Professional Documents
Culture Documents
Pengertian Triage
Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. Triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat. Prioritas yang lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis jangka pendek atau jangka panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan sederhana yang intensif. Sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan. Sehingga tenaga medis benar-benar memberikan pertolongan pada pasien yang sangat membutuhkan dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien tersebut. Tujuan Triage Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan. Kode Warna International Dalam Triage : 1. Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat) Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera, perdarahan berat,pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol) Misalnya: Asfiksia, cedera cervical, cedera pada Trauma kepala dengan koma dan proses shock Fraktur terbuka dan fraktur Luka bakar > 30 % / Extensive Burn dan Shock tipe apapun maxilla cepat compound
yang
2. Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang) Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area critical care. Misalnya: Trauma thorax non asfiksia Fraktur tertutup pada tulang panjang Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW ) Cedera pada bagian / jaringan lunak
3. Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU (kasus ringan) Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal, luka lama, kondisi yang timbul sudah lama, area ambulatory / ruang P3. Minor injuries Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan 4. Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal) Tidak ada respon pada semua rangsangan Tidak ada respirasi spontan Tidak ada bukti aktivitas jantung Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
Metode TRIAGE
A. START ( Simple triage And Rapid Treatment) Adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan paramedic memilah korban dalam waktu yang singkat kira kira 30 detik.Yang perlu diobservasi : Respiration, Perfusion, dan Mental Status ( RPM ).System START di desain untuk membantu penolong untuk menemukan pasien yang menderita luka berat. START didasarkan pada 3 observasi : RPM ( respiration, perfusion, and Mental Status ) 1. Respiration / breathing Jika pasien bernafas, kemudian tentukan frekuensi pernafasanya, jika lebih dari 30 / menit, korban ditandai Merah / immediate. Korban ini menujukkan tanda tanda primer shock dan butuh perolongan segera. Jika pasien bernafas dan frekuensinya kurang dari 30 / menit, segera lakukan observasi selanjutnya ( perfusion and Mental status ). Jika pasien tidak bernafas, dengan cepat bersihkan mulut korban dari bahan bahan asing. 2. Perfusion or Circulating Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya masih memiliki kemampuan untuk mensirkulasikan darah dengan adekuat, dengan cara mengecek denyut nadi. Jika denyut nadi lemah dan tidak teratur korban ditandai immediate. Jika denyut nadi telah teraba segera lakukan obserbasi status mentalnya. 3. Mental status Untuk mengetesnya dapat dilakukan dengan memberikan instruksi yang mudah pada korban tersebut : buka matamu atau tutup matamu .
R :30
P:2
M: IKUT
B. METTAG (Triage tagging system) Sistem METTAG digunakan untuk memprioritaskan tindakan atas korban dan melakukan resusitasi di tempat. Tag warna pada METTAG sama dengan Kode Warna International Dalam Triage (merah, kuning, hijau, dan hitam) . Selain 4 warna di atas, ada juga yang mengkategorikan menjadi 5 warna, tag warna biru : korban dengan cedera yang sangat berat dan tidak memungkinkan untuk dilakukan resusitasi.
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya). Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena underlying disease atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang
berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit. Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada. 2. PENGERTIAN PATIENT SAFETY Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. - Keselamatan pasien ( patient safety ) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi a s e s m e n r e s i k o , identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dananalisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasisolusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegahterjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atautidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.(Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006) 3. TUJUAN PATIENT SAFETY Tujuan Patient safety adalah
1.
2.
3.
Menurunnya KTD di RS
4.
1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu: 1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu: 1. Hak pasien
Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
2)
3)
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar
kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2.
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah: Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
3.
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
2)
3)
4)
4.
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah 1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2)
3)
4)
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5.
Standarnya adalah 1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan 7 Langkah Menuju KP RS .
2)
mengurangi KTD.
3)
Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
4)
5)
& KP.
Kriterianya adalah 1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2)
meminimalkan insiden,
3)
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
4)
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5)
6)
7)
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
8)
9)
Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
6.
Standarnya adalah 1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup
2)
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah 1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan
pasien
2)
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
3)
7.
Standarnya adalah 1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi
2)
Kriterianya adalah 1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2)
3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan kepemimpinan & budaya yang
1.
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP Bagi Tim:
Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat 2. Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP
di RS anda
Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi Penggerak (champion) KP
Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen Masukkan KP dlm semua program latihan staf Bagi Tim:
Ada penggerak dlm tim utk memimpin Gerakan KP Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden 3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko,
Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian thdp pasien Bagi Tim:
Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait Penilaian risiko pd individu pasien Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb 4. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS PERSI Bagi Tim:
Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg penting 5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara komunikasi yg dg pasien
terbuka
Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien Bagi Tim:
Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel. 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf anda utk
melakukan analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul
Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses risiko tinggi Bagi Tim:
Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut 7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, Gunakan informasi yg
Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yg menjamin KP
Asesmen risiko utk setiap perubahan Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden Bagi Tim:
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT SAFETY ADALAH
a. Di Rumah Sakit
1.
Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan
organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
2.
Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
tentang insiden
3.
Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah
4.
Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan
5.
Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari
analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1.
wilayahnya
2.
3.
c. Di Pusat
1.
Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia
2.
3.
Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.
4.
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS. 2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkahlangkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkahlangkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf. 4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara. 6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah
satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan? 8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat. 5. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut
1.
a.
Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien. b. Pasal 32n UU No.44/2009 Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit. c. Pasal 58 UU No.36/2009
1)
Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya. ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa
2)
2.
a.
Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.
b.
Pasal 46 UU No.44/2009
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.
c.
Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.
3.
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.
4.
Hak Pasien
a.
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b.
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
c.
Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d.
Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana
5.
2)
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3)
4)
Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:
a.
Assessment risiko
b.
c.
d.
e.
6. MANAJEMEN PATIENT SAFETY Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi 7. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETY a. Di Rumah Sakit
1.
Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
2.
Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3.
Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua
4.
Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
5.
Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit
c. Di Pusat
1.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah
2.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah
3.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan insiden
bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit
4.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis
dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
a. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya
c. Di Pusat
1.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
2.
REFERENSI
1.
Kesehatan.
2.
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk
Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3 3. Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia
4.
BSB.
Tugas BSB : a. Menangani penderita/ korban akibat kejadian bencana dengan cecepat, tepat, cermat b. Membantu mengatasi dan memulihkan dampak bencana c. Membantu kesiapan masyarakat dalam melakukan penyiapan dan mitigasi bencana d. Menciptakan kondisi yang mendukung agar masyarakat mau memanfaatkan tim BSB secara efisien dan efektif KEANGGOTAAN Keanggotaan BSB daerah Meliputi unsur manjemen, teknis media dan unsur non medis. a. Tenaga manajemen terdiri dari unsur yang bekerja di bawah Dinas Kesehatan dan Rusetempat (pemerintah & Swasta) yang terkait dengan penangan bencana. b. Tenaga Teknis medis adalah perangkat tenaga medis ramah sakit, dokter Puskesmas
c. Tenaga non medis adalah unsur awam umum dan awam khusus, organisasi profesi lain, dan organisasi sosial lainnya terlibat KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNSI BSB DAERAH 1. Dalam Keadan sehari-hari/ tidak terjadi bencana : Tujuan yang tergabung dalam BSB berada di dalam unit kerjanya masing 2. Dalam Keadaan bencana : Semua anggota BSB di bawah Kepala Dinas Kesehatan setempat dengan koordinasi Satkorlak/ satlak PBP, bertugas sebagai Reaksi Cepat dalam penanganan korban bencana (Rapid Response) serta melaksanakan penilaian kebutuhan yang berhubungan dengan penaggulangan masalah kesehatan akibat bencana (Rapid Health Asesment) 3. Pasca Bencana BSB melaksanakan survailans epidemiologi untuk pengendalian penyakit menular, higien, dan sanitasi lingkungan serta membantu rehabilitasi stress paska trauma Komponen Utama BSB Daerah 1. Komponen pra rumah sakit Komponen intra rumah sakit Komponen antar rumah sakit 2. Komponen penunjang Komponen komunikasi Komponen transportasi
Komponen Pendanaan 3. Komponen sumber daya manusia Tenaga kesehatan : perawat mahir, dokter, dokter spesialis Tenaga non kesehatan : awam umum, awam khusus 4. Koordinasi antara tim kesehatan dan non kesehatan dalam bentuk kerja sama Lintas Sektor Komponen komponen tersebut harus dapat berinteraksi secara efektif dan efisien untuk menjamin berhasilnya pelayanan gawat darurat yang bermutu. Peningkatan mutu hanya dapat dicapai apabila dilakukan perbaikan pada semua komponen tanpa kecuali. Pada kenyataannya saau ini komponen pra rumah sakit adalah satu komponen yanng masih lemah. Maka dari itu untuk menjamin profesionalitas kemampuan pendukung komponen Brigade Siaga Bencana perlu diselenggrakan pelatihan khusus mengenai penanganan kegawatdaruratan sehari-hari maupun bencana baik untuk tenaga kesehatan maupun non kesehatan. Adapun jenis pelatihan penanganan kegawatdaruratan : JENIS SDM Awam Umum Awam Khusus Polisi Pemadam Kebakaran Pramuka PMI
KEMAMPUAN YANG HARUS DIMILIKI PPGD awam umum PPGD awam khusus
Hansip Driver Ambulance 118 Organisasi profesi lain Perawat Mahir Dokter Umum Dokter Specialis PPGD perawat, BLS, AlS PPGD dokter, ATLS, ACLS Diagnosa dan terapi alternatif