadakan fibrinolisis dan mencegah terjadinya perlekatan
DIAFRAGMA PENGHANCURAN BAKTERI OLEH SEL IMUN LOKALISASI INFEKSI SEBAGAI ABSES
ETIOLOGI
Peritonitis primer (Spontaneus):Disebabkan oleh
invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari rongga peritoneum. Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Kirakira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.
LANJUTAN
Peritonitis sekunder :Penyebab peritonitis sekunder paling
sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus halus
Peritonitis tertier :Peritonitis yang mendapat terapi tidak
adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat tindakan operasi sebelumnya. Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi generalized (peritonitis) dan localized (abses intra abdomen).
PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri
adalah keluarnya eksudat fibrinosa Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.
dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik
elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis
dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial
Manifestasi klinik
Gejala: 1.Nyeri abdomen 2.anoreksia,mual,muntah,demam 3.Facies Hipocrates:expresi gelisah 4.syok
Tanda
Tanda vital:
Inspeksi:distensi abdomen + Auskultasi:suara borborygmi + Perkusi:pekak hepar menghilang Palpasi:nyeri tekan +,nyeri lepas +
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:Pada kasus peritonitis hitung sel darah
putih biasanya lebih dari 20.000/mm3 radiologi:Pada foto thorak dapat memperlihatkan proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Dengan menggunakan foto polos thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibat adanya udara bebas dalam cavum peritoneum daripada dengan menggunakan foto polos abdomen
penatalaksanaan
Perioperatif:
1.resusitasi cairan 2.antibiotik 3.oksigen dan ventilator 4.intubasi dan pemasangan kateter
Operatif:
Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus, reseksi
usus dengan anstomosis primer atau dengan exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan selama operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan dari cavum peritoneum seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri virulen
Kontrol Sepsis Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk
menghilangkan semua material-material yang terinfeksi, mengkoreksi penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi lanjut. Kecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik operasi yang terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan tersebut harus dibuang. Radikal debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum dan organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit primer lalu diobati, dan mungkin memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata) atau drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki kavum peritoneum
Peritoneal Lavage Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3
liter) dapat menghilangkan material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik pada cairan irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat memicu adhesi (misal: tetrasiklin, povidone-iodine). Antibiotik yang diberikan cecara parenteral akan mencapai level bakterisidal pada cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian bersama lavage. Terlebih lagi, lavage dengan menggunakan aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas dan komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari neuromuscular junction. Setelah dilakukan lavage, semua cairan di kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat menghambat mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan membuang permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri
abdominal dan peritonitis lokal dengan cairan yang cukup banyak. Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan, karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan udara luar yang dapat menyebabkan kontaminasi. Drainase profilaksis pada peritonitis difus tidak dapat mencegah pembentukan abses, bahkan dapat memicu terbentuknya abses atau fistula. Drainase berguna pada infeksi fokal residual atau pada kontaminasi lanjutan. Drainase diindikasikan untuk peradangan massa terlokalisasi atau kavitas yang tidak dapat direseksi
Pengananan Postoperatif: Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak stabil. Tujuan utama adalah untuk mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi organorgan vital., dan mungkin dibutuhkan agen inotropik disamping pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder
KOMPLIKASI
Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya
dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal, pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu pertama postoperasi. Demam tinggi yang persisten, edema generalisata, peningkatan distensi abdomen, apatis yang berkepanjangan merupakan indikator adanya infeksi abdomen residual. Hal ini membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut misalnya CT-Scan abdomen. Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ yang multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun
PROGNOSIS
Tingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah
sekitar 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan kondisi kesehatan awal pasien. Tingkat mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforata atau apendisitis, pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi bakteri, dan pada pasien yang terdiagnosis lebih awal
TERIMA KASIH