Professional Documents
Culture Documents
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam
melaksanakan tugas profesi scbagai Hakim.
2. Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang
menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan
keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat
memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
3. Komisi Kehormatan profesi Hakim ialah komisi yang dibentuk oleh Pengurus Pusat IKAHI dan Pengurus
Daerah IKAHI untuk memantau, memeriksa, membina, dan merekomendasikan tingkah laku hakim yang
melanggar atau diduga melanggar Kode Etik Profesi.
4. Azas Peradilan yang baik ialah prinsip-prmsip dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Hakim dalam
melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai dengan aturan dasar
berdasarkan ketentuan yang ada.
Pasal 2
Maksud dan Tujuan
Kode Etik Profesi Hakim mempunyai maksud dan tujuan :
1. Sebagai alat :
a. Pembinaan dan pembentukan karakter Hakim
b. Pengawasan tingkah laku Hakim
2. Sebagai sarana :
a. Kontrol sosial
b. Pencegah campur tangan ekstra judicial
c. Pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota
dengan masyarakat.
3. Memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim dan kemandirian fungsional bagi Hakim.
4. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.
BAB II
PEDOMAN TINGKAH LAKU
Pasal 3
Sifat-sifat Hakim
Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan "Panca Dharma Hakim" :
1. Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan ketidakadilan.
3. Candra,. yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.
4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.
5. Tirta, yaitu sifat jujur.
Pasal 4
Sikap Hakim
Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya:
A. Dalam persidangan :
1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara yang berlaku, dengan
memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :
a. Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision) dimana setiap orang
berhak untuk inengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain
oleh Undang-undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu
lama.
b. Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk didengar,
diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajuan bukti-bukti serta memperoleh informasi dalam
proses pemeriksaan (a fair hearing).
c. Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain (no bias)
dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resud).
d. Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat
konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and argumentations of decision),
dimana argumentasi tersebut harus diawasi (controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat
dipertanggung-jawabkan (accountability) guna menjamin sifat keterbukaan (transparancy) dan
kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan.
e. Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.
2. Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak
yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
3. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun dalam
perbuatan.
4. Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam memeriksa, tidak
melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
5. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.
C. Terhadap Bawahan/pegawai
1. Harus mempunyai sifat kepemimpinan.
2. Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.
3. Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik.
4. Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/ pegawai.
5. Memberi contoh kedisiplinan.
D. Terhadap Masyarakat
1. Menghormati dan menghargai orang lain.
2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri.
3. Hidup sederhana.
Pasal 5
Kewajiban dan larangan
Kewajiban :
a. Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang dengan tidak
memihak (impartial).
b. Sopan dalam bertutur dan bertindak.
c. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.
d. Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan.
e. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.
Larangan :
a. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani.
b. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.
c. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan.
d. Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam persidangan maupun diluar
persidangan mendahului putusan.
e. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara, ataupun pihak lain.
f. Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian
ilmiah.
g. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang Undang-undang.
h. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.
BAB III
KOMISI KEHORMATAN PROFESI HAKIM
Pasal 6
1. Susunan dan Organisasi Komisi Kehormatan Profesi Hakim terdiri dari :
a. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.
b. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan :
− Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota.
− Anggota : Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung.
− Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang bersangkutan.
− Sekretaris : Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota.
3. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan :
− Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota.
− Anggota : Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi.
− Anggota : Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.
− Anggota : Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.
− Sekretaris : Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merangkap Anggota.
4. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat diangkat dan diberhentikan oleh PP IKAHI.
5. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah diangkat dan diberhentikan oleh PD IKAHI.
Pasal 7
1. Komisi kehormatan Hakim Tingkat Daerah berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan
lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota di daerah/wilayahnya.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-
tindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh
Daerah atau yang menurut Pengurus Pusat IKAHI harus ditangani oleh Komisi Kehormatan Profesi
Hakim Tingkat Pusat.
Pasal 8
Tugas dan Wewenang
1. Komisi Kehormatan Profesi Hakim mempunyai tugas :
a. Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi Kode Etik.
b. Meneliti dan memeriksa laporan/pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku dari para anggota
IKAHI.
c. Memberikan nasehat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang bersangkutan
menunjukkan tanda-tanda pelanggaran Kode Etik.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim berwenang :
a. Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan dan
laporan.
b. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melanggar Kode Etik dan
merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang tidak terbukti bersalah.
Pasal 9
Sanksi
Sanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi Hakim kepada PP IKAHI adalah :
1. Teguran.
2. Skorsing dari keanggotaan IKAHI.
3. Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.
Pasal 10
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan secara tertutup.
2. Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota yang diperiksa untuk
melakukan pembelaan diri.
3. Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih dari anggota yang ditunjuk
oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk organisasi.
4. Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh semua
anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang diperiksa.
Pasal 11
Keputusan
Keputusan diambil sesuai dengan tala cara pengambilan putusan dalam Majelis Hakim.
BAB IV
PENUTUP
Pasal 12
Kode Etik ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS) IKAHI ke XIII dan
merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi Hakim yang berlaku bagi para Hakim Indonesia.
o Kode Etik Wartawan
Indonesia
1. Wartawan
2. Wartawan
3. Wartawan
4. Wartawan
5. Wartawan
Indonesia
Kode
Etik Jurnalistik PWI
Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan
Negara Republik
Indonesia
BAB I
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Wartawan
Indonesia
Pasal 4
Wartawan
Indonesia
BAB II
CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT
Pasal 5
Wartawan
Indonesia
Pasal 6
Wartawan
Indonesia
menghormati dan
menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik
(tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang,
kecuali menyangkut kepentingan umum.
Pasal 7
Wartawan
Indonesia
Pasal 8
Wartawan
Indonesia
BAB III
SUMBER BERITA
Wartawan
Indonesia
menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik
(tulisan, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya
kepada sumber berita.
Pasal 10
Wartawan
Indonesia
Pasal 11
Wartawan
Indonesia
Wartawan
Indonesia
Pasal 13
Wartawan
Indonesia
Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung
jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.
Pasal 14
Wartawan
Indonesia
BAB IV
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 15
Wartawan
Indonesia
harus dengan
sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI)
dalam melaksanakan profesinya.
Pasal 16
Wartawan
Indonesia
menyadari sepenuhnya
bahawa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani
masing-masing.
Pasal 17
Wartawan
Indonesia
Indonesia
1. Jurnalis
menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Jurnalis
senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan
dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3. Jurnalis
memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk
menyuarakan pendapatnya.
4. Jurnalis
hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
5. Jurnalis
tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6. Jurnalis
menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7. Jurnalis
menghormati hak
nara
sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan
embargo.
8. Jurnalis
segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9. Jurnalis
menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban
kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10. Jurnalis
menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam
masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit
mental atau latar belakang sosial lainnya.
11. Jurnalis
menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
12. Jurnalis
tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan
fisik dan seksual.
13. Jurnalis
tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari
keuntungan pribadi.
14. Jurnalis
tidak dibenarkan menerima sogokan. (Catatan: yang dimaksud dengan sogokan
adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain,
yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis
dalam membuat kerja jurnalistik.)
15. Jurnalis
tidak dibenarkan menjiplak.
16. Jurnalis
menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
17. Jurnalis
menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat
pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
18. Kasus-kasus
yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode
Etik.
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
MUKADIMAH
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Sumpah/Janji
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7
Pasal 8
BAB II
Pasal 9
BAB III
Pasal 10
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12
BAB IV
Pasal 13
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati
Sejawat Petugas Kesehatan.
Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat
petugas kesehatan lainnya.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
A. PENGERTIAN
2.Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai
denagn norma-norma yang berlaku
1.Memiliki nilai, sikap. Ketrampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi
bimbingan dan konseling
c. Konselor wajib memeiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan
yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dgn
pelaksanaan ketentuan tingkah laku profesional
d. Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi dan tidak mengutamakan
kepentingan pribadi termasuk material, finansial dan popularitas
e. Konselor wajib trampil dlm menggunakan tekhnik dan prosedur khusus dgn
wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah
2. Pengakuan Kewenangan
- Pengakuan Keahlian
a. Catatan tentang diri klien spt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan
data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk
kepentingan klien.
c. Penyampaian informasi ttg klien kepada keluarganya atau anggota profesi lain
membutuhkan persetujuan klien
d. Penggunaan informasi ttg Klien dalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang
sama atau yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan klien dan tidak merugikan
klien.
2. Testing
Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya.
a. Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas ttg sifat, atau ciri kepribadian
subyek untuk kepentingan pelayanan
b. Konselor wajib mmebrikan orientasi yg tepat pada klien dan orang tua mengenai
alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
c. Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bg tes
tsb.
d. Data hasil testing wajib diintegrasikan dgn informasi lain baik dari klien maupun
sumber lain
e. Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya
dgn usaha bantuan kepada klien
3. Riset
a. Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan
subyek
b. Dalam melaporkan hasil riset, identitas klien sebagai subyek wajib dijaga
kerahasiannya.
C. PROSES PELAYANAN
a. Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dlm hubungan antara klien
dgn konselor
c. Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila klien tidak memperoleh
manfaat dari hubungan tsb.
d. Konselor tidak akan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang
tanpa izin dari orang yang bersangkutan
g. Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan yg sedang dibina dan
batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional
Jikalau Konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling, maka Ia wajib
berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkungan profesi dengan seijin kliennya.
a. Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari tidak
dapat memberikan bantuan pada klien
b. Bila pengiriman ke ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor
menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang
atau badan yang punya keahlian yg relevan.
c. Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke ahli lain, namun klien
menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan
buruknya.
A. Prinsip Umum
B. Keterikatan Kelambagaan
1. Setiap konselor yang bekerja dalam siuatu lembaga, selama pelayanan konseling
tetap menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.
3. Konselor yang bekerja dalam suatu lembaga wajib mengetahu program kegiatan
lembaga tsb, dan pekrjaan konselor dianggap sebagai sumbangankhas dalam mencapai
tujuan lembaga tsb.
1. Konselor yang praktek mandiri (privat) dan tidak bekerja dalam hubungan
kelembagaan tertentu, tetap mentaati kode etik jabatan sebagai konselor dan berhak
mendapat perlindungan dari rekan seprofesi.
2. Konselor Privat wajib memperoleh izin praktik dari organisasi profesi yakni ABKIN
Jika Konselor perlu melaporkan sesuatu hal ttg klien pada pihak lain (spt: pimpinan
tempat dai bekerja), atau diminta oleh petugas suatu badan diluar profesinya, dan ia
wajib memberikan informasi tsb, maka dalam memberikan informasi itu ia wajib
bijaksana dgn berpedoman pada suatu pegangan bhw dgn berbuat begitu klien tetap
dilindungi dan tidak dirugikan.
1. Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia
mentaati kode etik
2. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik
akan merugikan diri sendiri, klien, lembaga dan pihak lain yg terkait.