You are on page 1of 41

Pembangunan versus Pelestarian suatu Dilema Pembangunan Kota Malang ?

Pengantar Pembangunan sebagai suatu upaya untuk meciptakan/mengembangkan kota menjadi lingkungan yang nyaman baik untuk kepentingan ekonomi, sosial-budaya (tempat hidup komunitas kota). Kota yang selalu berkembang baik secara alamiah maupun melalui proses perencanaan dan perancangan, dihadapkan pada permasalahan tidak tercapainya kondisi "ideal akan tuntuntan kebutuhan tujuan pembangunan tersebut. Ada tiga orientasi pembangunan yang seharusnya diperhatikan dalam melakukan proses pembangunan, yakni; orientasi pada pengembangan fisik (development orientation); orientasi pada komunitas (community orientation) dan orientasi pada konservasi (conservation orientation). Kepentingan pembangunan menjadi hal yang sangat menentukan dalam keberhasilan/kegagalan "intervensi fisik pembangunan kota. Sebagai suatu proses, pembangunan kota (baik secara parsial; pembangunan satu gedung maupun menyeluruh dalam bentuk perancangan kawasan dan/atau kota) seharusnya disadari merupakan suatu tindakan menambah/ merubah dan/atau menghilangkan yang lama untuk menghadirkan sesuatu yang "baru untuk "memperbaiki kondisi sebelumnya. Apakah tujuan membangun dalam rangka "memperbaiki tersebut tersebut tercapai (dalam kerangka 3 orientasi tersebut) ? Ini yang seharusnya menjadi perenungan kita bersama mulai pada saat penetapan rencana, proses perancangan bahkan pada tahapan pelaksanaan dan operasional suatu proyek pembangunan. Orientasi pembangunan (baca: kepentingan) seperti ke-tiga orientasi disebutkan di atas memiliki makna yang luas, dan sangat interpretatif. Artinya apa sebenarnya tujuan (kepentingan) yang akan diprioritaskan dalam melakukan berbagai bentuk "intervensi fisik yang berbaju "pembangunan tersebut ? Sehingga sering kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa intervensi (baca: pembangunan) merupakan pembangunan atau perusakan (lingkungan); pembangunan atau penggusuran; bahkan sering dipertentangkan antara pembangunan versus pelestarian. Kenyataan ini membawa kita pada posisi "dilema atau kalau boleh meminjam istilah panitia "berada di persimpangan jalan atau ada pada beberapa pilihan. Dalam hal ini apakah kita harus bimbang? Atau tetap kepada keteguhan prinsip untuk tetap mempertahankan yang lama dengan upaya pelestarian bahkan melakukan konservasi. Disini diperlukan suatu "kearifan sikap dan "keaifan disain untuk bisa "memilah dan "memilih dengan tetap memperhatian tiga pilar orientasi pembangunan seperti diuraikan di atas. Pendakatan-pendekatan baru dalam pembangunan fisik telah banyak dilakukan seperti sutainable development, pembangunan yang kontekstual, pembangunan yang partisipatif dan lain-lain, tetapi yang diperlukan adalah suatu konsepsi konkrit yang lebih operasional terhadap upaya-upaya pembangunan kota. Dalam proses perkembangannya kota-kota kita di Indonesia mempunyai permasalahan yang sama, berkisar kepada dominasi kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagai mainset perkembangan fisik kota. Hal ini yang perlu dicarikan suatu solusi atau treatment bagaimana kekuatan-kekuatan perkembangan kota itu masih bisa di-drive untuk "mengendalikan perkembangan fissik kota yang relatif tidak terkendali/terarah proses perkembangannya. Jawaban singkat adalah perlu "law inforcement dan political will dari pengambil kebijakan

pengembangan kota (pemerintah kota), yang didasarkan atas kemampuan teknis aparat dan perangkat yang mendukung. Pembangunan Vs Pelestarian Kota Malang kaya dengan potensi tinggalan arsitektur kolonialnya sebagai suatu entitas kehidupan kota, dalam perkembangannya menghadapi permasalahan yang cukup serius. Satu-persatu asset arsitektur hilang, bahkan ciri kawasan secara akumulatif terjadi kecenderungan terjadinya penurunan kualitas visual. Upaya pelestarian bangunan dan/atau kawasan kota rasanya masih terbatas pada wacana, kalaupun sudah ada peraturan masih dirasa sangat parsial, dan belum menyentuh pada tataran operasional bagaimana upaya pelestarian asset-asset itu harus dilakukan. Mengutip pada pernyataan dalam sinopsis seminar ini bahwa "UU Cagar Budaya, 1992 ternyata belum dapat menjamin berbagai upaya pelestarian bangunan-bangunan lama yang memiliki nilai sejarah & arsitektur yang khas. Lemahnya law enforcement dari Pemerintah karena semua strategi konservasi hanya diarahkan pada bangunan fisik semata sebagai bagian dari nostalgia dan appresiasi pada suatu masa. ada benarnya. Kondisi pada hampir di semua kota-kota kita upaya pelestarian bangunan dan/atau kawasan masih terbentur kepada "keterbatasan akan pemahaman potensi-potensi bangunan dan/atau kawasan sebagai fisikal arsitektur yang "steril di lingkungannya. Sehingga upaya pelestarian masih dituding hanya sekedar untuk kepentingan "nostalgia kelompok tertentu. Produk perangkat peraturan yang berkaitan dengan perkembangan kota rasanya baru menyentuh pada pengatran yang bersifat spatial (2 dimensi), sementara bangunan arsitektur dan lingkungan binaan lainnya merupakan produk yang 3 (tiga) dimensi (form and space). Sehingga tuntutan terhadap perangkat pengendali perkembangan kota dalam bentuk panduan rancang kota (Urban Design Guide Lines) sangat diperlukan. Produk panduan rancang kota yang mendekati kebutuhan ini adalah RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan). Produk-produk panduan rancang kota ini sebenarnya yang bisa cukup operasional men-drive perkembangan fisik kota secara 3 dimensi. Keterbatasan-keterbatasan produk panduan semacam inilah yang sering menyebabkan terjadinya "dilema dalam menentukan upaya konkrit, bahkan sering memunculkan pertentangan pembangunan atau pelestarian. Karena sifatnya yang sangat lokal, RTBL ataupun produk lain sebagai perangkat pengendali perkembangan kota (UDGL), maka kajian-kajian spesifik kawasan sangat diperlukan. Potensi spesifik fisik kawasan tertentu akan menentukan jenis perlakuan tertentu yang spesifik. Malang sebagai Produk Rancang Kota Kegiatan perencanaan dan perancangan kota secara formal pada masa kolonial Belanda telah dimulai sejak awal abad ke 17. Pada tahun 1596 Belanda mulai datang di Batavia dan menguasainya pada tahun 1619, yang kemudian membangun benteng dan gudang, sebagai benteng pertahanan Belanda dengan nama Kastel Batavia. Jan Pieter zoen Coen membangun Batavia dengan model kota Amsterdam, dengan menggali kanal sebagai pengendali banjir, pertahanan serta untuk prasarana transportasi (lalu lintas). Sebelum menguasai Batavia, Belanda telah mempersiapkan sistem pemerintahan kota Batavia sebagai kota kabupaten (Regentschap Stad Batavia, 1602), sejak saat itu pula telah dirintis ketentuan hukum yang mengatur tentang penataan kota.

Peraturan pertama yang mengatur tentang ketentuan hukum perkotaan adalah "De statutten van 1642", merupakan peraturan produk V.O.C. yang isinya mengatur pembangunan jalan, jembatan, bangunan serta menentukan wewenang dan tanggung jawab dewan kota. Peratuan ini relatif lengkap karena telah mencakup tata ruang kota, garis sempadan, pemeliharaan saluran air dan sebagainya. Dalam peraturan telah digariskan pedoman utama dalam penataan kota, baik dari aspek keamanan, kesehatan lingkungan, serta lalu lintas beserta pedoman bagi penguasa dalam melaksanakan peraturan tersebut dalam praktek (Marbun,B.N., 1979). Penyesuaian sistem pemerintahan Belanda yang dilakukan pada tahun 1903, dengan diterbitkannya Decentralisatie Wet (Ind. Slbl. No. 329) pemerintah Belanda memberi otonomi kepada daerah dengan hak-hak antara lain; menetapkan anggaran belanja sendiri, dan menetapkan peraturan lokal dengan persetujuan Gubernur Jendral. Undang-undang desentralisasi yang mendasari terbentuknya sistem pemerintahan kotapraja (stads gemeente), "Decentralisatie Besluitt Indische Staatblad 1905/137, semakin mendorong berlangsungnya otonomi pemerintah daerah atau pemerintahan kotapraja. Pada tahun yang sama (1905), pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur perkotaan yakni; Localen raden ordonantie, Staatsblaad 1905 No.181, yang memberi wewenang kepada dewan rakyat daerah dan kota untuk menentapkan ketentuan peraturan bangunan lokal. Tahun 1919 di Batavia ditetapkan Bataviasche Bouwver-ordening yang direvisi pada tahun 1941. Untuk kota Bandung pada tahun 1929 diterbitkan Bouwverordening van Bandoeng, sedangkan untuk kota Palembang mulai diatur penataan kotanya pada tahun 1943, dengan dikeluarkannya Bouwverordening Stadsgemeente Palembang. Pedoman yang mengatur persyaratan kota baik dari segi tempat tinggal, transportasi, lapangan kerja, maupun tempat rekreasi telah diatur pada Stadsverordenings ordonantie Stadgemeenten Java 1938. Bahkan pada tahun 1941 melalui Kringen en Typen Verordening, telah diatur tindak lanjut pembangunan dalam areal kota yang telah ditentukan peruntukannya (Marbun, B.N, 1979). Kota Malang sudah ada sejak tahun 1400-an tetapi baru berkembang dengan pesat sebagai kota modern sesudah tahun 1914, yaitu sesudah kota Malang di tetapkan sebagai kotapradja (Gemeente). Hal ini di sebabkan adanya investasi secara besar-besaran dalam bidang infra struktur dan komunikasi di Hindia - Belanda yang dilakukan oleh pemerintah Belanda dan pihak swasta setelah tahun 1870. Ada beberapa keputusan politik yang berpengaruh terhadap perkembangan kota Malang. Yang pertama adalah dengan di keluarkannya undang-undang gula (suikerwet) dan UU agraria (agrarischewet) pada tahun 1870. yang kedua adalah akibat dikeluarkannya UU desentralisasi pada tahun 1903, yang baru dilaksanakan pada tahun 1905. Kesuksesan perkembangan kota Malang tak lepas dari kerja sama yang baik antara walikota pertama, H.I. Bussemaker dan penggantinya Ir. EA. Voorneman, PU kotamadya serta Thomas Karsten sebagai adviseur (penasehat). Pihak pemerintah kota mengontrol perkembangan kota dengan mengatur perencanaan perluasan kota yang dibagi menjadi 8 bagian, yaitu masing-masing disebut sebagai Bouwplan I s/d Bouwplan VIII. Perkembangan kota Malang secara historis dapat dilihat dari perkembangan wilayah terbangunnya. Pengembangan Malang sebagai entitas komunitas "moderen dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural lokalitas yang kental telah menghasilkan

"lingkungan kota yang kontekstual. Salah satu "produk arsitekturnya adalah indish style yang mampu memberikan "warna pada disan-disain kawasan kota-kota di Indonesia termasuk Malang. Sebagai salah satu mata rantai sejarah fisik kota, adalah tidak berlebihan kalau kita mau mempelajari serta "menyerap konsepsi-konsepsi disain kawasan, kota, dan/atau arsitekturnya. Idjen Boulevard merupakan salah satu hasil rancangan kawasan kota yang sarat akan konsepsi ruang, bangunan, dan townscape. Pemahaman konsep melalui ulasan disain akan semakin memperkaya wawasan, "pengalaman visual serta pemahaman akan potensi visual kawasan yang sangat diperlukan oleh pelaku pembangunan (masyarakat kota, birokrat, dan pengembang). Kawasan Idjen Boulevard didisain pada masa pemerintahan kolonial Belanda antara tahun 1919-1929 pada masa HI Bussemaker sebagai walikota Malang. Kawasan ini sarat akan konsepsi-konsepsi penataan ruang kawasan, yang apabila secara arif dapat dikaji kita akan mendapatkan beberapa pelajaran berharga untuk referensi disain kawasan sejenis di masa mendatang. Perjalanan sejarah dengan berbagai tekanan akan tuntutan kebutuhan ruang kawasan, serta perubahan gaya hidup masyarakat yang mendiami kawasan ini sedikit banyak telah memacu berlangsungnya perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan konsekwensi logis dari adanya pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakatnya. Mempelajari bentuk morfologi kawasan Idjen Boulevard menjadi sangat signifikan mengingat potensi-potensi disain yang melekat dalam keseluruhan konteks kawasan. Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan serta dipelajari dalam studi morfologi antara lain aspek historis kawasan, aspek kecenderungan perkembangan, aspek disain (bangunan, tata lingkungan, penataan jalur hijau, maupun townscape), serta aspek regulasi (usaha-usaha terhadap upaya penataan dan atau pengaturan) dalam mengantisipasi tuntutan perkembangan kota. Keempat aspek tersebut merupakan aspek utama yang harus diperhatikan dalam penanganan perancangan kawasan dan/atau perancangan kota (Urban Design). Ulasan Disain Kawasan Idjen Boulevard Boulevard merupakan konsep disain yang paling populer dan banyak dipakai sebagai akses jalan utama pada pengembangan kota taman (garden city). Akses jalan dibuat dua lajur dengan tata taman yang relatif lebar pada median jalan. Karakteristik jalan yang demikian secara visual memberikan kesan dominasi akses kawasan. Dalam kasus idjen boulevard kesan visual ini masih di tunjang dengan adanya jalur pedestrian di sisi kiri dan kanan jalan dengan tata tanam yang khas (mengunakan tanaman Palem Raja). Kesan visual yang terbentuk menjadi demikian atraktif dengan pola tanam yang memiliki ritme yang sama (jarak 8 meter) serta besar tanaman yang relaitif sama. Karakter visual lingkungan idjen boulevard, didominasi tata hijau dibagi menjadi 2 bagian penggal yakni; antara jl. Kawi s/d tugu melati (perempatan jln semeru); dan penggal tugu melati sampai dengan Gereja Santa Maria Bunda Karmel (Idjen). Kedua penggal jalan tersebut di awali dan/atau diakhiri dengan persimpangan jalan, dengan karakteristik disain tata lingkungan yang berbeda, seolah berusaha untuk menghindarkan "keseragaman vista lingkungan. Penyelesaian disain yang demikian bertujuan untuk meberikan "pengkayaan visual sepanjang jalur jalan boulevard. Penyelesaian tata jaringan jalan yang demikian menyebabkan bervariasinya tipologi townscape serta tipologi kapling di setiap sudut persimpngan jalan. Kondisi ini membawa implikasi pada disain bangunan sudut menjadi lebih variatif dan spesifik di setiap penggal kawasan.

Pola grid sama sekali tidak ditemukan pada pengembangan kawasan idjen boulevard. Tipical penggunaan pola grid pada kota-kota kolonial di Indonesia biasaya ditemukan pada bagian selatan kota yang didominasi oleh komunitas pribumi. Demikian juga yang terjadi di kota Malang, kawasan idjen boulevard yang terletak di bagian utara dan didominasi serta diperuntukan bagi komunitas non-pribumi, dengan klas ekonomi menengah ke-atas. Konsepsi pengembangan kota Malang pada waktu itu yang dimotori oleh Karsten, memang tidak didasarkan atas segregasi sosial (etnik tertentu), tetapi lebih kepada kelas status sosial. Kawasan idjen boulevard perancangannya memang ditujukan untuk kelas atas, sehinga tipologi rumah villa dengan halaman depan yang relatif luas merupakan inti pola pemukiman di kawasan idjen. Trend tipologi lingkungan seperti kawasan idjen saat ini mulai muncul kembali pada pemukiman-pemukiman baru yang memiliki segment pasar menengah ke atas. Pengolahan lingkungan dengan tata taman dan lingkungan (townscape) yang didominasi vegetasi, dan pengkayaan tipologi kapling hunian yang bervariasi. Pemanfaatan potensi lingkungan alamiah sangat menonjol. Hal ini ditunjukkan dengan "membuka ruang yang cukup untuk menghadirkan vista "putri tidur dengan taman "indrokilonya (sekarang telah berubah menjadi pemukiman elite). Kondisi idjen boulevard saat ini pada beberapa bagian sudah mengalami perubahan. Peremajaan tanaman palem raja, serta perubahan disain rumah di kawasan idjen boulevard saat ini telah terjadi. Untuk menjaga kelestarian visual kawasan diperlukan suatu pendekatan yang komprehensif agar kawasan ini dapat terjaga kelestariannya. Peremajaan yang kurang memperhatikan konsep awalnya menimbulkan perubahan yang kurang sesuai, hal ini dapat dilihat pada kondisi vegetasi di sisi jalan, pedestrian serta tampilan bangunan. Perubahan yang terjadi terlihat tidak terencana dengan baik hal ini karena tidak adanya regulasi yang jelas dalam usaha pelestarian kawasan ini. Hal yang cukup memprihatinkan, mengingat Idjen Boulevard merupakan salah satu contoh penataan kawasan yang sangat memperhatikan potensi-potensi lingkungan sebagai unsur disainnya. Idjen Boulevard juga merupakan sebuah referensi yang sangat relevan dalam konteks penataan sebuah kawasan saat ini. Perubahan dapat dilihat dari kondisi palem raja di sisi jalan. Palem raja sebagai salah satu unsur utama dari Idjen Boulevard mengalami perubahan yang disebabkan karena adanya peremajaan yang dilakukan. Peremajaan yang seharusnya dapat menyegarkan suasana Idjen dilakukan dengan tanpa memperhatikan aturan-aturan yang ditetapkan oleh Herman Thomas Karsten. Aturan tersebut meliputi pada jenis palem, ukuran dan jarak tanam. Pohon-pohon palem ditanam diantara pohon lama sehingga jarak tanam yang sebelumnya berjarak 8 m menjadi tidak beraturan. Selain itu perbedaan ukuran antara palem lama dan baru sangat tampak. Perbedaan ketinggian serta jarak tanam mengurangi kesan ruang dari Idjen Boulevard sebagai foreground dari deretan pegunungan Kawi. Sebenarnya peremajaan vegetasi sangat diperlukan karena dengan cara inilah Idjen Boulevard dapat dipertahankan, tetapi peremajaan yang dilakukan harus tetap mengacu pada konsep awal rancangan kawasan ini. Kondisi taman yang tidak sama terjadi karena tidak adanya aturan yang jelas tentang jenis vegetasi yang boleh ditanam dan pihak yang mempunyai kewajiban memelihara. Perawatan dan penataan taman saat ini hanya dilakukan pada taman di median jalan. Sedangkan perawatan taman di sisi jalan diserahkan pada pemilik rumah, tetapi tidak semua pemilik rumah menjaga kondisi taman dengan serius. Seharusnya vegetasi yang

diijinkan di luar pagar hanyalah rumput sebagai ground cover dan penyerap air hujan. Tetapi pada beberapa bagian terdapat vegetasi-vegetasi, seperti palem merah dan jenis perdu-perduan, yang ditanam di bagian luar pagar. Pada bagian lain, kondisi taman tampak tidak terurus karena penghuni rumah yang seharusnya berkewajiban memelihara tidak tinggal di situ lagi. Perbedaan perlakuan bagi taman di Idjen Boulevard disebabkan tidak adanya pemahaman bahwa taman pada kawasan ini, baik di tengah maupun di sisi jalan, merupakan satu kesatuan dari disain kawasan. Jalur Pedestrian Pengendalian terhadap kualitas disain kawasan termasuk kualitas disain Pedestrian sangat diperlukan. Perlu disosialisasikan tentang kedudukan pedestrian beserta unsur pembentukknya (grass cover) merupakan domain publik (public domain), sehingga "batas kepemilikan pribadi (batas kapling) tidak mempengaruhi bentuk disain maupun kualitas dan kuantitas visual pedestrian. Panduan perancangan jalur pedestrian menjadi sangat penting. Secara keseluruhan sebenarnya kawasan idjen boulevard memerlukan pengaturan yang khusus dengan penetapan kawasan dengan perangkat "exclusionary zonning untuk menjamin Visual performance lingkungan tetap terjaga. Menurut Truman Asa Hartshorn (1980:226), dalam Interpreting The City: An Urban Geography, yang dikutip Wikantiyoso, R (2004), bahwa Exclusionary Zonning bisa diterapkan untuk menentukan standart performance, dalam rangka untuk mempertahankan ekslusivitas dan keseragaman suatu kawasan. Tipologi hunian di sepanjang Idjen boulevard adalah tipologi rumah Villa dengan halaman depan rumah yang relatif luas. Disain kapling relatif bervariasi sebagai kosekwensi dari pengolahan tata taman yang mendominasi kawasan. Kondisi ini menyebabkan disain bangunan menjadi relatif beragam, baik dari sisi besaran bangunan, orienasi, maupun bentuknya. Keadaan ini semakin memperjelas bahwa disain kawasan benar-benar telah diolah sedemikian rupa sehingga "vista (scane) pada setiap penggal kawasan memiliki kekhasannya sendiri. Penyelesaian disain yang demikian sebenarnya merupakan suatu "jawaban atas pertanyaan bagaimana mendisain suatu kawasan/bagian kota supanya memiliki "lokalitas yang spesifik. Tampilan bangunan di sekitar Idjen Boulevard pada awalnya didominasi oleh karya arsitektur bergaya kolonial dengan tipe rumah villa. Bangunan rumah-rumah tinggal tersebut merupakan karya dari beberapa arsitek pada jaman kolonial, diantaranya adalah Ir Herman Thomas Karsten dan Henri Estourgie. Menurut Han Awal (2002), ekslusifitas kawasan idjen boulevard ini memang terlihat sejak awal dengan hanya diperkenankannya 8 arsitek yang merancang bangunan di kawasan ini. Seiring perkembangan kota Malang yang pesat, rumah-rumah tinggal tersebut tidak sedikit yang telah mengalami perubahan. Fenomena perubahan yang terjadi apabila tidak dilakukan pengendalian, maka bukan tidak mungkin karakter spesifk kawasan idjen boulevard akan hilang. Diperlukan guideline yang mampu untuk menjaga kualitas visual kawasan. Pemahaman kualitas visual menjadi sangat penting bukan hanya sekedar pelestarian bentuk bangunan, tetapi pemahaman secara totalitas disain kawasan. Seperti telah di illustrasikan bahwa pola jalan kawasan Idjen boulevard dengan pola organiknon grid, dengan menghadirkan "taman hampir pada setiap persimpangan jalan. Pola sirkulasi di buat berjenjang, pola boulevard pada jalur utama dan jalan-jalan

lingkungan yang berada di "dalam kawasan diperkuat kesan ruangnya dengan menghadirkan beberapa taman seperti taman Slamet, taman buring, taman cerme dll. Konsep peancangan sirkulasi seperti ini, mendudukkan ruang jalan hanya sebagai jalur sirklasi saja tetapi juga ditujukan untuk menghadirkan "vista lingkungan yang lebih bervariasi. Hal ini bisa berhasil karena setiap disain "taman memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda. Selain berfungsi sebagai "pemecah sirkulasi tetapi juga untuk memperkuat kesan-kesan visual tertentu. Bisa kita rasakan penggunaan pola boulevard di Jalan Raya Idjen berbeda dengan boulevard menuju SMA Dempo. Eksklusifitas disain kawasan idjen boulevard terlihat juga dari disediakannya jalus pedestrian pada dua sisi sepanjang jalur Idjen boulevard. Konsepsi tata ruang luar dengan pendekatan yang komprehensif dari beberapa aspek; aspek sirkulasi, aspek ekologis, estetika serta "penyatuan panorama lingkungan dalam disain kawasan sangat terasa. Salah satu contoh konsepsi yang patut untuk di pertahankan eksistensinya. Diperlukan upaya-upaya kongkrit bukan hanya berupa perda yang mengatur secara verbal, tetapi perangkan urban design guide line yang menyentuh aspek-aspek disain fisik ruangnya. Kawasan Idjen Boulevard dalam "tekanan Perubahan Rasanya konotasi sub judul di atas sangat berlebihan. Akan tetapi dalam konteks perubahan hal ini perlu untuk menyikapi secara positif dan arif dalam rangka mendapatkan solusi untuk "mempertahankan image Idjen Boulevard sebagai salah satu icon kota Malang. "Tekanan perubahan idjen Boulevard bukan hanya datang dari perubahan fisik sepanjang Idjen Boulevard saja, tetapi juga dari sekitar kawasan Idjen. Seperti kita ketahui dalam waktu yang tidak terlalu lama akan muncul sebuah; lingkungan baru, aktifitas baru, arsitektur baru dengan karakter baru, bahkan image baru di dekat Idjen Boulevard, dengan hadirnya MOG (Malang Olimpic Garden). Arsitektur baru dengan "skala aktifitas yang cukup besar, sedikit banyak akan memberikan "tekanan perubahan yang cukup signifikan dalam jangka panjang. Kondisi kawasan Idjen Boulevard saat ini telah mengalami perubahan yang cukup besar, hal ini bisa dilihat dari foto udara kawasan Idjen Boulevard antara tahun 19462004 (lihat gambar 8). Alih fungsi beberapa bagian kawasan secara pelan dan pasti telah dan akan terus terjadi. Hal ini harus disadari sebagai suatu proses perkembangan kota. Sekali lagi apa yang harus dilakukan oleh pengelola kota, serta komunitas kotanya ? Jawabnya adalah mempersiapkan perangkat yang mampu "mengendalikan perkembangan kawasan/kota sesuai dengan "prioritas kepentingan (baca: orientasi pengembangan); development orientation; conservation orientation dan/atau community orientation seperti di uraikan di depan. Urban design guide line kawasan Idjen Boulevard sudah menjadi kebutuhan untuk "menjaga kelestarian, potensi spesifik kawasan sebagai salah satu icon kota Malang. Catatan Penutup Malang dengan berbagai potensi bangunan dan/atau kawasannya memerlukan pedoman standar pelestarian dan perlindungannya untuk setiap kawasan di Kota Malang, yang

menuntut perlakuan tidak sama. Karakteristik obyek yang berbeda diperlukan klasifikasi bangunan kuno-bersejarah dan kriteria fisik-visualnya sangat tergantung pada nilai-nilai yang dikandung (nilai historis, nilai keilmuan, nilai kultural dll). Kategori obyek sangat menentukan langkah-langkah konkrit pada upaya menjaga kelestarian bangunan dan/atau kawasan tersebut. Kajian terhadap bangunan dan/atau kawasan harus dilakukan secara konprehensif untuk menetapkan kebijakan preservasi, konservasi, atau demolisi. Dalam tahapan implementatif perlu law inforcement dengan kelengkapan UDGL (urban design guide lines) yang mampu men-drive upaya kelestariannya didalam "tekanan perubahan yang sangat kuat. Pembahasan tentang perancangan kawasan khusus seperti halnya kawasan idjen bouevard ini tentunya bertujuan bukan hanya untuk mengagumi "keelokan atau keindahan disain kawasan, tetapi lebih kepada menggali konsepsi-konsepsi disain kawasan. Upaya menjaga kelestarian kawasan idjen boulevard memang telah dilakukan, dengan upaya regenerasi tanaman baru, tetapi tidak/kurang memperhatikan konsep penataan (jarak tanam, besar tanaman) sehingga kualitas visual sangat memprihatinkan. Disini diperlukan upaya-upaya kongkrit yang mengarah kepada penataan fisik dalam bentuk pemberlakuan UDGL (urban design guide lines) atau panduan rancang kota yang mampu menjaga kualitas visual kawasan secara menyeluruh meliputi tata taman, jalur pedestrian maupun tata bangunan di kawasan idjen boulevard. Upaya partisipatif dalam "pengelolaan ruang terbuka pada zona publik memang perlu untuk efisiensi anggaran pemerintah kota dalam pemeliharaan taman kota. Tetapi hal ini harus di drive dengan perangkat pengaturan seperti UDGL yang mampu menjadi panduan operasionalnya. Secara keseluruhan sebenarnya kawasan idjen boulevard memerlukan pengaturan yang khusus dengan penetapan kawasan dengan perangkat "exclusionary zonning untuk menjamin Visual performance lingkungan tetap terjaga. Exclusionary Zonning bisa diterapkan untuk menentukan standart performance, dalam rangka mempertahankan ekslusivitas dan keseragaman suatu kawasan (Truman Asa Hartshorn, 1980:226). Semoga catatan-catatan penutup ini dapat memberikan wawasan baru dalam memahami disain kawasan serta menjadi acuan dalam upaya penataan kawasan idjen boulevard khususnya. [1] Makalah disampaikan pada Seminar Peletarian di Simpang Jalan, diselenggarakan oleh IAI Nasional di Hotel Tugu Malang, 7 April 2006. [2] Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang
Malang Post- Sabtu, 18 Februari 2012 14:57 Pasar Tugu ke Rampal MALANG Pasar wisata belanja Tugu Kota Malang sudah menjadi salah satu tujuan pariwisata alternatif wisatawan yang datang ke Kota Malang. Sebagai salah satu cirri khas Kota Malang, lokasi Pasar Tugu harus berada di lokasi yang tepat. Sesuai dengan tata kota, keberadaanya tidak boleh mengganggu aktivitas lainnya, harusnya dapat mengangkat vitalitas kawasan itu. Menurut pakar tata kota dari Universitas Merdeka Malang, Prof. Ir. Respati Wikantiyoso, MSA, Ph.D. keberadaan Pasar Tugu di Jalan Semeru saat ini perlu ditinjau kembali. Sejauh mana efektifitas dan sejauh mana mengganggu aktivitas di sekitar kota. Mengingat di lokasi itu ada rumah warga, ada pula tempat-tempat bisnis dan lainnya. Bagaimana pun dampak terhadap kemacetan lalu lintasnya. Dampak kemacetan sudah terlihat di sekitar lokasi itu karena fasilitas parkir yang tidak terlalui memadai. Sering juga ada bus yang parkir di pinggir jalan di sekitar lokasi yang akan berwisata di Pasar Tugu. Di kawasan itu pula ada rumah, tempat bisnis, kata Respati kepada Malang Post, kemarin. Aktivitas di Jalan Semeru dibutuhkan semua pihak. Para PKL butuh untuk menggelar barang dagangannya di Pasar Tugu, warga juga membutuhkan untuk aktivitasnya, juga pelaku usaha yang ada di sekitarnya. Semuanya saling membutuhkan kawasan itu.

Jika ada alternatif tempat yang tidak mengganggu aktivitas lainnya dan justru mengangkat aktivitas di kawasan itu akan lebih baik. Hanya saja, perlu ada kelengkapan fasilitas yang disediakan untuk memberikan kenyamanan bagi pedagang dan juga pengunjungnya. Seperti luasan tempat yang mampu menampung semua pedagang, memiliki akses jalan yang memadai, fasilitas parkir yang luas agar tidak menimbulkan kemacetan di jalan serta fasilitas lainnya. Yang terpenting jangan sampai jauh dari pusat kota. Kalau di Jalan Semeru kawasannya terbatas. Kalau ada kawasan yang luas dapat terus dikembangkan lebih baik lagi, ungkapnya. Jalan Bela Negara Rampal misalnya, kawasan itu setiap minggunya sudah ramai dan dapat menjadi konsumen Pasar Tugu jika dipindahkan ke kawasan Rampal. Kawasan itu pun cukup luas dan memiliki akses yang mudah untuk dijangkau, keberadaannya pun tidak jauh dari pusat kota. Lokasi parkir pun masih memadai untuk ditempati sepeda motor dan mobil. Fasilitas parkir menjadi hal yang penting. Pasar Tugu sudah menjadi ciri karakter yang ada di Kota Malang. Bukan hanya masyarakat Kota Malang saja yang berkunjung, tapi juga wisatawan dari luar kota. Dimanapun Pasar Tugu ditempatkan akan dikunjungi masyarakat dan wisatawan asalkan tidak jauh dari pusat kota, terang pria yang menjadi Koordinator Tim Penyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Malang 2005-2025 itu. Di Jalan Bela Negara Rampal, kata dia, juga dapat meminimalisir gangguan aktivitas lainnya. Justru keberadaanya akan dapat meningkatkan kawasan itu. Jika ditempatkan di lokasi itu, masyarakat bisa berwisata, olahraga dan mencari kuliner khas Kota Malang yang banyak dijajakan di Pasar Tugu. Perizinannya juga harus pasti. Karena dulu pernah di pindahkan ke dalam Rampal dan dikembalikan lagi ke Jalan Semeru, tambah Kepala Laboratorium Kota dan Permukiman Jurusan Teknik Arsitektur Universtas Merdeka Malang itu. Seperti diketahui, Pemkot Malang sudah mengajukan izin ke Pangdam V Brawijaya untuk Pasar Tugu di Jalan Bela Negara Rampal. Ditambahkannya, Pasar Tugu sudah menjadi ciri khas karakter kota yang ada di Kota Malang yang ada setiap minggunya. Untuk siklus tahunan ada Malang Tempo Dulu (MTD). Untuk ciri fisik bangunan, Kota Malang memiliki kawasan Jalan Ijen yang menjadi land mark. (aim/avi) Kota Bogor Segera Bangun Boulevard - Malang Juga Mau Bikin Pedestarian Malang Juga Mau Bikin Pedestarian Jumat, 30 Juli 2010 02:24 BOGORKITA - Kota apel Malang, Jawa Timur juga berniat membuat pedestarian sebagaimana halnya Kota Bogor Seperti apa konsep pedestarian Malang? Pakar Tata Kota Universitas Merdeka Malang meminta Pemkot Malang untuk benar-benar menyeriusi gagasan brilian Wali Kota Malang, Peni Suparto soal pedestrian zone di Jalan Pasar Besar. Bahkan ada masukan, konsep pedestrian yang nyaman itu bisa dilihat dan dirasakan di Orchard Road Singapura. Prof.Ir. Respati Wikantiyoso, MSA., Ph.d. guru besar arsitektur Universitas Merdeka Malang mengatakan, untuk pedestrian zone, ada beberapa bangunan baru yang harus ada di sepanjang jalan. Seperti bangku duduk untuk beristirahat, pemandangan yang mendukung, lintasan jalan yang baik, kanopi yang menyejukkan serta magnet pemandangan lain yang menyebabkan pejalan kaki betah berjalan di kawasan tersebut. Seperti di Orchard Road Singapura. Di sana walaupun rute berkilo meter, pejalan kaki tidak merasa lelah. Karena mereka banyak dihibur dengan pemandangan yang asri dan nyaman di sepanjang jalan, kata Respati kepada Malang Post kemarin. Di Indonesia, konsep pejalan kaki ada juga di Pangkal Pinang Provinsi Bangka Belitung. Dengan menggunakan kanopi berbentuk dome yang menutup seluruh atap jalan. Namun Respati menganggap konsep itu bukanlah satu referensi yang baik. Di kawasan Malioboro Jogjakarta, pernah juga dijadikan sebagai zona pejalan kaki. Namun karena omzet pedagang yang ternyata menurun, konsep itu lantas di hentikan. Intinya Pemkot harus memiliki konsep yang matang dan bisa bertahan lama. Harus ada magnet yang lebih besar untuk menjadikan kawasan pedestrian, seperti di Singapura itu, tandasnya. Uji coba bisa jadi sebuah alternatif yang harus dilakukan oleh Pemkot untuk melihat kesiapan kawasan Jalan Pasar Besar sebagai pedestrian zone. Dengan kajian lalu-lintas yang matang bisa jadi kemacetan tidak akan terjadi. Konsep zona pejalan kaki yang terpenting harus dibuat agar dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Sebab akan banyak biaya dan tenaga untuk mempersiapkan konsep itu. Jangan hanya gebyarnya saja terus tiba-tiba hilang. Kan banyak kerugian dari segi biaya dan juga warga di sana, lanjutnya.

Respati tidak dapat menyebut berapa lama kajian dari konsep itu dapat dilaksananakan. Namun Respati menyebutkan beberapa hal penting yang harus di siapkan, seperti guide line mengenai tata letak dan denah yang berisi berbagai rancangan dan peta zona tersebut. Tentang tempat parkir, lintas jalan yang akan dilalui, rancangan trotoar yang nyaman untuk pejalan kaki, serta aturan mengenai kapan di berlakukannya zone pejalan kaki. Karena di situ adalah zona perekonomian, saya kira lebih baik untuk menerapkan konzep ini dalam waktu tertentu dimana kegiatan dan omzet pemasukan warga setempat mengalami penurunan. Seperti ketika sore hari atau malam. Pada pagi hingga siang saya lihat di daerah itu padat sekali terjadi transaksi, ujarnya.(sumber: malangpost) Berita selengkapnya di: http://www.bogor-kita.com/pemerintahan/kotamdya-bogor/473-kota-bogor-segera-bangunboulevard.html?start=1

P2KPB, Solusi Atasi Ketimpangan Perdesaan-Perkotaan


Ketimpangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan, yang ditandai dengan terkonsentrasinya berbagai program pembangunan di perkotaan, masih terus terjadi di Indonesia hingga saat ini. Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (P2KPB), diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Demikian disampaikan Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah I Lina Marlia dalam Lokakarya Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan di Jakarta (12/4). Lebih lanjut Lina menjelaskan, Konsep utama P2KPB adalah pengelolaan kekayaan desa sebagai common property, serta penciptaan pengolahan kekayaan desa yang bernilai tambah dan mengembalikan nilai tambah tersebut ke desa. Konsep ini diharapkan dapat mengatasi krisis yang terjadi di perdesaan, yang ditandai dengan semakin berkurangnya lahan pertanian, meningkatnya kerusakan DAS, serta kerusakan hutan (deforestasi). Senada dengan Lina, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kedeputian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Hayu Parasati mengakui pentingnya pengembangan perdesaan di Indonesia. Hayu juga mengungkapkan masih terjadinya ketimpangan pembangunan perdesaan dan perkotaan ditandai antara lain dengan semakin besarnya persentase desa swadaya di Indonesia, semakin bergesernya tenaga kerja di sektor pertanian ke sektor industri serta urbanisasi penduduk yang terus meningkat. Hayu memaparkan, pada saat ini arah kebijakan dan strategi pembangunan desa yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga telah sejalan dengan P2KPB. "Prinsip pembangunan perdesaan dalam RPJMN adalah pemberdayaan dan pengembangan kapasitas masyarakat, pembangunan yang partisipatif, serta berkelanjutan, imbuhnya. Sementara Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Subandono Diposaptono pada kesempatan yang sama mengungkapkan, pengembangan kawasan minapolitan merupakan salah satu konsep dalam penataan ruang desa pesisir berkelanjutan. Melalui konsep ini, tutur Subandono, desa pesisir yang memiliki arti penting sebagai pondasi industrialisasi kelautan dan perikanan mendapatkan dukungan fungsi kota-kota pesisir yang merupakan pusat pemasaran produk. "Dengan adanya konsep minapolitan sebagai satu kesatuan manajemen pengembangan wilayah yang memadukan keterkaitan produksi-pemrosesan-pemasaran dan prasarana pendukungnya, maka peningkatan nilai tambah ekonomi dari kegiatan perikanan dapat terwujud," ujar Subandono. Harus Partisipatif dan Berwawasan Lingkungan Akademisi dari Universitas Merdeka Malang Respati Wikantiyoso menambahkan, berbagai program dan prioritas dalam pengembangan perdesaan yang akan dikembangkan di kawasan perdesaan harus diterapkan dengan pendekatan partisipatif. Pengembangan perdesaan, menurut Respati harus partisipatif agar sesuai dengan karakteristik masing-masing tipologi perdesaan, serta harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat setempat. "Sebelum menetapkan prioritas dalam pengembangan perdesaan, kenali dulu karakteristik desa, agar tidak bias dengan kepentingan pengembangan ekonomi," tegas Respati.

Sementara Akademisi dari Institut Teknologi Bandung Acha Sugandhi menambahkan, P2KPB juga harus menegaskan adanya prinsip pembangunan berwawasan lingkungan sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta adaptasi terhadap perubahan iklim yang drastis. (sha) Sumber : admintaru_130412 Berita aslinya silahkan id=1921

klik disini atau kunjungi di http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?

Karena Iklan, Karakteristik Kota Hilang MALANG Maraknya papan reklame yang terpasang di Kota Malang memberikan sumbangsih negatif bagi wajah kota. Potensi visual kota yang menjadi penanda di setiap kota menjadi tertutup dan hilang karakteristiknya karena pemasangan reklame yang tidak tertata dengan baik. Menurut pakar tata kota Universitas Merdeka (Unmer) Malang, Prof Ir Respati Wikantiyoso MSA Phd, dalam perencanaan kota ada penanda (signed) untuk membedakan dengan daerah lainnya. Unsur penanda kota berupa elemen yang menonjol seperti bangunan, pemandangan atau tanaman. Unsur penanda ini, menurutnya sangat penting. Di Kota Malang ada bangunan-bangunan bersejarah seperti gereja di Kayutangan, gedung PLN dan lainnya. "Dengan banyaknya papan reklame yang terpasang elemen penanda itu menjadi tertutup. Kalah besar dengan papan reklame yang semakin marak terpasang di mana-mana, kata Respati kemarin. Guru besar Unmer Malang itu mencontohkan kawasan Kayutangan. Saat berjalan menuju ke Alun-alun dari arah Jalan Basuki Rahmad gedung bangunan sebagai elemen penanda kota, gereja Kayutangan sudah tidak terlihat lagi karena tertutup reklame besar. Sementara itu, LSM Pusat Telaah Informasi Regional (Patiro) mendesak Rencana Tata Ruang dan Wilayah (Ranperda RTRW) memuat tentang zonasi, ukuran dan faktor keamanan reklame. Menurut LSM ini, reklame yang menjamur ini dipandang tidak memenuhi standar keamanan serta mengabaikan aturan zona larangan reklame. Ranperda RTRW yang kini sedang digodok dewan menurut Patiro belum memuat tentang tiga hal penting tentang pengaturan reklame. Zona reklame menurut Muhammad Fahaza, Manajer Program Patiro belum juga disinggung dalam Ranperda itu. Sedangkan peletakan papan reklame saat ini telah melanggar aturan yang telah disebutkan dalam perwakot. Dalam perwakot ada aturan kalau Alun-Alun Kota Malang itu adalah area publik dan bebas dari reklame. Tapi sekarang sering dipasang papan reklame ukuran besar. Papan itu biasanya dipasang di atas pos polisi atau pos Satpol PP itu, ujar Fahaza. Selain itu, bando yang sering terpasang saat ini belum diketahui keamanan konstruksinya. Fahaza mengaku publik belum mengerti tentang konstruksi hingga ukuran bando yang terpasang di atas suatu konstruksi. Banyak bando tapi tidak ada ukuran jelas. Apakah papan bando itu, sama dengan papan yang dipasang di jembatan penyeberangan?. Konstruksi itu berpengaruh pada terjaminnya keselamatan warga di sekitarnya, lanjutnya. Sutiaji, Anggota Komisi C DPRD Kota Malang mengaku akan membicarakan tentang zonasi reklame. Namun jika terbentur dengan waktu maka nantinya zonasi harus diatur dalam perwakot. Sesuai amanat UU nomor 26 tahun 2007 setiap daerah kan diberi waktu 2 tahun untuk memiliki perda RTRW. Sampai sekarang ini masih banyak daerah yang belum punya, termasuk Provinsi Jawa Timur juga belum punya, tegas dia. (aim/pit/mar) Baca berita aslinya dengan klik link dibawah: http://www.malang-post.com/index.php? option=com_content&view=category&layout=blog&id=46&Itemid=71 Malang International Education Park Wednesday, 31 March 2010 20:12 MALANG Pembangunan di Kota Malang benar-benar terlihat pesat. Namun pembangunan masih terpusat di beberapa wilayah tertentu saja. Dibutuhkan akses jalan yang layak untuk memecah pemusatan dan memeratakan pembangunan dengan adanya sinergi antara Pemkot Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Jalur lingkar menjadi salah satu alternatif yang ditawarkan oleh pengamat dan juga akademisi di bidang tata kota Respati Wikantiyoso. Kepala Laboratorium Kota dan Pemukiman Universitas Merdeka Malang ini berpendapat, jalur lingkar sudah saatnya dimiliki Kota Malang untuk memeratakan pembangunan. Akses jalan yang layak harus disediakan untuk memecah jalur yang melalui pusat kota. Dengan infrastruktur itu pembangunan akan berjalan seiring dengan pola jalan, kata Respati kemarin. Jalur Lingkar Barat (JLB) sebelumnya telah dibahas menjadi salah satu rencana jangka panjang yang hingga kini belum juga disyahkan oleh legislatif dan eksekutif Kota Malang. Rencana yang digodok sejak tahun 2005 lalu itu menyebutkan kebutuhan jalur lingkar untuk memberikan akses jalan luar kota dari Kota Malang menuju Kota Batu. Pembangunannya tentu saja melibatkan tiga institusi kota dari Pemkot Malang, Kabupaten dan juga Kota Batu karena lokasi lingkar barat akan memanjang dan melintas di tiga

wilayah itu. Misalnya dari arah Kebonagung Kabupaten melingkar ke arah Dieng di kota dan nyambung ke daerah Batu. Jalur dalam kota seperti Dinoyo sudah sangat penuh dan akan buruk jika pembangunan dipaksakan terpusat di beberapa wilayah itu saja, imbuhnya. Respati menilai usaha Pemkot untuk pemerataan pembangunan mulai terlihat dengan dibangunnya sekolah bertaraf internasional di Kedungkandang. Wilayah di bagian Timur Kota Malang itu memiliki potensi yang belum tergali dengan maksimal. Di wilayah itu juga Malang bisa memiliki jujugan tempat wisata buatan terkait pendidikan. Rencananya daerah itu akan dibuat sesuai konsep yang bernama MIEP (Malang International Education Park). Tempat wisata pendidikan nantinya akan ada di sana, kata Respati yang mengaku ikut menggodok MIEP dalam rencana pembangunan jangka panjang 2005-2025 yang sedang dalam proses itu.(pit/lim). Berita asli di Malang post kliklink dibawah: http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9438:malanginternational-education-park&catid=67:edupolitan&Itemid=98 Bangunan Mangkrak Tercecer Di Sudut Kota MALANG POS, Selasa, 12 Oktober 2010 17:37 MALANG - Sejumlah bangunan mangkrak di Kota Malang mengganggu keindahan kota. Apalagi bangunan mangkrak yang tersebar di berbagai sudut kota pendidikan ini menonjol. Pemkot seharusnya tidak sekadar memberi izin mendirikan bangunan (IMB) tapi juga melakukan pengawasan hingga bangunan selesai. Pakar Tata Kota, Prof Ir Respati Wikantiyoso MSA, PhD mengatakan, seharusnya tidak boleh ada bangunan yang mangkrak. "Apalagi bangunan yang berskala besar, katanya saat dihubungi Malang Post kemarin. Sejumlah bangunan berskala besar yang mangkrak di antaranya seperti bangunan hotel di kompleks MOG, bangunan ruko sepanjang sekitar 1 Km di kawasan Sawojajar hingga di Jalan Brigjen Slamet Riyadi. Persoalan ini kata Respati seharusnya tidak perlu terjadi jika tak sekadar menerbitkan IMB. "Harusnya diikuti dengan pengawasan bangunan sampai bangunan selesai, kata Kepala Laboratorium Kota dan Pemukiman, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik (FT) Universitas Merdeka Malang ini. Tak hanya itu saja, menurut Respati, persoalan lain karena studi kelayakan hingga kajian ekonomi sebelum membangun kurang maksimal. Seharusnya kata dia, untuk membangun harus diawali dengan studi kelayakan dan kajian ekonomi yang lebih matang. Dia memperkirakan, berhentinya pembangunan juga karena faktor finansial. "Aspek ekonomi juga sangat berpengaruh, ujarnya. Persoalan lain yang harus diperhatikan serius yakni ketika akan melanjutkan pengerjaan bangunan yang mangkrak, harus diikuti dengan kajian lagi. Tujuannya untuk memastikan kekuatan konstruksi. "Hal ini penting karena selama pembangunan berhenti, konstruksi mengalami perubahan cuaca, hujan dan panas. Selain itu ada juga bagian bangunan yang seharusnya dilindungi, tapi tidak dapat terlindungi karena pembangunan tidak berlanjut. Karena itu harus dilakukan kajian sebelum melanjutkan pembangunan, paparnya. Agar persoalan bangunan mangkrak tak terjadi lagi, Respati mengingatkan agar pemberian IMB harus dibarengi dengan memastikan apalah bangunan akan terwujud dalam waktu tertentu atau tidak. "Karena itu pelaksanaan pembangunan harus terkontrol, termasuk bangunan per orangan seperti rumah, pungkas Respati. Untuk melihat berita selengkapnya silahkan klik dibawah ini: http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19425:bangunanmangkrak-tercecer-di-sudut-kota&catid=46:tribunngalam&Itemid=71

Lambannya Pembangunan Kota Malang Untuk Kurangi Pengangguran


REP | 07 May 2012 | 09:19 Dibaca: 202 Komentar: 0 Nihil

Salah satu bumi dan kekayaan alam yang terdapat di Kota Malang adalah Kota Malang dikenal dengan sebutan TRIBINA CITA, sebagai Malang Kota Bunga, Malang sebagai Kota Pendidikan, Malang sebagai Kota Pariwisata dan Malang sebagai Kota Industri.

Oleh : Satriya Nugraha, SP Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Dari Provinsi Jawa Timur 2014-2019 Konsultan Ekowisata, Pemerhati Pembangunan Jawa Timur Wirausaha Mesin Abon Ikan BONIK satriya1998@gmail.com ; satriya1998@yahoo.com Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu bumi dan kekayaan alam yang terdapat di Kota Malang adalah Kota Malang dikenal dengan sebutan TRIBINA CITA, sebagai Malang Kota Bunga, Malang sebagai Kota Pendidikan, Malang sebagai Kota Pariwisata dan Malang sebagai Kota Industri.. Mari kita lihat kilas balik sejarah Kota Malang di masa kepemimpinan dr. Tom Uripan, SH. Sejak tahun 1987, Walikota Malang, dr. Tom Uripan,SH sudah bekerjasama dengan pemerintah Turki dalam hal pembangunan jalan tol di wilayah Karisidenan Malang (sekarang disebut Bakorwil Malang). Latar belakang kerjasama pembangunan jalan tol tersebut adalah banyaknya jamah haji dari Provinsi Jawa Timur dan Walikota Malang ditunjuk sebagai Koordinator pembangunan jalang di sepanjang Karesidenan Malang, mulai dari Malang, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi. Tidak hanya itu, pemerintah Turki juga membantu proposal pembangunan masjid dengan arsitektur Turki, kalau kita melihat arsitektur masjid di Malang Raya yang mirip arsitektur masjid Turki, artinya waktu proses pembangunan masjid tersebut, mereka dibantu dana hibah dari pemerintah Turki bisa melalui perseorangan ataupun kelompok takmir masjid. Kemudian pemerintah Turki memberikan bantuan modal wirausaha baik perseorangan maupun kelompok usaha di Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu) tanpa harus melalui Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hanya saja tidak banyak pengusaha Malang yang sudah sukses yang mengaku telah dibantu bantuan modal hibah dari pemerintah Turki. Hal ini berlangsung sejak tahun 1987. Namun setelah Walikota Malang,, dr.Tom Uripan, SH diganti Walikota Malang, Soesamto, tidak ada perkembangan pasti transparansi dana dan realisasi nyata pembangunan jalan tol dari pemerintah Turki. Hal ini membuat berang dan marah Pemerintah Turki dan akhirnya menghentikan segala bentuk bantuan dana hibah dari proposal yang diajukan masyarakat Malang Raya. Kondisi stagnasi pembangunan jalan tol yang didanai Pemerintah Turki berlanjut sampai masa kepemimpinan Walikota Malang, H. Soeyitno, tidak ada perkembangan yang

berarti. Padahal kalau kita mengkaji, salah satu indikator percepatan pembangunan khususnya pembangunan bidang industri, pariwisata dan pendidikan serta dapat meningkatkan perekonomian masyarakat bisa dilihat dari semakin lancar jalur transportasi dan infrastruktur. Masa pemerintah Soeyitno, tidak bisa memberikan kepercayaan pemerintah Turki, dan akhirnya merugikan masyarakat Malang Raya sendiri yang terhambat mengajukan proposal bantuan dana hibah untuk mensejahterakan masyarakat Malang Raya juga. Sejarah ini belum dimunculkan oleh para sejarahwan Kota Malang di berbagai media massa. Permasalahan pembangunan jalan tol atau fly over Kota Malang akhirnya berhasil dibangun oleh Walikota Malang, Drs. Peni Suparto, MAP setelah mendapatkan desakan dari Pemerintah Turki yang menuntut pertanggungjawaban pemerintah Kota Malang. Pembangunan fly over di kelurahan Arjosari dan di Kelurahan Kotalama, ternyata berasal dari sumber dana pemerintah Turki, bukan dari APBN pemerintah pusat. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab terakhir dan untuk menutupi rasa malu Pemerintah Kota Malang sejak tahun 1987, belum berhasil menjalankan amanah pembangunan jalan tol dari dana Pemerintah Turki. Selain itu, di masa kepemimpinan Walikota Malang sekarang ini, belum muncul dampak pembangunan Kota Malang dari APBD Kota Malang, malah timbul distribusi perpecahan sentra ekonomi dan hilangnya rasa persaudaraan masyarakat Kota Malang sendiri. Sampai tahun 2012 ini, sudah banyak bermunculan rumah toko (ruko) di berbagai kawasan Kota Malang, padahal sejak tahu 2002, sebaiknya pembangunan Ruko dihentikan karena akan mengganggu dana perkreditan perbankan Kota Malang, kalau kita cermati, sebagian pembangunan Ruko Kota Malang menggunakan kredit perbankan. Apabila tidak banyak Ruko yang terjual maka dipastikan akan terjadi kredit macet dan aliran kas perbankan di Kota Malang akan terganggu. Harusnya Pemerintah Kota Malang memunculkan wirausaha-wirausaha baru seperti wirausaha industri inovatif, wirausaha yang bergerak di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, agar semakin bergairah perekonomian Kota Malang, semakin meningkatkan lapangan pekerjaan dan masyarakat asli Kota Malang tidak melakukan urbanisasi pekerjaan di luar Kota Malang. Semakin banyak tenaga terdidik khususnya sarjana muda melakukan gerakan kewirausahaan maka akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia, meningkatkan kesejahteraan, Produk Domestik Bruto akan semakin meningkat sehingga dapat menurunkan tingkat inflasi di Kota Malang. Belum lagi banyak bermunculan mall di Kota Malang, yang kesemua pemilik tenant / tenant di mall tersebut berasal dari luar Kota Malang, otomatis aliran dana masyarakat Malang ke luar kota Malang. Masyarakat asli dan bermukim di Kota Malang hanya menjadi pihak konsumtif yang berbelanja dan melakukan gaya hidup hedonisme, yang dikhawatirkan akan memunculkan sikap pamer diri, individualisme dan sebagainya. Generasi muda Kota Malang akan muncul kelompok-kelompok seperti geng motor karena mereka terpengaruh gaya hidup modern yang malah semakin mengaburkan jati diri dan identitas asli Arema Malang.

Dampak dari pembangunan mall-mall dan pembangunan pasar modern mengakibatkan pasar tradisional menjadi tidak terawat, menjadi tidak nyaman dan kondisi jalan di sekitar pasar tradisional tidak diperhatikan oleh pemerintah Kota Malang, terbukti dari rusaknya pasar tradisional Kebalen, sepinya pembeli di pasar Bunulrejo, mangkraknya Terminal Hamid Rusdi, kumuhnya pasar Gadang. Hal ini malah menjadi alasan Pemkot Malang membongkar pasar tradisional menjadi bentuk pasar semi modern, dengan menggandeng investor, untuk meraih keuntungan pribadi semata. Pasar Besar sebagai tempat berdialog, pembeli dan penjual dan pasar tradisional lainnya semakin sepi pembeli dan menciptakan stagnasi perputaran ekonomi di kalangan menengah ke bawah. Tidak ada keseimbangan jumlah pasar modern dan pasar tradisional di Kota Malang. UUD 1945 Pasal 32 mengamanatkan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Oleh karena itu, pemerintah, pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota perlu melestarikan budaya lokal dalam upaya memajukan kebudayaan nasional. Salah satu contoh budaya lokal adalah pasar tradisional. Perlu diketahui, pasar tradisional merupakan salah satu wujud budaya lokal dan ekonomi rakyat yang dapat menjadi wahana efektif untuk melestarikan kebudayaan. Selama ini, kondisi pasar tradisional hampir memprihatinkan, dianggap kumuh dan kurang tertata dengan baik. Bahkan sebagian pemerintah daerah mengalihfungsikan pasar tradisional menjadi pasar modern. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, BUMN, BUMD termasuk kerjasama dengan Swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual-beli barang dagangan melalui tawar-menawar. Untuk mengatasi keruwetan dan kekumuhan pasar tradisional maka pasar tradisional perlu berubah fungsi menjadi pasar pesona budaya. Hal ini dalam rangka meningkatkan dan memajukan pasar tradisional yang berbasis budaya dan wisata. Pasar Pesona Budaya adalah pasar tradisional yang mencerminkan aktualisasi nilai-nilai budaya lokal, melestarikan produk lokal dimana suatu komoditas yang dihasilkan oleh masyarakat setempat. Saat ini, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI masih dalam proses pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI tentang pasar pesona budaya. Keberadaan regulasi tersebut untuk memberikan pedoman kepada Pemerintah Daerah dalam mengintegrasikan kebijakan dan program pasar pesona budaya ke dalam perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah tersebut di atas bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pasar tradisional menjadi pasar pesona budaya. Kita berharap tujuan pengaturan tentang pasar pesona budaya adalah sebagai pedoman untuk : (a) melestarikan nilai dan perilaku budaya dalam pasar tradisional ; (b) membangun, merenovasi, dan merevitalisasi arsitektur pasar tradisional sesuai kondisinya ; (c) menata pasar tradisional dalam mengembangkan usaha bagi pedagang serta mewujudkan kenyamanan bagi pembeli ; (d) mengembangkan pasar tradisional menjadi daya tarik

wisata guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pasar tradisional menjadi pasar pesona budaya, sebagaimana tersebut di atas meliputi aspek : nilai budaya, perilaku budaya dan budaya fisik. Dengan demikian, mari kita memilih pemimpin Malang di masa mendatang lebih jeli, lebih cermat, tidak hanya karena mendapatkan uang puluh ribuan, menggadaikan nasib pembangunan Kota Malang lima sampai sepuluh tahun ke depan. Jangan sampai keberadaan pasar tradisional sebagai soko guru perekonomian masyarakat menengah ke bawah semakin hilang dan pudar. Pilkada Kota Malang sebagai sarana untuk memilih pemimpin yang mensejahterakan umat, pemimpin yang shiddiq, tabliq, fathonah dan beramanah bagi masyarakat Kota Malang. Harus ada blue print visi pembangunan Kota Malang secara bertahap sehingga tidak terkesan hanya menguntungkan oknum pemimpin, oknum sebagian pemodal, pengusaha luar Kota Malang untuk mengeksploitasi berlebihan sumberdaya dan mengaburkan identitas asli masyarakat Kota Malang sesungguhnya. Amin.
MALANG___.. merupakan salah satu kota kolonial peninggalan Belanda yang direncanakan oleh Thomas Karsten. Sebagai seorang arsitek dan ahli tata kota, maka tidak heran bila kota yang pernah ditanganinya mempunyai keindahan tersendiri. Hal ini terwujud dalam Kota Malang.Kota Malang telah terkenal sebagai kota peristirahatan yang sejuk terletak di daerah dengan iklim yang dingin.. Namun pada perkembangannya yang tidak memperhatikan sejarah kota, maka lambat laun sebutan sebagai kota indah dirasakan tidak sesuai lagi. Ada beberapa daerah di Kota Malang tempo dahulu yang turut memberikan sumbangan bagi terwujudnya sebuah kota yang ideal dengan berbagai pemandangan yang sedap dipandang mata, salah satunya adalah adanya taman-taman di dalam kota. Salah satu kawasan kota yang digunakan sebagai ruang terbuka publik yang sekarang tidak lagi dijumpai adalah arena pacuan kuda. Arena ini terletak dibagian barat dari Kota Malang. Dibatasi oleh perumahan untuk kalangan menengah ke atas dengan pemandangan bebas ke arah gunung Kawi di belakangnya. Daerah ini mempunyai jalan utama yang terkenal kemudian dengan Jalan Besar Ijen.Saat ini arena pacuan kuda ini tidak terlihat sama sekali dan digantikan oleh perumahan dan sarana pendidikan. Arena ini sangat luas dan dibatasi oleh tiga jalan utama yaitu Jalan Besar Ijen, Jalan Pahlawan Trip dan Jalan Jakarta. Selain kegiatan berkuda arena ini juga pernah digunakan oleh para pandu (pramuka) untuk persiapan mengikuti Jambore Dunia di tahun 30-an.Mengingat tempatnya yang berada di kawasan perumahan elite tentu ini merupakan fasilitas yang disediakan hanya bagi orang-orang Belanda yang berdiam di Kota Malang sebagai salah satu dari sekian banyak hiburan yang dapat dinikmati. Sebagai sebuah kawasan yang baru direncanakan daerah kawasan ini terkenal dengan sebutan derah gunung-gunung Bergenbuurt (Handinoto & Paulus 1996) disesuaikan dengan rencana perkembangan kota dengan panduan poros Timur dan Barat. Sebagai salah satu kawasan di bagian barat Kota Malang yang diperuntukkan bagi golongan penduduk menengah keatas dilengkapi dengan taman-taman dan ruang terbuka lainnya seperti taman olahraga yang terletak di Jalan Semeru.

Taman olahraga ini kemudian dikenal dengan Stadion Gajayana. Pada awalnya di tahun 2030-an dirancang dengan berbagai fasilitas antara lain sebuah stadion, lapangan hocky, lapangan sepak bola dua buah, sembilan lapangan tenis, club house dan kolam renang. Kompleks taman olahraga ini juga merupakan kelanjutan dari perkembangan Kota Malang ke arah Timur dan Barat. Pada bagian barat termasuk kompleks ini akan mempunyai pemandangan yang indah ke arah pegunungan. Oleh karena itu konsepsi ini terlihat pula pada perencanaan daerah Kolam Renang yang akan memperlihatkan keindahan panorama pegunungan tersebut. Selain kawasan bagian barat Kota Malang, perencanaan taman sebagai sarana rekreasi dan bersantai juga meliputi daerah aliran Sungai Brantas (DAS Brantas). Dalam sejarah tercatat bahwa pada awalnya bentuk Kota Malang dibatasi oleh aliran Sungai Brantas. Jadi fungsi dari sungai adalah sebagai batas suatu daerah. Pada perencanaan selanjutnya ditahun 30-an, oleh Karsten sungai dimasukkan di dalam bagian perencanaan perkembangan kota. Inilah konsepsi awal yang kelak akan berlanjut dengan penggunaan DAS Brantas sebagai taman kota yang dapat dinikmati oleh segenap penduduk kota. Dalam jangka panjang seluruh lembah Brantas yang belum dipakai akan dijadikan cadangan taman dengan mempertahankan keindahan aslinya serta membuat jalan setapak (Paulus dan Handinoto 1996). Perpaduan sungai dan taman yang melingkar di seluruh kota yang memotong jalan-jalan besar di dalam kota akan memberikan keindahan tersendiri bagi kota. Sungai akan diperlakukan sebagai lanskaping kota. Sungai yang tadinya berada di pinggir, lambat laun seiring dengan perkembangan kota akan berada ditengah kota dan seolah-olah membelah kota menjadi dua bagian. Perencanaan perkembangan kota kearah barat dan timur yang telah dibahas ini dimaksudkan untuk mengimbangi perkembangan yang ada cenderung berbentuk pita di sepanjang poros utara-selatan. Perkembangan model pita ini dirasakan tidak kondusif untuk menciptakan kota yang merata di segenap penjuru.
Menparekraf Dukung Pembangunan Malang Raya dan Kota Wisata Batu 2-Mei-2012 07:00 Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, menyatakan dukungannya bagi pembangunan Malang Raya dan Kota Wisata Batu sebagai salah satu destinasi unggulan di Jawa Timur. Menparekraf mengaku kagum terhadap upaya pemerintah Kota Wisata Batu dan pemerintah Kabupaten Malang dalam membangun dan mendirikan tempat tujuan wisata. Sebelum mengunjungi tempat ini, saya tidak pernah mengira bahwa kota Malang khususnya kota wisata Batu sedemikian luar biasa serta memiliki tempat kunjungan wisata yang sudah layak disandingkan dengan tempat wisata tingkat dunia sehingga menungkinkan terjadinya peningkatan jumlah pengunjung, kata Menparekraf pada acara Gala Dinner Kota Batu Goes To Asean di Kota Wisata Batu, 2 Mei 2012. Sesuai namanya, kota wisata Batu memiliki banyak objek wisata menarik, salah satunya Jatim Park II yang baru saja diresmikan. Pengembangan Kota Wisata Batu berbasis kearifan lokal, yaitu pertanian sudah pada arah yang tepat. Hal ini sesuai dengan visi Kemenparekraf dalam mengembangkan wisata dan ekonomi kreatif yang berkelanjutan dan bertanggungjawab, kata Mari. Ia menjelaskan, wisata berkelanjutan tidak berarti pengembangan wisata hanya sebatas memperhatikan konteks pelestarian alam, tapi juga wisata yang melibatkan komunitas setempat sehingga aspek yang ditimbulkan tidak hanya aspek sosial dan ekonomi, tapi juga aspek mempertahankan dan

mengembangkan budaya lokal. Keterlibatan komunitas lokal dapat melindungi objek wisata dari kerusakan, ujar Mari. Mengenai rencana pembangunan Asean Culture Park, Menparekraf menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung. Setelah berdiskusi dengan pihak pemerintah daerah, kami mendapat gambaran bahwa Asean Culture Park akan didesain seperti Asean Fair yang diadakan di Bali tahun lalu. Waktu itu, kami membuat panggung permanen sebagai sarana bagi masing-masing negara Asean untuk menampilkan kehidupan di negaranya, lengkap dengan ornamen-ornamennya. Selain itu, di tengah arena Asean Fair, kami menyediakan satu panggung yang memuat sejarah berdirinya Asean serta hal-hal lain terkait Asean, paparnya kemudian. Dengan demikian, pengunjung dapat memiliki pemahaman mengenai Asean secara keseluruhan. Negara-negara yang tergabung dalam Asean banyak melakukan kerjasama bidang ekonomi, politik, dan sosiokultural. Keberadaan Asean Culture Park diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pengunjung, khususnya masyarakat Asean mengenai kehidupan negara anggota Asean. Asean Culture Park nantinya akan menjadi semacam one stop bagi masyarakat untuk memahami seluk beluk Asean. Selain itu, keberadaan Asean Culture Park juga dapat memperkuat argumentasi diarahkannya Bandara Udara Abdul Rahman Saleh di Malang menjadi international airport, jelasnya lagi. Nantinya, Asean Culture Park dapat menjadi wadah pertukaran budaya baik budaya tradisonal maupun budaya kontemporer. Saya usul agar di sana (Asean Culture Park) dibuat ruang pameran sehingga dapat memerkan ragam buaya, pariwisata dan kesenian yang dimiliki masing-masing negara baik secara bersamaan ataupun secara bergiliran, lanjutnya. Pembangunan kota Malang, khususnya kota wisata baru ini dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan khususnya wisatawan mancanegara. Kami medukung dan siap membantu pembangunan Kota Wisata Batu, lanjutnya lagi. Malam itu, Mari menceritakan sebuah kisah yang membanggakan. Saat Asean Fair yang kami gelar di Bali tahun lalu, sebuah band asal Myanmar mengaku tertarik dengan band Superman Is Dead asal Indonesia. Mereka [band asal Myanmar] kemudian meminta untuk main band satu panggung dengan Superman Is Dead. Ini merupakan hal yang membanggakan, band asal Indonesia disukai oleh band dari negara lain, ungkapnya bangga. (Puskompublik)

Arsitektur Menggugah Kota Malang


BY B U D I F A T H O N Y ON M A R C H 1 0 , 2 0 1 2

Budi Fathony, Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Email budifathony21(at)yahoo.co.id Perkembangan kota Malang khususnya telah berdiri sejak seratus tahun lalu lebih merupakan suatu asset yang dimiliki kota. Dalam perjalanan telah mengalami beberapa kali perubahan sebagai dampak dari kemajuan jaman menuntut pemenuhan kebutuhan seperti lahan, fasilitas dan elemen pendukung lainnya. Mengamati dan mempelajari perkembangan kota Malang begitu cepat karena permasalahan tidak sekedar kebutuhan kota, tetapi banyak bangunan lama dipugar total dan ruang terbuka hijau yang menjadi ciri khas kota telah terbangun. Konon perlu dilestarikan ternyata tidak mampu dipertahankan. Hal ini selalu terjadi dari tahun ke tahun, sudah bernasib malang kah kota Malang saat ini?

Pada awalnya kawasan stadion Gajayana kota Malang sebagai pusat oleh raga pada hakekatnya merupakan ruang terbuka hijau, namun perubahan menjadi peruntukan pusat perbelanjaan ternyata bertujuan upaya meningkatkan nilai ekonomi semata tanpa berfikir jauh kedepan dampak lingkungan fisik, apalagi dampak sosial budaya dan persaingan ekonomi makro semakin tidak terkendali. Ide dasar pembangunan Malang Olimpyc Garden pada kawasan stadion Gajayana sebagai keputusan tanpa dasar yang jelas, karena merubah tata ruang kota. Hal ini akibat masyarakat menolak keingingan investor berlindung dibalik suara birokrat membangun Alun-alun Junction (AAJ) memanfaatkan ruang terbuka hijau pusat kota Malang. Memang tujuan pembangunan tidak sekedar memanfaatkan lahan dianggap kosong atau belum sempat diolah dan dikelola, adanya alun-alun pada setiap kota-kota di Jawa tidak sekedar ruang terbuka hijau namun ada konsep dasar filosofis guna manfaat tiga dimensi untuk Tuhan Yang Maha Esa, manusia dan lingkungan, sangat disayangkan konsultan selalu tidak berfikir kelanjutan bagaimana dampak sebelum dan sesudah pembangunan. Terbukti pemanfaatan ruang-ruang akibat disain tidak terpadu, karena bukti teknis belum pernah dan tidak pernah akan dipublikasikan, sehingga masyarakat akademis tidak mampu mempelajari informasi ilmu yang diusulkan para penentu kota dan konsultan. Peran teknis lapangan dituntut lebih teliti dalam melangkah untuk mewujudkan hasil akhir disainnya walaupun didukung dana yang lebih. Arsitektur kota sendiri menyangkut berbagai macam aspek kehidupan manusia, tetapi lebih marupakan suatu proses untuk menghasilkan suatu ide-ide yang terbaik dan diterima masyarakat sebagai penghuni kota. Beberapa pengaruh yang mendasari proses tersebut diantaranya faktor sejarah peruntukan, sosial dan budaya masyarakatnya. Memang kita sulit untuk membedakan mana karya arsitektur yang baik dan cocok pada suatu tempat apalagi harus dipaksakan oleh kepentingan dan kekuatan tertentu duit dan kekuasaan memang duit itu tidak perlu tapi penting dan kekuasaan selalu diciptakan seakan kuat dan angkuh .

Walaupun ada yang menyuarakan minimnya ruang terbuka hijau dan kota harus disediakan regulasi yang ampuh, ternyata tidak cukup kokoh untuk dipertahankan kalau para perencana berlindung di bawah payung investor, sedangkan konsultan sekedar (kongkonan sultanistilah jawa diperintah sultan) . Celaka-nya permasalahan semacam ini selalu terjadi di belahan bumi tercinta Indonesia sehingga lebih cenderung gaya berdasarkan pesanan campur paksaan tujuan dasar adalah tuntutan ekonomi apalagi tidak sesuai dengan lingkungan geografisnya. Perubahan kota selalu terjadi karena tuntutan kebutuhan kota dan kurangnya fasilitas-fasilitas penunjang kota, yang tidak mungkin untuk dihalangi. Tetapi selama penentuan fungsi lama masih sesuai dengan tata guna kawasan kota menurut RTRW dan RDTRK yang konon telah di sah-kan tentunya masih bisa diterima, tetapi faktanya slogan dan jargon-jargon untuk menyelamatkan asset negara hanya muncul jika ada maksud bahwa wajib di pertahankan (itu dulu!, jaman perjuangan) saat ini sudah jaman reformasi alias repot mencari nasi justru sengaja melegalkan yang liar dan memformal kan yang non formal, apalagi proses ijin yang formalitas. Ternyata dalam pembangunan Stadion Gajayana menjadi pusat bisnis makro adalah menjadi beban lingkungan kota, penghuni kota Malang, sehingga baik dan tidak manfaat nantinya tidak sekedar dinikmati oleh golongan tertentu tetapi masyarakat tetap dan pendatang baik secara peorangan maupun bersama-sama, mengapa demikian karena kota Malang sebagai bagian dari beberapa kota di Jawa Timur menjadi primadona kunjungan setelah kota Surabaya. Seharusnya eksekutif dan legeslatif kota Malang ikut mengatur, membina dan membantu menciptakan iklim yang baik agar setiap proses usulan investor sesuai dengan tata ruang kota yang telah melalui proses mahal. Para pakar dan tokoh masyarakat menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk menentukan arah pembangunan kota Malang. Namun apa yang terjadi suara akademis tidak di dengarkan dengan baik dan sebagian tokoh masyarakat masuk dalam ranah legeslatif yang suka melegalkan yang tidak terkonsep dengan baik.

Setiap peraturan daerah atau peraturan pemerintah yang berupa undang-undangpun tentunya dapat diterapkan agar tatanan sebuah kota menjadi terarah. Fakta dilapangan jajaran Dinas terkait nampak tidak kompak dan setengah hati. Sedangkan masyarakat bukan semata-mata sebagai obyek pembangunan, tetapi merupakan subyek yang berperan aktif dalam setiap pembangunan. Peran dunia usaha sebaiknya tidak sekedar mampu mempengaruhi penguasa kota dengan imbalan yang menggiurkan dalam waktu cepat tapi menyesatkan, apalagi memikirkan dalam jangka panjang. Keterlibatan didalam pembangunan tentu dapat menahan emosinya agar tidak selalu mampu merubah aturan-aturan main yang ditetapkan oleh pemerintah setempat. Hasil proses yang dilakukan dapat menjadi contoh yang baik bagi siapa saja, tanpa pandang yang kuat dan lemah. Saat ini kota Malang kehilangan ciri kota dengan hadirnya Grand design, yang banyak diciptakan oleh para arsitek profesional untuk memenuhi kepentingankepentingan tertentu, sedangkan karya arsitek yang menganut aliran folk tradition, justru untuk mempertahankan aspek-aspek tradisional yang menjadi ciri khas kota dan lingkungan serta jatidiri masyarakatnya telah hilang. Peran akademisi ternyata masih dipandang sebelah mata, dipromosikan jika ada kepentingan sesaat agar nampak bahwa kota Malang sebagai kota Pendidikan tetapi tidak berjalan dengan pola pembelajaran yang baik, suara rakyat terasa tidak menguntungkan bagi masyarakat yang telah terlanjur memilih, LSM-pun ternyata dianggap kelompok yang hanya mampu mengkritik dan penentang. Kenyataan masyarakat dibuai mimpi pada produk apapun mulai dari kebutuhan sandang, pangan dan papan yang dikemas mewah menjadi gaya hidup baru. Sebagian besar masyarakat kita hanya mampu menjadi penonton walaupun setia setiap saat. Keterbukaan dalam proses yang mencoba mengakomodasi sebanyak mungkin pandangan dan pendapat masyarakat banyak, masih jauh dari kenyataan selalu saja ada masalah. Meskipun akan dapat memperlama proses dibanding sebelumnya,

akan tetapi mempunyai arti yang sangat penting untuk antisipasi masalah yang akan timbul dikemudian hari. Perkembangan arsitektur kota Malang saat ini berkembang maju tanpa arah, identitas kota tinggal 20%, ruang terbuka hijau tinggal 2,8%, para konsultan arsitektur dan kota keluar dari kode etik keilmuan karena kopi paste, apakah ini jadi pembelajaran yang baik bagi para arsitek dan planolog muda? mereka yang lagi mencari identitas, ataukah ini sebuah fenomena baru?, kota Malang tidak pernah tidur selalu jadi perhatian para pialang duit dan dolar, masyarakat terbuai mimpi indah,(bdf)
Pembangunan Perekonomian kota Malang

A. Pendahuluan Bila dilihat dari segi ekonomi, pembangunan perekonomian daerah memang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat setempat. Hal ini tentu berkaitan dengan Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product. Pembangunan suatu daerah atau kota akan mengalami kemajuan apabila grafik pendapatan dalam daerah tersebut meningkat. Salah satu faktor yang melatarbelakangi yaitu bagaimana cara terbaik dalam mengelola sumber daya yang telah ada dan membentuk suatu kerjasama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi di dalam wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah difokuskan pada pembentukkan institusi-institusi baru, pembangunan industri alternatif, identifikasi pasar baru, dan pengembangan perusahaan baru. Tentu ini harus diimbangi dengan modal yang dimiliki oleh suatu daerah, karena dalam hal ini modal memiliki peranan yang cukup strategis dalam menunjang kegiatankegiatan dalam pembangunan ekonomi. Masalah utama yang dihadapi dalam membangun perekonomian daerah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan dengan memanfaatkan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumber daya alam yang terdapat di daerah tersebut. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia, pemerintah harus berinisiatif bagaimana mengembangkan potensi sumber daya manusia dengan cara membuka sektor padat karya untuk mengasah keterampilan dan keahlian agar dapat digunakan dengan maksimal dan efisien. Sehingga dapat membantu meningkatkan mutu dan kualitas dalam membangun perekonomian dengan baik. Kita dapat mengambil salah satu contoh wilayah kota Malang, Jawa Timur. Pertumbuhan ekonomi kota Malang cukup baik dan mengalami kenaikan. Seperti pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi kota Malang meningkat sebanyak 6,52 persen dan pada tahun 2011 mencapai 6,55 persen. Kondisi ini juga memengaruhi menurunnya tingkat inflasi di kota Malang, yaitu pada tahun 2010 tingkat inflasi 6,7 persen dan kemudian menurun mencapai 4,05 persen pada tahun 2011. Pencapaian ini tentunya lebih baik bla dibandingkan dengan kota lainnya. Tidak hanya dalam bidang ekonomi, kota Malang juga mendapat apresiasi positif di dalam berbagai bidang lainnya, seperti kesenian, olahraga, ilmu Pengetahuan , dan sebagainya. Dari pencapaian prestasi-prestasi dalam berbagai bidang tersebut, tidak heran jika kota Malang dijuluki sebagai kota terbaik se-Indonesia. B. Landasan Teori PDB adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan. Kesejahteraan merupakan kondisi dimana semua orang merasakan kemakmuran hidup, baik dari segi materi maupun moral yang dapat dinikmati dan hidup yang serba berkecukupan. C. Pembahasan

Keadaan ekonomi di kota Malang mengalami pertumbuhan yang positif. Kota Malang mempunyai pangsa pasar yang cukup besar dan luas bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Pemimpin KBI kota Malang Totok Hermiyanto menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di kota Malang masih akan mengalami pertumbuhan yang positif walaupun sedikit melambat karena faktor perekonomian global yang juga sedang melambat. Bila ditinjau secara umum, kinerja dan prospek perekonomian kota Malang masih dalam kondisi stabil dan tetap kuat. Terutama pertumbuhan ekonomi di dukung oleh permintaan domestik dan proses ekspor yang masih efektif. Selain itu, konsumsi rumah tangga yang didasari keyakinan konsumen dan purchasing power yang masih kuat. Totok Hermiyanto menuturkan bahwa dalam sektor ekonomi yang saat ini paling berperan dominan adalah perdagangan, hotel, dan restoran. Struktur perekonomian di daerah kota Malang mayoritas mengarah pada perdagangan, hotel, dan restoran. Di daerah kabupaten, kecuali kab. Pasuruan , struktur perekonomian wilayahnya dipengaruhi oleh pertanian. Sedangkan bila kita amati di wilayah kab. Pasuruan , sektor yang memiliki peranan dominan dalam yaitu sektor industri. Hal ini terkait dengan keberadaan kawasan industri di daerah kec. Rembang. Yaitu Industrial Estate Rembang (PIER). Selain sektor yang berada di atas berikut, masih ada sektor-sektor lainnya yang diperkirakan dapat memberikan kontribusi baik bagi pertumbuhan ekonomi KBI kota Malang, yaitu sektor industry pengolahan, sektor transportasi dan telekomunikasi. Pada tahun 2011, kota Malang mengalami penurunan inflasi mencapai 4,05%. Tentunya hal ini jauh lebih baik apabila kita melihat angka inflasi yang terjadi pada tahun 2010 yang mencapai 6,70%. Sedangkan tingkat inflasi Jawa Timur 4,09% dan inflasi nasional 3,79%. Jelas angka inflasi Kota Malang masih lebih tinggi dari inflasi nasional, tetapi hamper sama dengan angka inflasi Jawa Timur. Sedemikian tingginya inflasi di kota Malang maupun Jawa Timur pada umumnya dibandingkan dengan rata-rata tingkat inflasi nasional yang dilatarbelakangi kebijakan Gubernur terkait adanya larangan masuknya beberapa komoditas atau barang-barang mengalami penolakan di Tanjung Perak dan kemudian dijadikan pintu arus masuknya produk-produk impor holtikultura.

D. Masalah-masalah yang dihadapi 1. Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja di kota Malang yang belum ditempatkan sampai bulan April 2003 sebanyak 13.126 jiwa. sementara itu jumlah lowongan kerja yang masih ada hanya 440. dapat kita simpulkan bahwa ada ketidakseimbangan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia. untuk lebih jelasnya kita lihat tabel berikut : DAFTAR PENCARI KERJA DAN LOWONGAN / PENEMPATAN BULAN : JANUARI S/D APRIL 2003 No Uraian Januari Februari Maret April 1.Pencari Kerja Sisa Bulan Lalu 12.433 12.568 12.865 13.002 Pendaftaran Baru 1.247 1.485 214 837 Pencaker aktif 13.707 14.053 13.079 13.839 Penempatan 1.007 819 77 713 penghapusan 132 369 Pencaker belum ditempatkan 12.568 12.865 13.002 13.126 2.Lowongan Sisa Bulan Lalu 386 529 475 498 Pendaftaran Baru 115 765 100 655 Lowongan Terbuka 1.536 1.294 575 1.153 Pemenuhan 1.007 819 77 713 Penghapusan Lowongan Belum Terpenuhi 529 475 498 440 apabila tidak dapat tersalurkan dengan baik, di khawatirkan akan berdampak negative yang dapat menimbulkan masalah-masalah seperti kriminalitas. Jumlah perbandingan ini juga kemungkinan akan terus bertambah mengingat situasi Negara yang sedang mengalami krisis ekonomi dengan banyaknya karyawan yang di berentikan pekerjaannya sehingga sacara tidak langsung hal ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan lapangan kerja di kota Malang. 2. Urbanisasi Penduduk

Masalah urbanisasi di kota Malang masih menjadi perbincangan yang penting. Kota Malang memiliki daya tarik tersendiri di beberapa daerah sekitarnya. Hal ini mendorong masyarakat untuk mencoba mendapatkan sesuatu hal yang lebih atau mengadu nasib di kota Malang. Akan tetapi, sumber daya manusia yang datang tidak sedikit kurang memiliki kemampuan yang memadai. Hal ini akan member beban bagi kota Malang dalam menyediakan lapangan pekerjaan. 3. Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan penduduk khususnya di provinsi Jawa Timur pada tahun 1980-1990 mencapai 1.08% dan pada tahun 1990-2000 menurun hingga 0.7%. Hal ini tentu memberikan catatan baik untuk perkembangan penduduk di provinsi Jawa Timur. Tetapi bila kita tinjau mengenai ketidakseimbangan atau kurangnya pemerataan penyebaran penduduk masih menjadi masalah pribadi bagi pertumbuhan penduduk khususnya di kota Malang. Berdasarkan data pada tahun 1997 di salah satu kecamatan yaitu kecamatan Klojen terdapat kelurahan Samaan yang kepadatan penduduknya berjumlah 219 jiwa. Sedangkan di kecamatan Kedungkandang(kawasan Buring) kepadatan penduduk relative lebih rendah yakni 35 jiwa. Dari data tersebut Nampak jelas ketimpangan atau ketidakseimbangan penyebaran penduduk di kota besar dan di wilayah tertentu dan ada juga wilayah lain yang beban kepadatan atau pertumbuhn penduduknya masih sangat lambat. Oleh sebab itu, pemerintah harus sigap dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dan lebih memiliki kepekaan terhadap pertumbuhan penduduk di kawasan pinggiran untuk lebih di tingkatkan kembali dengan memberikan peluang kerja dan membuat pusat-pusat pelayanan. 4. Keuangan Daerah

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 2001 PENERIMAAN JUMLAH (Rp) -Bagian sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu Rp -Bagian pendapatan asli daerah Rp -Bagian dana perimbangan Rp -Bagian pinjaman daerah Rp -Bagian lain-lain penerimaan yang sah Rp TOTAL Rp PENGELUARAN -Belanja rutin Rp -Belanja pembangunan Rp TOTAL Rp

5,707,276,000.00 25,655,116,800.00 218,696,636,370.00 17,573,721,350.00 267,633,550,520.00 208,681,386,636.00 58,952,163,884.00 267,633,550,520.00

Dari data tabel diatas, penerimaan daerah yang berasal dari dana perimbangan merupakan penerimaan terbesar yaitu sekitar 81% atau sekitar 218,6 milyar. Selain itu, penerimaan pendapatan asli daerah sekitar 25,6 milyar, penerimaan pendapatan sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu sekitar 5,7 milyar, dan penerimaan pendapatan lain-lain sekitar 17,5 milyar. Kemudian bila dilihat dari sisi pengeluaran, anggaran terbesar yaitu pengeluaran belanja rutin sekitar 208,6 milyar, sedangkan untuk anggaran belanja pembangunan sekitar 58,9 milyar. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah kota Malang harus lebih ditingkatkan kembali sejalan dengan berlakunya Undang-undang tentang Otonomi Daerah dengan mengoptimalkan pendanaan yang selama ini telah ada, dan berusaha menciptakan sumber-sumber pendanaan baru, baik dalam sector pajak maupun perusahaan daerah setempat. 5. Lingkungan Lingkungan hidup merupakan suatu bagian penting dari ekosistem seluruh makhluk hidup dengan mengarahkan pada pelestarian lingkungan hidup yang berdampingan dengan perkembangan kependudukan demi terjaminnya pembangunan berkelanjutan dengan menitikberatkan pada kualitas lingkungan, dan pengendalian pencemaran terhadap lingkungan hidup. Ada beberapa masalah terkait dengan lingkungan, yaitu : a) Erosi Erosi adalah pengikisan material-material permukaan tanah oleh kekuatan air dan angin. Erosi merupakan salah satu dampak lingkungan dari pesatnya pembangunan fisik sebuah kota. Dari data observasi diketahui bahwa erosi yang berdampak di kota Malang, khususnya diakibatkan oleh tekanan aliran air permukaan (run off) yang berasal dari air hujan. Selain itu, tingkat besar kecilnya erosi bisa juga disebabkan oleh faktor lain, seperti bentuk morfologi, sifat fisik tanah dan batuan, kemiringan lereng, keadaan vegetasi dan faktor aktivitas manusia dalam mengelola sumber daya alam. b) Permukiman Penduduk

Masalah yang tidak kalah penting untuk ditangani oleh pemerintah kota Malang saat ini adalah pemukiman penduduk. Golongan masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah masih cukup sulit dalam mencari permukiman dikarenakan faktor keuangan. Hal seperti demikian menyebabkan terciptanya kawasan-kawasan permukiman illegal disembarang tempat terutama kawasana yang letaknya tidak jauh dengan pusat kota. Alasan kawasan illegal berkembang sacara tidak teratur kemungkinan karena kurang adanya konsistensi dalam menangani masalah penduduk. Akibatnya kawasan tersebut menjadi daerah kumuh yang akan berakibat menurunnya kualitas hidup. c) Ruang Terbuka atau Taman Kota Kota Malang memiliki ciri khas dalam hal penataan ruang kota, yaitu taman kota. Sejak tahun 1933, arsitektur kota malang telah dirancang sedemikian rupa oleh W.Thomas Karsten dengan pengaturan tata taman dan ruangan terbuka yang representatif. Hal itu terbukti terutama di kawasan Jalan Trunojoyo, jalan kertanegara, jalan Tugu, jalan Gajah Mada, jalan Merbabu, jalan Ijen, dan jalan Suropati. Tetapi perkembangan fisik kota Malang yang cukup tinggi berdampak pada mengurangnya lahan terbuka hijau dan juga kurangnya sarana prasarana olahraga. Selain itu, ruang terbuka yang telah ada kurang dimanfaatkan dengan optimal, tidak sedikit perumahan yang tidak ada pepohonan peneduhnya, dan menghabiskan seluruh kavling rumahnya untuk dibangun. E. Kesimpulan Tidak mudah dalam membangun suatu kota menjadi kota yang sejahtera dan kota yang lebih dominan dari kota-kota yang lainnya. Ketahuilah bahwa kota yang telah dinilai baik pasti di dalamnya masih terdapat masalah-masalah yang sedang di atasi khususnya untuk wilayah kota Malang. Keanekaragaman dan sumber daya yang cukup melimpah seharusnya lebih bisa di optimalkan kembali dengan memperhitungkan kondisi-kondisi yang sekiranya akan sulit untuk dihadapi. Pemikiran yang berorientasi ke depan untuk membangun suatu kota menjadi kota besar harus di dominasi dengan baik. Mengembangkan sektor padat karya untuk mengcover sumber daya manusia dapat menjadi pilihan yang cukup baik dalam membangun kota yang sejahtera. Kesejahteraan masyarakat akan terjamin apabila sumber daya manusianya memiliki skill dan keterampilan agar tidak kalah dalam bersaing untuk meraih kesuksesan dalam hidup. F. Daftar Pustaka http://wartamalang.com http://www.bisnis.com http://one-geo.blogspot.com http://id.wikipedia.org http://ciptakarya.pu.go.id

PEMBANGUNAN JALAN LINTAS TIMUR TERKENDALA HARGA TANAH


Guna pembangunan jalan lintas timur yang melalui daerah Kedugkandang, maka di daerah tersebut nantinya akan dibangun sebuah jembatan. Namun, pembebasan lahan milik 52 warga yang terkena proyek pembangunan jembatan tersebbut tidak sesuai dengan yang direncakanan pihak pemkot Malang. Pembebasan lahan tersebut semula ditargetkan selesai pada bulan April 2012 lalu.

Akan tetapi, apa yang diinginkan oleh pihak Pemkot Malang tidak sesuai dengan yang direncanakan, pasalnya warga menaikkan harga lebih dari dua kali lipat dari yang ditawarkan Pemkot Malang untuk membebaskan lahan tersebut. Kepala Dinas Perumahan (Disperum) Kota Malang, Wahyu Setianto, mengatakan, Pemkot masih merasa kesulitan dalam upaya pembebasan lahan di sekitar jembatan itu.

Harga yang diajukan warga, kata dia, sangat tinggi sehingga tentu saja pihaknya tidak mungkin merealisasikannya. Saat ini kembali dilakukan survey oleh tim aprisial. "Pemkot Malang menawarkan harga sebesar Rp 1,5 juta per meter persegi untuk sebuah rumah yang bersertifikat hak milik (SHM). Harga itu dikenakan untuk sebuah rumah yang berada di tepi jalan," kata Wahyu, Selasa (8/5).

Dikatakannya, harga itu sebenarnya adalah hasil kesepakatan antara kami dengan warga pada saat sosialisasi awal April silam, dan ternyata dalam perkembangannya, warga mengajukan harga baru.

"Warga mengajukan harga sebesar Rp 3,5 juta per meter persegi untuk SHM, Rp 3 juta untuk tanpa sertifikat, dang anti rugi sebesar Rp 2 juta per meter untuk bangunan. Pengajuan warga itu diajukan melalui sebuah surat yang dikirim langsung ke Disperum," terangnya.

Wahyu menambahkan, bahwa warga melayangkan surat kepada Disperum soal harga yang mereka ajukan. Tapi menurut saya, harga itu sangat tidak realistis, terlalu tinggi dan tidak mungkin kami merealisasikan tawaran itu. "Salah satu solusinya, tim aprisial melakukan survey terbaru untuk memastikan harga tanah di sekitar jembatan Kedungkandang saat ini. Harga terbaru yang diajukan sedikit lebih tinggi dari harga kesepakatan awal," papar.

Dampak dari penyesuaian harga terbaru ini, pembebasan lahan yang dijadwalkan selesai April, terpaksa molor. "Sebenarnya pengerjaan jembatan harus segera dilakukan. Pihak Dinas Pekerjaan Umum selaku leading sector sudah melaksanakan lelang proyek dan ada pemenang. Tapi harus sabar menunggu pembebasan lahan selesai," terang Wahyu.

Wahyu juga mengaku bahwa pihaknya tidak berani memasang target kapan pembebasan lahan selesai dilakukan. Hanya saja, semua diharapkan bisa berjalan lancar dan tidak ada lagi penawaran baru lagi dari warga. Untuk pembebasan lahan ini, Pemkot Malang menyiapkan anggaran sebesar Rp 11 miliar.

Sebagaimana diketahui, Pemkot Malang memugar total jembatan Kedungkandang dengan anggaran sebesar Rp 79 miliar. Menurut rencana, pembangunan akan dimulai akhir bulan ini. Pemenang tender pembangunan jembatan tersebut adalah PT Nugraha Adi Taruna dari Jakarta. Semua pihak tentu berharap agar semua itu berjalan lancar dan kota Malang bisa lebih maju, berkembang dan lebih baik lagi. (say/tm-BIP)

OPTIMASI HUTAN SEBAGAI PENGHASIL OKSIGEN KOTA MALANG


Niti Sesanti, Eddi Basuki Kurniawan, Mustika Anggraeni

ABSTRACT
Perkembangan Kota Malang yang cenderung mengalihfungsikan RTH (ruang terbuka hijau) menjadi kawasan terbangun menyebabkan menurunnya produksi oksigen kota Malang. Alih fungsi RTH menyebabkan peningkatan area-area yang diperkeras dengan material yang tidak memungkinkan bagi tanaman untuk tumbuh. Hutan kota sebagai unsur RTH merupakan sub sistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka. Apabila peningkatan produksi oksigen melalui penambahan dan perluasan hutan kota sulit dilakukan, perlu adanya upaya optimasi yaitu dengan mengoptimalkan produksivitas oksigen pada lahanlahan yang dialokasikan sebagai hutan kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui karakteristik hutan Kota Malang, produksi oksigen vegetasi dari masing-masing hutan kota, dan menentukan model pengembangannya dalam mengoptimasi produksi oksigen yang seharusnya dapat dihasilkan oleh vegetasi pada masing-masing hutan Kota Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif (identifikasi karakteristik lansekap hutan kota), metode analisis evaluatif (menghitung produksi oksigen dari vegetasivegetasipenyusun hutan Kota Malang), dan analisis development (membuat model pengembangan vegetasi hutan kota, dan menentukan arah pengembangan hutan kota). Berdasarkan hasil analisis karakteristik terhadap hutan kota Malang diketahui bahwa hutan kota Malang berbentuk bergerombol dan menumpuk dengan produksi oksigen tertinggi sebesar 7,8 ton berada pada hutan kota Malabar. Arahan pengembangan vegetasi hutan Kota Malang lebih menitikberatkan pada kecermatan pembuatan model pengembangan vegetasi hutan kota. Vegetasi berupa tegakan (stratum B, C dan D) akan dikembangkan melalui tata cara penanaman vegetasi (Tata caraperencanaan teknik lansekap jalan, 1996) sedangkan vegetasi pelantai (stratum E) akan dikembangkan dengan asumsi bahwa pada setiap bagian hutan kota memiliki luas penutupan = 100%. Pengembangan hutan Kota Malang melalui penerapan model pengembangan vegetasi hutan kota terbukti mampu meningkatkan produksi oksigen Kota Malang. Produksi oksigen Kota Malang meningkat sebesar 40.039.978,01 gram atau lebih tinggi149,12% lebih tinggi dari pada kondisi eksisting.

Wilayah Pengembangan Malang Raya


Pusat WP : Kota Malang Fungsi WP Malang Raya adalah : pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, industri. Fungsi pusat pengembangan adalah : pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, prasarana wisata.

Struktur Pusat Permukiman Perkotaan Wilayah Malang Raya.


Perkembangan Kota Malang memiliki keterkaitan yang kuat antara Kota Malang dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Perkembangan tersebut membawa perubahan struktur ruang Kota Malang menjadi Perkotaan Malang dan sekitarnya atau disebut dengan istilah Malang Raya. Struktur pusat permukiman perkotaan dalam WP Malang Raya diarahkan dalam 3 cluster, yaitu cluster Kota Malang, Kota Batu, dan Perkotaan Kepanjen. Struktur pusat permukiman perkotaan cluster Malang, meliputi pusat permukiman Perkotaan Lawang, Singosari, Dau, Karangploso, Wagir, Pakisaji, Bululawang, dan Tajinan. Struktur pusat permukiman Perkotaan Kepanjen meliputi pusat permukiman Perkotaan Gondanglegi, Turen dan perkotaan sekitar Kepanjen. Sedangkan Struktur permukiman Kota Batu meliputi seluruh permukiman di Kota Batu.

Pengembangan Sistem Kegiatan


Perkembangan Kota Malang yang cepat ini diharapkan mampu menarik wilayah sekitarnya dalam pemerataan pembangunan. Kota Malang tidak saja berfungsi sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa serta kegiatan industri serta jasa.

SAMPAH JADI DUIT DI BSM


Mungkin ini metode terbaru buat warga Kota Malang untuk menambah pemasukan uang belanja sehari-hari, menabung dengan sampah, meminjam uang bayar sampah, beli sembako bayarnya juga dengan sampah. Bergabung menjadi anggota BSM (Bank Sampah Malang) sampah disulap menjadi uang. Mungkinkah sampah jadi duit? Pertanyaan tersebut akan muncul ketika mendengar nama BSM atau Bank Sampah Malang. BSM mungkin masih terasa asing di telinga sebagian masyarakat. Memang usia BSM masih sangat muda. BSM yang diresmikan operasinya pada 15 November 2011 oleh Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya merupakan perintis bank sampah di Indonesia.

Kota Malang patut berbangga, karena dengan adanya bank sampah, kesadaran masyrakat untuk menjaga kebersihan linkungan semakin meningkat. Selain itu, kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Karena sampah mereka, yang dulunya dibuang begitu saja, kini dapat ditukarkan dengan uang dan layanan lainnya yang disediakan oleh BSM. Latar Belakang Berdirinya BSM Berdirinya BSM berawal dari keprihatinan DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) dan kader lingkungan Kota Malang bersama-sama dengan TP PKK Kota Malang melihat kondisi lingkungan yang kotor dan perilaku masyarakat yang acuh terhadap lingkungan. Tidak adanya pengelolaan sampah yang terpadu menimbulkan masalah yang kompleks, seperti: lingkungan yang kotor dan bau, sumber penyakit dari sampah,dan sebagainya. Dengan inisiatif dari Ketua TP PKK Kota Malang, Dra. Hj. Heri Puji Utami, M.AP dan Kepala DKP Kota Malang, Drs. Wasto, SH, MH maka dilakukanlah sosialisasi dan pelatihan terkait pengelolaan sampah dengan pemilahan sampah organik (basah) dan anorganik (kering) dan pemanfaatannya, yaitu sampah basah untuk kompos dan yang terbaru untuk biogas dan sampah kering untuk kerajinan daur ulang dan dijual untuk didaur ulang oleh Pabrik (Plastik,Kertas,Botol,Besi,dls). Masalah yang muncul berikutnya adalah sampah anorganik (kering) tidak ada yang menampung atau membelinya yang orientasinya tidak semata-mata mencari keuntungan atau bisnis, tetapi Bagaimana Masyarakat Memepunyai Nilai Tambah dari Aspek Lingkungan (bersih dan sejuk), Aspek Sosial (kegotong-royongan/kepedulian muncul) dan Aspek Ekonomi (penambahan pendapatan) dengan adanya transaksi sampah an-organik tersebut? Setelah berguru ke sana kemari, akhirnya para insiator bersepakat mendirikan BSM (Bank Sampah Malang). Motto, Visi, dan Misi BSM Motto BSM : Pinjam Uang Nyicil Sampah dan Beli Sembako Bayar sampah Prakteknya Nanti BSM akan melihat potensi sampah dari unit BSM selama 3 bulan untuk menentukan besaran berapa pinjaman yang akan dikeluarkan oleh BSM pada unit BSM yang sudah terbentuk ini, yaitu dengan perbandingan 80 % untuk membayar angsuran dan 20 % untuk ditabung. Sedangkan untuk Sembako, nantinya para nasabah bisa menukarkan sampahnya pada sembako berdasarkan nilai sampah yang ada di tabungannya. Visi: Menuju Lingkungan Kota Malang menjadi BSM yaitu Bersih, Sejuk dan Manfaat. Misi:

1. 2. 3.

Pengelolaan sampah sampai bersih dengan kegiatan : Pengomposan dan biogas pada sampah organik; Pembuatan kerajinan pada sampah an-organik; Penabungan sampah layak jual pada BSM

Mewujudkan kesejukan dengan penanaman pohon dan terhindari polusi bau dari sampah dan sehat lingkungannya

1. 2. 3.

Memanfaatkan sampah untuk : Meningkatkan pendapatan masyarakat; Mengurangi pengangguran terutama masy. kecil; Merubah perilaku masyarakat akibat manfaat sampah Keuntungan Menjadi Nasabah BSM

Sampah yang dipilah oleh Kelompok Binaan akan diambil oleh Petugas BSM sesuai jadwal atau kesepakatan. Akan mendapat pelatihan dan pembinaan oleh BSM terkait dengan pengelolaan lingkungan terutama pada pengelolaan persampahan (pembuatan kompos, biogas, kerajinan daur ulang, pemilahan sampah layak jual, dll) dan pengelolaan penghijauan (pembibitan dan penanaman tanaman hias, bunga, Toga, produktif, dls).

Pengurus Kelompok Binaan akan mendapatkan keuntungan finansial dari BSM, karena terdapat selisih harga sampah untuk anggota binaan/masyarakat dengan harga BSM. Kerja sama yang ditawarkan BSM kepada lembaga/instansi organisasi/perusahaan:

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Jual beli semua jenis sampah an-organik (plastik, kertas, logam, kaca) untuk harga menyesuaikan kesepakatan kedua belah pihak. Pelatihan dan pembinaan pengelolaan sampah dari hulu (sumber) terutama untuk unit BSM yang terbentuk dalam Kelompok Binaan BSM. Pemasaran produk dari sampah (kompos, kerajinan daur ulang, biji plastik, dls). Sosialisasi dan pelatihan terkait manajemen Bank Sampah pada daerah lain yang berminat mau mendirikan Bank Sampah. Bantuan CSR atau lainnya yang sejenis kepada BSM, nantinya kita buat bersama Perjanjian Kerja Sama (PKS) atau MoU dimana hak dan kewajiban para pihak tertuang dalam perjanjian tersebut. Menerima bantuan program atau dana dari Pemerintah maupun organisasi sosial lainnya untuk penyaluran ke lingkungan pada pelaksanaan, pembinaan, pelatihan dan lain sebagainya.

Sampah merupakan sumber masalah yang sangat rumit terutama di kota-kota besar. Banyak faktor yang membuat sampah menjadi masalah yang serius bagi kota-kota besar. Butuh kesadaran yang sangat besar dari warga masyarakatnya agar kota tersebut terbebas dari masalah sampah ini. Di dalam UU No. 18 Tahun 2008 Pasal 9 telah disebutkan wewenang Pemerintah Kota/Kabupaten dalam menjalankan Pengelolaan Sampah.

Kewenangan Pemerintah Kota/Kabupaten tersebut adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi. 2. Menyelenggarakan pengelolaan sampah skala Kabupaten/Kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan criteria yang ditetapkan oleh Pemerintah. 3. Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain. 4. Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengelolaan sampah terpadu, dan atau tempat pemrosesan akhir sampah. 5. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan system pembuangan terbuka yang telah ditutup 6. Menyusun dan menyelenggarakan system tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya. Penetapan lokasi tempat pengelolaan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana tersebut di atas merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan system tanggap darurat sebagaimana dimaksud diatas diatur dengan peraturan menteri.

Sampah adalah sisa barang yang telah digunakan oleh manusia baik itu barang organik maupun barang anorganik. Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari masalah sampah, fakta menunjukkan bahwa potensi sampah terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di tempat pembuangan akhir (TPA) merupakan sampah organik yang mudah terurai dan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari benda-benda yang tidak dapat diuraikan. Contoh sampah organik adalah daun,sisa sayuran, sisa makanan, dll. Contoh sampah anorganik adalah Plastik, Kaleng, benda-benda logam, dll. Masalah sampah sampai saat ini masih dianggap masalah yang sepele. Pernahkan anda mengalami sampah yang ada dirumah anda tidak terangkut oleh tukang sampah. Apa yang terjadi ketika sampah tersebut mengendap didepan rumah anda. yang pasti akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Untuk menanggulangi masalah sampah yang semakin banyak, orang-orang mulai memikirkan berbagai cara dalam mengelola sampah tersebut. Sehingga masalah yang semula menimbulkan masalah sekarang menjadi membawa berkah bagi masyarakat. Dengan pengelolaan sampah yang benar maka potensi sampah untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat akan tercapai. Bagaimana caranya ? Sampah bisa diolah dengan berbagai cara salah satunya dengan menerapkan prinsip 3R. Metode ini bisa dilakukan dengan cara memilah sampah organik dan anorganik yaitu dengan cara membuat tempat sampah khusus untuk sampah organik dan anorganik. Dengan memilah sampah organik dan anorganik kita dapat mengolah sampah-sampah tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat. Ada cara yang sangat efektiff yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam membantu menangani masalah sampah ini yaitu dengan cara 3R. Apa itu 3R ? 3R adalah Reduce, Reuse, dan Cecycle Reduce berarti mengurangi sampah dengan mengurangi pemakaian barang atau benda yang tidak terlalu kita butuhkan. Reuse berarti memanfaatkan kembali barang yang sudah tidak terpakai.

Recycle berarti

mendaur

ulang

barang

yang

sudah

tidak

terpakai.

Manfaat sistem 3R bagi lingkungan adalah : Mengurangi tumpukan sampah organik

dan

sampah

anorganik

yang

berserakan di sekitar tempat tinggal. Membantu pengelolaan sampah secara dini dan cepat langsung dari sumber sampah yaitu rumah tangga. Menghemat biaya pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Mengurangi kebutuhan Lahan tempat pembuangan akhir (TPA). Menyelamatkan lingkungan dari kerusakan dan gangguan berupa bau, selokan macet,banjir, dll. Penerapan Sistem 3R dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumberdaya yang perlu dimanfaatkan. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Masyarakat awam biasanya berpikir bahwa sampah rumah tangga yang di hasilkan tidak akan bermanfaat bagi mereka. Sampah yang di hasilkan tadi di biarkan menuju TPA (Tempat Pembuangan Akhir) tanpa menyadari bahwa sampah tersebut bisa sangat berguna bagi pendapatan mereka. Dengan 3R pengolahan sampah rumah tangga dapat menjadi usaha rumahan atau usaha kelompok masyarakat (UKM). Caranya yaitu dengan menerapkan sistem pemilahan sampah organik dan anorganik dengan membuat tempat sampah yang khusus untuk sampah organik dan anorganik pada setiap rumah warga. Dengan terlebih dahulu menyampaikan apa saja jenis sampah organik dan anorganik rumah tangga. Masyarakat diberi penjelasan sampah apa saja yang dapat dipilah dan dimanfaatkan kembali. Penerapan sistem 3R dalam rumah tangga tersebut bisa menjadi pola hidup peduli lingkungan, yaitu: Reduce: Mengurangi sampah dengan mengurangi pemakaian barang atau benda yang tidak terlalu kita butuhkan , Misalnya : Kurangi pemakaian kantong plastic. Biasanya sampah rumah tangga yang paling sering di jumpai adalah sampah dari kantong plastic yang dipakai sekali lalu dibuang. Padahal, plastic adalah sampah yang perlu ratusan tahun (200-300 tahun) untuk terurai kembali. Karena itu, pakailah tas kain yang awet dan bisa dipakai berulang-ulang. Reuse : Memakai dan memanfaatkan kembali barang-barang yang sudah tidak terpakai menjadi sesuatu yang baru. Sampah rumah tangga yang bisa digunakan untuk dimanfaatkan kembali seperti: koran bekas, kardus bekas susu, kaleng susu, wadah sabun lulur, dsb. Barang-barang tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi barang-barang kerajinan yang artistik dan menarik. Selain itu barangbarang bekas tersebut dapat dimanfaatkan oleh anak-anak, misalnya memanfaatkan buku tulis lama jika masih ada lembaran yang kosong bisa dipergunakan untuk corat coret, buku-buku cerita lama dikumpulkan untuk perpustakaan mini di rumah untuk mereka dan anak-anak sekitar rumah. Itu juga salah satu cara pemanfaatan sampah rumah tangga.

Recycle: mendaur ulang kembali barang lama menjadi barang baru. Sampah organic bisa di manfaatkan sebagai pupuk dan sampah anorganik bisa di daur ulang menjadi sesuatu yang bisa di gunakan kembali. Contohnya: mendaur ulang kertas yg tidak di gunakan menjadi kertas kembali, botol plastic bisa di sulap menjadi tempak alat tulis, plastik detergen, susu, bisa di jadikan tas cantik,dompet,dll. Mengolah Sampah Organik dan Anorganik dengan Metode 3R Sampah Anorganik Sampah anorganik bisa di olah dengan proses daur ulang. Daur ulang mempunyai pengertian sebagai proses menjadikan bahan bekas atau sampah menjadi bahan baru yang dapat digunakan kembali. Dengan proses daur ulang, sampah dapat menjadi sesuatu yang berguna sehingga bermanfaat untuk mengurangi penggunaan bahan baku yang baru. Manfaat lainnya adalah menghemat energi, mengurangi polusi, mengurang kerusakan lahan dan emisi gas rumah kaca dari pada proses pembuat barang baru. Proses Daur Ulang Sampah Rumah tangga adalah : Memilah; yakni mengelompokkan sampah rumah tangga yang berdasarkan jenisnya dengan membuat tempat sampah anorganik dan organic , seperti kaca, kertas, plastic, sayur-sayuran, sesuai jenisnya. Menggunakan Kembali; Setelah dipilah, carilah barang yang masih bisa digunakan kembali secara langsung. Bersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Lakukan Daur Ulang Sendiri; Jika mempunyai waktu dan ketrampilan kenapa tidak melakukan proses daur ulang sendiri di rumah dari sampah rumah tangga yang dihasilkan . Dengan kreatifitas berbagai sampah yang telah terkumpul dan dipilah dapat disulap menjadi barang-barang baru yang bermanfaat. Sampah Organik Sampah Organik rumah tangga yang di hasilkan bisa di manfaatkan menjadi kompos. Kita bisa melakukan pengomposan dengan menggunakan drum plastic yang cocok di terapkan untuk mengolah sampah rumah tangga. Dengan menerapkan sistem 3R dalam pengelolaan sampah rumah tangga Bisa berdampak positive bagi lingkungan. Bukan saja lingkungan rumah tangga tetapi bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu banyak sekali manfaat yang di hasilkan dari sistem 3R terhadap sampah rumah tangga. Karena sampah tidak selalu akan menjadi barang sisa yang tidak bermanfaat bagi manusia Apabila kita mau menjaga lingkungan sekitar. Mari kita jaga lingkungan kita dengan menerapkan 3R Reduce, Reuce dan Recycle. Sehingga lingkungan kita terjaga dari masalah sampah. Jadikan sampah sebagai sesuatu yang bermanfaat bagi peningkatan ekonomi keluarga, jangan jadikan sampah sebagai sebuah masalah. LINGKUNGANKU BERSIH, KOTAKU JUGA BERSIH.

MANFAAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) BAGI KELOMPOK INFORMASI MASYARAKAT
Kelompok Informasi Masyarakat mempunyai tugas yang sangat mulia dalam tugasnya untuk menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. KIM saat ini sudah dibekali dengan kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dalam mengumpulkan data dan informasi, mengelola informasi dan menyebarkan informasi. Teknologi Informasi (TI)adalah istilah umum yang menjelaskan teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau

menyebarkan informasi. Teknologi Informasi yang tersebar di masyarkat banyak ragamnya antara lain telepon, TV, peralatan rumah tangga elektronik, dan HP, serta internet yang merupakan media untuk membuka jendela dunia. Drs. Gun Gun Siswadi pernah menyampaikan pada seminar di Bali tentang peran KIM dalam pembangunan, yaitu : - Mengelola Informasi mulai dari menyerap, mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan mendiseminasikan informasi kepada pihak yang berkompeten - Mengembangkan kualitas SDM masyarakat di bidang informasi agar menjadi insan informasi yang dapat diandalkan dalam pelaksanaan pembangunan - Menjembatani informasi antara masyarakat dan pemerintah dalam penyebaran informasi dan penyerapan aspirasi Dengan meningkatkan kemampuan dalam bidang penguasaan teknologi informasi ini diharapkan anggota Kelompok Informasi Masyarakat dapat memanfaatkannya untuk mempromosikan potensi yang ada di daerahnya, atau potensi dari anggota itu sendiri. Potensi yang ada dapat disebarluaskan melalui Internet. Potensi apa saja yang ada pada KIM sangatlah berbeda-beda, itu tergantung pada karakteristik di masing-masing daerah dimana KIM itu berada. Potensi alam yang ada diwilayah Malang misalnya dapat diekspos sampai ke manca negara menjadi potensi wisata yang dapat menghasilkan devisa bagi negara. (Potensi alam yang ada di wilayah Malang Raya misalnya : Diwilayah Malang selatan seperti Pantai Balekambang, Pantai Sendang Biru, Pantai Kondang Merak, Pantai Ngeliyeb, yang ada diwilayah Batu misalnya Coban Rondo, Pemandian Air Panas Canggar, Songgoriti dan masih banyak lagi potensi yang lainnya). Potensi ini juga akan dapat menghasilkan lahan baru bagi masyarakat dengan mengembangkan wisata kuliner dan barang-barang kerajian untuk oleh-oleh. Manfaat apa saja yang dapat diperoleh dengan teknologi informasi ini : 1. Anggota KIM dapat mencari artikel yang ada hubungannya dengan pengembangan usaha anggotanya. 2. Anggota KIM dapat menyebarkan Informasi yang bermanfaat bagi pengembangan usaha. 3. Anggota KIM dapat memanfaatkan teknologi jaringan informasi untuk menambah relasi bisnis/usaha. 4. Anggota KIM dapat bertukar informasi dengan anggota KIM yang lainnya. Dengan begitu banyaknya manfaat yang didapatkan oleh anggota KIM, sudah selayaknya Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) ini menjadi ujung tombak dalam setiap pembangunan di daerahnya masing-masing. Jembatan bagi pemerintah dalam menggali potensi yang ada di masyarakat, dan jembatan bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Sehingga akan terjalin hubungan yang selaras dalam membangun bangsa dan negara. Mari kita bangkit dari tidur kita, melangkahkan kaki-kaki kita untuk membangun bangsa dan negara melalui kelompok informasi masyarakat yang berdaya guna tinggi. Jadikanlah Hidup Anda Bermanfaat Bagi Orang Lain, Jangan Jadikan Hidup Anda Beban Bagi Orang Lain.

HAK ATAS LINGKUNGAN HIDUP : KRISIS RENCANA TATA RUANG WILAYAH MALANG
A. Pendahuluan Memaknai permasalahan lingkungan hidup bukan hanya identik dengan permasalahan pembuangan limbah dan pencemaran, kebakaran hutan, atau terus bertambahnya daftar spesiesspesies langka yang musnah. Di dalam lingkungan hidup terdapat materi kehidupan tentang hakhak dasar (basic rights) manusia serta prinsip keadilan lingkungan (environmental justice) serta akses yang setara terhadap sumber-sumber kehidupan. Ketiganya adalah satu kesatuan dalam sebuah kebijakan pembangunan (kota/negara) yang mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pembangunan. Kegagalan sebuah negara menterjemahkan lingkungan hidup, secara langsung akan berakibat pada elemen-elemen lingkungan hidup.

Perjalanan waktu bangsa ini, seiring dengan pola gerak pembangunan internasional yang semakin hari semakin menggerus eksistensi kelestarian lingkungan hidup, diwarnai dengan deret panjang tragedi lingkungan hidup yang terjadi dan mengancam kehidupan bumi dan manusia. Tragedi-tragedi berdatangan seolah menjadi schedule rutin tahunan yang selalu bisa diprediksi kehadirannya dan akibat yang ditimbulkannya, dan seolah tidak memberikan pelajaran yang penting untuk bisa diantisipasi. Bumi yang secara alami akan bergolak, diperparah dengan rendahnya daya dukung/kemampuan manusia untuk mengantisipasinya baik melalui aktivitasaktivitas yang secara langsung merusak maupun melalui upaya-upaya konspiratif politik kebijakan lingkungan hidup yang eksploitatif. Tata pembangunan kota misalnya, ruang-ruang publik bagi kota-kota besar selalu dianggap sebagai investasi yang niscaya dipersiapkan untuk ruang-ruang ekonomi sehingga diharapkan secara ekonomi akan memberikan sejumlah income bagi sebuah pemerintahan kota. Sedangkan kebijakan penataan tata ruang dan wilayah kota bukan merupakan panduan utama, bahkan justru menjadi alat legitimasi bagi pembangunan yang meng-invasi ruang-ruang publik. Tulisan ini tidak dalam kapasitas untuk memberikan solusi atas compang-camping tata ruang dan wilayah kota Malang serta problem penegakannya, namun sekedar memberikan potret wajah buram visi penataan kota Malang (dan juga tipikal kota-kota lainnya di Indonesia), merumuskan sebuah garis akar problematika penataan kota serta kontribusi masyarakat sipil terhadap visi penataan kota Malang yang belum mengakomodasi hak-hak dasar (basic rights) masyarakat serta prinsip keadilan lingkungan (environmental justice) serta akses yang setara terhadap sumbersumber kehidupan, melalui frame hak azasi manusia. B. Materi Hukum atau Kultur Penegakannya ? Malang dengan kepadatan 6.878 jiwa per kilometer persegi, sebagai potret kota besar di Jawa Timur, 10 tahun terakhir telah mengalami sebuah metamorfosis, yang ditandai dengan masuknya investasi-investasi besar di bidang industri, pariwisata dan pendidikan dengan nilai investasi yang semakin bertambah di tiap tahunnya. Fase metamorfosis tersebut bisa jadi sebuah persimpangan jalan, yang akan menguji sejauh mana sense of suistainable development yang dimiliki oleh penyelanggara kota yang dikenal sebagai kota bunga ini. Karena seperti dinyatakan dalam Declaration on the Right to Development bahwa pembangunan adalah sebuah proses ekonomi, sosial, budaya dan politik yang komprehensif, yang bertujuan untuk peningkatan secara terus menerus dan kesejateraan seluruh penduduk dan setiap individu berdasarkan partisipasi yang aktif, bebas, dan bermanfaat dalam proses pelaksanaan dan di dalam distribusi adil yang dihasilkan pembangunan. Parameter sederhana adalah pola penataan tata ruang wilayah sebuah daerah/kota, karena tujuan dari sebuah perencanaan tata ruang wilayah adalah mewujudkan ruang wilayah kota/kabupaten yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Ideologi profitopolis / menempatkan kepentingan ekonomi dalam kerangka kebijakan publik adalah sebuah realitas bagi kota Malang. Potret-potret buram pembangunan yang profitopolis

tersebut terhampar di berbagai sudut kota Malang. Penetrasi pusat-pusat perdagangan di wilayah pendidikan, hilangnya taman-taman kota diganti dengan perumahan mewah, hutan kota di buldoser, lahan ruang terbuka hijau menjelma menjadi ruko-ruko, hotel, mall dan SPBU, berubah fungsinya aset-aset publik menjadi pusat perdagangan/mall, dan lain-lain; adalah contoh nyata. Penelitian KSBK tahun 2005 menyebutkan bahwa kebutuhan minimal oksigen untuk kota Malang adalah sebesar 1103,5 ton/hari. Hal tersebut dapat dipenuhi dengan luas kawasan hijau dan peresapan air sebesar 40%. Faktanya sekarang kawasan tersebuka hijau di Malang tinggal 4%, itupun termasuk hutan kota APP di Tanjung (yang sebentar lagi menjadi kompleks perumahan mewah). Eksploitasi local resourches adalah langkah yang paling mudah dilakukan oleh sebuah pemerintahan. Dalam konteks otonomi daerah, hal ini lazim ditempuh oleh pemerintah daerah/kota-kota besar. Parameter keberhasilan pembangunan daerah masih di-identik-an dengan keberhasilan materi dan fisik, sedangkan orientasi yang bersifat non-fisik dan non-materi adalah orientasi yang tidak menarik dan tidak menguntungkan. Tidak mengherankan ketika asetaset publik dengan cepat beralih fungsi menjadi ruang-ruang privat, yang hanya bisa diakses oleh masyarakat ekonomi atas. Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) No 7 Tahun 2001, yang berlaku hingga tahun 2010 harus diakui sudah tidak memiliki relevansi dengan pola pembangunan di Kota Malang. Perda impoten tersebut lebih banyak dilanggar daripada dipatuhi dan dijadikan acuan pembangunan. Kewibawaan perangkat hukum tata ruang dan perangkat perijinan berada di bawah bayangbayang rupiah. Ironisnya, tidak ada yang merasa jengah dengan kenyataan ini. Memang harus dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan secepatnya, sebelum terlanjur semua aset publik berubah menjadi aset-aset ekonomi. Bisa jadi ini memang karena Perda RTRW sudah kehilangan relevansi, atau bisa jadi juga karena faktor mentalitas makelar pemerintah Malang yang lebih suka menjual dan menggandaikan aset-aset publik daripada memberdayakan dan melestarikannya buat kepentingan publik yang lebih besar. Yang mana yang benar ? Jika terbukti bahwa memang Perda Tata Ruang yang sudah usang, misalnya, maka perubahan dan/atau penyempurnaan Perda Tata Ruang dimungkinkan, tentu setelah melalui dan mengacu pada hasil evaluasi secara mendalam dan menyeluruh. Mari kota coba untuk menghitungnya : Parameternya adalah apakah 1) ada perubahan dan/atau penyempurnaan peraturan dan/atau rujukan sistem penataan ruang; 2) ada perubahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang dan/atau sektoral dari tingkat propinsi maupun kabupaten yang berdampak pada pengalokasian kegiatan pembangunan yang memerlukan ruang berskala besar; 3) ada ratifikasi kebijaksanaan global yang mengubah paradigma sistem pembangunan dan pemerintahan serta paradigma perencanaan tata ruang; 4) ada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dan seringkali radikal dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam meminimalkan kerusakan lingkungan 5) ada bencana alam yang cukup besar sehingga mengubah struktur dan pola pemanfaatan ruang, dan memerlukan relokasi kegiatan budidaya maupun lindung yang ada demi pembangunan pasca bencana.

Tidak ada satupun kriteria yang terjadi di Malang yang memenuhi parameter tersebut. Artinya memang terdegradasinya Perda RTRW Kota Malang lebih pada rendahnya komitmen dan kemauan politik pemerintah kota Malang terhadap pembangunan yang ramah lingkungan hidup. Sehingga pembangunan hanya dimaknai sebagai upaya peningkatan PAD semata dan simbolsimbol modernisasi. Pemerintah Malang sama sekali tidak berdaya dengan kehadiran investasi yang memang akan selalu menghendaki keuntungan sebesar-besarnya. Keterlibatan pemerintah bukan saja ketika aparatur memberikan perijinan (walaupun tidak ada dasar hukumnya sama sekali), tapi juga upaya pembiaran (tidak ada penegakan hukum), bahkan beberapa kasus justru memfasilitasi investasi yang jelas-jelas melanggar hukum. Akhirnya, pembangunan kota Malang yang compang-camping ini adalah imbas dari tidak adanya kemauan politik dari penyelenggara pemerintahan di Malang untuk melaksanakan pembangunan yang menghormati dan memenuhi hak-hak dasar (basic rights) masyarakat serta prinsip keadilan lingkungan (environmental justice) serta akses yang setara terhadap sumber-sumber kehidupan. C. Gerakan Lingkungan Hidup : Gerakan Timbul dan Tenggelam Sayang sekali, setiap terjadi sebuah moment lingkungan hidup (baca: perusakan lingkungan hidup) nyaris tidak ada sebuah gerakan yang secara massif untuk melawan dan menggagalkan sebuah drama perusakan lingkungan hidup baik yang dilakukan oleh pemodal maupun oleh pemerintah sendiri, ataupun yang dilakukan mereka berdua. Setidaknya gerakan lingkungan hidup seolah hanya menjadi milik beberapa aktivis lingkungan hidup yang jumlahnya tidak seberapa dan itu-itu saja. Semuanya tinggal tertegun lesu ketika menyaksikan bahwa semuanya telah terjadi dan dampak sosial telah melanda. Sayang sekali. Namun kembali, hal tersebut bukan tanpa sebab. Pembungkaman ini terjadi setidaknya dipengaruhi oleh 5 hal : Pertama, secara normatif, masyarakat tidak diberikan ruang yang mamadai untuk memberikan suatu kontribusi pemikiran yang aspiratif, konstruktif dan evaluatif. Aktivitas pembangunan fisik dan non-fisik masih menjadi otoritas utama penyelenggara dan rekanan pelaksana suatu proyek. Tertundanya pembahasan Rencana Perda Peran Serta Masyarat menjadi bukti bahwa peranserta masyarakat belum menjadi prioritas pembangunan, wajar jika masyarakat sering kali tidak memiliki ruang yang memadai untuk ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi sebuah aktivitas pembangunan yang rentan terhadap eksistensi lingkungan hidup. Fungsi DPRD sebagai lembaga kontrol, tidak berjalan dengan baik karena DPRD lebih sering menjadi alat legitimasi eksekutif dalam setiap pengambilan keputusan daripada menjadi lembaga kontrol. Kedua, praktek-praktek premanisme yang secara traumatis masih membayangi bagi gerakan lingkungan hidup. Tidak terhitung lagi gerakan lingkungan hidup di Kota Malang yang berakhir dengan aksi premanisme yang dilakukan oleh orang-orang yang sengaja diperintahkan/dibayar untuk melakukan itu. Mulai dari tragedi Tanjung APP yang diwarnai oleh aksi pemukulan yang dilakukan oleh sekelompok laki-laki berbadan tegap berambut cepak kepada aktivis pro-

lingkungan hidup, aksi teror kepada seorang akademisi yang getol menyuarakan penolakan pembangunan MATOS, aksi pemukulan terhadap puluhan mahasiswa pada aksi penolakan MATOS, serta pemukulan seorang akademisi Brawijaya yang bahkan dilakukan orang-orang tidak dikenal di gedung dewan DPRD !!! Ketiga, standar ganda penegakan hukum dilakukan oleh aparat penegak hukum. Tidak terhitung para PKL, pengemis, anak jalanan dan tukang becak yang dirazia, diusir dan ditangkap oleh Satpol PP karena dianggap melanggar Perda dan mengganggu keindahan kota. Sedangkan parade pelanggaran Perda RTRW yang dilakukan oleh pemodal justru dibiarkan, difasilitasi dan bahkan dibuatkan aturan hukum yang melegitimasi pelanggaran. Keempat, pendidikan lingkungan hidup yang secara kamuflase secara rutin dilakukan oleh pemerintah kota Malang, untuk menutupi aktivitas perusakan lingkungan hidup. Malang Ijo Royo-Royo, pemilihan putri lingkungan hidup dan Malang Tempoe Doeloe dihembuskan sedemikan keras ke media dan masyarakat seolah menjadi bukti bahwa pemerintah kota Malang sangat peduli dengan pembangunan pro-lingkungan hidup. Kelima, lemahnya konsolidasi dan koordinasi kekuatan-kekuatan masyarakat sipil dan perguruan tinggi yang memiliki komitmen dalam mengembangkan wacana dan gerakan pro-lingkungan hidup. Harus diakui gerakan lingkungan hidup masih didominasi oleh beberapa aktivis prolingkungan hidup yang jumlahnya tidak seberapa dan itu-itu saja. Gerakan lingkungan hidup masih belum mampu menyentuh masyarakat di perkampungan, sedangkan gerakan mahasiswa terhadap isu-isu lingkungan hidup masih bersifat reaksioner. Ini menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah untuk dijawab. D. Penutup Tidak harus menjadi putus asa menyaksikan rumitnya krisis tata ruang kota Malang, tapi memang bukan pekerjaan yang ringan untuk mewujudkan pembangunan kota malang yang prolingkungan hidup yang meliputi juga materi kehidupan tentang hak-hak dasar (basic rights) manusia serta prinsip keadilan lingkungan (environmental justice) serta akses yang setara terhadap sumber-sumber kehidupan. Yang pasti gerakan lingkungan hidup harus terus dihidupkan sehingga secara massif dapat mengganggu, melawan dan menggagalkan praktek perusakan lingkungan hidup yang terjadi di kota Malang yang sedemikian complicated.

RTRW Kota Malang (Strategi Pengembangan Struktur Tata Ruang Wilayah)


KAMIS, JANUARI 28, 2010 Diterbitkan oleh Ichwan Dwi

Strategi pengembangan struktur tata ruang wilayah Kota Malang ditetapkan dengan memperhatikan segala potensi dan kendala serta sumberdaya yang ada. Untuk itu berbagai fungsi yang dominan dan memberikan prospek perkembangan yang baik dapat ditingkatkan sehingga kegiatan produktif dan fungsi pelayanan akan dapat lebih meningkat lagi. Berdasarkan pola perkembangan dan pertumbuhan kota, maka dapat diperoleh gambaran, bahwa Kota Malang memiliki berbagai fungsi pengembangan primer maupun sekunder. Sesuai

dengan lingkup dan jangkauan pelayanan Kota Malang, maka fungsi primer yang akan dikembangkan juga harus didukung oleh jaringan transportasi dalam skala primer, sedangkan untuk fungsi sekunder juga harus dilayani oleh sistem jaringan jalan sekunder. Adapun masingmasing fungsi yang dikembangkan adalah sebagai berikut : Fungsi Primer Industri Perdagangan Pergudangan Transportasi Fungsi Sekunder Industri Perdagangan Transportasi Pariwisata Perkantoran Pendidikan Kesehatan Peribadatan Militer Olahraga Transportasi Untuk menciptakan struktur ruang yang efisien, maka diperlukan penataan dan pengalokasian berbagai kegiatan perkotaan. Struktur pelayanan yang akan digunakan dalam mengembangkan Kota Malang adalah dengan membagi Kota Malang menjadi lima Bagian Wilayah Kota (BWK) dimana setiap BWK merupakan juga satu wilayah kecamatan. Efisiensi pelayanan ini dengan membagi setiap BWK menjadi beberapa unit lingkungan dimana setiap BWK dan setiap unit lingkungan memiliki suatu pusat pelayanan tersendiri sesuai dengan lingkup pelayanan dan fungsinya. Sesuai dengan kondisi Kota Malang, maka arahan pengembangannya diarahkan sebagai berikut : A. Perdagangan Dan Jasa Sesuai dengan fungsi kota yang ada yakni sebagai koleksi dan distribusi barang dan jasa, maka keberadaan pusat perdagangan dan jasa (komersial) diharapkan dapat melayani seluruh kawasan permukiman kota dan kawasan yang baru/akan berkembang. Sesuai dengan perkembangan kota, maka penambahan fasilitas perdagangan akan tetap diperlukan dengan berbagai skala pelayanannya. Pengembangan kawasan perdagangan baru direncanakan untuk melayani penduduk Kota Malang secara merata terutama di wilayah timur dan barat Kota Malang yaitu di kawasan Gunung Buring dan kawasan Mulyorejo. Selain itu juga untuk wilayah baru lainnya, pengembangan fasilitas perdagangan dialokasikan menyatu dengan fasilitas-fasilitas kota lainnya. B. Industri Seiring dengan tingginya tingkat perkembangan sektor indsutri di Kota Malang, maka pengembangan kegiatan industri di masa yang akan datang diarahkan pada : Industri dan pergudangan yang ada di sekitar Jalan Tenaga (Kelurahan Blimbing) dapat tetap dipertahankan, dan tidak diusahakan adanya pengembangan mengingat pada sekitar lokasi industri ini banyak terdapat perumahan penduduk. Untuk jangka pendek, industri di Kelurahan Ciptomulyo masih tetap dipertahankan, dan tidak diusahakan adanya pengembangan. Hal ini mengingat adanya rencana relokasi kawasan industri yang terdapat di Kelurahan Ciptomulyo ke wilayah bagian timur kota yakni di Kelurahan Arjowinangun sampai HO habis. Untuk industri yang terletak disebelah barat kota seperti di Kelurahan Bandulan, Penanggungan dan Dinoyo sebaiknya dibatasi dan tidak dikembangkan lebih lanjut baik luasan

wilayahnya maupun intensitasnya, karena kawasan ini lebih sesuai untuk kawasan pemukiman. Untuk industri keramik Dinoyo, mengingat industri ini cukup strategis, maka lokasi penjualannya disarankan tetap menggunakan lokasi yang ada sekarang, tetapi pembuatannya saja yang direlokasikan yaitu di sekitar Kelurahan Purwantoro. Untuk industri yang memiliki skala besar - menengah diarahkan di sekitar Kecamatan Singosari dan Karangploso, mengingat potensi lokasi yang dimiliki oleh kedua kecamatan tersebut, juga tingginya peningkatan hasil produksi yang dihasilkan dan aksesibilitas serta fasilitas lainnya yang menunjang keberadaan dan pengembangan sektor industri ini. Selain itu pada wilayah ini nantinya akan dilalui jalan Toll Gempol - Malang, sehingga dapat dipastikan perkembangan industri di wilayah tersebut akan berkembang dengan pesat. C. Perumahan Di Kota Malang pola penggunaan tanah untuk jenis perumahan direncanakan terdistribusikan pada seluruh bagian wilayah kota, dimana arah perkembangannya diharapkan mengikuti pola perkembangan yang sudah ada. Untuk memacu perkembangan permukiman yang kurang berkembang di Kota Malang, perlu direncanakan adanya penambahan pusat dan sub pusat pelayanan serta peningkatan dan pembangunan jaringan jalan baru. Untuk wilayah Kota Malang, pengembangan perumahan perlu diikuti juga dengan penempatan pusat dan sub pusat pelayanan, dimana pengembangan perumahan diarahkan ke wilayah yang relatif masih kosong, seperti wilayah Desa Tasikmadu, Tunggulwulung, Mulyorejo, dan daerah pengembangan Gunung Buring. Selain itu untuk rencana lokasi perumahan yang baru harus mengacu pada advis planning yang telah ada. D. Pendidikan Kegiatan pendidikan di Kota Malang berkembang cukup pesat, bahkan untuk pendidikan tinggi sudah mempunyai jangkauan skala nasional. Beberapa lokasi fasilitas pendidikan ini cenderung menyatu sehingga secara keseluruhan merupakan suatu kawasan pendidikan. Sesuai dengan kondisi dan kecenderungan perkembangan yang ada, maka arahan pengembangan lokasi kegiatan pendidikan di Kota Malang adalah sebagai berikut : Pada bagian Utara Kota diarahkan di sekitar Kelurahan Tasikmadu dan Tunjungsekar. Pada bagian Timur Kota diarahkan pada wilayah Kelurahan Sawojajar (dengan adanya STIBA dan Wisnuwardhana) dan Gunung Buring yaitu Kelurahan Lesanpuro dan Kedungkandang. Untuk pengembangan fasilitas pendidikan menengah seperti SLTP dan SLTA, arahan lokasinya tidak merupakan suatu kawasan tersendiri (seperti pendidikan tinggi), akan tetapi lokasinya tersebar sesuai dengan lokasi pemukiman penduduk. Lokasi yang direncanakan adalah lokasi yang relatif sentral terhadap wilayah pelayanan dan menyatu dengan fasilitas sosial-ekonomi lainnya, sehingga secara keseluruhan akan menjadi pusat pelayanan lingkungan.

You might also like