You are on page 1of 6

DAMPAK PEMBUKAAN HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN Hutan merupakan salah satu bentuk ekosistem dengan tujuan khusus

sebagai kawasan yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan yaitu mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah, baik dalam kawasan hutan yang bersangkutan maupun kawasan di sekitarnya. Kondisi ekologis kawasan hutan akan sangat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup daerah di sekitar hutan. Perubahan penggunaan lahan menyebabkan bertambahnya lahan kritis, meningkatnya erosi tanah dan sedimentasi serta banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Secara ekonomis jangka pendek, perubahanpenggunaan lahan ini terlihat rasional karena banyak nilai dan manfaat secara langsung yang dapat diperoleh yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat. Tetapi di sisi lain, perubahan penggunaan lahan seringkali tidak memperhitungkan hilangnya berbagai manfaat perlindungan lingkungan dari kawasan lindung atau di lahan berhutan (Crook dan Clapp, 1988) Dewasa ini sejalan dengan perkembangan pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk, terjadi pula peningkatan kebutuhan hidup terutama kebutuhan primer, seperti sandang, pangan, dan papan. Masyarakat perdesaan yang bermukim di sekitar kawasan batas hutan dalam berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya cenderung berpola ekstensif, dan banyak melakukan perambahan hutan sebagai bagian dari mata pencaharian, dengan demikian maka kawasan batas hutan(forest margin) merupakan daerah yang sangat rawan terjadi perambahan oleh penduduk di sekitar hutan tersebut. Pada kawasan batas hutan yang telah banyak dirambah oleh penduduk., akan terjadi perubahan penggunaan lahan menjadi usaha pertanian, seperti: sawah, lading atau kebun-kebun rakyat. Perambahan hutan tersebut akan berdampak pada perubahan karakteristik ekosistem, termasuk di dalamnya adalah karekteristik fisik vegetasi, sehingga akan berpengaruh pada kemampuan intersepsi hujan oleh vegetasi penutup tanah. Perubahan vegetasi hutan manjadi areal terbuka yang tidak bervegetasi atau menjadi areal pertanian juga akan berdampak terhadap perubahan daya tahan permukaan tanah, erosi dipercepat, dan produksi hasil air di kawasan tersebut. Pengelolaan kawasan hutan merupakan usaha untuk menjaga keserasian dan kelestarian ekosistem, serta menigkatkan manfaat sumber daya lahan dan air yang optimal, yaitu menghindari banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau serta memperkecil terjadinya erosi. Kegiatan pembukaan hutan ini menyebabkan rusaknya fungsi hutan, seperti fungsi sumber keanekaragaman hayati, fungsi menjaga tata air, fungsi pembersih udara.

Pengaruh Pembukaan Hutan 1. Terhadap Sumber Daya Lahan Pemadatan tanah, kehilangan struktur tanah bahkan kehilangan lapisan atas tanah yang menghasilkan perubahan sifat fisik dan kimia tanah. 2. Pengaruh Sifat fisik tanah Pembukaan hutan selalu mengakibatkan pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat, penebangan secara mekanis dan teknik pengangkutan. Pemadatan tanah disebabkan oleh kehilangan struktur tanah sehingga terjadi penurunan infiltrasi, daya tamping air permukaan dan peningkatan aliran permukaan. 3. Terhadap Erosi Tanah Tanaman hutan melindungi permukaan tanah dari erosi. Ketika tanaman dihilangkan selama pembukaan hutan permukaan tanah menjadi rentan terhadap pukulan energy kinetic butir hujan dan akhirnya butiran tanah menjadi tarangkut. 4. Terhadap Potensi Sumber Kesehatan Secara umum dampak Pembukaan hutan terhadap lingkungan sangat luas, antara lain kerusakan ekologi, menurunnya keanekaragaman sumber daya hayati dan ekosistemnya, serta penurunan kualitas udara. Dampak pembukaan menyangkut berbagai aspek, baik fisik maupun non fisik, langsung maupun tidak langsung pada berbagai bidang maupun sektor, berskala lokal, nasional, regional, maupun global. Sebagian dapat disebutkan antara lain pada aspek kesehatan, penurunan kualitas lingkungan hidup (kesuburan lahan, biodiversitas, pencemaran udara, dst.), emisi GRK yang selanjutnya menimbulkan permanasan global dan perubahan iklim. 5. Terhadap Ekosistem Hewan Pembukaan hutan yang selama ini terjadi mengakibatkan jumlah ekosistem hewan yang ada di hutan semakin menurun, banyak hewan yang mermigrasi dan mati karena kurangnya area tempat tinggal dan sumber makanan. 6. Terjadinya Bencana alam Yang sering terjadi akibat pembukaan hutan : Longsor Erosi Banjir

DAMPAK PENGAPURAN Kemasaman tanah disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: bahan induk tanah yang bereaksi masam, tingkat pelapukan, curah hujan, dan intensitas pengunaan lahan. Makin tinggi tingkat pelapukan, makin tinggi curah hujan dan makin intensif penggunaan lahan pertanian, maka makin besar kemungkinan berkembangnya tanah-tanah masam. Curah hujan yang melebihi evapotraanspirasi mempunyai kemampuan bagi terjadinya perkolasi air ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam, sehingga terjadi pencucian kation-kation basa (alkali dan lakali tanah seperti kalium, natrium, kalsium, dan magnesium). Tercucinya kation-kation basa dari kompleks jerapan menyebabkan kation-kation H+ dan Al3+ menjadi dominan, sehingga tanah menjadi masam. Dalam pengelolaan tanah, reaksi tanah yang ditunjukkan oleh tingkat kemasaman atau pH sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman pertanian. Ketersediaan hara tanaman erat kaitannya dengan kemasaman tanah (pH). Umumnya tanaman memerlukan kisaran pH 6,0 7,0. Banyaknya kation yang teradsorpsi akan mengendalikan persentase kejenuhan basa dan dengan demikian secara tidak langsung menentukan konsentrasi ion H+ larutan tanah. Karena itu kenaikan pH dapat dicapai dengan menambahkan sejumlah ion basa yang lazim digunakan, yaitu kalsium dan magnesium. Bubuk kapur yang paling umum diperdagangkan bagi pertanian adalah bubuk batu kapur. Bubuk batu kapur ini terdiri dari berbagai sumber, seperti kapur karang, napal dan deposit karbonat. Deposit karbonat umumnya terdiri dari dolomit (kalsium karbonat dan magnesium karbonat dalam perbandingan yang berbeda-berda) atau hanya deposit kalsium karbonat.

Perdagangan kapur pertanian di negara kita belum dikenal petani dan penggunaan secara kontinu masih sangat terbatas pada perusahaan-perusahaan perkebunan besar. Pernah ada kebijakan pemerintah mengenai pemberian kapur pertanian dikaitkan dengan paket pupuk dan program pembukaan daerah pertanian baru dalam program pemukiman transmigrasi, yaitu antara tahun 1984 1989. Efek pengapuran dalam pengelolaan tanah dapat dikatagorikan ke dalam tiga hal, yaitu : efek fisik, efek kimia, dan efek biologis. Pertama, pengaruh pengapuran terhadap fisik tanah. Dalam tanah yang bertekstur liat sampai liat berat ada kecenderungan penggabungan butirbutir halus semakin rapat (massif) dan kompak. Keadaan semacam ini menghambat gerakan air dan udara, karena itu sangat diperlukan pembutiran (granulasi) dan pembentukan struktur tanah yang mempunyai porositas tinggi. Struktur remah dibentuk antar butir tanah dengan meningkatkan efek biotik karena meningkatnya aktivitas biologi tanah. Hal ini akan meningkatkan dekomposisi bahan organik tanah dan sintesis humus. Pengapuran akan menstimulasi aktivitas mikroorganisme dan meningkat-kan dekomposisi bahan organik tanah yang sangat penting dalam pembentukan struktur remah. Kedua, pengapuran pada tanah masam akan mengubah reaksi tanah dan mempunyai efek kimia yang sangat luas, yaitu: 1. Konsentrasi ion H+ menurun, 2. Konsentrasi ion OH- meningkat, 3. Kelarutan besi, aluminium dan mangan menurun, 4. Ketersediaan fosfat dan molibdat akan meningkat, 5. Kalsium dan magnesium dapat ditukar akan meningkat, 6. Persentase kejenuhan basa akan emningkat, 7. Ketersediaan kalium dapat meningkat atau menurun tergantung ion Ca dan Mg dalam larutan tanah. Efek kimia yang paling umum dan langsung adalah penurunan kemasaman tanah (kenaikan pH). Sedang efek tidak langsung adalah ketersediaan unsur hara dan mencegah keracunan unsur tertentu, seperti Mn, B, dan As. Pengapuran meningkatkan ketersediaan unsur hara fosfor, molidenium, kalsium dan magnesium untuk diserap oleh tanaman, bersamaan dengan itu konsentrasi besi, aluminum dan mangan sangat dikurangi.

Ketiga, kapur menstimulasi aktivitas mikroorganisme tanah heterotrofik, sehingga mempunyai efek biologis yang besar bagi proses biokimia tanah. Proses dekomposisi dan penyediaan unsur nitrogen meningkat. Stimulasi enzimatis meningkatkan pembentukan humus yang berperan penting dalam meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Bakteri simbiotik akan meningkat aktivitasnya berkenaan dengan adanya kenaikan pH dan pele-pasan nitrogen ke dalam tanah dari dekomposisi bahan organik. Pengapuran yang berlebihan menyebabkan beberapa hal yang merugikan, antara lain : 1. Kekurangan besi, mangan, tembaga dan seng yang diperlukan dalam proses fisiologis tanaman. 2. Tersedianya fosfat dapat menjadi berkurang kembali karena terbentuknya kompleks kalsium fosfat tidak larut. 3. Absorpsi fosfor oleh tanaman dan metabolisme tanaman terganggu. 4. Pengambilan dan penggunaan boron dapat terhambat. 5. Perubahan pH yang melonjak dapat merugikan terhadap aktivitas mikroorganisme tanah, dan ketersediaan unsur hara yang tidak seimbang. Oleh karena itu pemberian kapur harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. pH tanah yang diperlukan oleh tanaman. Setiap macam tanaman memerlukan pH yang relatif berbeda. 2. Bentuk kapur dan kehalusaannya. Sehingga dipertimbangkan beberapa hal yang sangat penting, yaitu: (1) Jaminan kimia dari kapur yang bersangkutan. (2) Harga tiap ton yang diberikan pada tanah. (3) Kecepatan bereaksi dengan tanah. (4) Kehalusan batu kapur. (5) Penyimpanan, pendistribusian, penggunaan karung atau curahan. 3. Jumlah kapur yang diberikan harus ditetapkan berdasarkan perkiraan yang tepat berapa kenaikan pH yang diinginkan, tekstur, struktur dan kandungan bahan organik tanah lapisan olah. Tekstur tanah yang semakin berat akan memerlukan jumlah kapur yang semakin

banyak. Struktur tanah lapisan olah yang dibentuk dengan pengolahan tanah tidak selalu seragam bagi masing-masing jenis tanah, ha ini juga mempengaruhi jumlah kapur yang diberikan. Makin halus butiran agregat tanah, makin banyak kapur yang dibutuhkan. Demikian pula pH, tekstur dan struktur lapisan bawah tanah (subsoil), karena pH yang rendah atau lebih tinggi dari pH lapisan olah menjadi pertimbangan berapa jumlah kapur yang harus diberikan. 4. Cara pemberian kapur. Biasanya pemberian kapur dilakukan 1 2 minggu sebelum tanam bersamaan dengan pengolahan kedua (penghalusan agregat tanah) sehingga tercampur merata pada separuh permukaan tanah olah. Kecuali pada tanah padang rumput yang tidak dilakukan pengolahan tanah diberikan di permukaan tanah olah. Pemberian kapur dengan alat penebar mekanik bermotor atau traktor akan lebih efektif dan efisien pada lahan pertanian yang luas. 5. Pengapuran harus disertai pemberian bahan organik tanah atau pengembalian sisa panen ke dalam tanah. Hal ini sangat penting untuk menghindari pemadatan tanah dan pencucian, serta meningkatkan efek pemupukan. Selain itu efek bahan organik terhadap pH tanah menyebabkan reaksi pertukaran ligand antara asam-asam organik dengan gugus hidroksil dari besi dan aluminium hidroksida yang membebaskan ion OH-. Di samping itu, elekrton yang berasal dari dekomposisi bahan organikdapat menetralkan sejumlah muatan positif yang ada dalam sistem kolid sehingga pH tanag meningkat (Hue, 1992; Yu, 1989).

You might also like