You are on page 1of 10

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Pendahuluan Upaya Nurhaida untuk mendapatkan anaknya kembali dari suaminya pupus sudah bahkan usahanya justru membawa malapetaka baginya karena suaminya berhasil menjebloskannya ke penjara. Mike (bukan nama sebenarnya) yang merupakan WNA itu melaporkan istrinya itu pada kepolisian dengan delik pencurian dan Nurhaida divonis bersalah oleh hakim dan menjatuhkan hukuman setahun penjara. Meskipun telah divonis hakim tidak menyurutkan langkah Nurhaida memperjuangkan hak-haknya, misalnya memperoleh kembali buah hatinya yang disembunyikan suaminya itu. Upaya banding pidananya baru dikabulkan hakim PT Pekanbaru setelah dia telah menghabiskan masa tahanannya, sementara upaya perdata merebut anaknya masih dalam proses persidangan dan berharap keadilan berpihak lagi padanya. Berita seorang nenek tua yang dipenjarakan karena mencuri 5 buah kakao (coklat) sebab tidak memiliki makanan lagi dirumahnya menjadi berita hangat disejumlah media televisi. Banyak orang merasa miris atas peristiwa itu karena hanya dengan beberapa buah coklat saja bisa memenjarakan nenek yang telah tua renta itu. Desakan kemanusian yang dilontarkan sebagian besar orang akhirnya berbuahkan vonis hakim hanya satu bulan penjara bagi si nenek namun langsung dibebaskan karena masa tahanannya telah melampaui satu bulan kurungan sebelumnya. Kasus video porno yang melibatkan tiga orang artis paling ngetop yaitu Ariel Peterpan, Luna Maya dan Cut Tari yang menjadi berita paling menghebohkan sepanjang tahun 2010 karena banyak masyarakat yang telah melihat dan memiliki video adegan mesum. Semua pihak mencibir dan menyudutkan prilaku para artis itu bahkan tidak sedikit yang mengusulkan memboikot seluruh aktvitas mereka. Namun ada juga segelintir orang yang prihatin dan membela ketiganya dari penghakiman yang bertubi-tubi dari segenap masyarakat. Setidaknya kelompok ini mendorong agar masyarakat menilai proporsional dan tidak subjektif belaka sehingga bisa menciderai hak-hak azasi. Sejumlah kisah diatas menjadi contoh untuk merefleksikan warga negara yang sedang memperjuangkan haknya menuntut keadilan. Dan hampir setiap hari persoalan-persoalan seperti

ini menghiasi semua media cetak maupun elektrik dari seluruh penjuru negeri. Persoalan keadilan tidak selalu bagian adegankan orang tak mampu/kaum marginal saja, pengusaha juga kerap meminta keadilan hukum agar lahan usahanya dibebaskan dari rumah liar. Apalagi sejak lahirnya era reformasi semua masyarakat bisa dengan mudah menuntut keadilan dengan berbagai cara, mulanya bertindak secara formal selanjutnya bisa melakukan hal-hal informal dan anarkis. Layaknya sebuah negara harus memiliki seperangkat hukum untuk mengatur dan melindungi warganya untuk menciptakan ketertiban umum, juga negara harus memberikan jaminan kebebasan bagi rakyatnya untuk memperoleh penghidupan yang layak. Jaminan itu adalah atas hak-hak yang dimiliki oleh tiap-tiap warga negara sebagaimana tertuang dalam bunyi konstitusi kita. Sebaliknya masyarakatpun diikat melakukan sesuatu terhadap negara akibat munculnya hak itu yang disebut sebagai kewajiban. Pemahaman tentang hak dan kewajiban dikaitkan dengan hak azasi manusia (HAM). HAM adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang sebagai ciptaan Tuhan agar mampu menjaga harkat, martabat dan keharmonisan lingkungan. Hak asasi merupakan hak dasar yang melekat secara kodrati pada diri manusia dengan sifatnya yang universal dan abadi. Karena sifatnya yang mendasar itu maka harus dilingdungi, dihormati, dipertahankan, tidak boleh diabaikan, tidak boleh dikurangi dan dirampas oleh siapapun. HAM telah mendapat jaminan atas perlindungannya oleh negara melalui pernyataaan tertulis yang harus dimuat dalam UUD 1945. Bahkan semakin ditekankan dalam bentuk peraturan perundang-undangan sebagai turunannya sebagaimana tercantum pada pasal 1 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa negara, hukum dan pemerintah serta tiap-tiap orang wajib menghormati, menjunjung tinggi dan melindungi hak asasi manusia.

Hak dan Kewajiban


Hak dapat diartikan sebagai sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri, misalnya hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru dan sebagainya. Sementara kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, misalnya

membayar pajak kendaraan, mematuhi lalulintas dan sebagainya. Sebagai warga negara yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita dengan tertib. Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang meliputi.

a. Hak dan kewajiban dalam bidang politik

Pasal 27 ayat (1) menyatakan, bahwa Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya . Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu: 1.Hak untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan. 2. Kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan.

Pasal 28 menyatakan, bahwa Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang . Arti pesannya adalah: 1. Hak berserikat dan berkumpul. 2. Hak mengeluarkan pikiran (berpendapat). 3. Kewajiban untuk memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturanaturan lainnya, di antaranya: Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai azasnya, semua media pers dalam mengeluarkan pikiran (pembuatannya

selain bebas harus pula bertanggung jawab dan sebagainya) b. Hak dan kewajiban dalam bidang sosial budaya

Pasal 31 ayat (1) menyatakan, bahwa Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan undangundang.

Pasal 32 menyatakan bahwa Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.

Arti pesan yang terkandung adalah: 1. Hak memperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun kejuruan. 2. Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah. 3. Kewajiban mematuhi peraturan-peraturan dalam bidang kependidikan. 4. Kewajiban memelihara alat-alat sekolah, kebersihan dan ketertibannya. 5. Kewajiban ikut menanggung biaya pendidikan. 6. Kewajiban memelihara kebudayaan nasional dan daerah. Selain dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga negara tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Arti pesannya adalah: 7. Hak untuk mengembangkan dan menyempurnakan hidup moral keagamaannya, sehingga di samping kehidupan materiil juga kehidupan spiritualnya terpelihara dengan baik. 8. Kewajiban untuk percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. c. Hak dan kewajiban dalam bidang Hankam

Pasal 30 menyatakan, bahwa Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Arti pesannya:
o

bahwa setiap warga negara berhak dan wajib dalam usaha pembelaan negara.

d. Hak dan kewajiban dalam bidang Ekonomi

Pasal 33 ayat (1), menyatakan, bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

Pasal 33 ayat (2), menyatakan bahwa Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Pasal 33 ayat (3), menyatakan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 34 menyatakan bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Arti pesannya adalah: 1. Hak memperoleh jaminan kesejahteraan ekonomi, misalnya dengan tersedianya barang dan jasa keperluan hidup yang terjangkau oleh daya beli rakyat. 2. Hak dipelihara oleh negara untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar. 3. Kewajiban bekerja keras dan terarah untuk menggali dan mengolah berbagai sumber daya alam. 4. Kewajiban dalam mengembangkan kehidupan ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak merugikan kepentingan orang lain. 5. Kewajiban membantu negara dalam pembangunan misalnya membayar pajak tepat waktu.

Warga Negara Indonesia Warga negara menurut Undang-Undang Dasar pasal 26 (1) adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Sedangkan menurut Undang-Undang no. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia menyatakan bahwa Warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.

Setiap warga negara suatu negara

berarti anggota dari negara itu yang merupakan

pendukung dan penanggungjawab terhadap kemajuan dan kemunduran suatu Negara. Oleh sebab itu seseorang yang akan menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum Negara menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan di pasal 28 E ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi berikut : a. Penduduk , ialah yang memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di wilayah Negara itu, yang dapat dibedakan warga negara dengan warga Negara asing (WNA). b. Bukan Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa yang diberikan oleh negara (kantor imigrasi) yang bersangkutan, misalnya turis. Asas Kewarganegaraan : Setiap Negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas kewarganegaraan. Dalam asas kewarganegaraan dikenal dua pendoman penentuan status kewarganegaraan, sbb : 1. Asas Kelahiran (Ius soli) Penentuan status kewarganegaaran berdasarkan tempat atau daerah kelahiran seseorang. Pada awalnya asas kewarganegaraan hanyalah berdasarkan ius soli, sebagai suatu anggapan bahwa seseorang lahir disuatu wilayah Negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga Negara tersebut. Namun dengan tingginya mobilitas manusia diperlukan asas lain yang tidak hany berpatokan pada kelahiran sebagai realitas bahwa orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda akan menjadi bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan ditempat salah satu orangtuanya (misalnya ditempat ibunya). Jika asas ius soli ini tetap dipertahankan maka sianak tidak berhak untuk mendapatkan status kewarganegaraan bapaknya.

2. Asas Keturunan (Ius sanguinis) Pedoman kewarganegaraan bersadarkan pertalian darah atau keturunan. Jika suatu negara menganut asas ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara seperti Indonesia maka anak tersebut berhak mendapat status kewarganegaraan orang tuanya, yitu warga negara Indonesia. 3. Asas Perkawinan Status kewarganegaraan dapat dilihat dari sisi perkawinan yang memiliki asas kesatuan hokum, yaitu paradigm suami istri atau ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang mendambakan suasana sejahtera, sehat dan bersatu. Disamping itu asas perkawinan mengandung asas persamaan derajat, karena suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak.Asas ini mengindari penyelundupan hokum, misalnya seorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu Negara dengan cara berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut, setelah mendapatkan kewarganegaraan itu ia lalu menceraikan istrinya. 4. Unsur Pewarganegaraan (naturalisasi) Upaya aktif seseorang untuk mengajukan menjadi warga negara suatu negara. Namun semua negara yang menerapkan ini cenderung memberlakukan syarat yang berat dan hanya diberikan pada orang-orang yang dianggap telah berjasa atau diharapkan memberikan mamfaat bagi Indonesia secra luar biasa.

Pewarganegaraan belum tentu dapat diselesaikan dengan cara asas-asas diatas, justru dapat menciptakan persoalan penentuan kewarganegaraan seseorang sebagai berikut : 1. Apabila seseorang tidak mendapatkan kewarganegaraan disebabkan oleh orang tersebut lahir disebuah negara yang menganut asas ius sanguinis, sementara tidak ada perwakilan negara orang untuk mengurus pengakuan warg negaranya. Kasus ini dikenal sebagai apatride.

2. Persoalan kewarganegaraan apabila seseorang mendapatkan dua kewarganegaraan, satu berasal dari orang tua yang mana negaranya menganut asas sangunis, satu lagi akibat kelahirannya dii suatu Negara yang menganut asas ius soli. Kasus ini dikenal sebagai bipatride. 3. Apabila seseorang tinggal di daerah perbatasan antara dua negara, keadaan ini disebut multipatride. Dalam rangka memecahkan problem kewarganegaraan diatas setiap Negara memiliki peraturan sendiri-sendiri yang prinsip-prinsipnya bersifat universial sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat (4) bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Oleh sebab itu Negara Indonesia melalui UU no. 62 tahun 1958 tentang kewarganegaraan Indonesia telah diatur cara memperoleh kewarganegaraan. Lahirnya UU no. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan semakin mempertegas dan menyempurnakan peraturan yang lama. Adapun cara memperoleh kewarganegaraan menurut UU no 12 tahun 2006 adalah sbb : 1. setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI 2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI 3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya 4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut 5. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI 6. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI 7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin

8. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya. 9. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui 10. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya 11. anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan 12. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi 1. anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing 2. anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan 3. anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia 4. anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI. Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai berikut : 1. Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan Indonesia

2. Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun tidak berturutturut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda. Berbeda dari UU Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18 tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih lanjut mengenai hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007. Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis; ditambah dengan ius soli terbatas (lihat poin 8-10) dan kewarganegaraan ganda terbatas (poin 11).

=====+++====

You might also like